Anda di halaman 1dari 17

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1

BAB II TINJUAN PUSTAKA 2


2.1 DEFINISI 2
2.2 ETIOLOGI 2
2.3 MANIFESTASI KLINIS 3
2.4 PENATALAKSANAAN 4

BAB III STUDI KASUS 6

BAB IV RENCANA PENANGGULANGAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit ulkus peptik adalah penyakit gastrointestinal umum yang manajemen dan
perawatannya telah berubah secara dramatis selama 25 tahun terakhir. Pengobatan
penyakit ulkus peptik telah berevolusi dari modifikasi diet dan antasida hingga
penekanan asam lambung dengan antagonis H2-reseptor dan penghambat pompa proton
untuk pemberantasan infeksi dari bakteri Helicobactor pylori. Pengobatan pasien yang
terinfeksi H pylori menggunakan antibiotik telah mengubah riwayat penyakit tukak
lambung. Akibat pengobatan H pylori dan faktor penyakit ulkus yang tidak diketahui
lainnya menurun dan komplikasi penyakit maag telah berkurang secara signifikan.(1)

Penyakit ulkus peptik memiliki efek yang luar biasa pada morbiditas dan mortalitas
sampai dekade terakhir abad ke-20, ketika kecenderungan epidemiologi mulai
menunjukkan kejatuhan yang mengesankan dalam kejadiannya. Dua perkembangan
penting dalam dunia kesehatan dikaitkan dengan penurunan tingkat penyakit tukak
peptik dan penemuan obat dengan mekanisme kerja menekan asam lambung yang kuat
dan penghambatan pompa proton untuk memberantas infeksi dari bakteri Helicobacter
pylori. Penyakit tukak lambung merupakan masalah klinis yang perlu diperhatikan,
terutama karena semakin banyaknya penggunaan obat antiinflamasi non steroid
(NSAID) dan aspirin dalam pengobatan swamedikasi di masyarakat.(2)

Berjalan dengan pesatnya praktek swamedikasi yang dilakukan oleh masyarakat saat
ini semakin sering dianggap sebagai bagian dari perawatan sendiri. Tukak peptik
merupakan salah satu keluhan minor yang dapat diatasi dengan swamedikasi.
Berdasarkan studi kasus yang dilakukan pada tahun 2010 di apotek kotamadya
Pontianak Kalimantan barat menunjukkan bahwa 67,3% praktek swamedikasi pada
tukak peptik telah tepat, 66,3% subjek menggunakan golongan antasida untuk
mengatasi keluhannya, 6,1% subjek masih menggunakan antibiotik, dan hanya 27,6%
mendapatkan informasi yang memuaskan mengenai Obat Tanpa Resep (OTR). Prak-
tek swamedikasi pada tukak peptik sering dilakukan, tetapi beberapa praktek dapat
menjadi berbahaya, sehingga terdapat kebutuhan untuk memastikan praktek
swamedikasi yang aman.(3)

1
BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Penyakit peptik dikelompokan menjadi ulkus peptikum (duodenum lambung,
esophagus, jejunum dan ileum) serta dispepsia non-ulkus baik dengan kelainan
organik seperti gastritis dan esofagotis maupun infeksi neonatal.(4)

Ulkus peptikum adalah sakit pada lapisan perut atau duodenum yang disebabkan
karena penggunaan jangka panjang obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), seperti
aspirin dan ibuprofen, Infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) dan tumor
kanker dan non kanker di perut, duodenum, atau pankreas - dikenal sebagai sindrom
Zollinger-Ellison (ZES).(5)

Penyakit tukak lambung digolongkan menjadi dua yaitu (1) tukak lambung akut dan
(2) tukak ambung kronis. Penyakit tukak lambung kronis sangat mengganggu kinerja
penderitanya karena menimbulkan rasa pedih dan terbakar di ulu hati, mual, muntah,
rasa panas di perut, rasa kembung dan perasaan cepat kenyang. (6)

2.2 Etiologi
Penyebab utama dari penyakit ulkus peptikum atau tukak lambung diantaranya
infeksi dari baketeri Helicobacter pylori dan penggunaan obat anti-inflamasi non
steroid. Nyeri mulas, gejala refluks dan mual sering terjadi pada pasien dengan
ulserasi peptik. Diagnosis dari tukak lambung biasanya diketahui setelah endoskopi
gastrointestinal atas. Obat Obat yang bersifat penghasil asam dan antagonis bakteri
H. pylori merupakan salah satu penanganan medikamentosa dari penyakit ini.
Manajemen bedah atau operasi biasanya untuk penanganan komplikasi penyakit
ulkus peptikum, seperti perdarahan akut, perforasi usus, obstruksi aliran keluar
gastrik dan sindrom Zollinger-Ellison (ZES). (7)

2
Faktor kerusakan dari mukosa lambung itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya:
a. Mukus (glikoprotein) dan bikarbonat berfungsi melindungi mukosa terhadap
efek asam dan pepsin serta zat perusak lainya seperti efek samping yang
ditimbulkan dari obat asam asetil salisilat golongan OAINS (Obat Anti Inflamasi
Non Steroid)
b. Resistensi mukosa yang ditentukan oleh regenerasi sel, potensial listrik membran
mukosa dan kemampuan penyembuhan luka
c. Aliran darah mukosa yang menjamin pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup,
penurunan aliran darah mempengaruhi ketahanan mukosa yang menimbulkan
anoksia sel.
d. Prostaglandin yang dihasilkan mukosa lambung dan duodenum yang mempunyai
peran meningkatkan sekresi mucus dan bikarbonat, mempertahankan pompa
natrium dan meningkatkan aliran darah mukosa. (4)

2.3 Manifestasi Klinis


Sejarah alami PUD ditandai dengan periode eksisi dan remisi. Nyeri bisul biasanya
dikenali dan bersifat epi-sodik, namun gejalanya bervariasi, terutama pada orang
dewasa yang lebih tua dan pada pasien yang memakai NSAID. Obat antiperpresi,
termasuk antagonis reseptor hista-mine-2 (H 2 RAs), PPI, dan sucralfate, meredakan
gejala, mempercepat penyembuhan maag, dan mengurangi risiko kambuh berulang,
namun tidak menyembuhkan penyakit ini. Kedua ulkus duodenum dan tukak
lambung kambuh kecuali penyebab yang mendasari (H. pylori atau NSAID)
diangkat. Pemberantasan H. pylori yang berhasil secara nyata mengurangi kambuh
berulang dan komplikasi. Profilaksis cother-apy atau inhibitor COX-2 secara
dramatis menurunkan risiko ulkus dan komplikasi terkait pada pasien berisiko tinggi
yang memakai NSAID. Sekitar 20% pasien dengan PUD kronis mengalami
perdarahan GI bagian atas, perforasi, atau obstruksi. Kematian pada penderita tukak
lambung sedikit lebih tinggi daripada ulkus duodenum dan populasi umum.
Perkembangan adenokarsinoma pada pasien yang terinfeksi H. pylori adalah proses

3
lambat yang terjadi selama 20 sampai 40 tahun dan dikaitkan dengan risiko seumur
hidup kurang dari 1%.(8)

2.4 Penatalaksanaan

gambar 3.1 algoritma penatalaksanaan tukak lambung

a. Non-farmakologi
1. Relaksasi
Stres mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit sehingga
beberapa kelainan fisik seperti gastritis memungkinkan untuk melihat.
Gastritis merupakan salah satu gangguan psikosomatik, kelainan fisiologis

4
yang disebabkan oleh faktor psikologis utama. Berdasarkan clinical evidence
based dengan menggunakan metode single case experimental designs dan
dianalisis secara manual melalui beberapa inspeksi visual untuk
membandingkan tingkat stres dan keluhan sakit gastritis pada masing-masing
subjek di antara garis dasar, pengobatan dan tindak lanjut. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada penurunan stres dan keluhan nyeri gastritis pada
subjek dan menunjukkan signifikan secara klinis.(9)

b. Farmakologi
Treatment of Helicobacter pylori-Associated Ulcers

sgambar 3.2 pengobatan helicobacter pylori

5
BAB III STUDI KASUS

Uraian Kasus
Bapak BT (65 tahun, 165cm, 70 kg) mengalami nyeri di daerah abdominal. Gejala lain
yang dia rasakan adalah anoreksia, nausea, perut kembung, sering bersendawa, sesak
napas, dan adanya pembengkakan (oedem) didaerah kaki.

RPD : Anemia dan hipertensi


RPO : Becotide inhaler, Voltaren
Diagnosa sementara : Asma dan hipertensi
Data pasien : TD = 140 / 78
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu = 38 oC

Data laboratorium : HB = 9,5 g/dl


Na = 170 mEq/L
K = 7,2 mEq/L
Scr = 1,9 mg/dL
AST = 36 IU/L
ALT = 43 U/L
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 g/L
Eritrosit = 3 x 106 /mm3
Leukosit = 13.000 /mm3
Hematokrit = 35%

Nama : BT
Umur : 65 Tahun

6
BB : 70 Kg
TB : 165 cm
JK : Laki-laki
RPD : Anemia dan Hipertensi
RPS : Asma dan Hipertensi
MH : Becotide inhaler (Betametason), Voltaren (Na- diklofenak)

VS : TD = 140 / 78
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu = 38 oC

DL : HB = 9,5 g/dl
Na = 170 mEq/L
K = 7,2 mEq/L
Scr = 1,9 mg/dL
AST = 36 IU/L
ALT = 43 U/L
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 g/L
Eritrosit = 3 x 106 /mm3
Leukosit = 13.000 /mm3
Hematokrit = 35%

Penyelesaian Kasus

1.Penyampaian Kasus Sederhana


a.Data pasien lengkap
Nama : BT
Umur : 65 Tahun
BB : 70 Kg

7
TB : 165 cm
JK : Laki-laki
RPD : Anemia dan Hipertensi
RPS : Asma dan Hipertensi
MH : Becotide inhaler (Betametason), Voltaren (Na- diklofenak)

VS : TD = 140 / 78
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu = 38 oC

DL : HB = 9,5 g/dl
Na = 170 mEq/L
K = 7,2 mEq/L
Scr = 1,9 mg/dL
AST = 36 IU/L
ALT = 43 U/L
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 g/L
Eritrosit = 3 x 106 /mm3
Leukosit = 13.000 /mm3
Hematokrit = 35%

b.SOAP
1) Subject (S)
Nyeri abdominal, Anoreksia, Nousea, Perut Kembung, Sering Bersendawa, Sesak Nafas

2) Object (O)
- Adanya Pembengkakan (Udem dikaki),

8
- Tanda-tanda vital :
TD = 140/78
Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit
Suhu = 38 oC

- Data Laboratorium :
HB = 9,5 g/dl (normal : 14-18 gr/dl)
Na = 170 mEq/L (normal : 145 mEq/L)
K = 7,2 mEq/L (normal : 3,5-5 mEq/L)
Scr = 1,9 mg/dL (normal : 0,6-1,3 mg/dL)
AST = 36 IU/L (normal : 37 U/L)
ALT = 43 U/L (normal : 42 U/L)
Glukosa = 110 mg/dL
CK = 120 U/L
CK-MB = 9 g/L (normal : 0-7 g/L)

Eritrosit = 3 x 106 /mm3 (normal: 4,6-6,2jt/mm3)


Leukosit = 13.000 /mm3 (normal: 4000-1000mm3)
Hematokrit = 35% (normal: 40-48%)
ClCr = (140-70) x 65 / 72 x 1,9 = 35,63 mL/menit

3) Assesment (A)
- Pasien mengalami hipertensi dan anemia yang disebabkan perdarahan lambung oleh
GERD (Gastrointestinal Esofagus Refluks Desease).

- Asma pada pasien merupakan sesak napas sebagai ciri tidak khas GERD bukan asma
karena RR pasien dalam range normal.

9
- Dari hasil pemeriksaan laboratorium tergambar profil jantung yang mulai mengalami
penurunan (ditandai peningkatan nilai CK dan CK-MB), peningkatan terjadi karena faktor
dari penyakit hipertensi yang diderita pasien dan fungsi ginjal yang mulai menurun
(ditandai peningkatan nilai SCr).

4) Plan (P)
a) Diberikan terapi farmakologi, yaitu :
- Obat Becoride Inhaler (Betametason) dihentikan penggunaannya karena merupakan
golongan kortikosteroid yang merupakan faktor resiko hipertensi dan GERD
(Gastrointestinal Esofagus Refluks Desease) dan sebenarnya pasien tidak mengalami asma
melainkan hanya gejala dari GRED jadi obat tidak diperlukan.

- Obat Voltaren (Natrium Diclofenak) juga dihentikan penggunaannya karena dapat


meningkatkan kandungan natrium yang memperparah hipertensi pada pasien.

- Diberikan obat :
Furosemide untuk hipertensi dan mengobati udema.
Sukralfat untuk GERD
Fero fumarat untuk anemia

- Untuk obat nyeri tidak diberikan karena kurang diperlukan, dimana nyeri disebabkan
adanya luka pada lambung akibat GERD, jadi jika GERD terobati maka nyeri tidak muncul.

b) Diberikan terapi non-farmakologi untuk penyakit hipertensi, GERD, dan anemia pada
pasien sebagai terapi penunjang yang dapat membantu proses terapi pasien untuk
kualitas hidup yang lebih baik.

2. Pemilihan Obat
a. Terapi Farmakologi

10
1) Obat hipertensi

a) Obat yang dipilih


Diuretik dari gologan Diuretik Kuat
Obat : Furosemide

b) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya adalah dari tepi lumen (cepat dan bolak-balik) memblok pembawa
Na+/K+/2cL- , dengan ini menghambat absorpsi ion natrium, ion kalium, dan ion klorida
dalam cabang tebal jerat henle menaik. Untuk dapat bekerja dari daerah lumen, senyawa
ini dari aliran darah harus masuk ke cairan tubulus. Transport terjadi melalui sekresi aktif
tubulus proksiumal.

c) Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian


Diberi per-oral 2 x 40 mg p.c

2)Obat GERD
a)Obat yang dipilih
Golongan pelindung mukosa lambung
Obat : Sukralfat

b)Mekanisme kerja
Mekanisme kerja adalah dapat membentuk suatu kompleks protein pada permukaan
tukak, yang melindunginya terhadap HCL, pepsin, dan empedu. Disamping itu, zat ini juga
menetralkan asam, menahan kerja pepsin, dan mengadsorpsi asam empedu. Senyawa
alumunium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan
terikat jaringan nekrotik lunak secara selektif.

c) Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian


Diberi per-oral 4 x 1g p.c dan sebelum tidur

11
3) Obat anemia

a)Obat yang dipilih


Multivitamin yang mengandung Fe (Zat Besi)

b)Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya zat besi membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-
sama dengan rantai globin membentuk hemoglobin.

c)Dosis, Frekuensi, Durasi. dan Cara Pemberian


Diberikan peroral 2 x 200 mg (=65 mg Fe) antara jam makan.

b. Terapi Non Farmakologi


1) Untuk Hipertensi
a)Mengurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, allkohol.
b)Mengurangi asupan Natrium dengan diet garam
c)Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik

2)Untuk GERD
a)Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch
b)Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak, berbumbu,asam,
cokelat, kopi, alkohol).
c)Menurunkan BB bagi yang gemuk
d)Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
e)Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering
f)Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat.
g)Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES :

12
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone

3)Untuk Anemia
a)Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari sayur-
sayuran hijau, ikan laut, dan unggas.

4.Monitoring dan Evaluasinya

a.Subjektif
1)Apakah keluhan GERD (sesak nafas, nyeri abdominal, anoreksia, nausea, perut
kembung, sering bersendawa) berkurang atau tidak ?
2)Apakah oedem di kaki pasien hilang atau tidak ?
3)Apakah anemia pasien sembuh atau tidak ?
4)Apakah hipertensi pada pasien terkontrol atau tidak ?
5)Jika nyeri bertambah sebaiknya diperhatikan perlunya penambahan obat anti nyeri
yang sesuai
6)Penyesuaian dosis diperlukan jika terapi kurang efektif sesuai ketentuan yang cocok

b.Objektif
1)Pemeriksaan tekanan darah
2)Pemeriksaan Hb, eritrosit, dan hematokrit untuk mengetahui tingkat kesembuhan
anemia
3)Pemeriksaan serum kreatinin untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal
4)Pemeriksaan CK dan CK-MB untuk mengetahui keadaan fungsi jantung
5)Pemeriksaan elektrolit Na dan K

c.Diperhatikan efek samping obat, yaitu :


1)Furosix (furosemide 40 mg)
2)Ulsidex (sukralfat 500 mg)

13
3)Hemobion (Fe Fumarat 360 mg, Asam Folat 1,5 mg, Vitamin B12 15 g, Vitamin C 75
mg, Kalsium karbonat 200 mg, Kolekalsiferol 400 iu).

C.KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi)


1.Diberi penjelasan ada tidaknya gejala efek samping yang timbul
2.Minum obat secara teratur, berikut instruksi untuk masing-masing obat
3.Diminum per-oral
4.Cukup minum
5.Kurangi makanan berlemak, berbumbu asam, cokelat, kopi, alkohol dan diet garam
6.Olahraga teratur
7.Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch
8.Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
9.Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering
10.Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12. Misalnya dari sayur-
sayuran hijau.
11.Jika tinja mengalami perubahan warna merupakan efek samping dari penggunaan
suplemen Hemobion yang mengandung fero fumarat.
12.Pasien akan sering buang air kecil karena penggunaan diuretic

14
BAB IV RENCANA PENANGGULANGAN

Rencana penanggulangan dari penyakit ini adalah dengan melakukan pola hidup sehat,
menjaga pola makan dan asupan makanan,serta menghindari pemakaian obat golongan
NSAID atau lainnya yang dapat menyebabkan meningkatnya asam lambung.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Smoot DT, Go MF, Cryer B. Peptic ulcer disease. Prim Care [Internet].
2001;28:487. Available from:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=cmedm&AN=11483440&si
te=ehost-live
2. Malfertheiner P, Chan FK, McColl K EL. Peptic ulcer disease. Vol. 374, The
Lancet. 2009. p. 144961.
3. Untari EK, Nurbaeti SN, Nansy E. Kajian Perilaku Swamedikasi Penderita Tukak
Peptik yang Mengunjungi Apotek di Kota Pontianak Behavioral Studies Peptic
Ulcer Patients Self-Medication by Visiting Pharmacy in Pontianak. J Farm Klin
Indones. 2013;2(3).
4. Daldiyono. Penatalaksanaan Gastritis dan Ulkus Peptikum. Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia; 1993. 34 p.; 21 cm; bibl; Ilus.
5. NIDDK. Peptic Ulcer Disease and NSAIDs. NIH Publ [Internet]. 2014;112.
Available from: http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-
topics/digestive-diseases/peptic-ulcer/Documents/NSAIDS_PepticUlcers_508.pdf
6. A T. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 1999.
7. Proctor MJ, Deans C. Complications of peptic ulcers. Surg (United Kingdom).
2014;
8. Dipiro E Al. Pharmacotherapy. Pharmacotherapy. 2008. 1-2559 p.
9. Subekti T, Utami MS. Metode Relaksasi Untuk Menurunkan Stres dan Keluhan
Tukak Lambung pada Penderita Tukak Lambung Kronis. 2011;38(2):14763.

16

Anda mungkin juga menyukai