Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

PEREMPUAN 33 TAHUN DENGAN GUSI BERDARAH DAN


MIMISAN

Pembimbing :

dr Alaludin Lapananda Sp.PD

Disusun Oleh :

dr M Reza Adriyan

INTERNSIP RSUD DR. MM DUNDA

LIMBOTO, KABUPATEN GORONTALO

PERIODE 16 NOVEMBER 2016 16 NOVEMBER 2017

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 33 tahun

Alamat : Mooti Lango

Pekerjaan : Guru SD

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

MRS : 03 Febuari 2017

No Rekam Medik : 32.02.10

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :

Keluar darah dari gusi dan hidung sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dengan keluar darah dari gusi dan hidung.
Menurut keterangan pasien satu minggu sebelumnya pasien megeluhkan batuk dan pilek
kemudian berobat ke puskesmas. Setelah obat yang pasien dapat dari puskesmas habis pasien
mengeluhkan keluar darah dari hidung dan gusi. Pasien tidak merasakan demam tinggi yang
mendadak sebelumnya. Pasien juga idak mengeluhkan sakit perut, mual serta munntah. Nyeri
pada belakang mata serta sendi-sendi juga disangkal oleh pasien. Riwayat trauma pada daerah
hidung dan mulut disangkal oleh pasien.

Pasien mengeluhkan tidak bab sejak 3 hari tetapi bak pasien masih dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit DM (-), Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Kebiasaan

Pasien tidak merokok,minum Alkohol dan mengkonsumsi NAPZA.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak terdapat penyakit yang sama pada keluarga pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK (tgl 3 Febuari 2107)


Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit

Keadaan sakit : Sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tekanan Darah: 120/80 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 16 x/menit

Suhu : 37,5o C

Pemeriksaan Fisik Generalis

Kulit

Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-), sianosis (-), spider
nevi (-), temperatur kulit (-) tinggi, pertumbuhan rambut normal, telapak tangan dan kaki pucat
(-), pertumbuhan rambut normal.

KGB
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila.

Kepala

Bentuk lonjong, simetris, ekspresi tampak sakit, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).

Mata

Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-), sklera
ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke segala arah baik, mata cekung (+).

Hidung

Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, selaput
lendir dalam batas normal, epistaksis (-).

Telinga

Kedua meatus acusticus eksternus normal, pendengaran baik.

Mulut

Sariawan (-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah(-), lidah pucat(-), lidah kotor(-), tepi lidah
hiperemis (-), lidah tremor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-).

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2) cmH 2O,
hipertrofi musculus sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk (-).

Dada

Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).

Paru

Inspeksi : statis-dinamis simetris kanan dan kiri

Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler normal di kedua lapangan paru, Rhonki (-),wheezing (-)


Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 4

Perkusi : batas atas ICS II, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri 2 cm medial
midclavicularis sinistra

Auskultasi : HR 88 x/ menit

Murmur (-):

Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), hepar teraba 2 jari dibawah arcus
costae. Lien tidak teraba.

Perkusi : thympani, ascites (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital (Tidak diperiksa)

Ekstremitas

Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi

normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor

kembali lambat (-)

Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,

telapak kaki pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat

(-), edema pretibia dan pergelangan kaki (-).


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 3 Febuari 2017

Hasil Pemeriksaan Hematologi

No Pemeriksaan Hasil

1 Hemoglobin 13 g/dl
V. Diagnosis Banding
2 Hematokrit 36,4 vol%
1. Demam Dengue
3 Leukosit 7,3/mm3 2. Idipoathic Trombositopenia Purpura
4 Trombosit 204,000/mm3
VI. 5 GDS 83 mg/dl Diagnosis Kerja
1. Epistaksis pro evaluasi
6 S.Tyrhi O 1/320 2. Demam tifoid

7 S.Paratyrhi AO 1/320
VII. 8 S.Paratyrhi BO 1/320 Penatalaksanaan
IVFD RL 20tpm
9 DDR Negative Ceftriaxone 2x1gr (IV)
Ranitidin 2x1 (IV)
Paracetamol 3x500mg (PO) k/p

VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Ad Sanationaam : dubia

IX. Rencana Pemriksaan Lanjutan


Darah Rutin/24jam
EKG
Fungsi Hepar
Fungsi Ginjal
PCR Virus Dengue
FOLLOW-UP

Irina H 4/02/2017 Irina H 5/02/2017 Irina H 6/02/2017

- Demam (-),gusi berdarah - Demam (-),keluar - Demam (-), bercak


(+),mimisan (-) bercak kemerahan kemarahan pada
S pada kulit, gusi seluruh tubuh (+),
berdarah darah saat bak (+),
(+),mimisan (-) gusi berdarah
(+),mimisan (-)
O - KU : TSS - KU : TSS - KU : TSS
- Kesadaran : - Kesadaran : - Kesadaran :
Composmentis Composmentis Composmentis
- Nadi 88x/menit - Nadi 72x/menit - Nadi 88x/menit
- Nafas 16x/menit - Napas 16x/menit - Napas 18x/menit
- Suhu 36,7oC - Suhu 36,3oC - Suhu 37,0oC
Epistaksis pro evaluasi DHF grade II DHF grade II

A Demam Tifoid Demam Tifoid Demam Tifoid

Demam Dengue

- IVFD RL 20tpm - IVFD RL 28tpm - IVFD RL 28tpm


- Ceftriaxone 2x1gr - Ceftriaxone 2x1gr - Ceftriaxone 2x1gr
- Ranitidin 2x1 - Ranitidin 2x1 - Ranitidin 2x1
- Paracetamol 3x500 (po) - Paracetamol 3x500 - Asam Tranexamat
P
k/p (po) k/p 3x1
- DR/24 jam - Paracetamol 3x500
- (po) k/p

- Leukosit 3,4 - Leukosit 2,4 - Leukosut 3,2


- Hemoglobin 11 - Hemoglobin 12 - Hb 13
- Hematokrit 32 - Hematokrit 33 - Hematokrit 38
L - Trombosit 109 - Trombosit 73 - Trombosit 27
- IgG dengue (-)
- IgM dengue (-)

Irina H 7/02/2017 Ruangan 8/02/2017 ICU 9/02/2017

- Demam (-), Mimisan (-), - Demam (-), mimisan - Demam (-), mimisan
gusi berdarah (+), (-), Kencing berdarah (-), gusi berdarah (-),
S kencing berdarah (+), gusi berdarah bercak kemerahan
(+),bercak kemerahan (+), bercak (+berkurang),
pada seluruh tubuh (+) kemerahan pada kencing berdarah (-)
seluruh tubuh (+)
O - KU : TSS - KU : TSS - KU : TSS
- Kesadaran : - Kesadaran : - Kesadaran :
Composmentis Composmentis Composmentis
- Nadi 80x/menit - Nadi 78x/menit - Nadi 88x/menit
- Napas 18x/menit - RR 18x/menit - RR 18x/menit
- Suhu 36,5oC - Suhu 37,0oC - Suhu 36,6oC
DHF grade II DHF grade II ITP

A Demam tifoid Demam Tifoid Demam Tifoid

Sup ITP

- IVFD RL 350 cc habis - IVFD I Wida Hes - IVFD RL 20 tpm


dalam 6 jam 250 cc 20 tpm IVFD II Rl - Levofloxacin
habis dalam 6 jam 30 tpm 1x750mg
150 cc habis dalam 6 - Levofloxacin 1x750 - Ranitidin 2x1
mg - Metilprednisolon
jam maitanance 30
- Ranitidin 2x1 3x125mg
tpm
- Asam Tranexamat -
- Ceftriaxone 2x1
P
- Ranitidin 2x1 3x1
- Asam tranexamat 3x1 - Metilpredisolon
- Paracetamol 3x500 (po) 3x125mg
k/p - Paracetamol
3x500mg (po) k/P
- Pemeriksaan
PT&APTT
- Transfusi Trombosit
- Leukosit 5,4 - Leukosit 5,0 - Leukosit 2,7
- Hb 14 - Hb 13 - Hb 12
L - Hematokrit 39 - Hematokrit 36 - Hematokrit 33
- Trombosit 10 - Trombosit 8 - Trombosit 51
- PT 10,8
- APTT 31,2

ICU 10/2/2017

- Demam (-), mimisan


(-), gusi berdarah (-),
bercak kemerahan
(+berkurang),
kencing berdarah (-)
- KU : TSS
- Kesadaran :
Composmentis
- Nadi 88x/menit
- RR 16x/menit
- Suhu 36,3oC

ITP

Demam Tifoid

- IVFD RL 20 tpm
- Levofloxacin
1x750mg
- Ranitidin 2x1
- Metilprednisolon
3x125mg
- Rawat jalan
- Leukosit 5,0
- Hb 12
- Hematokrit 34
- Trombosit 121
Bab II

Pembahasaan Kasus

Demam DHF `ITP Pasien


Sakit kepala - - -
Nyeri retro-orbital - - -
Myalgia - - -
Athralgia - - -
Rash - - -
Manifestasi perdarahan
Positive Tourniquet test -
Leukopenia (wbc 5000)
Trombositopenia (Platelet
count 100.000)
Peningkatan hematokrit -
(5%-20%)
Serologi Dengue (IgG dan - - -
IgM)
Ditemukan Giant
Thrombocyte
Faktor risiko (Riwayat -
konsumsi obat-obatan,
infeksi virus pada saluran
pernafasan)

1. Definisi manifestasi perdarahan berupa purpura,epistaksis dan gingival bleeding


2. Thrombositopenia terdapat di kedua penyakit
3. Leukopeni juga dapat terjadi pada ITP ketika terjadi perdarahan masif, seperti halnya
yang terjadi pada pasien tersebut. Pasien tersebut mengalami perdarahan masif berupa
epistaksis, hematuria, dan gingivial bleeding.
4. Peningkatan dan penurunan hematokrit tidak sesuai dengan tatalaksana cairan yang
diberikan
5. Pada pasien tersebut ditemukan serologi dengue negatif. Pada penelitian dikatakan bahwa
tes serologi dengue memiliki Positive Predictive Value yang tinggi yaitu 100%, dan
Negative predictive value 47,7%. Oleh sebab itu, hasil negatif pada pasien belum dapat
menyingkirkan infeksi dengue.
6. Giant thrombocyte dapat ditemukan pada kedua penyakit akibat kompensasi dari
penurunan trombosit.
7. Salah satu faktor risiko pada ITP adala terdapat infeksi virus pada saluran pernafasan dan
konsumsi obat-obatan. Pasien 1 minggu sebelumnya menderita batuk dan pilek dan
mengkonsumsi obat-obatan dari puskesmas yang tidak diketahui jenisnya.

BAB III

PENDAHULUAN
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan suatu penyakit yang belum
diketahui pasti penyebabnya. Penyakit ITP itu termasuk ke dalam Trombocytopenia Akuisita .
Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan panyakit dan disebut dengan berbagai
nama misalnya morbus makulosus werlhofi, syndrome hemogenic, purpura trombocytolitic. 1,2
Dikatakan Idiophatic untuk membedakan kelainan trombosit yang dapat diketahui
penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti anemia, kelainan
leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah
yang hilang karena perdarahan. 2
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited)
atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh. Pada penelitian diketahui bahwa ITP
merupakan suatu kelompok keadaan dengan gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. 2
BAB IV

PEMBAHASAN

1. DEFINISI

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai


dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.1

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak


diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan
ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune
thrombocytopenic purpura. 2

Kata trombositopenia menunjukan bahwa terdapat angka trombosit yang rendah,


sedangkan kata purpura berasal dari suatu deskripsi akan kulit yang berwarna lebam karena
simptom penyakit, warna ungu pada kulit ini disebabkan oleh merembesnya darah di bawah
kulit.

2. ETIOLOGI

Dalam kebanyakan kasus, penyebab ITP tidak diketahui. Seringkali pasien yang
sebelumnya terinfeksi oleh virus (rubella, rubeola, varisela) atau, sekitar tiga minggu menjadi
ITP. Hal ini diyakini bahwa tubuh, ketika membuat antibodi terhadap virus, "sengaja" juga
membuat antibodi yang dapat menempel pada sel-sel platelet. Tubuh mengenali setiap sel
dengan antibodi sebagai sel asing dan menghancurkan mereka. Itulah sebabnya ITP juga
disebut sebagai imuno thrombocytopenic purpura.1

Sumsum tulang adalah jaringan lembut, kenyal yang berada di tengah tulang panjang dan
bertanggung jawab untuk membuat sel-sel darah, termasuk trombosit. Sumsum tulang
merespon rendahnya jumlah trombosit dan menghasilkan lebih banyak untuk mengirim ke
tubuh. Sel-sel di sumsum tulang pada pasien dengan ITP, akan banyak trombosit muda yang
telah dihasilkan. Namun, hasil tes darah dari sirkulasi darah akan menunjukkan jumlah
trombosit yang sangat rendah. Tubuh memproduksi sel-sel normal, tetapi tubuh juga
menghancurkan mereka. Dalam kebanyakan kasus, tes darah lainnya normal kecuali untuk
rendahnya jumlah trombosit. Pada pasien ITP, trombosit biasanya bertahan hanya beberapa
jam, dibandingkan dengan trombosit yang normal yang memiliki umur 7 sampai 10 hari.
Trombosit sangat penting untuk pembentukan bekuan darah.1

3. EPIDEMIOLOGI

Insiden ITP pada anak antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umunya terjadi pada anak-
anak usia antara 2-6 tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik.
Purpura Trombosit Idiopatik pada anak berkembang menjadi bentuk ITP kronik pada
beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insidensi ITP kronis pada anak
diperkirakan 0,46 per 100.000 anak pertahun.

Insidensi ITP kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-
6,6 per 100.000) di Amerika dan serupa yang ditemukan di Inggris. Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa median rata-
rata usia 40-45 tahun. Ratio antara perempuan dan laki-laki adalah 1:1 pada penderita ITP
akut sedangkan pada ITP kronik adalah 2-3:1.1

Jumlah insiden ITP yang sebenarnya, tidak diketahui, karena individu dengan penyakit
ringan mungkin asimtomatik sehingga tidak terdiagnosis. Di Amerika Serikat, penyakit
gejala terjadi pada sekitar 70 dewasa / 1.000.000 dan 50 anak / 1.000.000. Penderita ITP
refrakter didefinisikan sebagai suatu ITP yang gagal diterapi dengan kortikosteroid dosis
standar dan splenektomi yang selanjutnya mendapat terapi karena angka trombosit dibawah
normal atau ada perdarahan. Penderita ITP refrakter ditemukan kira-kira 25-30 persen dari
jumlah penderita ITP. Kelompok ini mempunyai respon jelek terhadap pemberian terapi
dengan morbiditas yang cukup bermakna dan mortalitas kira-kira 16%. 1,4

4. PATOFISIOLOGI

ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag. Diperkirakan bahwa ITP diperantai oleh suatu autoantibodi,
mengingat kejadian transient trombositopenia pada neonatus yang lahir dari ibu yang
menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian transient trombositopenia pada
orang sehat yang menerima transfusi plasma kaya IgG, dari seorang penderita ITP. Trombosit
yang diselimuti oleh autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan di lien dan di
hati setelah berikatan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh makrofag jaringan. Pada
sebagian besar penderita akan terjadi mekanisme kompensasi dengan peningkatan produksi
trombosit. Sebagian kecil yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat
destruksi trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag didalam sumsum tulang
(intramedullary), atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar trombopoetin tidak
meningkat, menunjukan adanya masa megakariosit normal. 5

Untuk sebagian kasus ITP yang ringan, hanya trombosit yang diserang, dan megakariosit
mampu untuk mengkompensasi parsial dengan meningkatkan produksi trombosit. Penderita
ITP dengan tipe ini dapat dikatakan menderita ITP kronik tetapi stabil dengan jumlah
trombosit yang rendah pada tingkat aman. Pada kasus berat, auto antibodi dapat langsung
meyerang antigen yang terdapat pada trombosit dan juga megakariosit. Pada tipe ini produksi
trombosit terhenti dan penderita harus menjalani pengobatan untuk menghindari resiko
perdarahan internal atau organ dalam. 1

Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan antibodi ITP untuk
berikatan dengan trombosit yang secara genetik kekurang kompleks glikoprotein IIb/IIIa.
Kemudian berhasil diidentifikasi antibodi yang bereaksi dengan glikoprotein Ib/IX,Ia/IIa,IV
dan V dan determinasi trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi terhadap
berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen yang
diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan pacuan pembentukan neoantigen, yang
berakibat produksi antibodi yang cukup untuk menimbulkan trombositopenia.
Gambar tersebut dapat menjelaskan bahwa faktor yang memicu produksi autoantibodi
tidak diketahui. Kebanyakan penderita mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada awalnya
glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan antibodi yang mengenali
glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.

1. Trombosit yang diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji antigen
(makrofag atau sel dendritik) melalui reseptor Fcg kemudian mengalami proses
internalisasi dan degradasi.

2. Sel penyaji antigen tidak hanya merusak glikoprotein IIb/IIIa, tetapi juga
memproduksi epitop kriITPk dari glikoprotein trombosit yang lain.

3. Sel penyaji antigen yang teraktifasi

4. Mengekspresikan peITPda baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi


(yang ditunjukkan oleh interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang
berfungsi menfasilitasi proliferasi inisiasi CD4 positif Tcell clone (Tcell clone 1)
dan spesifitas tambahan (Tcell clone 2)

5. Reseptor sel imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell clone
2) dengan demikian akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein
Ib/IX antibodi dan juga meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi
oleh B cell clone 1. 1,3,5

5. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala dari idipatik trombositosis purpura adalah meningkatnya perdarahan
akibat menurunnya jumlah platelet. Bentuk perdarahan dalam:

1. Purpura. Perdarahan yang terjadi pada kulit dan membran mukosa (seperti di
dalam mulut) yang berwarna keunguan. Lebam yang tidak jelas penyebabnya.

2. Petekie. Bintik-bintik merah di kulit. Terkadang bintik merah saling menyatu dan
mungkin terlihat seperti ruam. Bintik merah merupakan perdarahan di bawah kulit

3. Perdarahan yang sulit berhenti

4. Perdarahan dari gusi

5. Mimisan

6. Menstruasi yang berkepanjangan pada wanita

7. Hematuria

8. Perdarahan saluran cerna

Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi yang paling serius pada ITP. Hal ini
mengenai hampir 1% penderita dengan trombositopenia berat. Perdarahan biasanya di
subarachnoid, sering multipel dan ukuran bervariasi dari petekie sampai ekstravasasi darah
yang luas.1

6. KLASIFIKASI
Berdasarkan onset penyakit ITP dibedakan tipe akut dan kronik

a. ITP akut.

Kejadiaannya kurang atau sama dengan 6 bulan. ITP akut sering dijumpai
pada anak, jarang pada dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat
infeksi mengawali terjadinya perdarahan berulang, sering dijumpai eksantem pada
anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran napas yang disebabkan oleh
virus. Virus yang paling banyak diindetifikasi adalah varicella zooster dan ebstein
barr. Manifestasi perdarahan ITP akut pada anak biasanya ringan, perdarahn
intrakranial terjadi kurang dari 1% pasien. Pada ITP dewasa bentuk akut jarang
terjadi, namun dapat mengalami perdarahan dan perjalanan penyakit lebih
fulminan. ITP akut pada anak biasanya self limiting, remisi spontan terjadi pada
90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu dan lebih dari 90% sembuh dalam
3-6 bulan.

b. ITP kronik

Kejadiaannya lebih dari 6 bulan. Onset ITP kronik biasanya tidak


menentu, riwayat perdarahan sering ringan sampai sedang, infeksi dan
pembesaran lien jarang terjadi dan perjalanan klinis yang fluktuatif. Episode
perdarahan dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin
intermitten atau terus menerus. Manifestasi perdarahan ITP berupa ekimosis,
petekie, purpura. Pada umumnya berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi
dengan jumlah trombosit. Secara umum bila pasien dengan AT > 50.000/ml maka
biasanya asimptomatik, AT 30.000-50.000/ml terdapat luka memar/hematom, AT
10.000-30.000/ml terdapat perdarahan spontan, menoragi dan perdarahan
memanjang bila ada luka, AT < 10.000/ml terjadi perdarahan mukosa (epistaksis,
perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan resiko perdarahan sistem saraf
pusat. 1

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memastikan diagnosis Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium yang tepat. Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan
pemeriksaan:

1. Pemeriksaan darah rutin, akan didapatkan nilai trombosit yang rendah (<
150.000) dengan jumlah eritrosit (apabila tidak terjadi perdarahan yang berat)
dan leukosit dalam batas normal.

2. Pemeriksaan darah tepi, akan didapatkan trombositopenia dengan eritrosit dan


leukosit dengan morfologi normal. Dijumpai trombosit muda dengan ukuran
yang lebih besar (megatrombosit).

3. Pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal, fibrinogen normal.

4. Monoclonal antigen capture assay. Pengukuran trombosit dihubungkan


dengan antibodi, secara langsung untuk mengukur trombosit yang berkaitan
dengan antibodi.

5. Pemeriksaan sumsum tulang normal atau peningkatan jumlah megakariosit


4,6
dan agranuler, serta tidak mengandung trombosit. Pedoman dari america
society of hematology menyatakan pemeriksaan sumsum tulang tidak
diperlukan pada usia > 40 tahun, pasien dengan gambaran tidak khas
( gambaran sitopeni) atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi.
Meskipun tidak dianjurkan, banyak ahli pediatrik hematologi
merekomendasikan dilakukan pemeriksaan sumsum tulang sebelum memulai
pemberian kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukemia akut. 1

8. DIAGNOSIS
Anamnesis yang lengkap termasuk risiko, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
perlu dilakukan pada setiap pasien saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan
fisik dan laboratorium, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya.

Dari Anamnesis, perlu digali tanda-tanda perdarahan dan faktor resiko. Tanda perdarahan
seperti munculnya petekie, purpura, perdarahan yang sulit berhenti, perdarahan pada gusi,
mimisan spontan, perdarahan konjungtiva, perdarahan saluran cerna seperti melena,
hematuria, dan menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya purpura dan petekie, perdarahan mukokutan,
mungkin bisa ditemukan adanya splenomegali (10% pada anak) yang jarang terjadi.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap dapat ditemukan


adanya penurunan jumlah trombosit dengan leukosit dan eritrosit dalam batas normal (tidak
terjadi perdarahan masif), pemeriksaan darah tepi ditemukan penurunan sel trombosit dengan
atau tanpa megatrombosit, pemeriksaan sumsum tulang didapatkan peningkatan
megakariosit. Pada pemeriksaan PT dan APTT dalam batas normal.

9. PENATALAKSANAAN

Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehinggamencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi menghindari
aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma terutama trauma kepala, hindari pemakaian
obat-obatan yangmempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis.

Terapi Awal ITP (Standar)

Prednison

Prednison, terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison dosis 1,0-1,5mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya
terjadi dalam minggu pertama, bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan ,
kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah peningkatan AT <30.000/L, AT>50.000/L
setelah 10 hari terapi awal, terhentinya perdarahan. Tidak berespons bila peningkatan AT
<30.000L/ AT 50.000/ L terapi 10 hari. Respon menetap bila AT menetap>50.000/mL
setelah 6 bulan follow up. Pasien yang simtomatik persisten dan trombositopenia berat (AT
<10.000/L) setelah mendapat terapi prednisone perlu dipertimbangkan untuk splenektomi.

Imunoglobulin Intravena

Imunoglobulin intravena (IglV) dosis 1 g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut-turutdigunakan
bila terjadi perdarahan internal, saat AT <5000/mL meskipun telah mendapat terapi
kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% pasien
berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu pertimbangan biaya. Gagal ginjal
dan insufisiensi paru dapat terjadi serta syok anafilaktik pada pasien yang mempunyai
defisiensi IgA Kongenital. Mekanisme kerja IglV pada ITP masih belum banyak diketahui
namun meliputi blockade Fc reseptor, anti-idiotype antibodies pada IgIV yang menghambat
ikatan autoantibodi dengan trombosit yang bersirkulasi dan imunosupresi.

Splenektomi

Splenektomi adalah pengobatan yang paling definitif untuk ITP, dan kebanyakan pasien
dewasa pada akhirnya akan menjalani splenektomi. Terapi prednison dosis tinggi tidak boleh
berlanjut terus dalam upaya untuk menghindari operasi. Splenektomi diindikasikan jika
pasien tidak merespon pada prednison awal atau memerlukan prednison dosis tinggi yang
tidak masuk akal untuk mempertahankan jumlah platelet yang memadai. Pasien lain
mungkin tidak toleran terhadap prednison atau mungkin hanya lebih memilih terapi bedah
alternatif. Splenektomidapat dilakukan dengan aman bahkan dengan menghitung trombosit
kurang dari 10.000 / MCL.80 % pasien mendapatkan manfaat dari splenektomi baik dengan
remisi lengkap atau parsial, dan angka kekambuhan ialah 15-25%.

Penanganan Rileps pertama

Splenektomi perlu bagi orang dewasa pada umumnya yang relaps atau yang tidak berespons
dengan kortikostroid, imunoglobulin iv dan Imunoglobulin anti-D.Penggunaan
imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal masih dalam penelitian dan hanya cocok untuk
pasien Rh-positif. Apakah penggunaan IglV atau imunoglobulin anti-D sebagai terapi awal
tergantung pada beratnya trombositopenia dan luasnya perdarahan mukokutaneus. Untuk
memutuskan apakah terapi pasien yang mempunyai AT 30.000 /L sampai 50.000/L
bergantung pada ada tidaknya faktor risiko perdarahan yang menyertai dan ada tidaknya
risikotinggi untuk trauma. Pada AT >50.000/L perlu diberi IglV sebelum pembedahan atau
setelahtrauma pada beberapa pasien. Pada pasien ITP kronik dan AT <30.000/l IglV atau
metil prednisolon dapat membantu meningkatkan AT dengan segera sebelum splenektomi.

Terapi ITP Kronik Refrakter

Pasien refrakter (25%-30% pada ITP) didefinisikan sebagai kegagalan terapikortikosteroid


dosis standar dan splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena ATyang rendah
atau terjadi perdarahan klinis. Kelompok ini memiliki respons terapi yang rendah,mempunyai
morbiditas yang bermakna terhadap penyakit ini dan terapinya serta memilikimortalitas
sekitar 16%. ITP refrakter kronik ditegakkan bila ditemukan 3 kriteria sebagai berikut: a).
ITP menetap lebih dari 3 bulan; b). Pasien gagal berespon dengan splenektomi; c).
AT<30.000/mL.

Pendekatan Terapi Konvensional Lini Kedua

Untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosterpid tidak membaik, ada beberapa pilihan
terapi lain. Luasnya variasi terapi untuk terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya
efikasi dan terapi bersifat individual.

Steroid Dosis Tinggi

Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis
tinggi. Deksametason 40 mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus. Dari 10
pasien dalam penelitian kecil ini semua memberi respons yang baik (dengan AT
>100.000/mL) bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon
dengan deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya.

Metil prednisolon

Steroid parenteral seperti metilprednisolon digunakan sebagai terapi lini kedua dan ketiga
pada ITP refrakter. Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak dan dewasa
yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari penelitian Weil pada pasien
ITP berat menggunakan dosis tinggi metil prednisolon 30 mg/kg iv kemudian dosis
diturunkan tiap 3hari sampai 1 mg/kg sekali sehari dibandingkan dengan pasien ITP klinis
ringan yang telah mendapat terapi prednison dosis konvensional.

Pasien yang mendapat terapi metilprednisolondosis tinggi mempunyai respon lebih cepat
(4,7 vs 8,4 hari) dan mempunyai angka respons (80%vs 53%). Respons steroid intravena
bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT
tetap adekuat.

IglV Dosis Tinggi

Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut,


seringdikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek
samping,terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten
ataudisubtitusi dengan anti-D intravena.

Anti-D Intravena

Anti-D intravena telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada orang dewasa. Dosisanti-
D 50-75 mg/kg perhari IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesusD-
positif yang secara khusus dibersihkan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing
denganautoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.

Alkaloid Vinka

Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan, meskipun mungkin bernilaiketika
terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya
vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.

Danazol

Dosis danazol 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon seringlambat.
Fungsi hati harus diperiksa setiap bulan. Bila respons terjadi, dosis diteruskan sampaidosis
maksimal sekurang-kurangnya 1 tahun dan kemudian diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan.

Immunosupresif dan Kemoterapi Kombinasi


Immunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons dengan terapi lainnya.Terapi
dengan azatioprin (2 mg/kg maksimal 150 mg/hari) atau siklofosfamid sebagai obat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada pasien yang
berat,simptomatik, ITP kronik refrakter terhadap berbagai terapis ebelumnya. Pemakaian
siklofosfaraid, vinkristin dan prednisolon sebagai kombinasi telah efektif digunakan seperti
padalimfoma.

Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg/iv/bulan selama 3 bulan. Azatioprin 50-100 mg
p.o, bila 3 bulan tidak ada respon obat dihentikan, bila ada respons sampai 3 bulan turunkan
sampai dosis terkecil.

Dapsone

Dapson dosis 75 mg p.o. per hari, respons terjadi dalam 2 bulan. Pasien- pasien
harusdiperiksa G6PD, karena pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai risiko
hemolisisyang serius. Pendekatan Pasien yang Gagal Terapi Standar dan Terapi Lini Kedua

Sekitar 25% ITP refrakter dewasa gagal berespon dengan terapi lini pertama atau keduadan
memberi masalah besar. Beberapa di antaranya mengalami perdarahan aktif namun lebih
banyak yang berpotensi untuk perdaraihan serta masalah penanganannya. Pada umumnya
ITP refrakter kronis bisa mentoleransi trombositopenia dengan baik dan bisa mempunyai
kualitashidup normal atau mendekati normal. Bagi mereka yang gagal dengan terapi lini
pertama dankedua hanya memilih terapi yang terbatas meliputi: (i) interferon-, (ii) anti-
CD20, (iii)Campath-1H,(iv) mikofonelat mofetil,(vi)terapi lainnya.

Rekomendasi Terapi ITP Yang Gagal Terapi Lini Pertama dan Kedua

Susunan terapi lini ketiga tersedia untuk pasien dengan kemunduran splenektomi dan bagi
mereka yang tidak dapat atau harus menunda operasi. Rituximab, suatu antibodimonoklonal
terhadap CD20 + B sel, memiliki tingkat respons keseluruhan 25 - 50%, danmemiliki respon
yang tahan lama, dengan efek samping yang relatif sedikit.
Campath-IH dan rituximab adalah obat yang mungkin bermanfaat pada pasien tidak berespon
dengan terapi lain dan dibutuhkan untuk meningkatkan AT (misalnya. Perdarahan aktif).
Mikofenolat mofetil tampak efektif pada beberapa pasien ITP refrakter tetapi studi lebih.

10. PROGNOSIS

Respon terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan penyebab kematian pada ITP biasanya
disebabkan oleh perdarahan intracranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia lebih
dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun.
BAB V

KESIMPULAN

1. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai


dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/mL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama limpa.

2. Insidensi ITP pada anak diperkirakan 4,0-5,3 per 100.000 anak pertahun. Insidensi ITP
kronis dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi pertahun (5,8-6,6 per 100.000)
dengan jumlah pasien wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.

3. Penyebab ITP yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui pasti namun penyebab ITP
dikaitkan dengan infeksi rubela, rubeola,varisella pada pasien ITP yang sebelumnya
terinfeksi.

4. ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik yang berikatan dengan trombosit
autolog kemudian dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklear
melalui reseptor Fc makrofag

5. Pada pemeriksaan darah lengkap di dapatkannya penurunan jumlah trombosit dengan


adanya tanda perdarahan berupa petekie, purpura, epistaksis, subkonjungtiva bleeding,
melena, hematuria.

6. Standar penatalaksanaan pasien ITP dengan pemberian kortikosteroid.


DAFTAR PUSTAKA

1. Purwanto I. Purpura Trombositopenia imun. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jakarta:Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2010.

2. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006. P 241-53.

3. Sahni. Immune thrombocytopenic pupura. Homoeopathy clinic and research center pvt.Ltd.
Case Report. July 2005. Available at : http//.www.homoeophatyclinic.com/ accesed on
Januari 2014

4. Riley RS. Idiophatic Trombositopenic Purpura. Available at :


http//.www.homoeophatyclinic.com/ accesed on Januari 2014.

5. Cines DB, Blanchette VS. Immune Trombositopenic purpura. N Engl J Med. 2002; 346 (13):
995-1008

6. Mehta AB, Hoffbrand AV. Gangguan hemostasis: dinding pembuluh darah dan trombosit. 2nd
ed. Jakarta: Erlangga;2006. p.73-5.

Anda mungkin juga menyukai