Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS

DISUSUN OLEH :
M. Reza Adriyan
030.10.166

DOKTER PEMBIMBING :
dr. Ibnu Benhadi, Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM BUDHI ASIH
PERIODE 18 AGUSTUS 25 OKTOBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam bahasa kedokteran Inggris, pinggang dikenal sebagai low back. Secara
anatomik pinggang adalah daerah tulang belakang L-1 sampai seluruh tulang sacrum dan
otot-otot sekitarnya. Tulang belakang lumbal sebagai unit struktural dalam berbagai sikap
tubuh dan gerakan ditinjau dari sudut mekanika.
Daerah pinggang mempunyai fungsi yang sangat penting pada tubuh manusia. Fungsi
penting tersebut antara lain, membuat tubuh berdiri tegak, pergerakan, dan melindungi
beberapa organ penting.
Peranan otot-otot erektor trunksi adalah memberikan tenaga imbangan ketika
mengangkat benda. Dengan menggunakan alat petunjuk tekanan yang ditempatkan di dalam
nukleus pulposus manusia, tekanan intradiskal dapat diselidiki pada berbagai sikap tubuh dan
keadaan. Sebagai standar dipakai tekanan intradiskal ketika berdiri tegak.
Tekanan intradiskal yang meningkat pada berbagai sikap dan keadaan itu diimbangi
oleh tenaga otot abdominal dan torakal. Hal ini dapat diungkapkan oleh penyelidikan yang
menggunakan korset toraks atau abdomen yang bisa dikembungkempiskan yang dikombinasi
dengan penempatan alat penunjuk tekanan di dalam lambung. Hasil penyelidikan tersebut
mengungkapkan bahwa 30% sampai 50% dari tekanan intradiskal torakal dan lumbal dapat
dikurangi dengan mengencangkan otot-otot torakal dan abdominal sewaktu melakukan
pekerjaan dan dalam berbagai posisi.
Kontraksi otot-otot torakal dan abdominal yang sesuai dan tepat dapat meringankan
beban tulang belakang sehingga tenaga otot yang relevan merupakan mekanisme yang
melindungi tulang belakang. Secara sederhana, kolumna vertebralis torakolumbal dapat
dianggap sebagai tong dan otot-otot torakal serta lumbal sebagai simpai tongnya.
Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak Low Back Pain
akibat proses degeneratif. Penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat, dan biasanya
dikenal sebagai loro boyok. Biasanya mereka mengobatinya dengan pijat urat dan obat-
obatan gosok, karena anggapan yang salah bahwa penyakit ini hanya sakit otot biasa atau
karena capek bekerja. Penderita penyakit ini sering mengeluh sakit pinggang yang menjalar
ke tungkai bawah terutama pada saat aktifitas membungkuk (sholat, mencangkul). Penderita
mayoritas melakukan suatu aktifitas mengangkat beban yang berat dan sering membungkuk.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung
(NPB) yang penting. Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling
sering (90%) mengenai diskus intervertebralis L5-S1 dan L4-L5. Biasanya NBP oleh karena
HNP lumbalis akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu. Tindakan pembedahan jarang
diperlukan kecuali pada keadaan tertentu.
BAB II
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. x
Umur : 72 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan terakhir : Sarjana
Pekerjaan : Pensiun

2. ANAMNESIS
Diambil Secara : Autoanamnesa
Pada tanggal : 5 September 2014 Jam : 10.15 WIB

Keluhan Utama :
Nyeri pinggang menjalar ke pergelangan kaki kanan sejak 2 bulan sebelum masuk
rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pinggang sejak 2 bulan SMRS.
Nyeri pinggang dirasakan menjalar ke bagian luar paha sampai pergelangan kaki
sebelah kanan. Nyeri pinggang di rasakan hilang timbul, timbul terutama ketika
pasien beraktivitas seperti berjalan sejauh 10m. Pasien merasa lebih nyaman jika
berdiri dan nyeri semakin memberat ketika membungkuk. Pasien menyangkal adanya
rasa nyeri yang semakin memberat. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan
adanya rasa kesemutan pada betis sampai telapak kaki sebelah kanan. Pasien juga
merasakan adanya gangguan ereksi sejak seminggu SMRS.
Pasien mengaku pada usia muda sering melakukan olah raga yang mengakibatkan
bagian tubuh bagiang belakang terpelanting, namun saat itu pasien tidak merasakan
keluhan apapun.
Pasien menyangkal adanya demam, nyeri saat buang air kecil, kencing pasir atau
kencing berdarah. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat batuk lama dan
menyangkal adanya penurunan berat badan.
Pasien mengatakan sudah pernah berobat ke rumah sakit, namun keluhan tidak
berkurang. Saat ini jika pasien merasakan nyeri, pasien mengonsumsi obat penghilang
rasa sakit yang diberikan dokter sebelumnya

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Hipertensi (-), DM
(-), TB (-) Gastritis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti pasien. Tidak ada riwayat
keluarga yang memiliki penyakit keganasaan. TB (-)

Pekerjaan dan Kebiasaan :


Pasien tidak memiliki aktivitas berat dirumah, merokok (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK :
a. Tanda Vital
KU Kesadaran T. Darah / mmHg Nadi / min Nafas / min Suhu / oC
Sedang Compos Mentis 120 / 70 84 x 20 x 36,5

b. Status Generalis
- Kulit : Tidak tampak kelainan.
- KGB : Tidak tampak pembesaran pada KGB di leher, aksila dan inguinal.
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
- Leher :JVP 5-2 cmH2O.
- Thoraks : Paru : I : gerakan simetris pada statis dan dinamis
Pa : fremitus kiri sama dengan kanan
Per: sonor kiri dan kanan
Aus: vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : I : ictus cordis tidak terlihat
Pa : ictus cordis teraba 1 jari medial LCMS RIC V
Per: batas jantung dalam batas normal
Aus: bunyi jatung murni, teratur, bising -, gallop
- Abdomen : I : tidak tampak membuncit
Pa : supel, hepar dan lien tidak teraba
Per: timpani
Aus: timpani
- Punggung : I : penonjolan
Pa : Nyeri tekan pada otot-otot samping vertebra L5-S1
Per: Nyeri ketok CVA -/-
- Status Neurologis :
1. Tanda rangsangan meningeal : negative
2. Tanda peningkatan tekanan intracranial : negative
3. Nn. Kranial : Tidak ada kelainan
4. Motorik : Ekstremitas Superior Kanan Kiri
Gerakan aktif aktif
Kekuatan 5555 5555
Trofi eutrofi eutrofi
Tonus eutonus eutonus
Ekstremitas Inferior Kanan Kiri
Gerakan aktif aktif
Kekuatan 5555 5555
Trofi eutrofi eutrofi
Tonus eutonus eutonus
5. Sensorik : Hipoestesi daerah dermatom L5-S1
6. Otonom : BAK dan BAB terkontrol, gangguan ereksi (+)
7. Refleks fisiologis : Biseps : ++ / ++ Triseps : ++ / ++
KPR : ++ / ++ APR : + / ++
8. Refleks patologis : Babinsky : - / - Gordon :-/-
Chaddock: - / - Oppenheim : - / -
9. Pemeriksaan lain : Laseque : + / - Naffzinger :+/-
Patrick : + / - Valsava :+/-
Kontra Patrick : + / -
4. DIAGNOSIS
a. Diagnosis klinis : Cauda Equina Sindrom
b. Diagnosis topic : Diskus L5-S1
c. Diagnosis etiologi : susp. HNP L5-S1
d. Diagnosis sekunder : -

5. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Ureterolithiasis
2. Spondilitis TB
3. Osteoartritis
4. Tumor Medulla Spinalis

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Foto rontgen lumbosakral
c. MRI

7. TERAPI
a. Umum :
- Tirah baring selama 2-4 hari
b. Khusus :
- Natrium diklofenat tablet 2 x 50mg
- Vit B kompleks 2 x 1 tablet
- Antasida 2 x 1 tablet
c. Operatif : disarankan untuk dilakukan pembedahan

8. PROGNOSIS
a. Ad Vitam : Ad bonam
b. Ad Fungsionam : Dubia ad malam
c. Ad Sanationam : Dubia ad malam
BAB III
HERNINA NUKLEUS PULPOSUS

-----
A. DEFINISI
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari discus melalui
robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang atau dorsal menekan medulla spinalis
atau mengarah ke dorsolateral menekan radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

B. ANATOMI
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat
ditentukan elemen yang terganggu pada timbulnya keluhan
nyeri punggung bawah. Columna vertebralis adalah pilar
utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk
oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae. Vertebrae
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Cervicales (7)
2. Thoracicae (12)
3. Lumbales (5)
4. Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
5. Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan
bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus
tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna
vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi
apofisial (fascet joint).
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang
rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan
satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat
oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.

Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage Plate),
nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nucleus pulposus,
memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit kedepan dan
kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna vertebralis.

Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah


bangunan yang tidak peka nyeri. Stabilitas vertebrae tergantung pada integritas korpus
vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum
(pasif) dan otot (aktif). Untuk menahan beban yang besar terhadap kolumna vertebrale ini
stabilitas daerah pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks
otot-otot sakrospinalis, abdominal, gluteus maksimus, dan hamstring.
Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus pulposus menurun dan diganti oleh
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah,
sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.

C. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus
pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis
vertebralis menekan radiks.
Bangunan peka nyeri mengandung reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh
berbagai stimulus lokal (mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan
pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri.
Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan
sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme
otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada
sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan
kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler
di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan
timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.
Hal ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque.
D. ETIOLOGI
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Degenerasi diskus intervertebralis
2. Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
3. Trauma berat atau terjatuh
4. Mengangkat atau menarik benda berat

E. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
1. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
2. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-
barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik
yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang
berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk
menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan
strain pada punggung bawah.
5. Batuk lama dan berulang

F. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP dapat
terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang pertama ke
arah postero-lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan gejala dan tanda-
tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya ke arah postero-
sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Gejala klinis yang paling sering adalah iskhialgia (nyeri radikuler sepanjang perjalanan
nervus iskhiadikus). Nyeri biasanya bersifat tajam seperti terbakar dan berdenyut menjalar
sampai di bawah lutut. Bila saraf sensorik yang besar (A beta) terkena akan timbul gejala
kesemutan atau rasa tebal sesuai dengan dermatomnya.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
1. Nyeri punggung bawah.
2. Nyeri daerah bokong.
3. Rasa kaku atau tertarik pada punggung bawah.
4. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal, yang
dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan sampai kaki,
tergantung bagian saraf mana yang terjepit.
5. Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan, terutama
banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan berjalan.
6. Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat, batuk,
bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
7. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan anggota badan
bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya otot-otot tungkai bawah
dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan achilles (APR).
8. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi, miksi dan
fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis yang memerlukan
tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan fungsi permanen.
9. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk pada sisi
yang sehat.

G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan amanesis, pemeriksaan klinis umum, pemeriksaan
neurologik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
a. Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik, ataukah spontan.
b. Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi,
tulang dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
c. Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai menunjukkan
keterlibatan radiks saraf.-
d. Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila berkurang setelah
melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi bila bertambah, mungkin disebabkan
tumor; bila berkurang setelah berjalan jalan mungkin tumor dalam kanalis
vertebralis; nyeri dan kaku waktu bangun pagi dan berkurang setelah melakukan
gerakan tubuh mungkin disebabkan spondilitis ankilopoetika; batuk, bersin dan
mengejan akan memprovokasi nyeri pada HNP.
e. Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan neurogenik, jenis
neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh darah perifer yang normal dan nyeri
berkembang menjadi parestesia dan kelumpuhan.
f. Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong adanya infeksi,
misalnya spondilitis.
g. Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik kronik; bila progresif
mungkin tumor.
h. Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia, siklus haid,
penggunaan AKDR (IUD), atau jumlah anak.
i. Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri psikogenik.
j. Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan osteoartritis.
2. Pemeriksaan Fisik umum
a. Posisi berdiri:
- Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
- Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, scoliosis
- Lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring
- Tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
- Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
- Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
- Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi sakroiliaka,
dan lain-lain.
- Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
b. Posisi duduk:
- Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
- Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
c. Posisi berbaring :
- Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
- Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
- Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
d. Pemeriksaan neurologik,
- Pemeriksaan sensorik
- Pemeriksaan motorik dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau fasikulasi otot
- Pemeriksaan tendon
- Pemeriksaan yang sering dilakukan
- Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque, tesbragard, tes Sicard)
- Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)
- Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
- Tes Distraksi dan Tes Kompresi
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksan neurofisiologi. Terdiri dari: Elektromiografi (EMG)
Bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan sejauh mana gangguannya, masih
dalam tahap iritasi atau tahap kompresi
b. Somato Snsoric Evoked Potential (SSEP)
Berguna untuk menilai pasien spinal stenosis atau mielopati
c. Myelogram
Berguna untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila operasi
dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi
diskus. Juga digunakan untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer.
d. MRI tulang belakang
Bermanfaat untuk diagnosis kompresi medulla spinalis atau kauda equina. Alat ini
sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks
saraf. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
e. Pemeriksaan Radiologi
- Foto rontgen tulang belakang. Pada penyakit diskus, foto ini normal atau
memperlihatkan perubahan degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan
pembentukan osteofit.

f.Myelo-CT untuk melihat lokasi HNP


g. pemeriksaan Laboratorium klinik
h. Pemeriksaan lain,misalnya; biopsi, termografi, zygapophyseal joint block
(melakukan blok langsung pada sendi yang nyeri atau pada saraf yang menuju ke
sana).

H. TERAPI
Pada prinsipnya penanganan LBP dapat mencakup :
1. Medikamentosa
Pemberian obat anti inflamasi non steroid (OAINS) diperlukan untuk jangka waktu
pendek disertai dengan penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi obat.
Tidak dianjurkan penggunaan muscle relaxan karena memiliki efek depresan. Pada
tahap awal, apabila didapati pasien dengan depresi premorbid atau timbul depresi
akibat rasa nyeri, pemberian anti depresan dianjurkan. Untuk pengobatan simptomatis
lainnya, kadang-kadang memerlukan campuran antara obat analgesik, antiinflamasi,
OAINS, dan penenang.
2. Rehabilitasi Medik
a. High frequency current ( HFC CFM)
Arus kontinu elektromagnetik (CEM) berfrekuensi 27MHz dan panjang
gelombang 11,06 m, dapat memberikan efek lokal antara lain :
- Mempercepat resolusi inflamasi kronik
- Mengurangi nyeri
- Mengurangi spasme
- Meningkatkan ekstensibilitas jaringan fibrous
b. Traksi Mekanik
Traksi merupakan proses mekanik menarik tulang sehingga sendi saling menjauh.
Efek mekanis traksi pada tulang belakang adalah :
- Mengulur otot-otot paravertebralis, ligamen dan kapsul sendi
- Peregangan terhadap diskus intervertebralis
- Peregangan dan penambahan gerakan sendi apofisial pada prosesus
- artikularis.
- Mengurangi nyeri sehingga efek relaksasi akan lebih mudah diperoleh
c. Bugnet Exercises
Bugnet exercises (terapi tahanan sikap) adalah metode pengobatan berdasarkan
kesanggupan dan kecenderungan manusia untuk mempertahankan sikap badan
melawan kekuatan dari luar. Kemampuan mempertahankan sikap tubuh melibatkan
aktivitas sensomotorik dan mekanisme refleks sikap. Aktivitas motorik terapi ini
bersifat umum yang diikuti oleh fungsi sensorik untuk bereaksi mempertahankan
sikap tubuh. Tujuan terapi ini:
- Memelihara dan meningkatkan kualitas postur tubuh dan gerakan tubuh
- Mengoreksi sikap tubuh yang mengalami kelainan
- Memelihara dan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fisik dan psikis
sehingga tidak mudah lelah melalui perbaikan sirkulasi darah dan pernafasan.
- Mengurangi nyeri

Double knee-to-chest stretch Pelvic tilt exercise


Pelvic tilt exercise

Curl-up exercise

Lower trunk rotation stretch Curl-up exercise

Alternate arm-leg extension exercise

Alternate leg extension


Trunk flexion stretch Alternate arm-leg extension exercise

Prone Lumbar Extension Alternate leg extension

Hamstring stretch while standing

3. Pembedahan
Merupakan tindakan yang paling jarang di lakukan. Pada umumnya dilakukan bila
nyeri karena tonjolan discus ( hernia nucleus pulposus HNP). Bila nyeri tidak
teratasi dan kelemahan tungkai beranjak memburuk, karena tekanan pada saraf.
Pencegahan
Latihan Punggung Setiap Hari
1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu lutut dan
gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian lakukan lagi pada kaki
yang lain. Lakukanlah beberapa kali.
2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke lantai.
Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke lantai, tahanlah beberapa
detik kemudian relaks. Ulangi beberapa kali.
3. Berbaring terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat di lantai.
Lakukan sit up parsial,dengan melipatkan tangan di tangan dan mengangkat bahu
setinggi 6 -12 inci dari lantai. Lakukan beberapa kali.

Berhati-Hatilah Saat Mengangkat


1. Gerakanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum mengangkatnya.
2. Tekukan lutut , bukan punggung, untuk mengangkat benda yang lebih rendah
3. Peganglah benda dekat perut dan dada
4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda
5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda

Lindungi Punggung Saat Duduk dan Berdiri


1. Hindari duduk di kursi yang empuk dalam waktu lama
2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan bahwa lutut
sejajar dengan paha. Gunakan alat Bantu (seperti ganjalan/bantalan kaki) jika
memang diperlukan.
3. Jika memang harus berdiri terlalu lama,letakkanlah salah satu kaki pada bantalan kaki
secara bergantian. Berjalanlah sejenak dan mengubah posisi secara periodic.
4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut daapt tertekuk dengan baik tidak teregang.
5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat duduk dikursi

Tetaplah Aktif dan Hidup Sehat


1) Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan sepatu berhak
rendah
2) Makanlah makanan seimbang, diit rendah lemak dan banyak mengkonsumi sayur dan
buah untuk mencegah konstipasi.
3) Tidurlah di kasur yang nyaman.
4) Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.

I. PROGNOSIS
1. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
2. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
3. Pada pasin yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai, kemungkinan
terjadinya kekambuhan adalah 5%.
BAB IV
SINDROM CAUDA EQUINA

A. DEFINISI
Cauda equina syndrome (CES) adalah kondisi neurologis yang serius di mana terjadi
kerusakan pada cauda equina akibat pemadatan atau penyempitan yang simultan dari radik
saraf lumbosacral multipel dibawah konus medullaris, sehingga menyebabkan hilangnya
fungsi pleksus lumbal secara akut dari bagian bawah conus medullaris berupa gangguan
neuromuscular dan gejala-gejala urogenital.

B. ETIOLOGI
Cauda equina syndrome disebabkan oleh penyempitan kanal tulang belakang yang
menyebabkan tertekannya akar saraf pada bagian bawah medula spinalis. Banyak
penyebab CES telah dilaporkan, termasuk herniasi, pecahnya diskus intradural, stenosis
tulang belakang sekunder untuk kondisi lain tulang belakang, luka trauma, tumor primer
seperti ependymomas dan schwannomas, tumor metastasis, kondisi infeksi, malformasi
arteri atau perdarahan, dan cedera iatrogenik.

Penyebab paling umum dari CES adalah sebagai berikut :


Stenosis lumbalis
o Penyempitan ujung dari canalis spinalis dapat berasal dari perkembangan abnormal
atau proses degeneratif.
o Kasus-kasus berat dari spondylolistesis dan Paget disease dapat menjadi cauda equina
sindrom akibat inflamasi jangka panjang.

Trauma tulang belakang (termasuk patah tulang)


o Terjadinya fraktur yang menyebabkan subluxatio dapat menimbulkan kompresi dari
cauda equina.
o Trauma tembus dapat menyebabkan kerusakan atau kompresi dari cauda equina.
o Manipulasi spinal menimbulkan subluxatio yang menyebabkan cauda equina sindrom.

Hernia nukleus pulposus (penyebab 2-6 % kasus CES)


o Laporan insiden dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus lumbal yang
berkisar antara 1-15%.
o 90% dari herniasi diskus lumbal terjadi antara L4-L5 atau L5-S1.
o 71 % Kasus dari herniasi diskus menjadi cauda equina sindrom terjadi pada pasien
dengan riwayat Low Back Pain (LBP) kronik dan 30 % perkembangan cauda equina
sindrom merupakan gejala pertama dari herniasi diskus lumbal.
o Laki-laki usia 40 sampai 50 tahun cenderung banyak menderita cauda equina sindrom
sebagai akibat dari herniasi diskus.
o Kebanyakan kasus dari cauda equina sindrom berasal dari herniasi diskus yaitu
masuknya partikel besar membentuk tonjolan material diskus, yang diperkirakan sekitar
satu per tiga dari diameter canalis.

Neoplasma (termasuk metastasis, astrocytoma, neurofibroma, meningioma dan 20 % dari


semua tumor tulang belakang mempengaruhi daerah ini).
o Cauda equina sindrom dapat disebabkan oleh neoplasma spinal primer atau metastase
yang biasanya berasal dari prostat pada laki-laki.
o 96 % Dari cauda equina sindrom berasal dari perkembangan neoplasma spinal yang
segera ditandai dengan gejala nyeri yang berat.
o Penemuan terakhir termasuk kelemahan ekstermitas bawah berasal dari keterlibatan
dari radik ventral.
o Pasien biasanya menunjukkan gejala hipotonus dan hiporeflek.
o Kehilangan sensorik dan disfungsi spinchter sering ditemukan.

Gambar 2. Ilustrasi cauda equina sindrom sekunder akibat neoplasma tulang belakang

Schwannoma
Schwannoma adalah neoplasma berkapsul jinak yang secara struktur identik dengan
sinsitium dari sel schwan.
Pertumbuhan-pertumbuhan ini dapat timbul dari nervus perifer atau nervus simpatis.
Schwannoma dapat dilihat menggunakan myelografi, tetapi standar patokannya
adalah MRI. Schwannoma menunjukkan gambaran isointense pada gambaran T1,
hiperintense pada gambaran T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Ependimoma
Ependimoma adalah glioma yang berasal dari sel ependim undifferentiated.
Sel ini biasanya berawal dari kanalis spinalis dari korda spinalis dan cenderung
berubah menyerupai pembuluh darah.
Ependimoma lebih sering ditemukan pada pasien usia sekitar 35 tahun.
Ependimoma dapat menimbulkan peningkatan TIK dan protein cairan serebrospinal.
MRI diketahui dapat digunakan untuk menolong dokter dalam menegakkan
diagnosa dari cauda equina sindrom. Lesi memperlihatkan isointense pada gambaran
T1, hipointense pada gambaran T2, dan enhanced dengan kontras gadolinium.

Infeksi Spinal / abses (misal: tuberkulosis, herpes simplex virus, meningitis, sifilis
meningovaskular, cytomegalovirus, schistosomiasis)
o Kondisi infeksi dapat menyebabkan deformitas dari radik saraf dan korda spinalis.
o MRI dapat menunjukkan gambaran abnormal berupa penekanan pada radik saraf ke
satu sisi dari saccus dura.
o Gejala-gejala umumnya termasuk nyeri punggung berat dan kelemahan gerakan
motorik yang cepat dan progresif.

Idiopatik (misalnya pada anestesi spinal). sindrom ini dapat terjadi sebagai komplikasi dari
prosedur atau agen anestesi (misal: lidokain hiperbarik, tetrakain).
o Kelainan dari susunan saraf spinal telah dilaporkan menjadi penyebab kasus cauda
equina sindrom, termasuk kesalahan penempatan pedicle screw dan pengait laminar.
o Pemberian anastesi spinal yang terus menerus juga telah dikaitkan dengan kasus cauda
equina sindrom.
o Beberapa kasus melibatkan penggunaan hiprbarik 5 % lignocain.
o Beberapa rekomendasi menyarankan agar hiperbarik lignocain sebaiknya tidak
diberikan pada konsentrasi lebih dari 2 % dengan total dosis tidak melebihi 60 mg

Spina bifida
Sedangkan penyebab lain yang jarang terjadi adalah sebagai berikut :
o Perdarahan spinal, terutama perdarahan kompresi subdural dan epidural
o Intravaskular lymphomatosis
o Anomali kongenital tulang belakang / filum terminale , termasuk tethered cord syndrome
o Conus medullaris lipoma
o Multiple sclerosis
o Malformasi arteri Spinal
o Stadium ankylosing spondylitis
o Neurosarcoidosis
o Trombosis vena dalam dari pembuluh darah tulang belakang
o Trombosis vena cava inferior

C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian cauda equina syndrome realtif cukup jarang, baik yang disebakan oleh
trauma maupun yang bukan disebakan oleh trauma di mana dilaporkan hanya 4-7 kasus dari
10.000-100.000 pasien. Hal ini sering dilaporkan sebagai laporan kasus karena
kelangkaannya. Meskipun jarang terjadi, itu adalah diagnosis yang harus diperhatikan pada
pasien yang mengeluh sakit punggung bagian bawah ditambah dengan keluhan neurologis,
terutama gejala kencing.
CES yang disebakan oleh trauma dapat terjadi pada segala usia. Sedangkan CES yang
bukan disebakan oleh trauma terjadi terutama pada orang dewasa yaitu pada usia 40-50
tahunan dan lebih sering terjadi pada pria sebagai akibat dari morbiditas bedah, penyakit
sendi tulang belakang, metastase kanker, ataupun abses epidural.
Hernia nukleus pulposus lumbal dilaporkan penyebab paling umum dari Cauda equina
syndrome, dan diperkirakan sekitar 2% dari semua kasus hernia nukleus lumbal
mengakibatkan CES. Kanal tulang belakang yang sempit secara kongenital atau adanya
spinal stenosis yang timbul akibat perubahan degeneratif diskus intervertebralis dan sendi
bagian posterior diduga merupakan predisposisi timbulnya CES.

D. PATOFISIOLOGI

Dalam memahami dasar patologis dari setiap penyakit yang melibatkan cauda equina,
perlu diingat bahwa struktur ini merupakan bagian dari susunan saraf perifer. Dengan
demikian, cedera pada daerah ini sering menghasilkan gejala lower motor neuron (LMN)
yaitu gejala dan tanda-tanda di dermatom dan miotom yang lebih rendah dari segmen yang
terkena.
CES mungkin akibat dari setiap lesi yang menekan akar saraf cauda equina. Akar saraf
ini sangat rentan terhadap cedera, apabila memiliki epineurium yang kurang berkembang.
Epineurium yang berkembang dengan baik dapat melindungi cauda equina dari tegangan
dan tarikan.
Sistem mikrovaskuler cauda equina memiliki wilayah yang relatif hipovaskular pada
sepertiga bagian proximal. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan difusi dari LCS
menambah pasokan nutrisi. Peningkatan permeabilitas mungkin berhubungan dengan
kecenderungan ke arah pembentukan edema dari akar saraf, yang dapat mengakibatkan
cedera awal dengan keluhan yang ringan.
Beberapa penelitian pada model hewan yang berbeda telah menilai patofisiologi CES.
Olmarker et al (menggunakan metode tekanan balon yang dinilai pada babi) melaporkan
bahwa venula di wilayah CE mulai terkompresi pada tekanan terendah sebesar 5 mm Hg
sedangkan arteriol mulai menutup akibat tekanan balon apabila tekanannya telah
melampaui tekanan arteri rata-rata. Meskipun demikian, tekanan setinggi 200 mmHg tidak
secara total mematikan pasokan gizi ke cauda equina.
Studi ini menunjukkan bahwa tidak hanya besar obstruksi tetapi panjang dan kecepatan
obstruksi juga penting dalam merusak wilayah CE. Hasil yang sama dilaporkan dalam
penelitian lain, di mana Takahashi et al melaporkan penurunan aliran darah ke saraf
segmen menengah ketika terdapat 2 titik tekanan di sepanjang jalur saraf pada cauda
equina.
Penelitian lain telah mempelajari potensial aksi dalam segmen aferen dan eferen saraf
di wilayah CE setelah aplikasi kompresi balon. Para peneliti melaporkan bahwa tekanan 0-
50 mmHg tidak mempengaruhi potensial aksi (di mana ambang batas untuk gangguan
potensial aksi adalah 50-75 mmHg), dan defisit yang signifikan terjadi ketika tekanan
meningkat menjadi 100-200 mmHg.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sindrom cauda equina meliputi :
1. Nyeri punggung bawah (low back pain)
2. Unilateral atau bilateral sciatica
3. Saddle dan perineum hypoesthesia atau anestesi
4. Gangguan fungsi usus dan kandung kemih
5. Defisit motorik dan sensorik ekstremitas bawah
6. Berkurang atau tidak ada refleks tungkai bawah

Nyeri punggung bawah (low back pain) dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan radikuler.
Nyeri lokal umumnya dalam, timbul akibat iritasi jaringan lunak tubuh dan tulang
belakang. Sedangkan nyeri radikuler umumnya tajam, terasa menusuk akibat kompresi
akar saraf dorsal. Proyek nyeri radikuler sesuai distribusi dermatomal. Low back pain pada
CES mungkin memiliki beberapa karakteristik khusus. Pasien dapat melaporkan tingkat
keparahan atau pemicu tertentu, seperti kepala berputar, yang tampaknya tidak biasa.
Nyeri yang berat (severe pain) adalah temuan awal pada 96% pasien dengan CES
sekunder untuk neoplasma tulang belakang. Kelemahan motorik ekstremitas bawah timbul
akibat keterlibatan akar ventral. Selain itu, ekstremitas bawah tampak hipotonia dan
hiporeflexia serta timbul defisit sensorik dan disfungsi sfingter.
Manifestasi urin pada CES meliputi retensi urin, kesulitan memulai berkemih, dan
penurunan sensasi uretra. Biasanya, manifestasi dimulai dengan retensi urin dan kemudian
diikuti oleh inkontinensia overflow. Bell dkk menunjukkan bahwa retensi urin, frekuensi
kencing, inkontinensia, penurunan sensasi kemih, dan penurunan sensasi perineal
kemungkinan disebabkan prolaps diskus yang merupakan indikasi dilakukannya
pemeriksaan MRI.
Sedangkan gangguan usus antara lain inkontinensia alvii, konstipasi, kehilangan tonus
dan sensasi anal.

F. DIAGNOSIS
Pada lebih 85% kasus, gejala dan tanda klinis CES berkembang dalam waktu kurang
dari 24 jam. Terdapat tiga variasi CES yang sudah diketahui :
1. CES akut yang terjadi mendadak tanpa didahului problem punggung bawah
sebelumnya.
2. Defisit neurologis akut (disfungsi bladder) pada pasien yang memiliki riwayat nyeri
punggung dan ischialgia.
3. Progresi bertahap ke arah CES pada pasien yang yang menderita nyeri punggung
kronik dan ischialgia.

Anamnesis
Pasien CES sering menunjukkan gejala-gejala yang tidak spesifk, dengan nyeri punggung
yang merupakan gejala yang paling menonjol. Bell et al menunjukkan bahwa didapatkan
akurasi diagnostik antara retensi urin, frekuensi urin, inkontinensia urin, penurunan sensasi
berkemih dan penurunan sensasi perineal dengan hasil MRI yang menunjukkan adanya
prolaps diskus. Anamnesis yang harus didapatkan dari pasien antara lain:
Nyeri punggung bawah. Nyeri ini mungkin memiliki beberapa karakteristik yang
mengesankan adanya hal yang berbeda dari strain lumbal pada umumnya. Pasien mungkin
melaporkan adanya trigger yang memperparah, seperti menolehkan kepala.

Nyeri tungkai atau nyeri menjalar ke kaki yang bersifat akut atau kronik

Kelemahan motorik ekstremitas bawah unilateral atau bilateral dan/atau abnormalitas


sensorik

Disfungsi bowel dan bladder

Gejala awal biasanya adalah retensi urin yang diikuti dengan munculnya overflow
incontinence, dan kemudian bisa juga diikuti dengan keluhan inkontinensia alvi
Biasanya dihubungkan dengan anesthesia/hipestesia tipe sadel
Gangguan ereksi dan ejakulasi

Pemeriksaan Fisik

Nyeri sering berlokasi di punggung bawah. Mungkin didapatkan nyeri tekan setempat atau
nyeri sewaktu diperkusi. Nyeri punggung bawah dapat dibagi menjadi nyeri lokal dan
radikular. Nyeri lokal biasanya nyeri yang dalam akibat iritasi jaringan lunak dan korpus
vertebra. Nyeri radikular umumnya bersifat tajam, seperti tertusuk-tusuk akibat dari kompresi
radiks saraf dorsal. Nyeri radikular diproyeksikan dalam distribusi dermatomal.

Abnormalitas refleks mungkin ada, berupa berkurangnya atau hilangnya refleks fisiologis.
Refleks yang meningkat merupakan tanda adanya keterlibatan medula spinalis sehingga
diagnosis CES bisa disingkirkan. Nyeri menjalar ke kaki (ischialgia) unilateral atau bilateral
merupakan karakteristik CES, diperburuk dengan manuver valsava. Abnormalitas sensorik
mungkin muncul di area perineal atau ekstremitas bawah. Pemeriksaan raba ringan (light
touch) pada area perineal seharusnya dilakukan. Area yang mengalami anestesi mungkin
menunjukkan adanya kerusakan kulit.

Kelemahan otot mungkin timbul pada otot-otot yang mendapatkan inervasi dari radiks
saraf yang terkena. Atrofi otot dapat terjadi pada CES kronik. Tonus sphincter ani yang
menurun atau hilang merupakan karakteristik CES. Adanya tanda babinski atau tanda-tanda
upper motor neuron lainnya menunjukkan diagnosis selain CES, kemungkinan merupakan
kompresi medula spinalis. Penurunan fungsi bladder dapat dinilai secara empiris dengan
kateterisasi urin.

CES harus dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien yang memiliki keluhan
nyeri punggung bawah dengan inkontinensia bowel atau bladder. Disfungsi bladder biasanya
merupakan akibat dari kelemahan otot detrussor dan areflexic bladder; disfungsi ini awalnya
menyebabkan retensi urin yang kemudian diikuti dengan overflow incontinence pada stadium
selanjutnya. Pasien yang menderita nyeri punggung dan inkontinensia urin tetapi hasil
pemeriksaan neurologisnya normal seharusnya diukur volume residual postvoid-nya. Volume
residual postvoid yang lebih besar dari 100 mL menunjukkan adanya overflow incontinence
dan memerlukan evaluasi lebih lanjut; sedangkan volume kurang dari 100 mL menyingkirkan
diagnosis CES. Refleks anal, yang ditimbulkan dengan mengusap kulit lateral anus,
normalnya menyebabkan kontraksi refleks sphincter ani eksterna. Pemeriksaan rektal
seharusnya dilakukan untuk menilai tonus sphincter ani dan sensibilitas jika ditemukan tanda
atau gejala CES.
Tabel 1. Nyeri dan defisit dihubungkan dengan radik saraf spesifik.

Radik Defisit
Nyeri Defisit motorik Defisit reflek
Saraf sensorik

Kelemahan quadricep
Penyusutan ringan
L2 Paha Medial Anterior Paha atas ringan, fleksi panggul,
suprapatella
adduksi paha

Kelemahan quadricep,
L3 Paha lateral anterior Paha bawah ekstensi lutut, adduksi Patella atau suprapatella
paha

Paha Posterolateral,
L4 Kaki medial Ekstensi pedis dan lutut Patella
anterior tibia

Dorsofleksi dari pedis


L5 Dorsum pedis Dorsum pedis Hamstrings
dan tumit

Plantar fleksi dari pedis


S1-2 Lateral pedis Lateral pedis Achiles
dan tumit

S3-5 Perineum Saddle Sphincter Bulbocavernosus; anal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi dan laboratorium digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis dan


untuk menentukan lokasi patologik dan penyakit yang mendasari. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan dalam penelusuran diagnosis CES adalah:

X-foto polos. Tidak banyak membantu dalam diagnosis CES tapi mungkin dapat
dilakukan dalam kasus-kasus cedera akibat trauma atau penelusuran adanya perubahan
destruktif pada vertebra, penyempitan diskus intervertebralis atau adanya spondilosis,
spondilolistesis

CT dengan atau tanpa kontras. Myelogram lumbar diikuti dengan CT

MRI. Berdasarkan kemampuannya untuk menggambarkan jaringan lunak, MRI umumnya


merupakan tes yang disukai dokter dalam mendiagnosis CES. MRI direkomendasikan
untuk seluruh pasien yang memiliki gejala urinari yang baru muncul yang berhubungan
dengan nyeri punggung bawah dan ischialgia.

Pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia, kadar


gula darah, sedimen, sifilis dan lyme serologies. Pemeriksaan liquid cerebrospinal (LCS)
harus dilakukan jika ada indikasi, berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik yang
ditemukan. Human leucocyt antigen (HLA)-B27 dapat diperiksa jika ankylosing
spondilitis atau berbagai spondyloarthropati seronegatif diyakinkan sebagai diagnosa
banding.

Pemeriksaan urodinamik sangat berguna untuk menilai derajat dan sebab dari disfungsi
sphingter, sebaiknya pantau pemulihan dari fungsi kandung kemih yang disebabkan oleh
operasi dekompresi.
G. TATALAKSANA
Belum ada bukti yang menunjukkan terapi apa yang paling baik pada CES. Terapi
umumnya ditujukan pada penyebab yang mendasari terjadinya CES.
1. Medikamentosa
a. Agen vasodilator
Iskemik radik saraf sebagian dapat memungkinkan timbulnya nyeri dan
penurunan kekuatan otot yang dihubungkan dengan cauda equina sindrom.
Berdasarkan penelitian, terapi vasodilator sangat berguna untuk beberapa pasien.
Terapi dengan Lipoprostaglandin E1 dan derivatnya telah dilaporkan lebih
efektif dalam meningkatkan aliran darah di bagian cauda equina dan mengurangi
gejala nyeri dan kelemahan motorik. Pilihan terapi sebaiknya diberikan pada pasien
dengan gejala stenosis spinal ringan dengan klaudikasio neurogenik. Dari laporan,
tidak ada keuntungan menggunakan terapi ini pada pasien dengan gejala-gejala
berat atau pasien dengan gejala-gejala radikular.
b. Agen anti-inflamasi
Agen anti-inflamasi, meliputi steroid dan NSAID, mungkin efektif pada pasien
dengan penyebab inflamasi dan sudah banyak digunakan dalam pengobatan nyeri
punggung, tapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa obat-obat tersebut
memberikan manfaat yang signifikan. Regimen steroid yang biasa dipakai adalah
deksametason dengan dosis awal 10 mg secara intravena, diikuti 4 mg secara
intravena diberikan setiap enam jam. Deksametason umumya diberikan intravena
pada dosis 4 sampai 100 mg.
NSAID telah terbukti berguna untuk mencegah kalsifikasi jaringan lunak,
osifikasi heterotopik dan perlengketan. Beberapa peneliti juga menegaskan resiko
potensial penggunaan steroid. Pernah dilaporkan bahwa penggunaan agen
antiinflamasi mungkin menghambat penyembuhan dan seringkali menimbulkan
pembentukan abses.
Pasien dengan cauda equina sindrom yang penyebabnya berasal dari infeksi
sebaiknya diberikan terapi antibiotik. Pasien dengan neoplasma spinal sebaiknya
dievaluasi untuk kemoterapi yang cocok dan terapi radiasi. Sebaiknya perlu
diperhatikan dalam menggunakan obat-obatan untuk manajemen terapi dari cauda
equina sindrom. Beberapa pasien dengan true cauda equina sindrom dengan gejala
anastesi saddle dan atau kelemahan anggota gerak bawah bilateral atau kehilangan
kontrol berkemih atau defekasi sebaiknya mendapatkan terapi medis awal tidak
lebih dari 24 jam pertama. Jika tidak ada keringanan gejala yang diperlihatkan
selama periode ini, dekompresi bedah perlu secepatnya dilakukan untuk
meminimalisir kesempatan luka neurogenik yang permanen.

2. Pembedahan
Pada beberapa kasus dari cauda equina sindrom, dekompresi segera dari kanalis
spinalis adalah pilihan terapi yang tepat. Tujuannya adalah untuk memebebaskan
tekanan saraf pada cauda equina dengan memindahkan alat-alat yang mengkompresi
dan meningkatkan ruang kanalis spinalis. Dulunya, pada penderita cauda equina
sindrom diyakini perlu dilakukan bedah segera dengan dekompresi bedah selama 48
jam dari awal onset gejala.
Pada pasien dengan herniasi diskus sebagai penyebab cauda equina sindrom,
dianjurkan melakukan laminektomi untuk melepaskan penekanan dari kanalis, diikuti
dengan retraksi terbaik dan laminektomi.
Banyak tim medis dan peneliti melaporkan telah mempresentasikan data fungsional
dengan melakukan dekompresi bedah. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa
pembedahan yang dilakukan secara elektif dibandingkan pembedahan emergensi
(dalam 24 jam pertama) tidak mengganggu perbaikan neurologis. Meskipun begitu,
sebagian besar peneliti merekomendasikan tindakan operasi dekompresi secepat
mungkin setelah munculnya gejala untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh
perbaikan neurologis komplit.

3. Rehabilitasi Medik
a. Perawatan kulit
Pada saat terjadinya cedera medulla spinalis seringkali menyebabkan pasien
memerlukan tirah baring dalam waktu lama. Hal ini merupakan faktor risiko
terjadinya ulkus dekubitus pada daerah-daerah tubuh tertentu yang mengalami
penekanan terus menerus. Usaha terhadap pencegahan penanganan dekubitus
harus dimulai segera setelah terjadinya cedera. Dasar perawatan adalah
membebaskan tonjolan tulang dari tekanan setiap 2-3 jam sekali.
b. Lower Motor Neuron Bladder Training
Pada tipe ini refleks bulbocavernosus dan anal superficial selalu negatif,
penekanan / pemijatan kandung kemih dengan mengejangkan otot-otot abdomen
dan diafragma yang tidak mengalami paralisis serta dibantu manual kompresi
(maneuver Crede) dapat dilakukan untuk membantu pengosongan kandung kemih
(pertama kali dilakukan 2 minggu setelah terjadinya cedera). Bila ini gagal, ulangi
2 kali seminggu sampai terjadi pengosongan kandung kemih ( biasanya terjadi
setelah 2-8 minggu). Dapat juga dilakukan usaha dengan kateter intermiten setiap
4-6 jam untuk melatih pengosongan kandung kemih secara efektif. Bila
pengosongan kandung kemih sudah dapat terjadi, maka usaha selanjutnya
dilakukan oleh penderita sendiri tiap 2 jam di siang hari dan perawat membantu
melakukan penekanan secara manual di malam hari saat membalik posisi pasien.
Setelah penderita menguasai tehnik pengosongan kandung kemih ini dengan baik,
maka frekuensi pengosongan dapat diatur sendiri.

c. Fisioterapi
Program fisioterapi harus sudah dimulai sejak pasien dirawat. Ada berbagai macam
program fisioterapi yang dapat diberikan pada pasien dengan sindrom kauda
equina dan tentunya tidak semuanya cocok diberikan untuk setiap pasien. Jelas
pemberian latihan ini disesuaikan dengan keadaan klinis pasien dan juga gangguan
neurologis yang ditemukan pada pasien tersebut.

H. PROGNOSIS
Prediksi prognosis pasien dengan CES dapat dipengaruhi oleh beberapa kriteria-
kriteria tertentu yaitu:
1. Pasien dengan ischialgia bilateral dilaporkan memiliki prognosis yang kurang baik
dibanding yang mengalami ishialgia unilateral.
2. Pasien dengan gejala anestesi perineal komplit kemungkinan besar akan menderita
paralisis bladder permanen.
3. Luasnya defisit sensorik tipe sadel atau perineal merupakan prediktor
perbaikan/penyembuhan yang paling penting. Pasien dengan defisit unilateral
memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan defisit bilateral.
4. Wanita dan pasien dengan disfungsi bowel memiliki outcome yang lebih buruk.
KESIMPULAN

Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak Low Back Pain
akibat proses degeneratif. Penyakit ini banyak ditemukan di masyarakat, dan biasanya
dikenal sebagai loro boyok.
Penderita penyakit ini sering mengeluh sakit pinggang yang menjalar ke tungkai
bawah terutama pada saat aktifitas membungkuk (sholat, mencangkul). Penderita mayoritas
melakukan suatu aktifitas mengangkat beban yang berat dan sering membungkuk.
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering (90%)
mengenai diskus intervertebralis L5-S1 dan L4-L5. Biasanya HNP lumbalis akan membaik
dalam waktu kira-kira 6 minggu. Tindakan pembedahan jarang diperlukan kecuali pada
keadaan tertentu.
Terapinya meliputi medikamentosa dan rehabilitasi medik. Terapi medikamentosa
seperti obat AINS untuk pemberian jangka pendek. Sedangkan terapi rehabilitasi medik
seperti High frequency current (HFC CFM), Traksi Mekanik dan Bugnet Exercises.
Prognosisnya pada sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi
konservatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nuarta B. Ilmu Penyakit Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi III cetakan
keenam. Jakarta : Media Aesculapius ; 2004.
2. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis. Jakarta: Perdossi.
3. Sidharta Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta:
PT Dian Rakyat ; 1999.
4. Sidharta Priguna, 2005. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta : PT Dian
Rakyat ; 2005
5. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all. Cauda equina
and conus medullaris syndromes. March 2013. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4. Accessed on
September 17th 2014.
6. Gardner A, Gardner E, Morley E. Cauda equina syndrome: a review of the current clinical
and medico-legal position. May 2011. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3082683/. Accessed on September 17th
2014.
7. Shiel WC, Davis C. Cauda equina syndrome. Diunduh dari:
http://www.medicinenet.com/cauda_equina_syndrome/article.htm. Accessed on
September 17th 2014.
8. Lavy C. James A, Macdonald JW, Fairbank J. Cauda equina syndrome. March 2009.
Available at http://www.bmj.com/content/338/bmj.b936?
hwoasp=authn:1364218072:4315929:354 50631:0:0:/zin0EakVjG3bIFW8DtxPA%3D
%3D. Accessed on September 17th 2014.
9. Meliala L. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri punggung bawah. Dalam Meliala L,
Suryono B, Wibowo S. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah I Indonesia Pain Society.
Jogjakarta. 2003.

Anda mungkin juga menyukai