Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

TRIGGER FINGER

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik di Departemen


Rehabilitasi Medik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Oleh:

Rahma Putri Utami, S.Ked. 04054821719105


Syahnas Masterina, S.Ked. 04054821719106
Nurul Rizki Syafarina, S.Ked. 04054821719107

Pembimbing:
dr. Ernie, Sp.KFR.

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. MUHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

TRIGGER FINGER

Oleh:

Rahma Putri Utami, S.Ked. 04054821719105


Syahnas Masterina, S.Ked. 04054821719106
Nurul Rizki Syafarina, S.Ked. 04054821719107

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik di Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Periode 13 Agustus 2018 s.d. 29 Agustus 2018.

Palembang, Agustus2018

dr. Ernie, Sp.KFR.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Trigger Finger”. Laporan Kasus ini merupakan salah satu syarat
Kepaniteraaan Klinik di Departemen Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum
Pusat Dr.Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepad adr. Ernie, Sp.KFR.,
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini, serta pihak yang telah banyak membantu hingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Palembang, Agustus 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. iv

BAB I.PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1. Latar belakang............................................................................................. 1

BAB II. STATUS PASIEN ...................................................................................... 2

BAB III.TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 16

3.1.Anatomi Manus............................................................................................ 16

3.2. Trigger Finger ............................................................................................. 22

BAB IV.ANALISIS MASALAH ............................................................................. 34

BAB V.KESIMPULAN............................................................................................ 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 37

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Trigger finger merupakan suatu kondisi yang terjadi saat gerakan tendon
terhambat oleh terowongan osteofibrosa pada pulley A1, menghambat tendon dari
ekstensi natural dan posisi awal.1Trigger finger disebabkan karena penebalan pada
tendon jari dan penebalan/penyempitan pada terowongan pembungkus tendon.
Pasien dengan trigger finger akan merasakan gejala seperti nyeri, bunyi klik
(clicking sound) ketika jari ekstensi dan fleksi, serta terjadi keterbatasan gerak
atau seperti terkunci (locking) pada jari yang terkena.1,2,3
Trigger finger pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita daripada
pria dan cenderung terjadi pada kisaran usia 40 sampai dengan 60 tahun. 1,3 Hal ini
dikarenakan wanita cenderung lebih sering melakukan aktivitas rumah tangga
seperti mencuci, mengepel, menyapu, dan sebagainya. Tidak hanya itu, kasus
trigger finger lebih sering pula ditemukan pada pasien dengan diabetes mellitus,
rheumatoid arthritis dan gout.1,3,4
Penatalakasaan pada kasus ini dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu terapi
non-operatif dan terapi operatif. Terapi non operatif diantaranya yaitu dengan
mengurangi aktivitas berat pada jari-jari tangan, pemberian obat
antiinflamasi/peradangan (NSAID), splinting yaitu alat bantu untuk menahan jari-
jari agar tetap lurus dan dapat pula dilakukan injeksi kortikosteroid.5,6,7 Apabila
seluruh tindakan konservatif gagal, maka pasien dianjurkan untuk melakukan
terapi operatif yaitu dengan insisi pulley A1 yang dilakukan dengan teknik
terbuka atau perkutan.5,7
Pada umumnya penebalan selubung tendon fleksor synovial dapat
mengganggu pergerakan tendon.Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan ruang
gerak dan rasa nyeri pada jari yang menganggu aktivitas fungsional terutama
aktivitas pada kehidupan sehari-hari.1,3Oleh karena itu penulis akan membahas
laporan kasus mengenai trigger finger dan kaitannya dengan berbagai terapi yang
ada dalam lingkup rehabilitasi medik.
1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. ZA
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Palembang
Agama : Islam
Kunjungan : 15 Agustus 2018
No. Med Rec : 0000432299

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Nyeri dan kaku pada jari tangan (jari telunjuk dan jari tengah) kanan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 1 bulan yang lalu, nyeri terasa di sendi-sendi jari dan ketika
jari bengkok sukar untuk diluruskan kembali. Awalnya nyeri terasa
seperti kesemutan di ujung-ujung jari lalu meluas ke pangkal jari. Nyeri
terasa lebih hebat saat pagi hari (baru bangun tidur) dan setelah
menjinjing barang berat. Nyeri berkurang setelah direndam air hangat
dan digerak-gerakan. Sejak saat itu, aktivitas seperti makan, mencuci
piring serta menulis sulit dilakukan oleh pasien. Os mengaku pernah
mengkonsumsi obat anti radang namun dihentikan.

c. Riwayat Penyakit/Operasi Dahulu


- Riwayat trauma : (-)
- Riwayat hipertensi : (+)

2
- Riwayat kolesterol : (+)
- Riwayat diabetes mellitus :(-)
- Riwayat penyakit jantung :(-)
- Riwayat operasi : (-)

d. Riwayat Penyakit pada Keluarga


- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : + ayah dan ibu
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat alergi obat/ makanan : disangkal
- Riwayat asma : disangkal

e. Riwayat Pekerjaan
Sebagai wiraswasta hampir setiap hari pasien menulis dan membantu
mengangkut barang ke dalam toko.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal di rumah bersama istri dan kedua anaknya berusia 20 dan
15 tahun. Pasien tidak memiliki pembantu rumah tangga sehingga
seluruh pekerjaan rumah tangga dikerjakan sendiri.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : GCS 15
Tinggi Badan/ Berat Badan : 170 cm/60 kg BMI: 20,7
Cara berjalan/Gait
- Antalgik gait : tidak ada
- Hemiparesegait : tidak ada
- Steppage gait : tidak ada
- Parkinson gait : tidak ada

3
- Tredelenburg gait : tidak ada
- Waddle gait : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

Bahasa / Bicara
Komunikasi verbal : normal
Komunikasi non verbal : normal

Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/90 mm/Hg
Nadi : 84x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,3oC

Kulit : normal

Status Psikis
Sikap : kooperatif Orientasi : normal
Ekspresi wajah : datar Perhatian : normal

b. Saraf-saraf Otak
Nervus Kanan Kiri
I. N. Olfaktorius T.A.K T.A.K
II. N. Opticus T.A.K T.A.K
III. N. Occulomotorius T.A.K T.A.K
IV. N. Trochlearis T.A.K T.A.K
V. N. Trigeminus T.A.K T.A.K
VI. N. Abducens T.A.K T.A.K
VII. N. Fasialis T.A.K T.A.K
VIII. N. Vestibulocochlearis T.A.K T.A.K
IX. N. Glossopharyngeus T.A.K T.A.K

4
X. N. Vagus T.A.K T.A.K
XI. N. Accesorius T.A.K T.A.K
XII. N. Hypoglossus T.A.K T.A.K

c. Kepala
Bentuk : normal
Ukuran : normo cephali
Posisi
- Mata : normal
- Hidung : normal, simetris
- Telinga : normal, simetris
- Mulut : simetris
- Wajah : simetris
- Gerakan abnormal : tidak ada

d. Leher
Inspeksi : statis, simetris, struma (-), trakea di
tengah
Palpasi :tidak teraba pembesaran KGB, kaku
kuduk (-), tumor (-), JVP 5-2 cmH2O
Luas Gerak Sendi
Ante /retrofleksi (n 65/50) : 65/50
Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45) : 45/45

Tes Provokasi
Lhermitte test/ Spurling : tidak ada kelainan
Test Valsava : tidak ada kelainan
Distraksi test : tidak ada kelainan
Test Nafziger : tidak ada kelainan

5
e. Thorax
Bentuk : simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : Eks.& Ins. Maksimum (tidak
dilakukan)
Paru-paru
- Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi : stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
- Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas-batas jantung normal
- Auskultasi :BJ I & II (+) normal, HR 84x/menit, reguler,
murmur (-), gallop (-)
f. Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
- Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal

g. Trunkus
Inspeksi
- Simetris : simetris
- Deformitas : tidak ada
- Lordosis : tidak ada
- Scoliosis : tidak ada
- Gibbus : tidak ada
- Hairy spot : tidak ada
- Pelvic tilt : tidak ada

6
Palpasi
- Spasme otot-otot para vertebrae: tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi) :tidak ada
Luas gerak sendi lumbosakral
- Ante/retro fleksi (95/35) : 95/35
- Laterofleksi (D/S) (40/40) : 40/40
- Rotasi (D/S) (35/35) : 35/35

Test provokasi
- Valsava test :tidak ada kelainan
- Tes Laseque :tidak ada kelainan
- Test: Baragard dan Sicard :tidak ada kelainan
- Niffziger test :tidak ada kelainan
- Test LSR :tidak ada kelainan
- Test: O’Connell :tidak ada kelainan
- FNST :tidak ada kelainan
- Test Patrick :tidak ada kelainan
- Test Kontra Patrick :tidak ada kelainan
- Tes gaernslen :tidak ada kelainan
- Test Thomas :tidak ada kelainan
- Test Ober’s :tidak ada kelainan
- Nachalasknee flexion test :tidak ada kelainan
- Mc.Bride sitting test :tidak ada kelainan
- Yeoman’s hyprextension :tidak ada kelainan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test :tidak ada kelainan
- Test schober :tidak ada kelainan

h. Anggota Gerak Atas


Inspeksi Dextra Sinistra
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada

7
- Tremor : tidak ada tidak ada
- Nodus herbenden : tidak ada tidak ada

Palpasi
Neurologi
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Terbatas
Kekuatan
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan Tidak bisa 5
dinilai karena
nyeri
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon Normal Normal
biseps
Refleks tendon Normal Normal
triseps
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada kelainan

8
Penilaian fungsi tangan Dextra Sinistra
Anatomikal normal normal
Grips terganggu normal
Spread normal normal
Palmar abduct normal normal
Pinch terganggu normal
Lumbrical normal normal

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-110 0-180 0-110 0-180
Adduksi Bahu 180-110 180-0 180-110 180-0
Fleksi bahu 0-110 0-180 0-110 0-180
Extensi bahu 0-30 0-60 0-30 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-45 90-0 90-45 90-0
Eksorotasi bahu (f0) 0-45 0-90 0-45 0-90
Endorotasi bahu (f90) 90-45 90-0 90-45 90-0
Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Eksorotasi bahu (f90) 0-45 0-90 0-45 0-90
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan tangan 0-70 0-70 0-70 0-70
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi jari-jari tangan 0-30 0-90 0-30 0-90

Test Provokasi Dextra Sinistra


- Yergason test : (-) (-)
- Apley scratch test : (-) (-)

9
- Moseley test : (-) (-)
- Adson maneuver : (-) (-)
- Tinel test : (+) (-)
- Phalen test : (+) (-)
- Prayer test : (-) (-)
- Finkelstein : (-) (-)
- Promet test : (-) (-)

i. Anggota Gerak Bawah


Inspeksi Dextra Sinistra
- Deformitas : tidak ada tidak ada
- Edema : tidak ada tidak ada
- Tremor : tidak ada tidak ada
Palpasi
- Nyeri tekan (lokasi) : tidak ada tidak ada
- Diskrepansi : tidak ada tidak ada

Neurologi
Motorik kanan Kiri
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis

10
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi


Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-125 0-45 0-125 0-45
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi paha 0-40 0-180 0-110 0-180
Adduksi paha 0-30 0-60 0-30 0-60
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Ekstensi lutut 0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi pergelangan 0-20 0-20 0-20 0-20
kaki
Plantar fleksi pergelangan 0-50 0-50 0-50 0-50
kaki
Inversi kaki 0-35 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Tes Provokasi Sendi Lutut Dextra Sinistra
Stes test tidak dilakukan tidak dilakukan
Drawer’s test tidak dilakukan tidak dilakukan

11
Test tunel pada sendi lutut tidak dilakukan tidak dilakukan
Test homan tidak dilakukan tidak dilakukan
Test lain-lain tidak dilakukan tidak dilakukan

IV. Pemeriksaan Penunjang

A. EKG

Kesan:
Sinus Rhytm, HR 98 x/m, Gelombang p normal, Gelombang QRS
normal, PR interval Normal, ST Change (-), Hiperterofi ventrikel (-)
EKG Normal

12
B. Laboratorium

Hb : 11,1 9/dl (12,6-17,4 g/dl)


Eritrosit : 4,11x106/mm3 (4,4-6,3x 106/mm3)
Leukosit : 5.900/mm3 (4,73-10,89 x103/mm3)
Diff Count : 0/7/60/24/9 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8)
Trombosit : 215.000/mm3 (170.000-396.000/mm3)
Hematokrit : 35vol% (41-51 vol%)
SGOT/AST : 20 U/L (0-38 U/L)
SGPT/ALT : 13 U/L (0-41 U/L)
Ureum : 32 mg/dl (16,6-48,5 mg/dl)
Kreatinin : 0,72 mg/dl (0,50-0,90 mg/dl)
Kalium : 3,3 mmol/l (3,5-5,5 mmol/l)
Klorida : 102 mmol/L (96-106 mmol/L)
Kalsium : 8,0 mg/dl (8,8-10,2 mg/dl)
Natrium : 140 mEq/L (135-155 mEq/L)

V. EVALUASI
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Jempol dan jari tengah tangan Mengembalikan fungsi
fungsi tubuh kanan terasa nyeri dan kaku. fisiologis tendon yang
Sulit untuk ditekuk dan mengalami iritasi dan
diluruskan kembali. Teraba penebalan.
nodul pada bagian bawah jari
tengah dan jempol.
2 Aktivitas Tidak bisa makan Mengembalikan kemampuan
menggunakan tangan kecuali pasien untuk dapat beraktivitas
dengan sendok. secara normal sehari-hari.
Tidak nyaman saat
berpegangan dengan tangan

13
kanan.
Saat sholat, gerakan sholat
tidak sempurna.
3 Partisipasi Pekerjaan ibu rumah tangga Mengembalikan kemandirian
seperti mencuci, mengepel, dan partisipasi aktif pasien
dan belanja ke pasar tidak bisa dalam lingkungan sosialnya.
dilakukan lagi melainkan harus
dengan bantuan orang lain.
Catatan: ICF International Clasification of Function (WHO 2002)

VI. DIAGNOSIS KLINIS


Diagnosis: Trigger Finger di jari II, III manus dextra

VII. PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Fisioterapi
Terapi Panas :
- Short Wave Diathermia (SWD)
- Ultrasound
- Parafin bath
Terapi Dingin : tidakdilakukan
Stimulasi Listrik : tidak dilakukan
Terapi Latihan : Melakukan peregangan mandiri di rumah
(tendo gliding excercise)

Okupasi Terapi
ROM Exercise : Tidak ada
ADL Exercise : Tidak ada

Ortotik Prostetik
Ortotic : Finger Splint
Prostetik : Tidak ada

14
Alat bantu ambulansi : Tidak ada

Terapi Wicara
Afasia : Tidak Dilakukan
Disartria : Tidak Dilakukan
Disfagia : Tidak Dilakukan

Social Medik : Memberikan support mental dan memberikan


terapi latihan pada jari-jari yang mengalami
gangguan.
Edukasi : Edukasi keluarga untuk membantu pasien
Melakukan aktivitas sehari-hari guna
mencegah pasien melakukan aktivitas
yang terlalu berat.

VIII. TERAPI MEDIKA MENTOSA


- Pengobatan NSAID : aspirin, ibuprofen, naprosyn, ketoprofen.
- Injeksi Kortikosteroid

IX. PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. AnatomiManus

3.1.1. Tulang dan Sendi

3.1.1.1. Karpal
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung
distal ulna dan radius,dann dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal.
Antara tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang
tersebut adalah scaphoid, lunatum, triquetrum, pisiforme, trapezium,
trapezoideum, capitatum, dan hamatum.6

3.1.1.2. Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan
bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal.
Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan
menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang
karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti
menyilang telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang
sesamoid.7

3.1.1.3. Phalangs
Tulang-tulang phalangs adalah tulang-tulang jari, terdapat 2 phalangs di
setiap ibu jari (phalangs proksimal dan distal) dan 3 di masing-masing jari lainnya
(phalangs proksimal, medial, distal). Sendi engsel yang terbentuk antara tulang
phalangs membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk
menggenggam sesuatu.7

16
Gambar 1. Tulang-tulang tangan, ossa manus; dilihat dari palmar.6

Gambar 2.Persendian jari tangan, articulations digiti; dilihat dari lateral.6

3.1.2. Ligamen dan Tendon


Ligamen adalah struktur jaringan lunak yang menyambungkan tulang ke
tulang. Ligamen di sekitar sendi biasanya bergabung untuk membentuk kapsul
sendi. Sebuah kapsul sendi adalah kantung kedap air yang mengelilingi sendi dan
berisi cairan pelumas yang disebut cairan synovial. Pada pergelangan tangan,
delapan tulang karpal dikelilingi dan didukung oleh kapsul sendi. Terdapat dua
ligamen kolateral yang mendukung sisi pergelangan tangan.7
Seperti namanya, ligamen kolateral ulna (UCL) terdapat di sisi ulnaris
pergelangan tangan. Ligamen ini dimulai pada styloid ulnaris. Terdapat dua
17
berkas UCL. Salah satu berkas ligamen terhubung ke bagian kecil karpal dan
ke ligamen karpal transversal, berkas jaringan tebal yang melintas di depan
pergelangan tangan. Berkas ligamen lainnya melintasi triquetrum (tulang karpal
kecil dekat sisi ulnaris pergelangan tangan). UCL menyokong diskus kecil tulang
rawan di mana ulna bertemu pergelangan tangan. Struktur ini disebut kompleks
triangular fibrokartilago(TFCC), yang akan dibahas lebih rinci di bawah ini. UCL
menstabilkan TFCC dan menjaga pergelangan tangan terlalu jauh ke samping (ke
arah ibu jari).7
Ligamen kolateral radial (RCL) terdapat pada sisi ibu jari pergelangan
tangan. Ligamen ini dimulai pada styloid radial dan menghubungkan ke sisi
skafoid, tulang karpal bawah jempol.RCL mencegah pergelangan tangan dari
membungkuk terlalu jauh ke samping (jauh dari ibu jari). Terdapat banyak
ligamen yang menghubungkan dan menyokong tulang pergelangan
tangan. Cedera pada ligamen yang menyebabkan regangan dan robekan dapat
menyebabkan radang sendi pergelangan tangan.Tendon merupakan jaringan
fibrosa yang kuat, yang menghubungkan otot dengan tulang, dimana tulang
merupakan bagian tubuh yang menyokong atau memberi bentuk pada tubuh.
Sedangkan otot merupakan jaringan yang terdapat pada seluruh tubuh manusia
yang berguna untuk pergerakan. Tulang dan otot tersebut dilekatkan oleh jaringan
kuat yang bernama tendon.7,11
Tendon sangatlah kuat tetapi tidak terlalu lentur. Ketika terluka, butuh
waktu lama tendon bisa sembuh. Tendinitis merupakan peradangan pada tendon.
Peradangan bisa disebabkan beberapa hal, seperti regangan, olaraga berlebihan,
luka, repitisi gerakan, gerakan yang tidak biasa dan tiba-tiba. Sebagian besar
tendinitis terjadi pada usia pertengahan atau usia lanjut, karena tendon menjadi
lebih peka terhadap cedera, elastisitasnya berkurang. Tendinitis juga dapat terjadi
pada usia muda karena olahraga yangberlebihan atau gerakan yang berulang-
ulang.
Selubung tendon juga dapat terkena penyakit sendi, seperti artritis
reumatoid,skleroderma sistemik, gout, dan sindroma reiter. Pada dewasa muda
yang menderita gonore (terutama wanita), bakteri gonokokus bisa menyebabkan

18
tenosinovitis (tendinitisyang disertai dengan peradangan pada selubung pelindung
tendon), biasanya di bahu, pergelangan tangan, jari tangan, pingggul, pergelangan
kaki, dan kaki.7,11,14
Tendon pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.
Sebagaimana kita ketahui trigger finger adalah suatu bentuk cedera akibat
aktivitas berlebihan yang berulang-ulang dengan gejala mulai dari tanpa rasa sakit
dengan sesekali bunyi gemeretak / menyentak jari, untuk disfungsi parah dan rasa
sakit dengan jari terus terkunci dalam posisi menekuk ke bawah ke telapak
tangan.7

Gambar 3. Tendon flexor dan ekstensor jari tangan.

3.1.3 Persarafan
Semua saraf yang mempersarafi tungkai atas berjalan dari lengan atas,
lengan bawah, kemudian ke tangan melewati pergelangan tangan. Tiga saraf
utama yang mempersarafi tungkai atas adalah: saraf radialis, saraf medianus,
dan saraf ulnaris (Gambar 4).Saraf ini membawa sinyal dari otak ke otot-otot
yang menggerakkan lengan, tangan, jari, dan ibu jari. Saraf juga membawa
berbagai macam sinyal seperti sentuhan, nyeri, dan suhu kembali ke otak.7

19
Gambar 4. Persarafan pada tangan.

Saraf radialis berjalan di sepanjang tepi jempol, sisi lengan bawah. Saraf
ini berjalan pada akhir tulang jari-jari ke bagian belakang tangan. Saraf radialis
juga memberi sensasi ke bagian belakang tangan dari ibu jari ke jari ketiga. Selain
itu, saraf ini juga berjalan ke belakang ibu jari dan hanya di luar buku jari utama
dari permukaan belakang cincin dan jari tengah.7

20
Saraf medianus berjalan melalui sebuah terowongan pada pergelangan
tangan, yang disebut carpal tunnel . Saraf ini memberikan sensasi ke sisi telapak
ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan setengah dari jari manis.Selain itu, saraf
medianus juga memiliki cabang yang mengontrol otot-otot tenar jempol. Otot-otot
tenar membantu menggerakan ibu jari dan membuat ujung masing-masing jari
dapat menyentuh ibu jari pada sisi yang sama, yang disebut gerakan oposisi.7
Saraf ulnaris bergerak melalui terowongan terpisah, yang disebut kanal
Guyon. Terowongan ini dibentuk oleh dua tulang karpal dan ligamen yang
menghubungkan mereka. Setelah melewati kanal ini, cabang-cabang saraf ulnaris
keluar untuk memberikan sensasi ke jari kelingking dan setengah jari manis.
Cabang-cabang saraf ini juga mempersarafi otot kecil di telapak dan otot yang
menarik ibu jari ke arah telapak tangan.7

21
3.2. Trigger Finger

3.2.1. Definisi
Trigger finger atau tenosinovitis stenosing juga dikenal dengan nama jari
yang macet. Trigger finger adalah gangguan umum yang sering terjadi dan
ditandai dimana jari yang dibengkokkan tibe-tiba tidak dapat diluruskan kembali
serta berhubungan dengan disfungsi dan nyeri yang disebabkan penebalan
setempat pada suatu tendo fleksor, dalam kombinasi adanya penebalan di dalam
selubung tendon pada tempat yang sama.1,8,9

3.2.2. Epidemiologi
Trigger finger adalah penyakit yang paling sering terjadi di antara dekade
ke 5 dan 6 kehidupan. Perempuan 6 kali lebih sering terkena dibandingkan dengan
laki-laki, meskipun alasan predileksi usia dan jenis kelamin ini tidak sepenuhnya
jelas. Faktor risiko pemicu terjadinnya trigger finger adalah antara 2 dan 3%,
tetapi meningkat menjadi 10% pada penderita diabetes. Insidens pada penderita
diabetes terkait dengan onset penyakit, dan tidak berhubungan dengan diabetes
yang terkontrol. Risiko menjadi lebih tinggi pada pasien dengan karpal tunnel
sindrome, penyakit de Quervain, hypothyroidism, rheumatoid arthritis, penyakit
ginjal, dan amyloidosis. Jari manis adalah yang paling umum terpengaruh, diikuti
oleh jempol dan jari lainnya.1

3.2.3. Etiologi
Penyebab potensial trigger finger telah dapat dijelaskan, tetapi etiologi
tetap idiopatik, artinya penyebabnya tidak diketahui. Kemungkinan disebabkan
oleh trauma lokal akibat stres dan degeneratif. Ada yang menghubungkan
penyebab trigger finger karena penggunaan fleksi tangan yang terus-menerus dan
pada tiap individu sering disebabkan banyak faktor. Oleh karena itu sering disebut
dengan tenosinovitis stenosing (stenosans tenovaginitis khusus pada jari).
Stenosing berarti penyempitan terowongan (selubung tendon). Tenosynovitis
1,10
berarti radang tendon.

22
Pasien dengan riwayat penyakit collagen vascullar seperti rheumatoid
artritis, diabetes mellitus, arthitis psoriatis, amyloidosis, hipotiroid, sarkoidosis,
dan pigmented vilonodular synovitis memiliki faktor resiko lebih besar terkena
trigger finger dibandingkan orang yang yang tidak memiliki riwayat tersebut.9
Mekanisme terjadinya keadaan ini adalah adanya aktifitas-aktifitas fisik
yang berat dan berulang-ulang pada orang yang mempunyai kecenderungan
pengumpulan cairan di sekitar tendon dan sendinya seperti pasien diabetes
mellitus dan rheumatoid artritis. Pengumpulan cairan di sekitar tendon ini
menyebabkan terjadinya penebalan nodul tendon (biasanya pada tendon m. flexor
digitorum profundus) sehingga tendon yang bengkak ini bisa mengganggu
gerakan normal pada tendon. Adanya pembengkakan ini mudah sekali
menyebabkan tendon terjepit sehingga jari susah untuk difleksikan (macet) atau
terkunci pada posisinya dan mengakibatkan jari terasa sakit dan mengeluarkan
suara “klik” apabila gaya lebih keras diberikan.1,11
Kejadian trigger finger kongenital umumnya disebabkan oleh adanya
nodul pada tendon fleksor polisis longus. Sementara pada orang dewasa, beberapa
kasus yang terjadi mungkin berhubungan dengan trauma berulang.1,10

3.2.4. Patofisiologi
Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot ke tulang. Setiap
otot memiliki dua tendon, yang masing-masing melekat pada tulang. Ketika otot
berkontraksi, tendon akan menarik tulang, sehingga terjadi gerakan sendi. Tendon
pada jari-jari melewati ligamen, yang bertindak sebagai katrol.7
Pada trigger finger terjadi peradangan dan hipertrofi dari selubung tendon
yang semakin membatasi gerak fleksi dari tendon. Selubung ini biasanya
membentuk sistem katrol yang terdiri dari serangkaian sistem yang berfungsi
untuk memaksimal kekuatan fleksi dari tendon dan efisiensi gerak di metakarpal.
Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang menyebabkan tendon
terjebak di tepi proksimal katrol ketika pasien mencoba untuk meluruskan jari,
sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika upaya lebih kuat dibuat
untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan lebih dari ekstensor jari

23
atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan mengerahkan kekuatan
pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi terbuka dengan
menimbulkan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam aspek
proksimal jari.1,9,10
Sebuah nodul dapat meradang dan membatasi tendon dari bagian bawah
jalur yang melewati katrol. Jika nodul terdapat pada distal katrol, maka jari dapat
macet dalam posisi yang lurus. Sebaliknya, jika benjolan terdapat pada proksimal
dari katrol, maka jari pasien dapat macet dalam posisi tertekuk.Biasanya, tendon
fleksor pada jari mampu bergerak bolak-balik di bawah katrol penahan. Penebalan
selubung tendon fleksor membatasi mekanisme pergerakan normal.1,3
Biasanya, tendon fleksor pada jari mampu bergerak bolak-balik di bawah
katrol penahan. Penebalan selubung tendon fleksor membatasi mekanisme
pergerakan normal. Nodul mungkin saja dapat membesar pada tendon, yang
menyebabkan tendon terjebak di tepi proksimal katrol A1 ketika pasien mencoba
untuk meluruskan jari, sehingga menyebabkan kesulitan untuk bergerak. Ketika
upaya lebih kuat dibuat untuk meluruskan jari, dengan menggunakan kekuatan
lebih dari ekstensor jari atau dengan menggunakan kekuatan eksternal (dengan
mengerahkan kekuatan pada jari dengan tangan lain), jari macet yang terkunci tadi
terbuka dengan rasa sakit yang signifikan pada telapak distal hingga ke dalam
aspek proksimal digit. Hal yang kurang umum terjadi antara lain nodul tadi
bergerak pada distal katrol A1, mengakibatkan kesulitan pasien meregangkan
jari.1,3

3.2.5. Manifestasi Klinis


Diagnosa dibuat secara eksklusif dengan anamnesa yang menyeluruh dan
pemeriksaan fisik. Trigger finger dapat mengenai lebih dari satu jari pada satu
waktu, meskipun biasanya lebih sering terjadi pada ibu jari, tengah, atau jari
manis. Trigger finger biasanya lebih menonjol di pagi hari, atau saat memegang
obyek dengan kuat.1,2,3
Gejala ini muncul biasanya dimulai tanpa adanya cedera. Gejala-gejala
ini termasuk adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa

24
tidak nyaman di jari dan sendi. Kekakuan akan bertambah jika pasien tidak
melakukan aktifitas, misalnya saat bangun pagi. Dan kadang kekakuan akan
berkurang saat melakukan aktifitas. Kadang-kadang jika tendon terasa bebas bisa
bergerak tegak akan dirasakan sendi seperti terjadi "dislokasi" / pergeseran sendi.
Pada Kasus kasus yang berat jari tidak dapat diluruskan bahkan dengan bantuan.
Pasien dengan diabetes biasanya akan terkena lebih parah.1,2,3

Gambar 5. Trigger finger

Pada tingkat sendi palmaris distal, nodul bisa teraba lembut, biasanya di
atas sendi metakarpofalangealis (MCP). Jari yang terkena bisa macet dalam posisi
menekuk atau pada posisi ekstensi.3 Trigger finger dapat sangat menyakitkan bagi
pasien. Dalam kasus yang parah, pasien tidak mampu untuk menggerakkan jari
yang melampaui rentang gerak. Pada ibu jari yang macet, pada palpasi yang
lembut dapat ditemukan nodul pada aspek palmar sendi MCP pertama dari sendi
palmaris distal.1,11

3.2.6. Diagnosis
Keluhan awal dapat berupa “klik” yang tidak nyeri pada gerakan jari.
Selanjutnya dapat menjadi nyeri baik pada fleksi maupun ekstensi, dan terjadi
pada sendi MCP dan PIP. Nodul yang nyeri juga dapat timbul sebagai akibat

25
pembengkakan intratendon, dapat dipalpasi pada area palmar MCP. Keluhan
kekakuan dan bengkak pada MCP dirasakan pada pagi hari atau mereka terbangun
dengan jari yang terkunci dan baru melemas sepanjang hari. Riwayat trauma pada
area tersebut dapat dilaporkan Seiring berkembangnya penyakit, jari dapat
terkunci pada posisi fleksi dan membutuhkan manipulasi pasif untuk mencapai
ekstensi sempurna. Hal ini terjadi karena mekanisme fleksi pada jari cukup kuat
untuk mengatasi pembatasan dan pendangkalan selubung retinakular, sedangkan
ekstensor tidak. Karena pasien takut untuk melakukan manipulasi pasif karena
nyeri dapat menyebabkan kontraktur sekunder pada PIP dan kekakuan jari.1,3
Secara umum penegakan diagnosis pada Trigger finger cukup dengan
pemeriksaan fisisk saja, tidak ada tes laboratorium yang diperlukan dalam
diagnosis jari macet. Jika ada kecurigaan tentang kondisi, adanya diagnosis yang
terkait, seperti diabetes, rheumatoid arthritis, atau penyakit lain pada jaringan ikat,
antara lain, hemoglobin glikosilasi (HgbA1c), gula darah puasa, atau faktor
rheumatoid harus diperiksa.Secara umum, tidak ada pencitraan yang diperlukan
dalam kasus jari macet. Tidak ada tes lebih lanjut yang biasanya diperlukan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya HbA1c dan
Rheumatoid factor.1,2,5

3.2.7. Diagnosa Banding

A. Carpal Tunnel Syndrome


Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal (STK)
adalah salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan
pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan
tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga
terjadi penekanan terhadap nervus medianus dipergelangan tangan.
Carpal Tunnel Syndrome diartikan sebagai neuropati tekanan saraf
medianus dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian
yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyeri tangan pada

26
malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat innervasi dari saraf
medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut :
-
Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak tangan.
-
Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah, khususnya
selama penggunaan.
-
Penurunan cengkeraman kekuatan.
-
Kelemahan dalam ibu jari
-
Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)
-
Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.

B. De Quervain syndrome (RA)


Nyeri yang terasa di pergelangan tangan sering disebabkan oleh
tenosinovitis. Pada sisi radial terjadi tendovaginitis otot abductor polocis
longus, yang dikenal dengan sebagai tenosinovitis De Quervein, dan pada
sisi ulnar dapat dijumpai tendovagintis otot ekstensor karpi ulnaris. Kedua
jenis peradangan itu merupakan manisfestasi arthritis rheumatoid. Pada
bagian dorsal pergelangan tangan sinovitis rheumatoid dapat
membangkitkan benjolan di tengah-tengah ligamentum karpi dorsal di atas
os navikular dan lunatum.
Sinovitis di pergelangan tangan selalu menimbulakan nyeri tekan, nyeri
gerak aktif dan nyeri gerak isometrik. Karena itu, maka pergelangan
tangan tidak dapat distabilkan secara kuat, sehingga tenaga
pengepalan tidak kuat dan tangan sukar diluruskan pada pergelangan
tangan.
Pada tenosinovitis De Quervein nyeri tekan di dapat pada penekanan
diprosesus stiloideus radii. Gerakan pasif ibu jari tidak membangkitkan
nyeri. Sebaliknya gerakan aktif dan isometrik menimbulkan nyeri yang
hebat. Deviasi radial secara pasif tidak menimbulkan nyeri. Sebaliknya
defiasi ulnar secara aktif menimbulkan nyeri yang hebat

27
3.2.8. Tatalaksana
Pada Mei 2014, the European HANDGUIDE Group mempublikasi
panduan tatalaksana trigger finger. Pilihan terapi diantaranya yaitu penggunaan
ortosis (splinting), injeksi krtikosteroid, injeksi kortikosteroid dan pemakaian
ortosis, serta terapi pembedahan. Secara umum tatalaksana trigger finger
dibedakan menjadi terapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi konservatif
meliputi terapi medikamentosa dengan pengobatan OAINS dan injeksi
kortikosteroid, serta terapi non medikamentosa dengan imobilisasi dan
penggunaan ortosis “splinting". Terapi injeksi secara umum disetujui sebagai
terapi lini pertama dan terapi pembedahan dilakukan pada mereka yang gagal
dengan terapi injeksi atau pasien dengan kondisi patologis yang diketahui tidak
membaik dengan terapi konservatif, seperti rheumatoid arthritis (RA).1,2,3

3.2.8.1. Terapi Medikamentosa


Pengobatan OAINS diberikan sebagai regimen untuk mengurangi nyeri
dan mengatasi peradangan. Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin,
ibuprofen, naprosyn, atau ketoprofen. Injeksi kortikosteroid untuk pengobatan
trigger finger telah dilakukan sejak 1953. Tindakan Ini harus dicoba sebelum
intervensi bedah karena sangat efektif (hingga 93%), terutama pada pasien non-
diabetes dengan onset baru dan hanya melibatkan satu jari dengan nodul yang
teraba. Namun, diyakini bahwa injeksi kortikosteroid kurang berhasil pada pasien
dengan penyakit lama (durasi > 6 bulan), diabetes mellitus, dan keterlibatan
beberapa jari. Injeksi diberikan secara langsung ke dalam selubung tendon,
Namun, laporan menunjukkan bahwa injeksi extrasynovial mungkin efektif, dan
dapat mengurangi risiko tendon ruptur. Ruptur tendon adalah komplikasi yang
sangat jarang. Komplikasi lain termasuk atrofi kulit, nekrosis lemak,
hipopigmentasi kulit, peningkatan glukosa serum sementara pada penderita
diabetes, dan infeksi. Jika gejala tidak hilang setelah injeksi pertama, atau muncul
kembali setelah itu, suntikan kedua biasanya lebih mungkin untuk berhasil
sebagai tindakan awal.1,3

28
Gambar 6. Tempat injeksi yang tepat pada trigger finger. A1: lokasi
pulley A1. NV: lokasi struktur neurovaskuler. X: tempat injeksi.1

3.2.8.2. Terapi Nonfarmakologi


Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan
guna mengurangi dampak cacat handikap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mengenai integritas sosial.Tujuan rehabilitasi medik pada
pasien Trigger finger adalah mengembalikan fungsi yang terganggu akibat
kekakuan sendi jari sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas kerja
sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.1,3
Program fisioterapi pada umumnya tidak dilakukan pada pasien trigger
finger, namun pada kasus kronis, teknik pemanasan mungkin dapat
dipertimbangkan. Pemanasan superfisial dengan infra red dan pemanasan
profunda berupa Shortwave Diathermy. Selain itu stimulasi listrik dapat
mencegah atau memperlambat atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan
memperkuat otot yang masih lemah.1,3

a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa Shortwave Diathermy

29
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya, dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot redukasi
dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah atau merenggangkan perlengketan. Latihan otot-otot
tangan.

b. Program Ortotik Prostetik


- Splinting
Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang disebabkan
oleh pergerakan tendon fleksor melalui katrol A1 yang sakit sampai
hilangnya peradangan. Secara umum splinting merupakan pilihan
pengobatan yang tepat pada pasien yang menolak atau ingin menghindari
injeksi kortikosteroid. Sebuah studi pekerja manual dengan
interfalangealis distal (DIP) di splint dalam ekstensi penuh selama 6
minggu menunjukkan pengurangan gejala pada lebih dari 50% pasien.
Dalam studi lain, splint sendi MCP di 15 derajat fleksi
(meninggalkan sendi PIP dan DIP bebas) yang ditampilkan untuk
memberikan resolusi gejala di 65% dari pasien pada 1-tahun tindak
lanjut. Untuk pasien yang paling terganggu oleh gejala mengunci di pagi
hari, splinting sendi PIP pada malam hari dapat menjadi efektif. splinting
menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah pada pasien dengan
gejala trigger finger yang berat atau lama.

30
Gambar 17. Teknik Splint

c. Home Program
- Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada daerah yang
bengkak dan nyeri.
- Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah teriritasi, seperti
latihan jari yang berulang-ulang.

3.2.8.3. Terapi Operatif


Tindakan pembedahan dinilai sangat efektif pada trigger finger. Terapi
operatif baik perkutan atau terbuka (open release) sangat sukses dan secara umum
diakui sebagai terapi utama pada trigger finger. Indikasi untuk terapi bedah
umumnya karena kegagalan perawatan konservatif untuk mengatasi nyeri dan
gejala. Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang menunjukkan
pertimbangan bedah setelah kegagalan baik tunggal maupun beberapa suntikan
kortikosteroid.1,3,4
Fungsi operasi biasanya bertujuan melonggarkan jalan bagi tendon yaitu
dengan cara membuka selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua ujung
selubung yang digunting akan menyatu lagi, tetapi akan memberikan ruang yang
lebih longgar, sehingga tendon akan bisa lebih bebas. Dalam prosedur ini, sendi
MCP diposisikan hiperekstensi dengan telapak ke atas, sehingga membentang
keluar katrol A1 dan menggeser struktur neurovaskular kea rah dorsal. Setelah
etilklorida disemprotka, lidokain disuntikkan untuk manajemen nyeri, jarum
31
dimasukkan melalui kulit dan ke katrol A1. Tingkat keberhasilan telah dilaporkan
lebih dari 90% dengan prosedur ini, namun penggunaan teknik ini berisiko cedera
saraf atau arteri.1,3,4

Gambar 8.Terapi Pembedahan pada Trigger Finger.4

Pada teknik open release, tujuannya hampir sama dengan prosedur


perkutan, namun lebih menyediakan eksposure yang lebih besar dan lebih aman
dari cedera neurovascular. Tingkat kesuksesannya antara 90% – 100%.
Komplikasi yang dapat timbul diantaranya distrofi reflex simpatis, infeksi,
kekakuan, transeksi saraf, nyeri tempat insisi, deformitas fleksi, bowstringing
tendon, dan rekurensi (3%), namun secara umum, prosedur ini aman dan efektif.1,3

3.2.9. Komplikasi
Komplikasi dapat timbul karena pasien takut untuk melakukan manipulasi
pasif karena nyeri sehingga dapat menyebabkan kontraktur sekunder pada sendi
PIP dan kekakuan jari. Selain itu, komplikasi umumnya timbul akibat tindakan
pengobatan, walaupun jarang terjadi. Pada injenksi kortikosteroid dapat terjadi
atrofi dermal, nekrosis lemak, hipopigmentasi kulit, peningkatan sementasi
glukosa darah pasien diabetes dan yang paling terjadi yaitu rupture tendon. Pada
tindakan operatif dapat terjadi cedera saraf dan arteri, tendon bowstringing,
infeksi, distrofi reflex simpatis, kekakuan, transeksi saraf, nyeri tempat insisi,
deformitas fleksi, dan rekurensi (3%).1,3,12

32
3.2.10. Prognosis
Secara fungsional, mereka dengan trigger finger memiliki disabilitas dan
nyeri yang lebih berat terutama pada keadaan akut. Sehingga diperlukan
pemulihan dengan terapi konservatif maupun operatif.6 Kebanyakan pasien
merespon terhadap injeksi kortikosteroid walaupun efektifitasnya tidak maksimal
pada kondisi kronis (>6 bulan), diabetes mellitus, dan bila jari yang terkena
multipel. Namun, secara umum pasien yang diterapi menunjukkan prognosis yang
baik dengan komplikasi minimal. Beberapa kasus mungkin dapat sembuh secara
spontan dan kemudian berulang kembali.1,3,13

3.2.11. SKDI
Kompetensi dokter umum untuk tenosinovitis supuratif adalah 3A, yaitu
sebagai berikut:15

Tingkat Kemampuan 3B: Mendiagnosis, Melakukan Penatalaksanaan Awal,


dan Merujuk pada Kedaan Bukan Gawat Darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat . Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagipenanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjutisesudah kembali dari rujukan.

33
BAB IV
ANALISIS KASUS

Tn. ZA, 67 tahun, laki-laki, datang ke RSMH Palembang karena mengeluh


nyeri dan kaku pada jari tangan (jari telunjuk dan jari tengah) kanan.
Dari anamnesis didapatkan keluhan nyeri terjadi sejak setahun yang lalu,
awal mulanya nyeri di ujung-ujung jari terasa kesemutan, lama-kelamaan jari
menjadi kaku tidak bisa dibengkokkan dan diluruskan dengan mudah. Nyeri dan
kaku terasa lebih berat saat pagi hari bangun tidur dan berkurang setelah
peregangan dan direndam air hangat. Sejak saat itu aktivitas seperti makan,
mencuci, mengepel serta belanja ke pasar tidak bisa dilakukan sendiri lagi.
Sebelumnya os pernah minum obat anti radang namun dihentikan. Riwayat
trauma dan sakit jantung bawaan disangkal. Riwayat hipertensi dan kolesterol (+),
riwayat diabetes melitus pada kedua orang tua (+).
Pada hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada status generalis,
namun terdapat tekanan darah agak tinggi, dan status lokalis ditemukan nodul
pada palmar sendi MCP jari II dan III pada manus dextra. Terdapat bunyi ‘klek’
saat jari flexi dan ektensi. Gerakan sendi jari membutuhkan bantuan untuk
ekstensi.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan
tersebut, diagnosis Trigger Finger dapat ditegakkan. Berbeda dengan carpal tunnel
syndrome yang terjadi akibat tekanan pada sendi pergelangan tangan, trigger
finger terjadi akibat gerakan menggenggam repetitif dan dibebani cukup berat.
Keluhan carpal tunnel juga umum dirasakan saat malam hari.
Jari yang sakit ditemukan adalah jari II dan III yang merupakan jari
tersering secara epidemiologi mengalami trigger finger. Ini dapat disebabkan oleh
struktur anatomi tendon pada kedua jari tersebut lebih besar dan menopang beban
yang lebih berat dibanding jari lainnya. Berdasarkan riwayat pekerjaan dan
riwayat penyakit sebelumnya, Tuan ZA mengalami trigger finger didukung oleh
faktor risiko aktivitas hari-hari dominan menggenggam erat-erat dan membawa
beban berat, serta riwayat diabetes melitus pada keluarga. Nodul yang membesar
34
pada sendi MCP serta terbatasnya gerak ekstensi yang bisa dilakukan hanya
dengan bantuan menandakan grade trigger finger kasus ini adalah III.
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan untuk mengurangi keluhan
nyeri yang dirasakan pada pasien adalah ibuprofen dan injeksi kortikosteroid,
diminum setelah makan. Sedangkan untuk program rehabilitasi medik dilakukan
yang fungsinya untuk reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi selubung
tendon yang bengkak dan mencegah komplikasi kontaktur permanen pada sendi
terkait. Terapi yang diberikan adalah terapi panas dengan indikasi efek analgesik,
vasodilatasi dan mempersiapkan sebelum terapi latihan peregangan yaitu short
wave diathermy atau ultrasound terapi atau parafin bath ditambah terapi latihan
tendo gliding. Pada pasien disarankan memakai finger splint terutama malam hari
untuk mencegah jari tertekuk saat tidur dan sulit diluruskan saat pagi.
Pada pasien ini diberikan motivasi untuk datang terapi secara rutin.Pasien
diedukasi untuk mengurangi aktivitas menggenggam dengan terlalu erat pada
tangan yang masih sehat, melakukan peregangan sesering mungkin di rumah dan
mengontrol gula darah. Keluarga pasien diedukasi untuk membantu pasien
melakukan aktivitas sehari-hari dan mendukung untuk rutin terapi

35
BAB V
KESIMPULAN

Trigger finger merupakan suatu kondisi gertakan atau terkuncinya pada


jari saat jari difleksi dan diekstensi. Hal ini dikarenakan hipertrofi dan metaplasia
fibrokartilago pada pertemuan tendon-pulley sehingga menyebabkan tendon tidak
dapat bergerak kedepan dan kebelakang secara normal dibawah pulley.
Trigger finger disebabkan oleh multifactor, kemungkinan disebabkan oleh
trauma lokal dengan stress, gaya degenerative, dan penggunaan fleksi tangan yang
terus-menerus. Pasien dengan riwayat penyakit vascular kolagen seperti
rheumatoid artritis, diabetes mellitus, arthitis psoriatis, amyloidosis, hipotiroid,
sarkoidosis, dan pigmented vilonodular synovitis memiliki faktor resiko lebih
besar terkena trigger finger dibandingkan orang yang yang tidak memiliki riwayat
tersebut.
Trigger finger biasanya ditandai dengan adanya bengkak dan kaku pada
jari terutama pada pagi hari, atau saat memegang obyek dengan kuat. Gejala lain
termasuk adanya benjolan kecil, nyeri di telapak tangan, pembengkakan, rasa
tidak nyaman di jari dan sendi. Pasien juga sering mengeluhkan jari terkunci pada
saat melakukan gerakan volunter yang dipaksakan atau bahkan gerakan pasif.
Tujuan dari tatalaksana adalah untuk mengembalikan fungsi normal dari
tendon. Hal ini dapat dilakukan dengan terapi konservatif. Lini pertama dari
tatalaksana adalah injeksi steroid. Tatalaksana non-invasif ataupun tatalaksana
injeksi steroid ditentukan oleh tingkat keparahan gejalanya (semakin parah
gejalanya maka akan semakin baik responnya terhadap terapi injeksi), level
aktivitas pasien (seberapa cepat pasien harus kembali ke tempat kerja), atau
berdasarkan pilihan pasien dan klinisi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Makkouk, A.H et al. 2008. Trigger finger: etiology, evaluation, and


treatment. Curr Rev Musculoskelet Med. 1:92–96.
2. Hueston JT, Wilson WF. The aetiology of trigger finger explained on the
basis of intratendinous architecture. Hand. 1972 Oct. 4(3):257-60. Dalam
Kale, Satischandra. 2016. Trigger finger. WebMD. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.compada 20 Agustus 2018.
3. Kale, Satishchandraet. 2017. Trigger finger Treatment & Management.
Diakses dari http://emedicine.medscape.compada 20 Agustus 2018.
4. Ryewicz M, Moriatis J. 2006. Trigger digits : principles, management, and
complications. J Hand Surg.31A:135-46.
5. Rind, Libi, dk. 2010. Trigger finger Dalam Lyn D. Weiss, Jay M. Weiss,
Thomas Pobre. 2010 Oxford American Handbook of Physical Medicine
Rehabilitation. New York: Oxford University Press.
6. Paulsen, F, J Waschke. 2012. Sobotta : atlas anatomi manusia : anatomi
umum dan sistem muskuloskeletal, alih bahasa Brahm U Pendit. Jakarta:
EGC.
7. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran/ Richard S.
Snell: ahli bahasa, Liliana Sugiarto: editor edisi bahasa indonesia. Huriawati
Hartanto...(et al). 6th ed. Jakarta : EGC 2006.
8. Angka, Lucky dan Roring Wijaya. Range of Motion. Diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/pada 20 Agustus 2018.
9. Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.Jakarta: PT. Yarsif
Watampone.
10. Geso LD, Fillippuci E, Meenagh G, Gutierrez M, Ciappeti A. CS injection of
tenosynovitis in patients withchronic inflammatory arthritis: the role of US.
2012 March;1-3.
11. Akhtar S, Bradley MJ, Quinton DN, Burke FD. 2005. Management and
referral for trigger finger/thumb. BMJ. 2;331:30-3.

37
12. Miyamoto H, Miura T, Isayama H, Masuzaki R, Koike K, Ohe T. Stiffness of
the first annular pulley in normal and trigger fingers. J Hand Surg Am. 2011
Sep. 36(9):1486-91.
13. Langer, D et al. 2016. Long-term functional outcome of trigger finger. Disabil
Rehabil. 40(1):90-95.
14. Geso LD, Fillippuci E, Meenagh G, Gutierrez M, Ciappeti A. CS injection of
tenosynovitis in patients with chronic inflammatory arthritis: the role of US.
2012 March;1-3.
15. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Edisi ke-2. Penerbit Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai