Pembimbing :
dr.Samino , Sp. S
Disusun oleh:
Ade Faisal (2010730001)
BAB I
STATUS PASIEN
A IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Status
Pekerjaan
Agama
Alamat
Tanggal MRS
Ruang
: Tn. SJ
: Laki Laki
: 52 Tahun
: Menikah
: Pegawai Swasta
: Islam
: Jl. Cempaka Putih Utara
: 04 Maret 2016
: Zam Zam
B ANAMNESIS
Keluhan Utama
batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat trauma / terjatuh disangkal
Riwayat HNP 1 tahun yang lalu
Hipertensi (-)
Diabetes Mellitus (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
- Tidak ada yang memiliki gejala yang sama
- Hipertensi (-)
- Diabetes mellitus (-)
Riwayat Pengobatan :
Belum pernah diobati
Riwayat Psikososial :
Os bekerja sebagai mekanik yang mengangkat alat alat berat setiap hari
C PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Tampak Sakit Sedang
Composmentis
GCS E4M6V5
: 15
Tanda tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80mmHg
Nadi
: 68 kali/ menit, regular
Pernapasan
: 24 kali/ menit
Suhu
: 36.6 C
Status Generalis :
Thoraks
Paru
Inspeksi
: Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi
: Vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop(-)
Abdomen
Inspeksi
: Simetris
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi
: Timpani pada seluruh abdomen, asites (-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-),
Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas
Atas
: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah
Status Neurologis
Saraf Otak
N. I
: Nervus Olfaktorius
Fungsi Penghidu
N. II
Dextra
Sinistra
Normosmia
Normosmia
: Nervus Optikus
Dextra
Sinistra
Visus
Baik
Baik
Lapang Pandang
Normal
Normal
Funduskopi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Reflek Cahaya
N. III, IV, VI
Dextra
Sinistra
Ptosis
Ukuran Pupil
Diplopia
Normal
Normal
N. V
: Nervus Trigeminus
Membuka mulut
Baik
Kekuatan menggigit
Baik
Sensibilitas
Baik
Refleks kornea
+/+
N. VII
: Nervus Fasialis
M.frontalis
M. Orbikulari okuli
Baik
Baik
M. Buccinator
Baik
M. Orbikularis oris
M. Platisma
Baik
Baik
Tidak dinilai
N. VIII
: Nervus Vestibulokoklearis
Fungsi Pendengaran
Tes Schwabach
Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Keseimbangan
Tidak dilakukan
N. IX
: Nervus Glosofaringeus
N. X
: Nervus Vagus
Uvula
Refleks Muntah
Refleks Menelan
N. XI
: Nervus Asesorius
M. Sternokleidomastoideus
Baik
M. Trapezius
Baik
N. XII
Tidak dilakukan
: Nervus Hipoglosus
Lidah mencong
-/-
Atrophy
-/-
Pemeriksaan Motorik
Kekuatan otot
:5 5
5 5
Tonus
: Baik
Atrofi
: Tidak Ada
Refleks Fisiologis
Refleks biseps
Refleks triceps
Refleks patella
Refleks achilles
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaefer
Hoffman Trommer
: ++/++
: ++/++
: ++/++
: ++/++
Reflex meningens
Brudzinsky 1 : Brudzinsky II : Lasegue
: < 70 nyeri (+)
Kernig
:+
Kaku kuduk : -
Tes Patrick
D PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi Rutin
Hasil
Nilai rujukan
Satuan
Hemoglobin
14,3
11,7-15,5
g/dL
Leukosit
6,87
3.6-11
Ribu/L
Hematokrit
42
35-47
Trombosit
201
150-440
Ribu/ L
Eritrosit
4,46
3,8-5,2
10^6/ L
MCV / VER
93
80-100
fL
MCH / HER
32
26-34
Pg
MCHC / KHER 34
32-36
g/dL
Kimia Klinik
Hasil
Glukosa
darah 75
Nilai rujukan
Satuan
70-200
mg/dl
sewaktu
1 Terapi Konservatif
a. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, lama
yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan otot
melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktifitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut
dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra lumbosakral
akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi jaringan yang
meradang.
2. Medikamentosa
Untuk penderita dengan HNP yang akut yang disebabkan oleh trauma (seperti
kecelakaan mobil atau tertimpa benda yang sangat berat) dan segera diikuti dengan nyeri
hebat di punggung dan kaki, obat pengurang rasa nyeri dan NSAIDS akan dianjurkan (misal:
fentanyl)
Jika terdapat kaku pada punggung, obat anti kejang, disebut juga pelemas otot,
biasanya diberikan. Kadang-kadang, steroid mungkin diberikan dalam bentuk pil atau
langsung ke dalam darah lewat intravena. Pada pasien dengan nyeri hebat berikan analgesik
disertai zat antispasmodik seperti diazepam. NSAID Nebumeton yang merupakan pro drugs
dan efek sampingnya relatif lebih kecil, terutama efek samping terhadap saluran cerna,
dengan dosis 1 gram/hari. Pemakaian jangka panjang biasanya terbatas pada NSAIDS, tapi
adakalanya narkotika juga digunakan jika nyeri tidak teratasi oleh NSAIDS. Orang yang
tidak dapat melakukan terapi fisik karena rasa nyeri, injeksi steroid di belakang pada daerah
herniasi dapat sangat membantu mengatasi rasa sakit untuk beberapa bulan dan disertai
program terapi rutin. Relaksan otot diberikan secara parenteral dan hampir selalu secara
intravenous. Misalnya: D-tubokurarin klorida, Metokurin yodida, Galamin trietyodida,
Suksinilkolin klorida, Dekametonium
3. Terapi fisik
a. Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema.
Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
b. Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada HNP akut namun dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri HNP kronis. Sebagai penyangga korset
dapat mengurangi beban diskus serta dapat mengurangi spasme.
c. Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal punggung seperti jalan
kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan
jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon
sehingga aliran darah semakin meningkat.
Prognosa
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: Dubia ad Bonam
: Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI VERTEBRA
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang
mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia yang dibagi menjadi 8 tulang
cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang bergabung
membentuk bagian sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx).
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan
bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus
dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrale.
Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet
joint).
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan tulang rawan.
Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang dihubungkan satu
sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh
ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.
Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis. Diskus ini
paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak terjadi gerakan columna
vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock absorber agar kolumna vertebralis tidak
cedera bila terjadi trauma.
Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil sehingga pada
ruang intervertebra L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula sehingga mengakibatkan mudah
terjadinya kelainan didaerah ini.
2.
Nucleus Pulposus
Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan (hyaluronic
long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan mempunyai sifat sangat
higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai bantalan dan berperan menahan
tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari nucleus pulposus berkurang secara progresif
dengan bertambahnya usia. Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai
dengan penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air dalam
nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.
Diskus intervertebralis, baik anulus fibrosus maupun nukleus pulposusnya adalah
bangunan yang tidak peka nyeri. Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:
Articulatio zygoapophyseal
Lig. Supraspinosum
fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut, diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar
dibedakan dari anulus. Ligamen longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah,
sehingga HNP sering terjadi di bagian postero lateral.
2.2 HNP
DEFINISI
Hernia nukleus pulposus adalah suatu kondisi dimana menonjolnya sebagian atau seluruh bagian
dari sentral nukleus pulposus kedalam kanalis vertebralis akibat degenerasi dari anulus fibrosus
korpus intervertebralis, yang menyebabkan sakit punggung dan kaki akibat iritasi akar saraf
tersebut. Nama lainnya yaitu: Lumbar radiculopathy, radiculopathy cervical, herniated
intervertebral disk, intervertebral prolapsed disk, slipped disk, kerusakan saraf.
ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP adalah aliran darah ke diskus
berkurang, beban berat, dan ligamentum longitudinalis posterior menyempit. Jika beban pada
diskus bertambah, annulus fibrosus tidak lagi kuat untuk menahan nukleus pulposus dari keluar
ke kanalis vertebralis yang akhirnya menekan radiks sehingga timbul rasa nyeri.
PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP
bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul
rasa nyeri oleh karena gel yang berada dicanalis vertebralis menekan radiks.
Reseptor nosiseptif (nyeri) yang terangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis, termal,
kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang akan
menimbulkan persepsinyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk
mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi
adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia.
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai
mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan.Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi
nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi.Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan
bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan kedua,
penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana
terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya
mechano-hot spot yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan
dasar pemeriksaan Laseque.
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakal masih jarang terjadi (menurut love dan schorm 0,5
% dari semua operasi menunjukkan penonjolan sendi). Pada empat thorakal paling bawah atau
tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah
faktor penyebab yang paling utama.
FAKTOR RESIKO
Ada beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan HNP, dibagi menjadi faktor resiko
yang dapat dirubah (modifiable) dan tidak dapat dirubah (unmodifiable).
Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
1 Umur: makin bertambah umur resiko makin tinggi. Pertambahan usia menyebabkan
terjadi perubahan degeneratif yang berpengaruh pada penurunan kemampuan menahan
air yang dimiliki nukleus pulposus, proteoglikan rusak, komponen mekanik memburuk
yang akhirnya melampaui tekanan maksimal dalam diskus sehingga mengakibatkan
2
3
penonjolan annulus.
Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya.
DIAGNOSIS
I.
Anamnesis
Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke bawah (mulai dari bokong,
paha bagian belakang, dan tungkai bawah bagian atas). Sifat nyeri disebabkan oleh HNP adalah:
Nyeri mulai dari bokong, menjalar ke bagian belakang lutut, kemudian ke tungkai
2
3
krista iliaka).
Nyeri spontan
Sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat.
Sedangkan bila berbaring nyeri berkurang atau hilang.
II.
Pemeriksaan fisis
Pada posisi berdiri tampak adanya skoliosis.
Pada posisi terlentang dapat dilakukan tes provokasi sbb:
1. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus.
a. Tes Laseque (straight leg raising = SLR)
Dilakukan fleksi tungkai yang sakit dalam posisi lutut ekstensi. Tes normal
bila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90 derajat. Tes positif bila timbul
rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum tungkai
mencapai kecuraman 70derajat. Tes ini terutama meregangkan saraf spinal
L5 dan S1, sedangkan yang lain kurang diregangkan.
Beberapa variasi dari tes ini adalah dorsofleksi kaki yang akan menyebabkan
nyeri bertambah (Bragards sign) atau dorsofleksi ibu jari kaki (Sicards
sign).
b. Tes Laseque menyilang / crossed straight leg raising test (Tes OConell).
Tes ini sama dengan tes Laseque tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sehat (biasanya perlu
sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang
sakit).
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal.
a. Tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan
melakukan kompresi dengan ikatan sfigmomanometer selama 10 menit
tekanan sebesar 40mmHg sampai pasien merasakan penuh di kepala. Dengan
penekanan tersebut mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat yang akan
diteruskan ke ruang intratekal sehingga akan memprovokasi nyeri radikuler
bila ada HNP.
b. Tes Valsava
Dalam berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri timbul
ditempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.
III.
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan radiologis
a. Foto polos vertebrae
Sebaiknya dilakukan dari 3 sudut pandang yaitu AP, lateral dan
oblique. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan ini adalah:
Adanya
penyempitan
ruang
intervertebralis
dapat
Mielografi asendens:
Zat kontras disuntikkan kedalam ruang subarachnoid melalui pungsi
lumbal. Pada fluroskopi kolom zat kontras tampak jelas karena tidak
tembus oleh sinar rontgen, sehingga terlihat radiopak. Dengan
merendahkan ujung rostral kolumna vertebralis, maka kolom zat
kontras
akan
bergerak
ke
rostral.
Apabila
ruang
subarachnoid
tersumbat oleh karena proses desak ruang ekstradural atau intraduralekstrameduler menindih medulla spinalis, maka kolom zat kontras
terhalang (berhenti).
Mielografi desendens:
Zat kontras dimasukkan kedalam sisterna serebromedularis melalui
pungsi
oksipital.
Dengan
fluoroskopi
kolom
zat
kontras
diikuti
B.
Pemeriksaan laboratorium
Kadar kalsium, fosfat, alkali dan acid phosphatase serta glukosa darah perlu
diperiksa karena beberapa penyakit seperti penyakit tulang metabolik, tumor metastasis
pada vertebra dan mononeuritis diabetika dapat menimbulkan gejala menyerupai gejala
HNP.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik pasien dan
melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara keseluruhan. 90% pasien akan
membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang membutuhkan pembedahan.
Medikamentosa
Muscle relaxan
3.
Terapi fisik
4.
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat.
Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan tirah baring dan korset
saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan penyembuhan.
5.
Diatermi/kompres panas/dingin
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada keadaan
akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat edema. Untuk nyeri
kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
6.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk mencegah
timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai penyangga korset dapat
mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
7.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung seperti jalan kaki,
naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan bertujuan
untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak.
Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot, ligamen dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
8.
Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral tidak sepenuhnya
lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan kencang. Latihan untuk kelenturan
punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai
digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat
dari lantai sehingga punggung teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan
dengan fleksi leher dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai
rentang maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
9.
Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang dari posisi
berbaring.
Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali diluruskan
Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan punggung
fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai dan panggul
diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu pada lantai. Latihan ini
untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian
punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga punggung
menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena otot
hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral termasuk pada anulus
diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus
ke depan dan badan dibungkukkan untuk berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat
dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki,
kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini dilakukan 10
kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut, meluruskan kaki
yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan selama 1-5 detik. Turunkan
kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap tubuh yang baik
untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
b. Terapi Operatif
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit
neurologik.
Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
1.
Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
2.
Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis,
3.
4.
Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau bank tulang) yang
digunakan untuk menyatukan dengan prosessus spinosus vertebrata. Tujuan peleburan spinal
adalah untuk menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.
Pada fase akut, pasien tidur diatas kasur yang keras beralaskan papan dibawahnya.
Traksi dengan beban mulai 6 Kg kemudian berangsur-angsur dinaikkan 10 Kg. pada hernia ini
dapat diberikan analgetik salisilat
b.Hernia Servicalis
Untuk HNP sevicalis, dapat dilakukan traksi leher dengan kalung glisson, berat beban
mulai dari 2 Kg berangsur angsur dinaikkan sampai 5 Kg. tempat tidur dibagian kepala harus
ditinggikan supaya traksi lebih efektif.
Untuk HNP yang berat, dapat dilakukan terapi pembedahan pada daerah yang rekuren.
Injeksi enzim chympapim kedalam sendi harus selalu diperhatikan.
M. KOMPLIKASI
1)
2)
3)
4)
5)
Perdarahan
6)
N.
PROGNOSIS
Terapi konservatif yang dilakukan dengan traksi merupakan suatu perawatan yang
praktis dengan kesembuhan maksimal. Kelemahan fungsi motorik dapat menyebabkan atrofi
otot dan dapat juga terjadi pergantian kulit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, edisi IV, cetakan kelima. Jakarta : PT Dian
Rakyat. 87-95. 1999
2. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. Jakarta : PT Dian
Rakyat. 182-212.
3. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus. Jakarta: Perdossi
4. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid kedua,
cetakan keenam. Jakarta : Media Aesculapius. 54-59. 2004
5. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik Umum, edisi III, cetakan kelima.
Jakarta : PT Dian Rakyat. 203-205
6. Partono
M.
Mengenal
Nyeri
pinggang.
http://mukipartono.com/mengenal-nyeri-
pinggang-hnp/
7. Beberapa
Segi
Klinik
dan
Penatalaksanaan
Nyeri
Pinggang
Bawah.
In