Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang

disebabkan karena pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau ketika

tubuh tidak bisa menggunakan insulin secara efektif (World Health

Organization [WHO], 2016). Angka kejadian DM masih tinggi yaitu 382

juta orang pada tahun 2013 dan diperkirakan pada tahun 2035 akan menjadi

sebanyak 592 juta orang, dari 382 juta orang yang hidup dengan mengidap

DM 175 juta dari mereka belum mengetahui jika dirinya adalah salah satu

penderita (Internasional Diabetes Federation [IDF], 2013).

Angka kejadian DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030

mencapai 21.3 juta jiwa (Departemen Kesehatan Republik Indonesia

[Depkes RI], 2014) dan khususnya Riau dengan jumlah penduduk usia >14

tahun adalah 4.107.117 jiwa 1.2% diantaranya adalah penderita diabetes

dengan 1.0% (41.071) jiwa pernah terdiagnosis dan sebanyak 0.2% (8.214)

jiwa belum terdiagnosis diabetes (Riset Kesehatan Dasar [Riskesdas],

2013). Prevalensi DM di Riau menurut (Riskesdas, 2013) yang terdiagnosis

dokter didapatkan bahwa di Dumai sebanyak (1,7%), Bengkalis, Kuantan

Singingi (1,6%), dan Rokan Hilir (1,2%).

Tingginya angka kejadian DM juga diiringi dengan pesatnya

pengembangan obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin. Insulin dan OHO

yang dipasarkan telah dibuktikan memiliki rasio efektifitas yang baik

1
2

namum OHO juga memiliki efek samping yang bisa memperburuk keadaan

penderita. Golongan sulfonilurea mampu menurunkan kadar gula darah

dengan cara merangsang sekresi insulin dari sel -pankreas, hal ini efektif

bila sel -pankreas masih dapat berproduksi. Pemberian golongan

sulfonilurea tidak dianjurkan pada orang tua dan orang dengan insufisiensi

ginjal karena risiko hipoglikemik jangka panjang serta cendrung menaikkan

berat badan penderita, kemudian golongan biguanid (Metformin) juga

memiliki efek samping pada saluran cerna (diarrhea, abdomen discomfort,

nausea, anoreksia, metallic taste) dan golongan biguanid merupakan

kontraindikasi pada penderita insufisiensi ginjal, penyaikit hati, riwayat

asidosis laktat, gagal jantung dan penyakit paru kronik (Trihadiati et al,

2009) dan oleh sebab itu penggunaan tumbuhan obat kembali menjadi

pilihan.

Penggunaan tumbuhan sebagai obat sudah dikenal dari masa ke masa.

Indonesia yang merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati

menyebabkan banyak tumbuhan obat yang bisa tumbuh dengan baik dan

memiliki kegunaan tertentu, salah satu tanaman obat yang belakangan ini

menjadi perbincangan adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Sceff.)

Boerl.) (Meiyanti et al, 2006). Banyak penelitian yang telah dilakukan

terhadap buah mahkota dewa dengan hasil buah mahkota dewa mempunyai

aktifitas biologis sebagai antioksidan (Soeksmanto, 2006), anti gout

(Surtisna, 2010), anti kolesterol (Julizar, 2012), antihistamin dan anti radang

(Widowati, 2005), antioksidan dan antibakteri (Dewanti, 2005). Pernyataan


3

tersebut didukung karena kandungan fitokimia tumbuhan mahkota dewa

telah diteliti secara empirik dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid,

saponin, flavonoid, tanin dan phenol yang berguna untuk mengobati

berbagai penyakit (Lay et al, 2014). Hasil uji keamanan juga telah dilakukan

oleh (Hendra, 2005) menunjukkan perasan daging buah segar mahkota dewa

tidak mempengaruhi fungsi ginjal pada tikus jantan dan betina setelah

pemberian jangka panjang.

Masyarakat pada umumnya menggunakan mahkota dewa sebagai

pengobatan terutama daging buahnya. Daging buah mahkota dewa diolah

dengan cara direbus kemudian air rebusan diminum, cara pengolahan ini

hampir sama dengan pembuatan infusa buah mahkota dewa. Namun cara

yang lazim digunakan dimasyarakan ini dinilai tidak efektif karena

dilakukan tanpa mengetahui konsentrasi yang optimal. Berdasarkan hal

tersebut maka perlu dilakukan penelitian pada beberapa konsentrasi infusa

buah mahkota dewa untuk menentukan konsentrasi optimal yang bisa

menurunkan kadar glukosa darah yang akan diujikan pada mencit putih

(Mus musculus) jantan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian

ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian infusa buah

mahkota dewa berbeda terhadap penurunan kadar glukosa pada mencit putih

(Mus musculus) jantan.


4

1.3. Orisinalitas Penelitian

Ditinjau dari penelitian sebelumnya, tidak terdapat penelitian

mengenai efektifitas pemberian infusa mahkota dewa terhadap penurunan

kadar glukosa mencit. Namun ada beberapa penelitian mengenai pemberian

infusa buah mahkota dewa yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu:

a. Surtisna et al (2010) dalam penelitiannya melakukan uji untuk

mengetahui penurunan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan

yang diinduksi dengan potassium oxanat menggunakan daging buah

mahkota dewa. Hasil penelitian ini menunjukkan infusa daging buah

mahkota dewa dosis 1,25 g, 2,5 g dan 5 g/kgBB mampu menurunkan

kadar asam urat darah dalam serum mencit putih jantan yang diinduksi

potassium oxonate dengan dosis 250 mg/kgBB dan setara dengan kontrol

positif (allopurinolol 10 mg/kgBB)


b. Julizar et al (2012) dalam penelitiannya melakukan uji untuk

mengetahui penurunan kadar kolesterol darah pada 30 ekor tikus putih

jantan yang diberikan diet tinggi lemak menggunakan infusa buah

mahkota dewa. Hasil penelitian ini menunjukan hambatan maksimum

terhadap peningkatan kadar kolesterol darah tikus putih jantan pada

konsentrasi 194 mg dan 388 mg.

1.4. Tujuan Penelitian

Menganalisis efektivitas pemberian infusa buah mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa (Sceff.) Boerl.) terhadap penurunan kadar glukosa

pada mencit (Mus musculus) jantan.


5

`1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi pengetahuan mengenai infusa buah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Sceff.) Boerl.) terhadap

penurunan kadar glukosa.

2. Memberi informasi tentang referensi penggunaan dan pengujian

infusa buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Sceff.) Boerl.).

Anda mungkin juga menyukai