Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih

menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan di negara-negara berkembang

salah satunya adalah Indonesia. AKI bersama dengan AKB senantiasa menjadi

indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. AKI mengacu pada

jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas.

Hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012 menyebutkan bahwa

AKI untuk periode 6 tahun sebelum survei (2007-2012) sebesar 359/100.000

kelahiran hidup, sedangkan AKB untuk periode yang sama 6 tahun sebelum

survei (2007-2012) sebesar 32/1.000 kelahiran hidup (1).

AKI dan AKB yang tinggi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh

preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia dan eklamsia merupakan komplikasi

kehamilan yang memiliki akibat serius, yaitu menyebabkan morbiditas dan

mortalitas pada ibu dan bayi (2). Pada kondisi berat, preeklamsia dapat menjadi

eklamsia dengan penambahan gejala kejang yang dimungkinkan akibat efek pada

sistem saraf pusat (3,4,5). Apabila tidak segera diatasi, maka dapat

membahayakan ibu dan janin. Pada fetus, dapat terjadi retriksi pertumbuhan,

kematian dan prematuritas, sedangkan pada ibu, dapat terjadi komplikasi seperti

gagal ginjal, edema paru, stroke, dan kematian (6).

1
2

Menurut Vasarhelyi et al (2006) dan Khanduri (2006), bahwa angka

kejadian preeklamsia di negara maju adalah 3-10% kehamilan dan menyebabkan

8.370.000 kasus pertahun di seluruh dunia dan eklamsia sekitar 4-5 per 10.000

kehamilan, dengan 10% dari pasien tersebut meninggal dunia (7,8). Di Indonesia,

preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5-25%,

sedangkan kematian bayi antara 45-50% (9). Di bagian Obstetri dan Ginekologi

RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Januari-Desember 2009, terdapat 366 dari

2.769 wanita hamil yang didiagnosis preeklamsia dan eklamsia, dimana pasien

dengan preeklamsia berjumlah 322 orang dan eklamsia 44 orang, diantaranya

terdapat 4 ibu serta 38 bayi meninggal akibat preeklamsia dan eklamsia (10).

Status ekonomi masih menjadi faktor yang terkait dengan terjadinya

gangguan kehamilan. Status ekonomi seseorang juga berkaitan dengan kejadian

gangguan kehamilan preeklamsia dan eklamsia. Menurut Halim et al (2010),

bahwa preeklamsia dan eklamsia merupakan gangguan kehamilan yang umumnya

terjadi pada latar belakang sosial ekonomi yang rendah. Komplikasi yang paling

besar yang berperan meningkatkan peluang terjadinya kematian neonatal adalah

eklamsia pada kehamilan, hal ini berhubungan dengan angka kematian ibu dan

neonatal yang seringkali disebabkan oleh akses perawatan tidak mampu diperoleh

dan status sosial yang rendah. Faktor lain seperti tidak periksa kehamilan,

neonatal dengan berat badan kurang dengan kondisi sosial ekonomi dan status

kesehatan ibu yang juga kurang juga sangat berpengaruh. Pendapatan keluarga

yang rendah juga seringkali memicu ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya.

Mayoritas (82,40%) dari pasien dengan tingkat sosial ekonomi yang miskin, hidup
3

di daerah yang jauh dan tidak pernah mencari pemeriksaan antenatal yang tepat,

walaupun tinggal di dekat fasilitas tersebut (11,12,13). Status ekonomi juga akan

berpengaruh pada rendahnya tingkat nutrisi seorang ibu hamil yang juga

merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia dan eklamsia terutama di negara-

negara berkembang termasuk Indonesia (14).

Faktor status ekonomi seseorang dapat berhubungan dengan kejadian

gangguan kehamilan preeklamsia dan eklamsia. Selain itu, belum pernah

dilakukan penelitian tentang hubungan status ekonomi dengan kejadian

preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin. Oleh karena itu peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai hubungan status ekonomi dengan kejadian

preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan di teliti adalah apakah ada hubungan status ekonomi

dengan kejadian preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juni-

Agustus Tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status

ekonomi dengan kejadian preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin

Periode Juni-Agustus Tahun 2014.


4

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kasus preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin

Periode Juni-Agustus Tahun 2014.

2. Mengidentifikasi status ekonomi pasien preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin

Banjarmasin Periode Juni-Agustus Tahun 2014.

3. Menganalisis hubungan antara status ekonomi dan kejadian preeklamsia-

eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin Periode Juni-Agustus Tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi

tentang hubungan status ekonomi dengan kejadian preeklamsia-eklamsia di

RSUD Ulin Banjarmasin, kepada dokter, paramedis, masyarakat terutama pada

ibu, maupun pemerintah, sehingga dapat dijadikan gambaran guna mencegah

insidensi dan tingkat keparahan atau morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi

akibat preeklamsia-eklamsia. Selain itu juga dapat memberikan data bagi

kepentingan ilmu pengetahuan dan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.


5

E. Keaslian Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUD Ulin Banjarmasin yang akan membahas

tentang hubungan status ekonomi dengan kejadian preeklamsia-eklamsia pada

ibu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada definisi

operasional. Ada beberapa hasil suatu kajian dan penelitian terdahulu yang sedikit

banyak dapat mendukung dalam penelitian ini adalah:

No Judul Penelitian Nama Peneliti Aspek yang diteliti Tahun


1 Sosial ekonomi rendah Antonius Joko N Predisposisi 2008
merupakan salah satu kejadian
predisposisi kejadian preeklamsia
preeklamsia
2 Faktor-faktor risiko Rozikhan Faktor risiko 2007
terjadinya preeklamsia preeklamsia berat
berat di rumah sakit Dr. H.
Soewondo Kendal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Preeklamsia dan Eklamsia

1. Definisi Preeklamsia dan Eklamsia

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada

antepartum, intrapartum, dan postpartum, yang menyebabkan kematian ibu janin

dan neonatus di seluruh dunia (15,16). Preeklamsia juga merupakan kelainan

multisistem dalam kehamilan yang ditandai dengan trias preeklamsia, yaitu

peningkatan tekanan darah, proteinuria, dan edema yang terjadi sekitar 5% dari

seluruh kehamilan (6).

Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai kejang dan koma, serta

merupakan kegawatdaruratan obstetrik, dengan morbiditas dan mortalitas yang

tinggi bagi ibu dan bayinya (8). Sama halnya dengan preeklamsia, eklamsia dapat

timbul pada antepartum, intrapartum, dan postpartum. Eklamsia postpartum

umumnya terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan (15).

1. Epidemiologi Preeklamsia dan Eklamsia

Preeklamsia dan eklamsia merupakan bentuk yang paling parah pada

gangguan hipertensi saat kehamilan yang dikaitkan dengan morbiditas dan

mortalitas perinatal maupun maternal. Hal tersebut mempengaruhi sekitar 5-7%

kehamilan pertama dan pada 13-18% kehamilan berikutnya. Pada negara sedang

berkembang frekuensi preeklamsia dan eklamsia dilaporkan berkisar antara 0,3%-

6
7

0,7%, sedang di negara-negara maju angka eklamsia lebih kecil, yaitu 0,05%-

0,1%. Di Amerika Serikat, hampir 20% kematian setelah kehamilan berusia 20

minggu merupakan komplikasi dari preeklamsia (17,18). Di Indonesia,

preeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5-25%,

sedangkan kematian bayi antara 45-50%. Kejadian preeklamsia dan eklamsia di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 20072009 adalah

118 kasus (3,9%) dari total persalinan (3.036 persalinan), yang terdiri dari 19

kasus preeklamsia (16,1%) dan 99 kasus eklamsia (83,9%) (9). Sedangkan di

bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin pada bulan Januari-

Desember 2009, terdapat 366 dari 2.769 wanita hamil yang didiagnosis

preeklamsia dan eklamsia, dimana pasien dengan preeklamsia berjumlah 322

orang dan eklamsia 44 orang, diantaranya terdapat 4 ibu serta 38 bayi meninggal

akibat preeklamsia dan eklamsia (10).

2. Klasifikasi Preeklamsia dan Eklamsia

Secara umum, preeklamsia didefinisikan dan diklasifikasikan berdasarkan

perkembangan hipertensi dan proteinuria setelah kehamilan berumur 20 minggu

pada wanita yang sebelumnya normotensi. Preeklamsia diklasifikasikan menjadi

preeklamsia ringan dan berat. Preeklamsia ringan adalah suatu sindroma spesifik

kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang mengakibatkan terjadinya

vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel. Diagnosis preeklamsia ringan

ditegakkan berdasarkan dengan timbulnya hipertensi disertai proteinuria

dan/edema setelah kehamilan 20 minggu, dengan gejala hipertensi

sistolik/diastolik > 140/90 mmHg, proteinuria > 300 mg/24 jam atau > 1+ pada
8

pemeriksaan dipstick, dan adanya edema pada lengan, muka dan perut, serta

edema generalisata. Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan sistolik

> 160 mmHg dan tekanan diastolik > 110 mmHg, disertai proteinuria > 5 g/24

jam (15,16,19).

Eklamsia merupakan kegawatdaruratan kehamilan yang harus segera

ditangani. Pasien preeklamsia yang menunjukan gejala kejang dan koma disertai

dengan hipertensi yang ekstrim, hiperrefleksia, proteinuria, dan edema,

diindikasikan untuk segera ditangani secara intensif (19).

3. Faktor Risiko Preeklamsia dan Eklamsia

Sampai saat ini etiologi yang pasti dari preeklamsia dan eklamsia masih

belum diketahui. Beberapa faktor yang berhubungan dengan preeklamsia adalah

primigravida, multigravida, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya,

hipertensi kronik, diabetes gestasional, gangguan vaskular dan jaringan ikat

(lupus, nefritis lupus, sindroma antibodi anti fosfolipid), status ekonomi, tingkat

nutrisional, obesitas, usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, ras Afrika-

Amerika, riwayat keluarga menderita hipertensi, riwayat keluarga menderita

preeklamsia, infark miokard atau stroke serta peningkatan konsentrasi

homosistein (20-24).

Faktor risiko terjadinya eklamsia adalah riwayat preeklamsia sebelumnya,

hipertensi atau tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg,

penyakit ginjal atau proteinuria, diabetes melitus, kehamilan kembar, obesitas

(IMT > 35), riwayat keluarga preeklamsia (ibu atau saudara perempuan), usia

yang ekstrim (kehamilan usia muda atau > 40 tahun), kondisi sosial ekonomi
9

rendah, ras Arab, Afrika dan Amerika, penyakit hydrops fetalis, serta sindroma

antibodi anti fosfolipid (21,25).

Eklamsia selalu didahului oleh preeklamsia. Perawatan prenatal untuk

kehamilan dengan predisposisi preeklamsia perlu dengan ketat dilakukan. Sering

dijumpai wanita hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang eklamsia,

karena tidak terdeteksi adanya preeklamsia sebelumnya (15).

4. Patofisiologi Preeklamsia dan Eklamsia

Penyebab preeklamsia dan eklamsia hinga kini belum diketahui dengan

jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya preeklamsia dan

eklamsia. Dengan sebab yang belum jelas, pada kehamilan preeklamsia, uterus

dan plasenta tidak mendapatkan aliran darah yang cukup dari cabang-cabang

arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri

arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus

endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada

kehamilan preeklamsia hanya sedikit terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot

arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi

distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan

tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada

utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin tidak cukup banyak dan perfusi

jaringan juga menurun, sehingga kurang menjamin pertumbuhan janin dengan

baik. Proses normal dalam kehamilan dinamakan remodeling arteri spiralis, yang

pada kehamilan preeklamsia kemungkinan tidak terjadi (15,24).


10

5. Penatalaksanaan Preeklamsia dan Eklamsia

Setiap kehamilan diatas umur 20 minggu yang mengalami kejang

diperlakukan sebagai eklamsia sampai terbukti lain. Bila diagnosis eklamsia sudah

ditegakkan, maka usaha selanjutnya adalah (25):

a. Mengatasi dan mencegah kejang, menggunakan MgSO4 sesuai protap yang

disepakati;

b. Melindungi pasien dari cedera akibat kejang termasuk melindungi lidah dari

risiko tergigit;

c. Menstabilkan hemodinamik. Defisiensi relative cairan serta hemokosentrasi

diatasi dengan pemberian cairan secara hati-hati, diuretika dihindari sedapat

mungkin;

d. Bila tekanan darah > 160/110 mmHg atau mean arterial pressure (MAP) >

125 mmHg, diberikan pula obat antihipertensi;

e. Dengan pertimbangan tertentu, terminasi kehamilan dapat dilakukan dengan

induksi persalinan dengan oksitosin (tanpa atau dengan pematangan serviks

memakai derivat prostaglandin) atau langsung seksio sesarea tergantung

kondisinya;

f. Mengatasi komplikasi yang terjadi;

g. Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif.


11

B. Status Ekonomi

1. Definisi Status Ekonomi

Definisi dari status ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang

atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti

tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya (26).

2. Klasifikasi Status Ekonomi

Berdasarkan definisi, maka klasifikasi status ekonomi berdasarkan standar

Upah Minimum Regional (UMR), yaitu penghasilan suatu keluarga dikategorikan

menengah keatas jika lebih dari atau sama dengan besaran UMR, sedangkan

menengah kebawah jika kurang dari besaran UMR pada pendapatan perbulannya.

Berdasarkan data dari UMR di masing-masing provinsi. Berikut daftar besaran

UMR tahun 2014 dari 20 Provinsi (27):

1. Kalimantan Selatan Rp. 1.620.000,-

2. Kalimantan Tengah Rp. 1.723.970,-

3. Kalimantan Barat Rp. 1.380.000,-

4. Kalimantan Timur Rp. 1.886.315,-

5. Banten Rp. 1.325.000,-

6. Jambi Rp. 1.502.300,-

7. Sulawesi Tenggara Rp. 1.400.000,-

8. Sulawesi Barat Rp. 1.490.000,-

9. Sulawesi Utara Rp. 1.505.850,-

10. Sulawesi Tengah Rp. 1.250.000,-

11. Bangka-Belitung Rp. 1.640.000,-


12

12. Papua Rp. 1.900.000,-

13. Bengkulu Rp. 1.350.000,-

14. NTB Rp. 1.210.000,-

15. Jakarta Rp. 2.441.301,-

16. Kepulauan Riau Rp. 1.665.000,-

17. Riau Rp. 1.700.000,-

18. Nanggroe Aceh Darussalam Rp. 1.750.000,-

19. Maluku Rp. 1.415.000,-

20. Gorontalo Rp. 1.325.000,-


BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA

A. Landasan Teori

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada

antepartum, intrapartum, dan postpartum, yang menyebabkan kematian ibu janin

dan neonatus di seluruh dunia (15,16). Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai

kejang dan koma, serta merupakan kegawatan obstetrik, dengan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi pada ibu dan bayi (8).

Faktor risiko yang berhubungan dengan preeklamsia dan eklamsia adalah

primigravida, kehamilan ganda, riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya,

hipertensi kronik, diabetes gestasional, gangguan vaskular dan jaringan ikat

(contohnya lupus, nefritis lupus, sindroma antibodi anti fosfolipid), obesitas, usia

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, riwayat keluarga menderita

hipertensi, riwayat keluarga menderita preeklamsia, infark miokard atau stroke

serta peningkatan konsentrasi homosistein (20-24). Kejadian preeklamsia dan

eklamsia di Indonesia merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5-25%,

sedangkan kematian bayi antara 45-50% (9).

Status ekonomi masih menjadi faktor yang terkait dengan terjadinya

gangguan kehamilan. Status ekonomi seseorang juga berkaitan dengan kejadian

gangguan kehamilan preeklamsia dan eklamsia. Menurut Halim et al (2010),

bahwa preeklamsia dan eklamsia merupakan gangguan kehamilan yang umumnya

terjadi pada latar belakang sosial ekonomi yang rendah. Komplikasi yang paling

13
14

besar yang berperan meningkatkan peluang terjadinya kematian neonatal adalah

eklamsia pada kehamilan, hal ini berhubungan dengan angka kematian ibu dan

neonatal yang seringkali disebabkan oleh akses perawatan tidak mampu diperoleh

dan status sosial yang rendah. Faktor lain seperti tidak periksa kehamilan,

neonatal dengan berat badan kurang dengan kondisi sosial ekonomi dan status

kesehatan ibu yang juga kurang juga sangat berpengaruh. Pendapatan keluarga

yang rendah juga seringkali memicu ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya.

Mayoritas (82,40%) dari pasien dengan tingkat sosial ekonomi yang miskin, hidup

di daerah yang jauh dan tidak pernah mencari pemeriksaan antenatal yang tepat,

walaupun tinggal di dekat fasilitas tersebut (11,12,13). Status ekonomi juga akan

berpengaruh pada rendahnya tingkat nutrisional seorang ibu hamil yang juga

merupakan faktor risiko terjadinya preeklamsia-eklamsia terutama di negara-

negara berkembang termasuk Indonesia (14).


15

Ibu hamil

Faktor obstetrik Faktor non-obstetrik

Gangguan vaskular dan Status ekonomi


jaringan ikat

Menengah keatas Menengah kebawah

ANC dan tingkat nutrisional

Preeklamsia-eklamsia

Keterangan:
: diteliti secara langsung

: tidak diteliti secara langsung

: menyebabkan

: terdiri dari

Gambar 3.1. Skema Kerangka Konsep Hubungan Status Ekonomi dan Kejadian
Preeklamsia-Eklamsia
16

B. Hipotesa

Berdasarkan landasan teori di atas maka dibuat hipotesa bahwa pada

penelitian ini terdapat hubungan antara status ekonomi dan kejadian preeklamsia-

eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Data yang diambil adalah data primer, yaitu hasil

pengambilan data dari lembar wawancara preeklamsia-eklamsia yang dilakukan di

bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu hamil yang berada di bagian

Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan periode

Juni-Agustus tahun 2014.

2. Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan

menandatangani lembar informed consent. Teknik pengambilan sampel adalah

dengan teknik accidental sampling dengan minimal sampel sebanyak 100

orang. Kriteria inklusi untuk subyek dalam penelitian ini adalah wanita yang

memenuhi kriteria preeklamsia-eklamsia dan kehamilan non patologis yang

mengisi lembar wawancara dengan lengkap sesuai data yang diperlukan.

Kriteria eksklusi adalah jika subyek memiliki riwayat hipertensi sebelum usia

kehamilan 20 minggu dan subyek tidak kooperatif saat pengisian lembar

17
18

wawancara. Sumber data yang diperoleh pada penelitian ini adalah dari

lembar wawancara.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

wawancara preeklamsia-eklamsia yang digunakan di bagian Obstetri-Ginekologi

RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah status ekonomi.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah preeklamsia-eklamsia.

E. Definisi Operasional

1. Kejadian preeklamsia-eklamsia adalah suatu kondisi patologis pada ibu hamil

yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria, edema, atau disertai kejang

menyeluruh atau koma (15). Klasifikasi pada penelitian ini adalah kejadian

preeklamsia-eklamsia. Sumber data yang didapat pada kejadian preeklamsia-

eklamsia ini adalah dari lembar wawancara.

2. Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau suatu keluarga di

masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat

dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok. Subyek akan di

kategorikan berdasarkan standar upah minimum regional (UMR) tahun 2014


19

yang sesuai dari domisili subyek di berbagai daerah di Indonesia. Jika subyek

berdomisili di Kalimantan Selatan, maka akan digunakan UMR Kalimantan

Selatan dengan dikategorikan sebagai berikut:

a. Menengah keatas

Dikategorikan menengah keatas jika dengan sumber data yang didapat dari

lembar wawancara, pendapatan perbulannya lebih dari atau sama dengan

standar UMR sesuai daerah yang didomisili. Jika subyek berdomisili di

Kalimantan Selatan, maka pendapatan perbulannya > Rp. 1.620.000,-

(standar UMR Kalsel, 2014).

b. Menengah kebawah

Dikategorikan menengah kebawah jika dengan sumber data yang didapat

dari lembar wawancara, pendapatan perbulannya kurang dari standar

UMR sesuai daerah yang didomisili. Jika subyek berdomisili di

Kalimantan Selatan, maka pendapatan perbulannya < Rp. 1.620.000,-

(standar UMR Kalsel, 2014).

F. Prosedur Penelitian

Prosedur yang pertama kali dilakukan adalah meminta izin pada bagian

Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan untuk

mengambil data lembar wawancara preeklamsia-eklamsia. Langkah kedua yaitu

menentukan sampel penelitian. Sampel dipilih sesuai kriteria inklusi dari lembar

wawancara penelitian preeklamsia dan eklamsia yang telah diisi secara lengkap.

Langkah ketiga yaitu mengolah data sampel yang telah dikumpulkan.


20

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data dari lembar wawancara dimasukkan kedalam tabel pengumpulan data

penelitian. Pengumpulan data dilakukan pada periode Juni-Agustus tahun 2014 di

bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Banjarmasin dan pengolahan data

dilakukan setelah data dikumpulkan. Hasil pengumpulan data di tampilkan dalam

bentuk tabel frekuensi.

H. Cara Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis bivariat masing-masing variabel

dengan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika uji chi-square tidak

sesuai maka akan digunakan uji Fisher.

I. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit

Umum Daerah Ulin Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan pada

periode Juni-Agustus tahun 2014.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai hubungan status ekonomi dengan kejadian preeklamsia-

eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin telah dilaksanakan pada periode Juni-

Agustus tahun 2014 dan didapatkan sampel sebanyak 56 orang. Sampel penelitian

diambil dari lembar wawancara preeklamsia-eklamsia di bagian obstetri dan

ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014 yang telah

didiagnosis preeklamsia-eklamsia oleh dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi.

Sampel kehamilan normal tanpa komplikasi pada penelitian ini diambil dari

lembar wawancara kehamilan/persalinan normal tanpa komplikasi di bagian

obstetri dan ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014

didapatkan sebanyak 52 orang. Data yang dikumpulkan adalah data primer.

Tabel 5.1. Distribusi Kejadian Preeklamsia-eklamsia di Bagian Obstetri dan


Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus Tahun
2014.

No Diagnosa Frekuensi %
1 Preeklamsia-eklamsia 56 51,85
2 Normal 52 48,15
Total 108 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 108 sampel yang didapat, terdapat 56

(51,85%) kejadian preeklamsia-eklamsia dan 52 (48,15%) kehamilan normal

tanpa preeklamsia-eklamsia.

21
22

Tabel 5.2. Distribusi Status Ekonomi di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus Tahun 2014.

No Status Ekonomi Frekuensi %


1 Menengah ke atas 50 46,30
2 Menengah ke bawah 58 53,70
Total 108 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 108 sampel yang didapat, terdapat 50

(46,30%) status ekonomi menengah ke atas dan 58 (53,70%) status ekonomi

menengah ke bawah.

Tabel 5.3. Hubungan Status Ekonomi dengan Kejadian Preeklamsia-Eklamsia di


Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin periode
Juni-Agustus Tahun 2014.

Diagnosis
Status Ekonomi Total Nilai p
PE-E Tidak PE-E
Menengah ke atas 36 (64,25%) 14 (26,92%) 50 (46,30%)
Menengah ke bawah 20 (35,71%) 38 (73,08%) 58 (53,70%) 0,000
Total 56 (100%) 52 (100%) 108 (100%)

Pada tabel 5.3 menunjukan bahwa pada status ekonomi menengah ke atas

memiliki angka preeklamsia-eklamsia lebih tinggi daripada status ekonomi

menengah ke bawah, dimana jumlah pasien yang preeklamsia-eklamsia dan

memiliki status ekonomi menengah ke atas adalah 36 (64,25%) orang dan yang

memiliki status ekonomi menengah ke bawah adalah 20 (35,71%) orang.

Hubungan status ekonomi dengan kejadian preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin

Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014 diketahui dengan menguji hipotesa

tersebut dengan uji chi-square.

Hasil penelitian yang tersaji pada tabel 5.3 juga menggambarkan deskripsi

masing-masing sel untuk nilai observed dan expected. Tabel 2x2 ini layak untuk
23

diuji dengan chi-square, karena pada uji tersebut didapatkan nilai p<0,05, maka

didapatkan hasil yang bermakna dan hipotesa penelitian diterima, yaitu secara

umum terdapat hubungan yang bermakna pada hubungan status ekonomi dengan

kejadian preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus

tahun 2014.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Rozikhan tahun 2007, hasil penelitian menunjuksan bahwa kejadian preeklamsia-

eklamsia di RS dr. H. Soewondo Kendal tahun 2007 dari 56 responden yang

masuk kategori menengah ke bawah sebanyak 31 orang mengalami preeklamsia

berat dan sebanyak 25 orang yang tidak mengalami preeklamsia berat. Dari hasil

analisis menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara hubungan status

ekonomi dengan kejadian preeklamsia-eklamsia yang ditunjukan dengan nilai

p<0,05 (28).

Status sosial ekonomi biasanya akan menimbulkan permasalahan yang

kompleks, karena permasalahan tersebut mereka tidak sempat memperhatikan hal-

hal lain dalam kehidupan mereka yang bersifat sekunder, kecuali kebutuhan

utamanya mencari nafkah sehingga pasangan usia subur kurang memperhatikan

masalah-masalah reproduksi. Pada status ekonomi menengah ke atas, seringkali

adanya perilaku konsumtif dan gaya hidup tidak sehat yang dapat menyebabkan

berbagai gangguan kesehatan. Gaya hidup merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi kesehatan seseorang. Gaya hidup yang tidak sehat dapat

menyebabkan obesitas, hipertensi, dan diabetes mellitus dan penyakit risiko

peningkatan terjadinya preeklamsia-eklamsia. Gaya hidup tidak sehat juga


24

merupakan suatu gaya hidup yang tidak memperhatikan faktor-faktor tertentu

yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan dan olahraga, kurangnya

kesadaran dalam perilaku hidup sehat dan aktivitas yang padat menjadi faktor

tidak adanya waktu untuk berolahraga, serta asupan nutrisi yang kurang baik

seperti kurangnya mengkonsumsi sayur dan buah akan berdampak pada kesehatan

seseorang sehingga menjadi faktor risiko terjadinya berbagai gangguan kesehatan

(26,29,30).

Faktor risiko seperti tidak periksa kehamilan, kondisi sosial ekonomi dan

status kesehatan ibu yang juga kurang seperti adanya riwayat preeklamsia

sebelumnya, obesitas (IMT > 35), riwayat keluarga preeklamsia (ibu atau saudara

perempuan), juga sangat berpengaruh terhadap kejadian preeklamsia-eklamsia.

Perilaku konsumtif dan gaya hidup tidak sehat sering menyebabkan gangguan

kesehatan seperti obesitas atau penyakit sertaan. Obesitas memicu kejadian

preeklamsia, seseorang disebut mengalami obesitas apabila berat badan naik

melampaui 20% dari berat badan normal. Risiko preeklamsia meningkat sebesar 2

kali lipat setiap peningkatan berat badan 20% dari berat badan normal, selain itu

ditemukan adanya peningkatan risiko preeklamsia dengan adanya peningkatan

BMI. Wanita dengan BMI > 35 sebelum kehamilan memiliki resiko empat kali

lipat mengalami preeklamsia dibandingkan dengan wanita dengan BMI 19-27.

Pada umumnya seseorang dengan obesitas memiliki pola makan dengan rendah

serat serta tinggi kalori dan lemak. Rendahnya serat mengakibatkan sedikitnya

konsumsi buah dan sayur dan penurunan antioksidan yang merupakan salah satu

penyebab meningkatnya risiko preeklamsia (26,31,32).


25

Hasil penelitian tersebut di atas juga sesuai dengan penelitian yang telah

dilakukan oleh Sumiati dan Dwi Fitriyani yang mendapatkan dari 30 ibu hamil

yang diteliti, didapatkan kejadian preeklamsia dengan penderita obesitas sebanyak

27 ibu hamil (33).


BAB VI

PENUTUP

B. Simpulan

Simpulan penelitian ini adalah:

1. Terdapat 56 orang ibu hamil dengan kejadian preeklamsia-eklamsia selama

masa penlitian di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014.

2. Status ekonomi menengah atas dengan kejadian preeklamsia-eklamsia di

RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun 2014 yaitu sebanyak 36

(64,25%) orang dan tanpa kejadian preeklamsia-eklamsia yaitu sebanyak 14

(26,92%) orang. Sedangkan Status ekonomi menengah bawah dengan

kejadian preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-

Agustus tahun 2014 yaitu sebanyak 38 (73,08%) orang dan tanpa kejadian

preeklamsia-eklamsia yaitu sebanyak 20 (35,71%) orang.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara status ekonomi dengan kejadian

preeklamsia-eklamsia di RSUD Ulin Banjarmasin periode Juni-Agustus tahun

2014, (p=0,000).

C. Saran

Dengan mengetahui status ekonomi yang berisiko terjadinya preeklamsia-

eklamsia, sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan tenaga medis dan ibu hamil

agar ibu hamil tidak sampai mengalami kejadian preeklamsia-eklamsia. Selain itu

26
27

juga agar dalam penelitian selanjutnya, dalam pengambilan sampel dapat

dilakukan dengan lebih baik, agar data yang didapat lebih teliti dan valid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Profil kesehatan Indonesia 2013. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
2. Haelterman E, Sylvie M, Agathe C, Michle D. Population-based study on
occupational risk factors for preeclampsia and gestational hypertension.
Scand J Work Environ Health 2007;33(4):304317.
3. Roberts JM, & Hilary SG. Preeclampsia: recent insights. Hypertension
2005;46:1243-1249.
4. Thadhani R, & Caren GS. Preeclampsia a glimpse into the future?. N Engl
J Med 2008;359;8.
5. Nakagawa K, Farzaneh AS, Allan HR. Ultra-early magnetic resonance
imaging findings of eclampsia. Arch Neurol 2008;65(7):974-976.
6. Solomon CG, and Ellen WS. Preeclampsia searching for the cause. N Engl
J Med 2004;350:7.
7. Vsrhelyi B, Cseh , Kocsis I, Treszl A, Gyrffy B, dan Rig J. Three
mechanisms in the pathogenesis of pre-eclampsia suggested by over-
represented transcription factor-binding sites detected with comparative
promoter analysis. Molecular Human Reproduction 2006;(12):1;3134.
8. Khanduri CKC. Severe eclampsia with unusual and alarming presentation
and alarming presentation: anesthetic management. Indian J. Anaesth
2006;50(6):466-468.
9. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi kejadian
preeklampsia/eklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun
2007-2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 13 No.4 Oktober
2010: 378385.
10. Anonymous. Laporan persalinan kamar bersalin. Banjarmasin: Bagian
Obstetri-Ginekologi RSUD Ulin Banjarmasin. 2009.
11. Halimi S, Syed M, Ashhad H. Eclampsia and its association with external
factors. J Ayub Med Coll Abbottabad 2010;22(3).
12. Djaja S, Tin A, Ahmad S. Peran faktor sosio ekonomi dan biologi terhadap
kematian neonatal di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2007;(57):8.
13. Markovitz BP, Rebeka C, Louise HF, and Terry LL. Socioeconomic factors
and adolescent pregnancy outcomes: distinctions between neonatal and post-
neonatal deaths?. BMC Public Health 2005, 5:79.
14. Villar J, M Purwar, M Merialdi. World health organisation multicenter
randomised trial of supplementation with vitamins C and E among pregnant
women at high risk for pre-eclampsia in populations of low nutritional status
from developing countries. BJOG An International Journal of Obstetrics and
Gynaecology 2009, 780-788.
15. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2010.
16. Lam C, Kee-Hak L, Ananth K. Circulating Angiogenic Factors in the
pathogenesis and prediction of preeclampsia. Hypertension. 2005; 46:1077-
1085.
17. Park M, UC Brewster. Management of preeclampsia. Hospital Physician
2007; 25-32.
18. Williams PJ, Khalid G, Marco S, Christopher WR, Thomas WR. Inositol
phosphoglycan P-Type in preeclampsia a novel marker?. Hypertension.
2007;49:84-89.
19. Mabie W, Sibai B. Hypertensive states of pregnancy. Ed 8. USA: Lange
Medical Book, 1994.
20. Brown DW, Dueker N, Jamieson DJ. et al. Preeclampsia and the risk of
ischemic stroke among young women: results from the stroke prevention in
young women study. Stroke. 2006 Apr;37(4):1055-9.
21. Ginzburg VE and Wolff B. Headache and seizure on postpartum day 5: late
postpartum eclampsia. CMAJ. 2009 February 17; 180(4): 425428.
22. Phaloprakarn C, Tangjitgamol S. Risk assessment for preeclampsia in women
with gestational diabetes mellitus. Journal of Perinatal Medicine (Impact
Factor: 1.95).2009; 37(6):617-21.
23. Emery SP. Hypertensive disorders of pregnancy: overdiagnosis is appropriate.
Cleve Clin J Med. 2005 Apr;72(4):345-52.
24. Farhat R and Roohi M. Caesarean versus vaginal delivery in the management
of eclampsia. Professional Med J Mar 2007; 14(1).
25. Karkata, Kornia M. Pro-kontra penanganan aktif eklampsia dengan seksio
sesarea. Cermin Dunia Kedokteran 2007; 34(5): 242-244.
26. Soerjono S. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1990.
27. Website Resmi Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. 2013; (online),
(http://www.kalselprov.go.id/informasi-terkini/407-ump-kalsel-rp1-620-000,
diakses pada tanggal 1 Maret 2014).
28. Rozikhan. Faktor faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah
Sakit dr. H. Soewondo Kendal. Universitas Diponegoro Semarang. 2007.
29. Kartono. Perilaku Manusia. Jakarta: ISBN, 2006.
30. Eryka Isnaeni Siswianti. Hubungan Gaya Hidup Ibu Hamil Terhadap Kejadian
Preeklamsia di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.M.Soewandhie. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 2013.
31. Ekaidem IS, Bolarin DM, Udoh AE. Plasma Fibronectin Concentration in
Obese/Overweight Pregnant Women: A Possible Risk Factor for
Preeclampsia. Ind J Clin Biochem. 2011; 26(2):187192.
32. Ehrenthal DB, Jurkovitz C, Hoffman M. et al. Prepregnancy body mass index
as an independent risk factor for pregnancy-induced hypertension. J Womens
Health (Larchmt). 2011; 20(1):67-72.
33. Sumiati, Dwi Fitriyani. Hubungan obesitas terhadap pre eklampsia pada
kehamilan di RSU Haji Surabaya. Embrio, Jurnal Kebidanan. 2012; Vol I no.
2.

Anda mungkin juga menyukai