Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

DEFISIENSI GROWTH HORMONE

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi

Disusun oleh:
Wanda Damayanti
030.11.306

Pembimbing:
dr. Hj. Siti Rahma, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PERIODE 08 MEI 22 JULI 2017

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa : Wanda Damayanti


Bagian : Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi
Periode : Periode 08 Mei 22 Juli 2017
Judul : Defisiensi Growth Hormone
Pembimbing : dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.

Jakarta, Juli 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan ridho-NYA
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Defisiensi Growth HORMONE.
Referat yang berjudul Defisiensi Gowth Hormone. ini bertujuan untuk mengetahui
tentang kelainan dan mengenali tanda-tanda terjadinya secara lebih luas melalui
definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, gejala klinis, diagnosis,penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis, dan pencegahan.
Penyusun menyadari dalam penulisan referat ini masih banyak kekurangan
dan masih banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan penyusun
dalam ruang lingkup Tumbuh Kembang, khususnya yang berhubungan dengan referat
ini.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing di
DepartemenAnak Rumah Sakit Daerah Umum Kota Bekasi, atas ilmu dan
bimbingannya selama ini, khususnya kepada dr. Hj. Siti Rahma, SpA. selaku
pembimbing dalam penyusunan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi para
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, baru dimulai lebih
dari 270 tahun yang lalu sejak publikasi buku tentang pertumbuhan yang di tulis oleh
Johann Augustin Stoelller (1729) dengan judul Wachstum der Menschen in die Lange,
dalam buku ini tidak memuat ukuran-ukuran antropometri. Penelitian tentang
pertumbuhan yang sebenarnya baru dilaporkan pertama kali beberapa tahun setelah
itu dalam sebuah tesis doktoral oleh Christian Freidrich Jampert (1754). Jampert
mengukur dan mencatat tinggi badan, berat badan, dan dimensi lain pada anak laki-
laki dan perempuan di Royal Orphange Berlin dalam rangka menyelesaikan penelitian
belah lintang tentang pertumbuhan. Count Philibert Gueneau de Montebeillard (1759-
1777) melakukan penelitian longitudinal yang pertama pada tinggi badan dengan
mencatat tinggi badan anak laki-lakinya sejak lahir sampai usia 18 tahun. Catatan ini
digunakan secara luas dan dijadikan rujukan selama beberapa tahun.Sampai akhir
abad 19, buku teks pediatri hanya sedikit yang membahas tentang
pertumbuhan.Penelitian klinis tentang pertumbuhan semakin berkembang setelah
diperkenalkan endokrinologi pediatri sebagai salah satu sub spesialisasi dan diketahui
tentang defisiensi hormon pertumbuhan (GH).

Perawakan pendek menyebabkan kekhawatiran pada orang tua, anak atau


dokter anak yang merawatnya, apalagi dengan.adanya pendapat yang menyatakan
anak tinggi lebih baik, menyebabkan efek psikososial dan diskriminasi pada anak
pendek, tingkat keparahan tergantung pada derajat pendek seseorang dan tingkat
toleransi sosial budaya setempat. Badan yang tinggi dikaitkan dengan keberhasilan
dalam berbagai hal, sebagai contoh besar gaji dan penerimaan tenaga kerja, besar
polis asuransi jiwa, dan adat yang menganggap bahwa laki-laki harus selalu lebih
tinggi dari pasangannya. Pada sebuah penelitian di Swedia, dilakukan evaluasi pada
semua laki-laki yang lahir pada tahun 1976 dan menjalani wajib militer pada tahun
1994, kecuali pada laki-laki dengan penyakit yang mempengaruhi pertumbuhan dan
data tidak lengkap (populasi subjek 32.887). Dari data tersebut didapatkan bahwa
pada laki-laki yang tinggi badannya dibawah -2 SD: (1) lebih banyak menderita
gangguan psikiatrik dan muskuloskeletal, (2) lebih sering mengalami instabilitas
psikologis dan kurang cocok untuk menjadi pemimpin dan (3) skor intelegensia dan
penilaian fungsi psikologis selama stress mental lebih rendah.

Bagaimanapun juga perawakan pendek menyebabkan komplikasi medik lebih


besar dibanding aspek psikososialnya, karena pertumbuhan merupakan tanda yang
paling sensitif pada anak, walaupun bersifat tidak spesifik. Diagnosis bandingnya
sangat luas. Dilihat dari aspek lainnya, perawakan pendek seringkali merupakan tanda
yang pertama bahkan satu-satunya tanda yang muncul dari berbagai problem medis
yang mendasari. Pengenalan, menentukan diagnosis dan terapi dari masalah medis
yang mendasarinya secara tepat merupakan hal yang sangat penting bagi anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Disebut perawakan pendek bila tinggi badan kurang dari -2 SD ( < persentil ke
3) sesuai usia dan jenis kelamin anak, populasi normal sebagai rujukan. Termasuk ini
Dwarfisme merupakan perawakan pendek yang parah, tinggi badan kurang dari -3
SD. Midgets adalah perawakan pendek dengan proporsi fisik normal. Perawakan
pendek, dapat juga didefinisikan tinggi badan kurang dari -2 SD dibawah tinggi badan
target kedua orang tuanya (midparental height). Sehingga anak dengan tinggi badan
pada persentil ke 25 sesuai usia dan jenis kelaminnya, kemungkinan klinis perawakan
pendek bila potensi genetiknya pada persentil ke 90. Atau dikatakan pendek bila
perlambatan laju pertumbuhan abnormal. Pada usia 3 tahun sampai pubertas, bila rata-
rata laju pertumbuhan kurang dari 5 cm / tahun, maka harus mendapat perhatian.

Atau bila perlambatan kecepatan pertumbuhan terjadi penurunan memotong


kanal rentang persentil grafik pertumbuhan. Keadaan ini terutama terjadi pada usia
lebih dari 18 bulan. Sebelum usia 18 bulan, bayi mengalami perubahan dari ukuran
saat lahir, hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (kehamilan yang sehat,
kecukupan perfusi plasenta, kesehatan ibu hamil), menuju kurva intrinsiknya sendiri
yang akan diikuti sampai dewasa. Bilamana seorang anak memenuhi salah satu
kriteria diatas (lihat kotak 1), maka harus segera di lakukan investigasi.
B. ETIOLOGI

a. Faktor keturunan

Familial Short Stature (FSS), perawakan pendek disebabkan faktor


keturunan.Anak mengikuti kurva pertumbuhan pendek tetapi mempunyai kecepatan
pertumbuhan normal dan umur tulang normal; kurva pertumbuhannya sejajar dengan
kurva normal dan tinggi badan akhir sesuai dengan tinggi midparental.Pemeriksaan
laboratorium, semuanya dalam batas normal.
Constitutional growth delay (CGD). Maturasi tulang terlambat dibanding usia
kronologik tetapi semuanya dalam batas normal. Dibanding teman sebaya dengan usia
kronologik sama, relatif pendek. Ketertinggalan ini paling menonjol pada masa
prapubertas, teman sebayanya sudah memasuki pubertas dan mengalami tumbuh kejar
pubertas, anak ini masih dalam kecepatan pertumbuhan prapubertas yang lambat.Pada
kasus yang lebih parah terjadi sedikit deselerasi pertumbuhan sebelum timbul
pubertas.Akan tetapi, pada saat teman lainnya telah selesai pubertas dan lempeng
pertumbuhannya telah menutup, anak ini terus tumbuh dan mencapai tinggi badan
dewasa sesuai dengan tinggi badan midparental.Kadang CGD tumpang tindih dengan
FSS, sehingga anak ini tinggi badannya tetap sangat pendek.
b. Penyebab non organik

Penyebabnya ekstrinsik, antara lain faktor lingkungan-sosial dan nutrisi. Faktor


psikososial disebabkan oleh penyiksaan, penelantaran dan deprivasi emosional, yang
menyebabkan gangguan pemenuhan intake dan atau depresif, beberapa anak
mengalami defisiensi sementara GH atau hormon hipofisis anterior lain. Terapi
utamanya adalah menghindarkan anak dari lingkungan yang berbahaya dan
menempatkan pada panti asuhan atau rumah sakit; biasanya setelah itu akan terjadi
kejar tumbuh tanpa perlu terapi hormonal.
Asupan nutrisi kurang, merupakan penyebab utama perawakan pendek di seluruh
dunia.Defisiensi nutrisi berat terlihat jelas, misalnya kwashiorkor, tetapi pada
sebagian besar kasus kelainannya ringan.Asupan nutrisi suboptimal disebabkan
ketidaktahuan kebutuhan nutrisi secara benar (misal: memberikan sari buah
berlebihan, susu formula terlalu encer, atau diet yang sangat tidak seimbang akibat
kepercayaan tertentu), teknik pemberian makan yang tidak benar, atau akibat
gangguan dinamika pemberian makan (kepercayaan yang dihubungkan dengan
kelainan lain).Fima Lifshitz dkk (1980), menyatakan adanya ketakutan pada obesitas
dan hiperkolesterolemia sebagai penyebab spesifik kekurangan asupan nutrisi.
Dengan merebaknya epidemi obesitas diantarapenduduk Amerika serta pemberitaan
media yang menekankan kecantikan pada tubuh yang langsing, maka beberapa orang
tua membatasi asupan makanan anak; akibat ketakutan pada asupan diet berlebihan
tanpa menyadari anak mereka kekurangan nutrisi untuk pertumbuhan normal. Jika
anak sudah cukup dewasa maka mereka sendiri akan membatasi asupan makanan,
kadang-kadang tanpa sepengetahuan orang tua. Tanda telah terjadi gagal tumbuh dan
kekurangan nutrisi adalah turunnya kurva berat badan yang terjadi sebelum
penurunan kurva tinggi badan.Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mengembalikan
kejar tumbuh berat badan dan tinggi badan.

Perawakan pendek dapat juga disebabkan oleh defisiensi mikronutrien


tertentu.Penyebab paling sering adalah defisiensi zat besi dan seng.Anemia mikrositik
dan akrodermatitis enterohepatika merupakan penyakit yang sering muncul akibat
defisiensi zat tersebut namun tidak selalu berhubungan dengan perawakan
pendek.Modifikasi diet dan pemberian suplementasi mikronutrien dapat mengkoreksi
masalah ini.

c. Penyebab intrinsik

Sebagian besar anak yang lahir SGA mengalami kejar tumbuh postnatal dan tinggi
badannya normal saat dewasa, tetapi kira-kira 10% diantaranya tidak mengalami kejar
tumbuh. Kelompok ini masih tetap pendek (tinggi kurang dari -2 SD) dan cenderung
mempunyai nafsu makan rendah, badan kurus, akselerasi maturasi tulang sejak masa
mid- childhood, pubertas relatif lebih awal, dan insiden intoleransi karbohidrat
meningkat.Dengan terapi GH menunjukkan perbaikan skor SD tinggi badan,
meskipun anak tersebut tidak menderita defisiensi GH. Sehingga FDA
merekomendasikan terapi GH pada anak SGA yang gagal mengalami kejar tumbuh
pada usia 2 tahun.

Perawakan pendek juga dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa sindroma
genetik. Sangat penting memasukkan data pertumbuhan anak pada kurva
pertumbuhan sesuai sindroma yang dideritanya, dengan memakai kurva yang tepat
kita dapat meperkirakan tinggi badan dewasa, selain itu bila terjadi penurunan
pertumbuhan pada kurva dapat secara dini mengidentifikasi masalah kesehatan yang
mendasari. Sebagai contoh, anak dengan trisomi 21 menderita perawakan pendek
akibat sindroma Down. (lihat gambar 1 dan 2). Angka kejadian tiroiditis pada anak
tersebut lebih tinggi. Bila anak tersebut terus diikuti pertumbuhannya menggunakan
kurva populasi umum maka dokter anak akan melihat bahwa anak tersebut tumbuh
dibawah kurva. Jika anak yang sama data pertumbuhannya dimasukkan dalam
kurva sindroma Down maka terlihat jelas bahwa anak tersebut turun dibawah
persentil. Grafik tersebut dapat menjadi petunjuk bahwa anak ini menderita tiroiditis,
karena fenotip hipotiroidisme dan sindroma Down saling tumpang tindih.
Sindroma Turner merupakan sindroma genetik dengan ciri gangguan
pertumbuhan akibat gangguan perkembangan tulang postnatal dan tidak ada tumbuh
kejar pubertas.Anak dengan sindroma Turner biasanya lahir dengan tinggi dan berat
badan -1 SD populasi normal.Kecepatan pertumbuhan pada 3 tahun pertama
kehidupan normal, selanjutnya mengalami penurunan secara bermakna (lihat gambar
3). Anak tersebut mengalami disgenesis gonad, bila tidak mendapat terapi pengganti
estrogen maka tidak akan terjadi tumbuh kejar pubertas yang merupakan efek
estrogen pada sekresi GH hipofisis.
Walaupun anak dengan sindroma Turner umumnya akan mengikuti pola
pertumbuhan sesuai dengan pola sindromanya, sifat genetik masih berpengaruh pada
pertumbuhannya. Oleh karena itu, persentil tinggi badan anak ini pada kurva
pertumbuhan masih berkorelasi dengan tinggi badan orang tuanya pada kurva

pertumbuhan populasi normal, dan tinggi akhir wanita dengan sindroma


Turner sangat bervariasi tergantung pada tinggi badan populasi umum. Sindroma
Turner disebabkan oleh hilangnya kromosom X (kariotipe 45,X), tetapi berbagai
kelainan kromosom X misalnya mosaik juga dapat menyebabkan fenotip Turner.
Perawakan pendek pada pasien ini disebabkan oleh haploinsufisiensi gen SHOX
(untuk perawakan pendek HomeobOX; atau disebut juga PHOG untuk
pseudoautosomal homeobox-containing osteogenic gene), yaitu sebuah gen di Xpter-
p22.32 pada regio pseudoautosomal kromoson X. Walaupun sindroma Turner tidak
mengalami defisiensi GH, displasia tulang intrinsik yang dialaminya memberikan
respon terhadap terapi GH sehingga tinggi badan akhir dapat meningkat secara
bermakna. Oleh karena itu, FDA menyarankan untuk memberikan terapi GH pada
sindromaTurner.

Sindroma Prader-Willi (PWS). Karena pemeriksaan genetik tidak mempunyai


sensitivitas 100% maka diagnosis PWS ditetapkan secara klinis berdasarkan kriteria
major dan minor, dengan tanda klinis: hipotonia neonatus atau bayi, sukar makan dan
failure to thrive pada awal masa anak sampai makan yang sangat rakus, obesitas
sentral, dan keterlambatan perkembangan menyeluruh. Kebutuhan kalori yang rendah
dan hiperfagia disertai gambaran klinis hipogonadotropik hipogonadisme, perawakan
pendek, dan instabilitas terhadap suhu menunjukkan lesi primer yang mendasari defek
pada hipothalamus.Deselerasi pertumbuhan pada anak ini tetap terjadi meskipun
pemeriksaan GH kadarnya normal. Kelainan tulang antara lain tangan dan kaki yang
kecil,

osteoporosis dan skoliosis. PWS disebabkan oleh delesi kromosom 15q11-13


paternal; sedangkan delesi kromosom 15q11-13 maternal menyebabkan sindroma
Angelman yang secara klinis mempunyai fenotip yang berbeda.Sindroma ini oleh
FDA juga disarankan untuk diterapi dengan GH.

Akondroplasia dan hipokondroplasia disebabkan oleh mutasi reseptor faktor


pertumbuhan fibroblast (FGFR3), merupakan kelainan genetik yang langsung
berpengaruh pada perkembangan tulang.Akondroplasia diturunkan secara autosomal
dominan atau akibat mutasi de novo.Angka kejadian akondroplasia 1:15.000.Karena
FGFR3 diekspresikan di kondrosit artikuler, maka mutasi ini menyebabkan
disproporsi, yaitu ekstrimitas pendek tetapi tulang kraniofasial relatif normal, dan
terdapat pemendekan tulang vertebra.Hipokondroplasia relatif kurang parah
dibanding akondroplasia, sedangkan displasia thanatoporik bersifat lebih berat,
sebagian besar bayi meninggal beberapa saat setelah lahir akibat gagal nafas. Secara
genetik, terdapat tiga keadaan yang terjadi akibat mutasi pada regio yang berbeda dari
gen FGFR3, yaitu akondroplasia akibat mutasi domain transmembran,
hipokondroplasia akibat mutasi domain tirosin kinase proksimal, dan displasia
thanatoporik-II akibat mutasi domain tirosin kinase distal. Terapi GH akan
memperburuk disproporsi.

d. Penyakit sistemik

Perawakan pendek seringkali merupakan manifestasi awal dari berbagai penyakit


sistemik.Hampir semua penyakit kronik menyebabkan keterlambatan pertumbuhan;
jika penyakit yang mendasari diobati dengan adekuat maka dapat terjadi tumbuh
kejar. Karena diagnosis bandingnya terlalu banyak, maka disini hanya akan dibahas
beberapa saja.

Secara umum, penyakit infeksi merupakan bagian terbesar dari penyebab


sistemik.Infeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) mengakibatkan
peningkatan infeksi tuberkulosis (TBC).Bayi yang lahir dari ibu HIV mempunyai
frekuensi lebih tinggi terjadi retardasi pertumbuhan intrauterin, walaupun virus tidak
ditransmisikan melalui plasenta.Perawakan pendek merupakan komplikasi paling
sering pada anak yang mengalami infeksi perinatal dan masa anak. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar IGF-I meskipun kadar GH normal,
penelitian lain menunjukkan adanya resistensi terhadap IGF-I. Dilaporkan juga terjadi
perubahan aksis tiroid dan adrenal, terutama akibat infeksi opportunistik yang
mengenai kelenjar.

Penyakit jantung bawaan, kadang merupakan bagian dari sindroma genetik,


seperti sindroma Down, Turner, Noonan, delesi kromosom 22q.Namun, perawakan
pendek dapat terjadi akibat dari penyakit jantung bawaan sendiri.Derajat perawakan
pendek tergantung pada tipe lesi jantung, yang paling berat terjadi pada bayi dan anak
dengan gagal jantung kongestif.Kebutuhan energi yang tinggi akibat penyakit jantung
bawaan menyebabkan lebih rentan terhadap nutritional dwarf, walaupun asupan
kalori cukup adekuat sesuai umur.
Hipoksemia kronik juga dapat menyebabkan perawakan pendek, sehingga anak
dengan penyakit jantung bawaan tipe sianotik terutama dengan hipertensi pulmonal
pertumbuhan lebih terhambat dibanding asianotik. Disfungsi ginjal, kadang satu-
satunya gejala klinis perawakan pendek.Bayi dan anak dengan renal tubular acidosis
(RTA) sering kali datang dengan perawakan pendek.Terapi dengan alkali untuk
mengkoreksi asidosis metabolik pada RTA tipe I (distal) dan RTA tipe II (proksimal)
dapat memperbaiki kecepatan pertumbuhan dan tinggi badan saat dewasa. Perawakan
pendek merupakan komplikasi utama insufisiensi ginjal kronikPerawakan pendek
berkaitan dengan gagal ginjal terminal, akibat meningkatnya frekuensi perawatan
dirumah sakit, sehingga perawakan pendek merupakan pertanda adanya risiko tinggi.
Pada model tikus dengan uremia non asidosis, perawakan pendek pada CRI
disebabkan oleh resistensi GH dan gangguan fungsi JAK/STAT. Bioaktivitas IGF
mengalami penurunan akibat gangguan kliren IGFBP di ginjal. Meskipun mengalami
resistensi GH, anak CRI memberi respon terhadap pemberian GH eksogen yang
ditandai dengan peningkatan kecepatan pertumbuhan dan tinggi dewasa lebih
baik.Sehingga menurut FDA, CRI (pretransplantasi) merupakan indikasi terapi GH.

Penyakit gastrointestinal, dapat merupakan penyebab nutritional dwarf nonorganik,


maka harus selalu diingat bahwa penyakit gastrointestinal juga dapat menyebabkan
perawakan pendek. Berbagai penyakit gastrointestinal yang menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi dapat menyebabkan nutritional dwarf organik.Terdapat tiga
penyakit gastrointestinal yang sering menjadi penyebab, yaitu fibrosis kistik (CF),
penyakit inflamasi usus (IBD), dan penyakit celiac.

CF merupakan penyakit autosomal resesif, ditandai dengan penyakit paru obstruktif


kronis dan defisiensi eksokrin pankreas yang disebabkan mutasi regulator
transmembran fibrosis kistik (CFTR), yaitu sebuah kanal klorida yang diaktifkan oleh
cAMP.Kelambatan pertumbuhan kadang merupakan gejala awal, sebelum timbul
komplikasi pada paru dan gastrointestinal, atau seringkali ditemukan bersama dengan
gejala khas lainnya. Perawakan pendek pada CF disebabkan karena: kurangnya
asupan energi dan meningkatnya kebutuhan energi, malabsorpsi akibat insufisiensi
pankreas, inflamasi jalan nafas kronis akibat infeksi berulang, terapi glukokortikoid
jangka panjang, dan akibat defek CFTR itu sendiri (CFTR diekspresikan di thalamus,
hipothalamus dan nukleus amygdala, merupakan pusat yang mengatur nafsu makan,
kebutuhan energi, dan maturasi seksual). Dalam sebuah penelitian longitudinal oleh
National Cystic Fibrosis Patient Registry (n = 19.000) didapatkan bahwa rasio tinggi
badan terhadap usia, kurang dari persentil ke 5 untuk usia 5 dan 7 tahun merupakan
indikator prognostik buruk untuk menilai survival pada kedua jenis kelamin. Akan
tetapi diagnosis dini, dapat meningkatkan pertumbuhan.

Diagnosis IBD lebih sulit ditegakkan, perawakan pendek bisa terjadi beberapa tahun
sebelum timbul keluhan klasik berupa nyeri abdomen, diare disertai darah, atau
manifestasi sistemik IBD lainnya.Perawakan pendek terjadi pada 50% anak pada saat
ditegakkan diagnosis.Perawakan pendek pada IBD dapat disebabkan oleh malabsorpsi
protein dan kalori, inflamasi yang terus berlangsung, resistensi GH, dan efek dari
pengobatan yang diberikan. Pada IBD kadar IGF-I serum rendah dan pasien dalam
keadaan katabolik sehingga seringkali sukar menegakkan diagnosis; pada anak yang
hanya dengan perawakan pendek diagnosis dapat keliru dengan defisiensi GH dan
mendapat terapi GH sebelum akhirnya gejala klasik saluran cerna muncul. Terapi
medis, operatif dan nutrisi yang optimal dapat memperbaiki pertumbuhan dan
meningkatkan kadar IGF-I pada pasien dengan penyakit Crohn, meskipun sebagian
pasien tetap mengalami kelambatan pertumbuhan. Laporan tentang kecukupan sekresi
GH pada pasien dengan penyakit Crohn masih kontroversial dan beberapa penelitian
yang mengevaluasi efektivitas terapi GH untuk meningkatkan pertumbuhan
memberikan hasil yang beragam.

Penyakit celiac merupakan penyakit autoimun yang disebabkan oleh intoleransi


menetap terhadap gliadin dan prolamin gandum. Peptida gluten dipresentasikan
secara

efisien oleh antigen-presenting cell yang mengandung HLA-DQ2 dan HLA-DQ8


positif yang akan memicu respon imun terhadap lamina propria intestinal; selama
inflamasi sel- sel melepaskan transglutaminase jaringan yaitu sebuah autoantigen
endomysial yang sangat spesifik. Gejala klasik yaitu steatorrhea dan malnutrisi,
spektrum gejala klinis penyakit ini sangat luas mulai dari asimptomatik sampai
perawakan pendek. Meskipun secara klinis tenang, penyakit celiac yang tidak diterapi
dalam jangka panjang dapat merupakan predisposisi penyakit autoimun lain. Untuk
terapi yang efektif disarankan diet bebas gluten, sehingga menurunkan inflamasi
intestinal dan merangsang tumbuh kejar.
e. Kelainan hormonal

Pubertas dini, terjadi akselerasi umur tulang, sehingga anak dengan pubertas dini
lebih tinggi dibandingkan usia kronologisnya, persentil tinggi badannya berada diatas
target tinggi badan orang tuanya. Karena terjadi akselerasi maturasi tulang maka
menyebabkan akhir pertumbuhan lebih dini. Jika pubertas mulai lebih awal atau
berjalan dalam waktu yang sangat cepat maka lempeng pertumbuhan menutup lebih
dini dan anak akan kehilangan pertumbuhan tinggi badan sebesar 5 cm / tahun. Hasil
akhirnya adalah anak pada awalnya tumbuh lebih tinggi, namun tinggi badan saat
dewasa lebih pendek dibanding potensi genetiknya.Terapi dengan agonist
gonadotropin-releasing hormon dapat menahan maturasi tulang sehingga umur tulang
bertambah sesuai dengan umur kronologis.

Kelebihan kortisol, dapat menyebabkan perawakan pendek yang frekuensinya


mengalami peningkatan. Meskipun kelebihan kortisol endogen (sindroma Cushing)
jarang ditemukan pada usia anak, kelebihan kortisol iatrogenik akibat terapi
glukokortikoid jangka panjang semakin banyak. Sindroma Cushing dapat karena
akibat penyakit Cushing (hiperkortisolisme yang tergantung pada kortikotropin
[ACTH]) dan hiperkortisolisme yang tidak tergantung kortikotropin.Kelebihan
kortisol iatrogenik termasuk dalam kelompok kedua; karena ACTH tertekan akibat
pemberian glukokortikoid dosis tinggi dalam jangka panjang. Gambaran klinis
sindroma Cushing dan kelebihan glukokortikoid iatrogenik sama (fenotip
Cushingoid). Fenotip Cushingoid ditandai dengan deselerasi pertumbuhan linier,
disertai pertambahan berat badan sehingga menyebabkan moon face, obesitas trunkal
dan buffalo hump. Gambaran lain yang juga sering ditemukan adalah striae, plethora,
rash, atrofi otot, osteoporosis, dan hipertensi. Selain menghambat sintesis kolagen dan
meningkatkan katabolisme protein, glukokortikoid juga menekan pertumbuhan sentral
(menghambat sekresi GH dengan meningkatkan kadar somatostatin dan menekan
sintesis GH) dan perifer (efek langsung pada lempeng epifisis, menghambat
proliferasi kondrosit, diferensiasi sel hipertrofik dan mempengaruhi GH/IGF lokal).
Meskipun pertumbuhan linier dapat meningkat jika sumber kelebihan kortisol
dihilangkan, kelebihan kortisol iatrogenik lebih sulit karena penghentian atau
pengurangan dosis terapi akan menyebabkan kekambuhan penyakit yang mendasari
yang kadang jauh lebih berbahaya dibandingkan perawakan pendek. Pendapat
sebelumnya, pertumbuhan tidak terpengaruh jika absorpsi sistemik sedikit seperti
pada glukokortikoid intranasal atau inhalasi yang digunakan untuk mengurangi
inflamasi jalan nafas pada asma atau alergi, namun bukti menunjukan bahwa
deselerasi pertumbuhan tetap terjadi dengan pemberian glukokortikoid dosis sedang,
meskipun efek akhirnya belum diketahui, FDA menyatakan bahwa steroid inhalasi
atau intranasal dapat mengurangi potensi pertumbuhan.

Hipotiroidisme, dapat menghambat pertumbuhan secara sentral dan perifer.Pada


tingkat pusat hormon tiroid merangsang ekspresi gen GH hipofisis.Pada tingkat
perifer, hormon tiroid merangsang ekspresi IGF-I kondrosit, merangsang osifikasi
endokondral dan diperlukan saat invasi vaskuler pada saat resorpsi lempeng
pertumbuhan.Seperti pada kelebihan kortisol, kegagalan pertumbuhan linier pada
hipotiroidisme disertai dengan peningkatan berat badan. Hipotiroidisme sangat
penting dalam evaluasi dan pengelolaan anak dengan perawakan pendek karena dua
alasan: pertama, insiden hipotiroidisme primer jauh lebih tinggi dibanding defisiensi
GH; kedua, banyak anak dengan defisiensi GH juga menderita disfungsi hormon
hipofisis anterior lainnya, termasuk TSH.

Diabetes mellitus yang tak terkontrol dapat menyebabkan perawakan


pendek.Kekurangan insulin menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik yang
disertai dengan glukosuria, lipolisis dan katabolisme.Glikosuria kronik
mengakibatkan kekurangan intake nutrisi karena banyak terbuang melalui urin.
Dalam jangka panjang, pertumbuhan linier juga akan tertekan. Badan kurus
(dwarfing) akibat diabetes yang disertai hepatomegali disebut dengan sindroma
Mauriac.Perbaikan metabolisme dapat meningkatkan pertumbuhan anak.Tujuan
utama pengelolaan diabetes pada anak adalah untuk mempertahankan pertumbuhan
normal sesuai dengan kurva berat badan dan tinggi badan.

Defisiensi GH sangat jarang ditemukan, hanya 1 : 3500 anak usia 5 sampai 12 tahun.
GH tidak adekuat dapat karena GHD (insufisiensi hormonal) dan resistensi GH
(penurunan respon terhadap GH).GHD dibagi menjadi kongenital dan didapat.GHD
dapat terjadi akibat defisit hormon tunggal atau bagian dari disfungsi hormon
hipofisis anterior multipel.Karena gejala klinis muncul lambat, maka tidak semua
penyebab kongenital dapat terdiagnosis saat bayi.Namun, pada diagnosis banding
harus selalu dipikirkan penyebab kongenital dan akuisita.
C. DIAGNOSIS

Karena diagnosis banding perawakan pendek sangat banyak maka diperlukan


anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.Yang paling penting adalah mengukur
berat badan dan tinggi badan secara akurat, kemudian memasukkan dengan benar
kedalam kurva pertumbuhan yang sesuai.Untuk anak yang memenuhi kriteria
perawakan pendek (lihat kotak 1), tahap selanjutnya adalah melakukan anamnesis
lengkap tentang anak dan keluarganya.Komponen kunci dalam melakukan anamnesis
tercantum dalam kotak 2.

Pola pertumbuhan anak perlu dicocokkan dengan pola pertumbuhan keluarga agar
mendapatkan interpretasi yang tepat.Riwayat keluarga dapat memberikan informasi
tentang keadaan yang diturunkan bila perawakan pendek merupakan tanda awal atau
satu-satunya gejala pada anak.Mengkaji semua sistem, termasuk sistem neurologi,
merupakan hal yang penting untuk menskrining berbagai keadaan seperti yang
disebutkan dalam diagnosis banding.Riwayat pertumbuhan gigi, seperti umur saat gigi
pertama erupsi dan umur saat gigi pertama hilang, juga dapat digunakan sebagai
informamsi tambahan.Riwayat pertumbuhan gigi dapat digunakan sebagai perkiraan
umur tulang anak yang menunjukkan maturasi tulang.

Kesehatan psikososial dapat dikaji dengan menanyakan komposisi anggota keluarga


dan prestasi sekolah, anak dengan prestasi sekolah jelek harus mendapat perhatian
lebih.Untuk anak yang pertambahan berat badannya sangat sedikit atau berat
badannya turun sebelum terjadi penurunan pertumbuhan linier, maka perlu dilakukan
anamnesis gizi secara lengkap. Daripada menanyakan diet secara keseluruhan, lebih
baik dan efisien bila membuat daftar makanan tiap hari, termasuk minuman, waktu
pemberian, dan jumlah yang dimakan.

Pemeriksaan fisik diperlukan terutama pemeriksaan neurologi, termasuk didalamnya


pemeriksaan lapangan pandang, dan funduskopi untuk mencari kemungkinantumor
otak.Skoliosis, umur gigi, dan proporsi tungkai yang lebih panjang dibanding tinggi
badan (rasio segmen atas dan bawah) merupakan indikator yang baik; valgus cubitus
dan pemendekan tulang metakarpal ke 4 biasanya ditemukan pada sindroma
Turner.Solitary central maxillary incisor atau defek midline lainnya merupakan tanda
dari hopopituitarismne.Kelenjar tiroid pada setiap anak juga harus
diperiksa.Auskultasi untuk mencari masalah respirasi atau kardiovaskuler serta
pemeriksaan abdomen yang teliti sangat membantu untuk mencari kemungkinan
penyakit sistemik.Stadium pubertas Tanner juga harus ditentukan.

Karena banyaknya diagnosis banding dan tingginya sensitivitas serta sendahnya


spesifisitas tanda klinis perawakan pendek, maka perlu dilakukan skrining
laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis banding (lihat kotak 3).
Seharusnya anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah dapat mengarahkan etiologi
tertentu, baru kemudian dipertajam dengan hasil pemeriksaan laboratorium.Sebagai
contoh, temuan klinis berupa limfadenopati mengarahkan diagnosis pada proses-
proses penyakit infeksi, pemeriksaan PPD dan HIV perlu dilakukan.Pada anamnesis
yang mengarah pada fibrosis kistik maka perlu dilakukan tes keringat, dan
pertambahan berat badan yang sedikit mengarahkan pada penyakit celiak sehingga
perlu dipastikan dengan pemeriksaan penunjang berupa antibodi transglutaminase
jaringan. Hiperpigmentasi yang disertai dengan pertambahan berat badan yang rendah
mengarahkan pada penyakit Addison, yang dapat di evaluasi dengan cara memeriksa
kadar kortisol dan ACTH pagi hari (jam 08.00- 09.00). Sedangkan plethora,
hipertensi, striae, dan pertambahan berat badan yang berlebihan mengarahkan
diagnosis pada sindroma Cushing. Diganosis sindroma ini dapat dipastikan dengan
memeriksa rasio kortisol bebas terhadap kadar kreatinin urin tampung 24 jam.
Meskipun kadar T4 dan TSH cukup baik untuk screening hipotiroidisme, namun bila
dicurigai menderita hipotiroidisme sekunder atau tersier, maka lebih baik dilakukan
pemeriksaan kadar T4 bebas. Pada anak yang menunjukkan gejala dan tanda
neurologis sebaiknya dilakukan pemeriksaan MRI dengan kontras. Karena kelenjar
hipofisis sangat kecil maka agar dapat terlihat dengan baik perlu dilakukan pembuatan
potongan gambar yang lebih rapat; lesi yang ada mungkin tidak tanpak pada
pemeriksaan MRI standar,

sehingga dalam pemeriksaan perlu ditekankan pada ahli radiologi agar memeriksa
kelenjar hipofisis secara lebih teliti.
D. EVALUASI
Akibat sulitnya menegakkan diagnosis GHD, maka untuk evaluasi sebaiknya
diserahkan pada ahli endokrinologi anak. Namun perlu ditekankan pada dokter yang
mengirim bahwa perawakan pendek yang terjadi bukan disebabkan oleh penyakit non
endokrinologi. Pada saat merujuk disarankan untuk menyertakan salinan grafik
pertumbuhan anak; grafik ini dapat memberikan banyak informasi.Selain itu juga
disarankan untuk menyertakan salinan hasil pemeriksaan laboratorium untuk
mencegah pemeriksaan yang tidak diperlukan.

Karena GH mengikuti irama sirkardian, maka pemeriksaan yang dilakukan secara


acak tidak berguna (kecuali pada neonatus). Darah biasanya diambil pada siang hari,
saat tersebut kadar GH sangat rendah, maka pengukuran GH secara acak tidak dapat
digunakan untuk mengevaluasi sekresi GH secara keseluruhan. Pemeriksaan skrining
yang sangat berguna adalah mengukur kadar IGF-I dan IGFBP-3, karena kadarnya
tidak berubah secara signifikan, dan produksinya tergantung pada rangsang GH di
hepar, sehingga bila kadar IGF-I dan IGFBP-3 normal maka GH cukup adekuat.
Namun, kadar IGF-I dan IGFBP-3 berubah sesuai umur dan jenis kelamin (kadarnya
meningkat mulai masa anak dan mencapai puncak saat pubertas, setelah itu
mengalami penurunan), sehingga untuk interpretasi perlu disesuaikan dengan usia dan
jenis kelamin. Karena produksinya dipengaruhi oleh faktor lain, termasuk fungsi
hepar dan status nutrisi, maka kadar rendah belum cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis GHD, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Uji provokasi dilakukan untuk menyingkirkan efek irama sirkardian sekresi GH


endogen. Pasien dipuasakan selama satu malam (diperbolehkan minum air), anak
dibawa ke rumah sakit pada pagi harinya untuk diberi bahan yang merangsang sekresi
GH dan dilakukan pemeriksaan kadar GH secara serial sebelum dan setelah stimulus.
Dipasang akses intravena untuk menghindari tusukan berulang kali.Tes provokasi
meningkatkan sekresi GH di siang hari sehingga kadarnya dapat diukur dan amplitudo
peningkatannya dapat dinilai adekuat atau inadekuat. Adekuat tidaknya puncak
sekresi GH tergantung metoda yang dipakai dan usia pasien. Nilai normal berkisar
antara 7-10 ng/mL, tergantung pada laboratorium memakai antibodi monoklonal atau
poliklonal., 20% anak sehat kadang tidak memberikan respon terhadap tes provokasi
maka untuk mengurangi kesalahan dilakukan dua kali pemeriksaan dan untuk
menetapkan diagnosis GHD dinilai amplitudo pada kedua pemeriksaan tersebut.
Bahan yang digunakan untuk merangsang sekresi GH yang biasanya digunakan untuk
uji provokasi adalah arginin, klonidin, hipoglikemia yang diinduksi oleh insulin,
propanolol, glukogon, L-dopa dan GHRH.

Puncak sekresi GH yang tidak adekuat setelah stimulasi menunjukkan bahwa kelenjar
hipofisis tidak mampu mensintesis dan/atau melepaskan GH secara adekuat.Akan
tetapi jika lesi terjadi pada tingkat hipothalamus maka uji provokatif hasilnya tidak
dapat dipercaya.Kelenjar hipofisis normal mensekresi GH secara adekuat jika
dirangsang oleh bahan farmakologis eksogen, tetapi ekskresi GH sebenarnya pada
pasien ini tetap rendah akibat adanya gangguan penghantaran sinyal endogen.
Defisiensi GH sekunder ini disebut juga dengan GHD neurosekretori, dapat di uji
dengan mengukur kadar GH secara serial, setiap 20 menit sekali dari jam 20.00
sampai 08.00. Kontroversi masih tetap ada

mengenai apakah jumlah dan amplitudo puncak GH atau kadar GH dalam satu malam
dapat berperan sebagai marker GHD yang baik. Namun pengukuran dalam satu
malam merupakan prosedur invasif dan memerlukan perawatan di rumah sakit, serta
pengambilan sampel darah yang banyak untuk pemeriksaan GH dan tentunya
memerlukan biaya yang tidak sedikit.Dahulu pemeriksaan ini merupakan satu-satunya
uji untuk GHD.Sekarang test ini menjadi pilihan terakhir pada anak yang lolos uji
provokasi, tetapi secara klinis masih dicurigai GHD. Pengetahuan mengenai GHD
neurosekretori sangat penting karena pasien ini memberikan respon terhadap terapi
GH sehingga dapat mencapai tinggi badan yang memuaskan, sama seperti pasien
dengan GHD klasik. Sebaliknya, pada anak pendek dengan fungsi GH normal terapi
GH tidak dapat memperbaiki tinggi badan dewasa.

Semua anak yang didiagnosa GHD seharusnya dilakukan pemeriksaan MRI


hipofisis.Untuk meningkatkan sensitivitas dalam mendateksi lesi di hipofisis, maka
dalam pemeriksaan MRI perlu ditambahkan dengan kontrast gadolinium serta
pembuatan potongan gambar secara lebih detail.Pemeriksaan radiologis sangat
penting untuk mendiagnosis malformasi hipofisis atau lesi lainnya.Bilamana
ditemukan abnormalitas kelenjar yang nyata, maka harus dilakukan uji laboratorium
untuk menilai fungsi semua hormon hipofisis dan bila ada defisiensi maka harus
diberikan terapi pengganti agar pertumbuhannya optimal.
E. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN

Pendekatan menyeluruh untuk mengevalusi perawakan pendek dilakukan secara


bertahap. Tahap pertama, dokter harus menentukan apakah pasien menderita
perawakan pendek atau gagal tumbuh.Untuk menentukan hal tersebut maka harus
dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan secara akurat dan kemudian
dimasukkan kedalam kurva pertumbuhan yang sesuai.Setiap anak yang memenuhi
kriteria seperti tercantum dalam kotak 1 harus dilakukan investigasi lebih lanjut.

Tahap kedua adalah memastikan bahwa bila anak tersebut pendek tetapi
sehat.Terdapat tiga point utama yang dapat membantu.Point pertama adalah potensi
tinggi badan genetik berdasarkan tinggi badan orang tua.Jika anak pendek tapi masih
dalam rentang tinggi badan midparental disertai dengan kecepatan pertumbuhan yang
normal maka anak di diagnosa sebagai perawakan pendek familial dan tidak perlu
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.Point kedua adalah umur tulang, karena dapat
membantu memperkirakan tinggi badan dewasa.Sebagian besar endokrinopati dan
penyakit sistemik yang mengganggu pertumbuhan biasanya menyebabkan
keterlambatan umur tulang.Jika umur tulang terlambat masih dalam rentang 2 SD dan
perkiraan tinggi badan dewasa sesuai dengan tinggi badan midparental, maka anak
lebih cenderung menderita terlambat tumbuh konstitusional. Kecepatan pertumbuhan
yang normal menunjukkan bahwa tidak ada proses penyakit yang dapat menghambat
pertumbuhan linier anak. Point ketiga membedakan antara gangguan pertumbuhan
linier primer dengan pertambahan berat badan yang tak adekuat.Anak kadang bisa
mengalami gangguan pertumbuhan tinggi badan dan berat badan.Mengkaji kurva
pertumbuhan anak sebelumnya sangat penting jika penurunan pertambahan berat
badan terjadi sebelum penurunan pertumbuhan linier.Jika terdapat keadaan seperti ini
maka pemeriksaan selanjutnya ditekankan pada masalah gizi. Dalam kasus ini
selanjutnya ditentukan apakah anak menderita nutritional dwarfing.

organik atau non organik. Penyebab organik meliputi penyakit-penyakit


gastrointestinal, sehingga harus dilakukan anamnesis tentang gejala yang muncul,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium secara teliti. Penyebab non organik
dapat dilacak dengan menanyakan riwayat pemberian makan setiap hari. Namun jika
terdapat penurunan yang sangat drastis, dokter harus mencari kemungkinan stressor
psikososial yang mungkin terjadi pada saat itu (seperti kematian anggota keluarga,
pindah rumah, sekolah baru dll).Seringkali perubahan nafsu makan, diet dan aktivitas
yang bermanifestasi sebagai penurunan pertambahan berat badan merupakan tanda
dari depresi atau ansietas.Untuk anak yang perawakan pendeknya cenderung
penurunan pertambahan berat badan dibandingkan tinggi badan maka lebih efektif
bila ditangani oleh ahli gastroenterologi atau ahli gizi anak dibandingkan ahli
endokrinologi anak.

Tahap ketiga adalah menentukan penyakit sistemik, termasuk didalamnya sindroma


genetik.Untuk ini diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis secara
detail.Pemeriksaan laboratorium dan radiologi disesuaikan dengan tanda-tanda klinis
yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan fisik. Screening kimiawi seperti
fungsi ginjal dan hepar, dan darah rutin sangat membantu.

Bila anak perkiraan tinggi badan akhirnya dibawah tinggi badan midparental dan atau
kecepatan pertumbuhan yang rendah maka harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati.Fungsi tiroid harus di evaluasi.Karena sulitnya menegakkan diagnosis
GHD maka pasien sebaiknya dirujuk pada ahli endokrinologi anak.

F. TERAPI

Terapi disesuaikan penyebab yang mendasari. Kadang hanya diperlukan edukasi dan
pemberian pengertian yang benar, antara lain pada kasus perawakan pendek familial
atau konstitusional. Terapi nutrisi dan sistemik telah dijelaskan sebelumnya.Terapi
untuk endokrinopati dibahas diatas, disini ditekankan terapi GH.

Terapi GH untuk GHD pada anak pendek telah dilakukan sejak tahun 1960. Dari
tahun 1963 1985, National Hormone and Pituitary Program (NHPP) of The National
Institute of Health (NIH) memberikan GH dari kadaver manusia pada sekitar 8000
anak di Amerika dan di seluruh dunia. Program ini dihentikan pada tahun 1985,
karena 3 anak yang mendapat GH meninggal akibat penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD)
suatu penyakit neurodegeneratif. Pada follow up tahun 1999, kematian akibat CJD di
Amerika Serikat bertambah menjadi 22 dan 6 kematian lainnya diseluruh dunia.
Ditemukan juga 62 kasus CJD di Prancis, 32 kasus di Inggris, 1 di Belanda dan 1 di
Australia.
Pada waktu yang sama NHPP ditutup, perkembangan teknik biologi molekuler
memungkinkan untuk memproduksi rekombinan human GH (rhGH). Gen GH
manusia di klon kedalam bakteri nonpatogen sehingga dapat memproduksi GH secara
massal. Semua produk rhGH yang ada dipasaran saat ini dibuat dengan teknik
tersebut dan teknik tersebut menghasilkan peptida yang identik dengan struktur
isoform GH endogen yang beredar dalam sirkulasi.Setelah kasus CJD yang
menakutkan, peredaran rhGH dimonitor secara ketat dan didapatkan bahwa rhGH
terbukti mempunyai efek samping yang minimal pada lebih dari 110.000 pasien yang
diberikan obat ini. Peningkatan tekanan intrakranial ringan dilaporkan terjadi pada
0,07 1,6 / 1000 pasien yang mendapat terapi rhGH untuk GHD idiopatik;
peningkatan tekanan intrakranial tersebut akan membaik dengan menghentikan terapi
rhGH. Efek samping lainnya akibat fenomena pergeseran cairan adalah edema perifer,
dimana fenomena ini merupakan penyebab terbanyak

sindroma karpal tunnel pada orang dewasa yang diberikan dosis rhGH pediatrik.
Akhirnya, sekarang ini untuk terapi pengganti rhGH pada GHD orang dewasa,
dosisnya diturunkan lebih rendah dari dosis pediatrik, sehingga efek samping
sindroma karpal tunnel jauh berkurang.Karena rhGH mempercepat pertumbuhan,
maka dapat terjadi skoliosis dan pergeseran epifisis kaput femoris (SCFE) seperti
yang dapat terjadi pada tumbuh kejar pubertas normal.Ginekomastia dilaporkan
terjadi pada beberapa anak laki- laki yang mendapat rhGH, dan pada anak dengan
nevus cenderung mengalami peningkatan jumlah dan ukuran nevus tetapi tidak terjadi
transformasi maligna.Karena GH adalah hormon insulin counterregulator, maka
terapi dengan rhGH dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin.Sebagian besar
anak tetap euglikemia dengan cara kompensasi meningkatkan produksi
insulin.Terakhir yang menjadi perhatian utama adalah karena pemberiannya dalam
jangka panjang mungkin dapat meningkatkan insiden kanker. Namun data yang ada
menunjukkan bahwa insiden kanker sama dengan insiden pada populasi normal. Yang
harus diperhatikan adalah bahwa sebagian besar anak yang menderita kanker setelah
mendapat terapi rhGH, sebelumnya sudah mempunyai faktor predisposisi adanya
keganasan. Beberapa penelitian case-control menunjukkan bahwa risiko kanker
(seperti kanker prostat, paru, kolorektal) lebih tinggi pada individu dengan kadar IGF-
I dalam serum yang tinggi, kadar IGFBP-3 yang tinggi dikaitan dengan risiko kanker
yang rendah. Hubungan tersebut tidak terbukti kausatif, dan hubungan antara kadar
IGF-I di sirkulasi dengan IGF-I lokal dalam karsinogenesis masih belum jelas. Terapi
rhGH akan meningkatkan kadar IGF-I dan IGFBP-3 dalam sirkulasi. Demi keamanan
menggunakan rhGH maka kadar IGF-I dan IGFBP-3 sebaiknya diperiksa secara rutin
dan dosis rhGH harus di titrasi untuk mencegah kadar IGF-I yang berlebihan.

Selain keamanan meningkat, pergantian dari GH cadaveric dengan rhGH berimbas


pada cara pemberian obat ke pasien.GH cadaveric yang kurang murni diberikan
secara intramuskuler, sedangkan rhGH diberikan secara intrakutan sehingga kurang
nyeri.Lebih jauh, dikembangkan pula berbagai cara pemberian rhGH pada anak
sehingga anak lebih nyaman.Karena persediaan GH cadaveric sangat terbatas, maka
terapi GH cadaveric pertama kali diberikan pada anak penderita GHD berat, dimulai
dengan dosis kecil.Sebaliknya, karena produksi rhGH secara teori tidak terbatas,
maka obat ini dapat diberikan secara luas dengan dosis optimal dan juga dapat
diberikan untuk indikasi selain GHD, yang menjadi pertimbangan hanyalah masalah
keuangan. Contoh, dilaporkan bahwa pertambahan tinggi badan lebih baik pada anak
yang mendapat obat tiap malam hari dibandingkan anak yang mendapat obat
seminggu 3 kali dengan dosis total dalam 1 minggu sama.Oleh karena itu rhGH
paling baik diberikan pada malam hari secara intrakutan untuk menyesuaikan dengan
produksi GH endogen. Polimer rhGH lepas lambat telah dikembangkan untuk
meningkatkan kenyamanan pasien karena mengurangi frekuensi pemberian suntikan
pada pasien. Pemberian rhGH dosis tinggi pada anak pubertas, berdasar pada
peningkatan fisiologis produksi GH endogen saat pubertas, terbukti cukup aman pada
anak untuk meningkatkan pertambahan tinggi badan tanpa perlu pemberian GnRH
analog untuk memperlambat pubertas. Penentuan dosis yang aman dan efektif masih
terus dilakukan.
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Allen DB, Fost N. hGH for short stature: ethical issues raised by expanded access. J
Pediatr 2004;144: 64852.

Allen DB. Growth Hormone Therapy for Short Stature: Is the Benefit Worth the
Burden?. Pediatrics. 2006;118: 343-8

Arya AD. Small for Gestation and Growth Hormone Therapy. Indian J Pediatr 2006;
73: 73-8

Bajpai A, Menon PSN. Insulin like Growth Factors Axis and Growth Disorders.
Indian J Pediatr 2006; 73: 67-71

Cheng Pik-shun. Management of Childhood Short Stature.The Hongkong Medical


Diary. 2006; 11: 21-3

Cohen P, Rogol AD, Howard CP, Bright GM, Kappelgaard Anne-Marie, Rosenfeld
RG. Insulin Growth Factor-Based Dosing of Growth Hormone Therapy in Children:
A Randomized, Controlled Study. J Clin Endocrinol Metab.2007; 92: 24806.

Joshi S. Approach to a child with short stature. Pediatric on call child heath
care.http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/approach_to_sho
rtstature .asp

Lee PA, Kendig JW, Kerrigan JR. Persistent Short Stature, Other Potential Outcomes,
and the Effect of Growth Hormone Treatment in Children Who Are Born Small for
Gestational Age. Pediatrics. 2003; 112: 150-62.

Lilly Research Laboratories.Humatrope (somatropin [rDNA origin] for injection)


for Non-Growth Hormone Deficient Short Stature.Endocrinologic and Metabolic
Drugs. Advisory Committee. June 10, 2003

Presutti RJ, Cangemi JR, Cassidy HD, Hill DA. Celiac Disease. Am Fam Physician.
2007;76:1795-1802

Voss LD. Is short stature a problem?The psychological view.European Journal of


Endocrinology. 2006;155: S3945

Wheeler PG, Bresnahan K, Shephard BA, Lau J, Balk EM. Short Stature and
Functional Impairment. Arch Pediatr Adolesc Med. 2004;158: 236-43.

Anda mungkin juga menyukai