PENDAHULUAN
Penyebab tersering esofagitis korosif adalah zat kimia asam atau alkali kuat. Zat
ini terdapat pada bahan pembersih kuat yang disebut air keras yang terdiri atas natrium
hidroksid, yang menyebabkan lisisnya jaringan serta seringkali menembus dinding
esofagus serta menimbulkan lesi gastrik serupa, dan natrium karbonat. Bahan lain
seperti asam mineral, basa kuat, fenol, dan pelarut organik, yang sering dijumpai pada
obat pembunuh serangga juga bersifat korosif untuk saluran cerna. 2
Tertelan bahan kausatik biasanya terjadi pada anak-anak secara tidak sengaja,
dapat juga terjadi pada orang dewasa dengan tujuan bunuh diri atau percobaan
pembunuhan. Angka kejadian esofagitis korosif tertelan asam kuat, basa kuat, cairan
pemutih diperkirakan sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri atau sekitar
5.000-10.000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Anak di bawah 5 tahun dilaporkan
sering tertelan zat yang bersifat korosif akibat ketidaksengajaan dan kelalaian.
Sedangkan pada remaja dan dewasa dilaporkan kasus cukup sering pada remaja sebagai
percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dan ras yang mempengaruhi
terjadinya esofagitis korosif. 3,4
1
pada fase akut, fase laten dan fase kronis. Pada fase akut, esofagitis akut mudah dikenali
karena berlangsung cepat dan biasanya penyebabnya lebih mudah dikenali. Sedangkan
pada fase laten dan fase kronis yang membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih
sulit dikenali dan biasanya sudah menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan
esofagitis korosif padafase laten dan kronis juga lebih sulit. 1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan dari dalam ke luar yaitu lapisan mukosa,
submukosa, lapisan otot dan lapisan fibrosa. Pada Lapisan mukosa terdapat epitel
gepeng bertingkat tidak berkeratin, lapisan submukosa terdapat serabut kolagen yang
tebal dan serabut elastin serta kelenjer mukus dan plexus Meissner. Lapisan otot terdiri
dari otot polos dan otot lurik. Pada sepertiga atas esofagus terdapat otot lurik dan
sepertiga bawah terdapat otot polos, sedangkan sepertiga tengah terdapat campuran otot
polos dan otot lurik. Otot bagian dalam mempunyai serat sirkuler sedangkan bagian luar
3
mempunyai serat longitudinal. Serat sirkuler pada bagian bawah esofagus menebal
membentuk spingter kardia. Plexus Myentericus Auerbach terdapat di antara kedua
lapisan otot ini. 5
4
Gambar 2.2 Anatomi Esofagus
5
Gambar 2.3 Lapisan Esofagus
Di dalam esophagus, makanan turun oleh peristaltik primer dan gaya berat
terutama untuk makanan padat dan setengah padat, serta peristaltic ringan. Makanan
dari esofagus masuk ke dalam lambung karena relaksasi sfingter esofagus kardia. Stelah
makanan masuk ke lambung, tonus sfingter ini kembali ke keadaan semula sehingga
mencegah makanan masuk kembali ke esofagus. 2
6
Proses muntah terjadi karena tekanan di dalam rongga perut dan lambung
meningkat serta terjadi relaksasi sementara sfingter esofagokardia sehingga secara
refleks makanan dan cairan dari dalam lambung dan esofagus naik ke faring dan
dikeluarkan melalui mulut. 2
7
Tertelan bahan kausatik biasanya terjadi pada anak-anak secara tidak sengaja,
dapat juga terjadi pada orang dewasa dengan tujuan bunuh diri atau percobaan
pembunuhan. Zat kausatik dasar antara lain natrium hidroksida yang terdapat pada
bahan pembersih rumah tangga, sebagai bubuk pembersih saluran air kotor, natrium
karbonat (soda pencuci), natrium metaksilikat (bubuk mesin pencuci piring otomatis),
dan amonia. Bahan kausatik asam antara lain asam nitrat, asam hidroksikhlorat, merkuri
bikhlorik, asam sulfat, perak nitrat, dan fenol. 3
8
a. Basa kuat.
Basa kuat, tidak berbau dan tidak berasa, Tertelan basa kuat menyebabkan
nekrosis liquefactum, sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan
pelarutan protein pada mukosa superfisial dan berpenetrasi sampai lapisan
muskularis. Kematian sel terjadi karena emulsifikasi dan gangguan membran
sel. Ion hidroksida yang berasal dari zat basa bereaksi dengan kolagen jarinagn
sehingga menyebabkan pembengkakan dan pemendekan jaringan (kontraktur).
Selain itu, terjadi trombosis pada pembuluh darah kecil dan produksi panas yang
menyebabkan nekrosis jaringan lebih lanjut. 7
Trauma jaringan terberat ditemukan pada mukosa orofaring, hipofaring, dan
esofagus. Edema dapat terjadi menetap hingga 48 jam, kemudian dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas. Seiring bertambahnya waktu, jejas semakin
berat dan granulasi jaringan mulai terbentuk menggantikan jaringan nekrotik.
Jaringan granulasi dan jaringan parut terbentuk dalam 2-4 minggu, tidak jarang
terjadi striktur pasca tertelan basa kuat. 7
b. Asam kuat.
Asam kuat akan menyebabkan nekrosis koagulasi. Pada proses tersebut akan
terbentuk koagulum pada permukaan mukosa yang akan mencegah absorbsi zat
korosif ke lapisan esofagus bawah. Oleh karena itu, asam kuat akan
menyebabkan kerusakan pada gaster lebih sering ditemukan. Hal ini diduga
karena adanya proteksi alami dari epitel skuamosa esofagus. Lain halnya dengan
basa kuat, asam kuat rasanya tidak enak menyebabkan tersedak atau rasa
tercekik. Jaringan parur dapat terbentuk dalam 2-4 minggu kemudian. Larutan
asam kuat adalah asam sulfat (baterai), asam klorida, pembersih lantau,
pembresih kolam. 7
2.7. Tanda dan Gejala Klinis Esofagitis Korosif
Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis
zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding
esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak. 1
9
Esofagitis korosif di bagi dalam 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka bakar
yang ditemukan yaitu: 1
10
Gejala klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan
terbakar di saluran cerna bagian atas, mual, muntah, erosi pada mukosa,
kejang otot, kegagalan sirkulasi dan pernafasan.
2. Fase Laten
Berlangsung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien
berkurang, suhu badan menurun. Pasien merasa ia telah sembuh, sudah dapat
menelam dengan baik akan tetapi prosesnya sebetulnya masih berjalan terus
dengan membentuk jaringan parut (sikatriks).
3. Fase Kronis
Setalah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah
terbentuk jaringan parut, sehingga terjadi striktur esophagus.
2.8.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif
atau zat organik. Gejala sangat bergantung pada hebatnya kerusakan. Nyeri ringan
sampai berat dirasakan di daerah bibir, mulut, tenggorokan atau leher, dan di daerah
dada yang kadang disertai keluarnya muntah. Bila kerusakan berat, akan timbul
disfagia, bisa juga disertai nyeri epigastrium dan hematemesis yang merupakan tanda
dan gejala kerusakan lambung. Perdarahan hebat serta perforasi dari esophagus maupun
lambung biasanya terjadi dalam 2 minggu setelah menelan zat korosif. 1,2,8
Demam dan tanda infeksi biasanya umunya terjadi bila ada invasi kuman. Dalam
1-2 minggu tanda peradangan akan berkurang dan pasien bisa minum atau makan
makanan cair lagi, walaupun kadang mengalami kesukaran karena nyeri. 2
Sesak napas terjadi apabila ada udem atau peradangan glotis. Pada kerusakan
sedang, perlu dipikirkan adanya periode laten lebih kurang selama 2 minggu atau lebih
11
selama fase akut, yaitu pada saat penderita bisa makan seperti biasa lagi. Dalam proses
penyembuhan ini, terjadi striktur dan penderita mengalami kesukaran makan lagi secara
berangsur-angsur. 2
1. Pemeriksaan Laboratorium 9
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda
tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin
untuk melihat tanda-tanda keracunan sistemik.
b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu
menjagakeseimbangan cairan.
2. Pemeriksaan Radiologik
Foto Rontgen toraks postero-anterior dan lateral perlu dilakukan mendeteksi
adanya mediastinitis atau aspirasi pneumonia. Pemeriksaan Rontgen esofagus
dengan kontras barium (esofagogram) tidak banyak menunjukkan kelainan pada
stadium akut. Esofagus mungkin terlihat normal. Jika ada kecurigaan akan
adanya perforasi akut esofagus atau lambung serta ruptur esofagus akibat trauma
12
tindakan, esofagogram perlu dibuat. Esofagogram perlu dibuat setelah minggu
kedua untuk melihat ada tidaknya striktur esofagus dan dapat diulang setelah 2
bulan dievaluasi. Gambaran adanya striktur esofagus biasanya lumen yang
menyempit, pinggir yang tidak rata, tapi bisa juga rata, tampak kaku, dan pada
umumnya terjadi pada bagian dekat arkus aorta. 1
3. Esofagoskopi
Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian
atau jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu
melakukan esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa
melalui ulkus tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi. Esofagoskopi juga
tidak boleh dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda perforasi saluran cerna
yang jelas, udem atau nekrosis saluran nafas yang hebat, dan pasien dengan
hemodinamik tidak stabil, dengan alasan meningkatkan resiko terjadinya cedera
yang lebih parah. Derajat luka bakar pada esofagus yang ditemukan pada
esofagoskopi dapat dibagi menjadi: 1,10
a. Derajat I : eritema dan udem mukosa.
b. Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.
c. Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).
d. Derajat III : ulkus yang dalam, multipels, dan bewarna hitam kecoklatan atau
abu-abu.
e. Derajat IV : perforasi.
Terapi esofagitis korosif dibedakan antar tertelan zat korosif dan zat organic.
Terapi esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase
13
kronis. Pada fase akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi
medik dan esofagoskopi. 1
a. Perawatan umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan umum
pasien, menjaga keseimbangan elektrolit serta menjaga jalan napas. Jika terdapat
gangguan keseimbangan elektrolit diberikan infus aminofusin 600 2 botol,
glukosa 10% 2 botol, Nacl 0,9% + Kcl 5 Meq/liter 1 botol. 1
Untuk melindungi selaput lendir esofagus bila muntah dapat diberikan
susu atau putih telur. Jika zat korosif yang tertelan diketahui jenisnya dan terjadi
sebelum 6 jam, dapat dilakukan netralisasi (bila zat korosif basa kuat diberi susu
atau air, dan bila asam kuat diberi antasida).1
b. Terapi medik
Antibiotik diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.
Biasanya diberikan penisilin dosis tinggi 1 juta - 1,2 juta unit/hari, atau
antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum
antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif. 1,7
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah terjadinya pembentukan
fibrosis yang berlebihan. Kortikosteroid harus diberikan sejak hari ke pertama
dan diteruskan sampai 6 minggu dengan dosis 200-300 mg sampai hari ke tiga.
Setelah itu dosis diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tapering off). Dosis yang
dipertahankan (maintenance dose) adalah 2x50 mg/hari. 1
Proton Pump Inhibitor (PPI) dapat mengurangi pajanan esophagus yang
cedera terhadap asam lambung sehingga mengurangi formasi striktur. 7
Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat
diberikan, jika pasien merasa sangat kesakitan. 1
c. Esofagoskopi
Biasanya dilakukan esofagoskopi pada hari ke tiga setelah kejadian atau
bila luka bakar di bibir, mulut, dan faring sudah tenang. 1
Jika pada waktu melakukan esofagoskopi ditemukan ulkus, esofagoskop
tidak boleh dipaksa melalui ulkus tersebut karena ditakutkan terjadi perforaai.
Pada keadaan demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa naso
14
gaster) dengan hati-hati dan terus menerus selama 6 minggu. Setelah 6 minggu
esofagoskopi di ulang kembali. 1
Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini
dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilakukan sekali
seminggu, bila keadaan pasien lebih baik dilakukan sekali 2 minggu. Setelah
sebulan, sekali 3 bulan dan demikian seterusnya sampai pasien dapat menelan
makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan
sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis ujung ke ujung. 1
15
\
BAB III
KESIMPULAN
Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar
karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah asam kuat, basa
kuat dan zat organik. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif
tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya
kontak dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau
tidak.
Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik,
pemeriksaan fisik, bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian, pemeriksaan
radiologik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagoskopi.
Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah pembentukan
striktur. Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronik. Pada fase akut,
dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi.
Fase kronik telah terjadi striktur, sehingga dilakukan dilatasi dengan bantuan
esofagoskop. Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring,
pneumonia aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian.
16
Prognosis tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat
yang tertelan, lama paparan, pH, volume, konsentrasi, kemampuannya
menembus jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir
zat yang masuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E. Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: FK UI.
2. Sjamsuhidajat R.., DeJong W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
3. Ballenger, J. Jacob. (1997). Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara.
4. Lionte, Catalina, et all. Unusual Presentation and Complication of Caustic Ingestion;
Case Report. J Gastrointestine Liver Disease. March vol.16. No.1. 2007.
Diakses: 6 Mei 2017.
5. Fitri F, Novialdi, Trian W. 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Striktur Esofagus.
Bagian THT-KL FK Andalas.
6. Siegel, G Leighton. 1997. Penyakit Jalan Napas Bagian Bawah, Esofagus Dan
Mediastinum dalam Adams et al. Boies: Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta:
EGC.
7. Tanto, C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius
8. Arunachalam R, Rammohan A. 2016. Corrosive Injury Of The Upper
Gastrointestinal Tract: A Review. Arch Clin Gastroenterol, Vol 2(1). pp: 056-062.
9. Kardon, EM. 2016. Toxicity, Caustic Ingestion.
http://emedicine.medscape.com/article/813772-workup - Diakses: 6 Mei 2017
17
10. Lionte et al. 2007. Unusual Presentation And Complication Of Caustic Ingestion:
Case Report. Medical Cilnic, Emergency Clinic Hospital, Gr.T.Popa University of
Medicine and Pharmacy, Iasi. Vol 16, No 1. pp: 109-112.
18