Solven

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

Keracunan Solven Akibat Kerja

Imelda Gunawan
102012205
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna no. 6, Jakarta 11510
email: meldaa.gunawan@yahoo.com

Pendahuluan
Industri sepatu yang termasuk usaha kecil merupakan pekerjaan tertua yang pernah
ada. Sejak dahulu, sepatu telah dibuat dari bahan, seperti : kulit, kayu, kain, dan bahan
sintetik seperti karet dan plastic. Saat ini proses pembuatan sepatu telah banyak
menggunakan mesin, tetapi sepatu buatan tangan tetap dianggap sebagi produk dengan
kualitas terbaik, tetapi diperkirakan memiliki potensi pajanan akibat kerja yang telah
besar.Selama proses produksi, industry pembuatan sepatu dimulai dengan proses memotong,
mengelem, menjahit, mewarnai, dan melapisi sepatu. Risiko terbesar terhadap keracunan
akibat kerja terdapat dalam proses pengeleman karenan pajanan pelarut organic. Hal tersebut
dibuktikan melalui beberapa penelitian yang menunjukan hubungan yang kuat antara pajanan
beberapa jenis bahan pelarut organic dengan penyakit tertentu pada pekerja.
Sebagian bahan pelarut yang digunakan dalam industry, termasuk industry sepatu,
adalah pelarut organic. Pelarut organik pada umumnya mudah menguap. Lem berbasis cairan
pelarut, pencair lem(primer), cairan pembersih, dan bahan-bahan kimia lainnya kemungkinan
berbahaya bagi orang dewasa dan anak-anak yang bekerja. Lem yang dipakai mengandung
bahan pelarut yang beracun seperti : benzene, toluene, metil etil keton, dan aseton yang dapat
menimbulkan ketagihan dan masalah kesehatan lainnya.1
Skenario
Seorang laki-laki berumur 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering pusing sejak
1 bulan terakhir. Selain itu pasien sulit konsentrasi saat bekerja dan sulit untuk tidur.
Pembahasan
Intoksikasi Solven Akibat Kerja
Tujuh Langkah Diagnosis Okupasi
1. Diagnosis Klinis
2. Pajanan yang dialami
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
4. Pajanan yang dialami cukup besar
5. Peranan faktor individu
6. Faktor lain di luar pekerjaan
7. Diagnosis Okupasi1-2
Diagnosis klinis
A. Anamnesis
Riwayat Penyakit
RPS: seorang laki-laki, usia (30thn), mengalami pusing
- Sejak kapan gejala-gejala mulai timbul?
- Apakah sering mengalami hal seperti ini? Apakah yang menyebabkan gejala?
- Sudah berobat atau minum obat? Apa jenis obat dan sudah berapa banyak?
RPD: -
Riwayat Pekerjaan
- Sudah berapa lama bekerja?
- Riwayat kerja sebelumnya? Apakah ada pekerjaan lain?
- Alat, bahan dan proses yang digunakan dalam pekerjaan?
- Berapa lama waktu kerja dalam sehari?
- Kemungkinan pajanan yang dialami?
- APD yang digunakan saat bekerja?
- Pekerja lain ada mengalami hal yang sama?
Dari anamnesis (alloanamesis) didapati pasien adalah seorang karyawan pabrik sepatu
bagian produksi bertugas merekatkan bagian bawah sepatu yang memakai solven yang dapat
menggangu sistem saraf pusat.3
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang diperiksa antara lain adalah tanda-tanda vital yang
didapatkan hasilnya dalam batas normal. Selain pemeriksaan fisik secara umum, perhatian
khusus harus diberikan pada sistem saraf. Pemeriksaan neurologi harus mencakup saraf
kranial, koordinasi, sensorik, kekuatan, gaya berjalan, reflex tendon. Perhatian khusus harus
diberikan pada pemeriksaan status mental yang diteliti seperti yang disebutkan diatas.
Fungsi saraf pusat
Pajanan mendadak terhadap bahan neurotoksik kadar tinggi umumnya memberikan
efek narkotik yang tidak spesifik. Bahan toksik mudah diidentifikasikan karena awitannya
mendadak.Pajanan kronis dengan kadar rendah lebih sukar dihubungkan dengan gangguan
sistem saraf pusat karena kurangnya gejala spesifik, kurangnya metode objektif untuk
melakukan pengkajian.4
Keluhan terbanyak berupa kesulitan berkonsentrasi dan mengingat.Menjawab secara
lisan, mengingat kejadian jangka lampau dan yang baru saja terjadi, perumusan konsep yang
kompleks, dankecekatan juga mungkin terkena. Selain itu, pasien dapat melaporkan sakit
kepala, kepala terasa ringan, vertigo, pandangan buram, koordinasi buruk,tremor dan
kelemahan ekstremitas. Pada kasus yang lebih berat, keluhan yang disampaikan berupa
kesulitan memperhatikan dan mengorganisasi kemampuan disertai depresi secara umum,
cepat tersinggung, dan rasa lelah.4
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu
menentukan suatu diagnosis, pemeriksaan tersebut dapat berbentuk pemeriksaan darah rutin
ataupun pemeriksaan rontgen toraks yang didapatkan hasilnya normal.
D. Pemeriksaan Tempat Kerja
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja misalnya kelembaban, kebisingan, penerangan
berguna untuk memastikan adanya faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta
mengukur kadarnya. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat kerja sangat perlu untuk
melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab
penyakit akibat kerja cukup dosisnya untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja
yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial),
faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses
produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri.
- Pengamatan lingkungan
Pengamatan lingkungan digunakan untuk mengkaji jenis bahan kimia dan kadar pajanan
ditempat kerja, bila mungkin, pengamatan pekerja secara perorangan harus dilakukan
daripada menggunaka sampel yang statis. Hal ini khususnya dilakukan pada pekerja yang
harus bergerak mengitari tempat kerja dan tidak berada hanya di satu tempat proses kerja
tertentu. Berkonsultasi dengan ahli kebersihan industri baik untuk mengamati
lingkungan.Namun, pada pabrik tertentu, petugas keselamatan atau teknisi dapat
melakukan pengamatan bila mereka sudah dilatih.Pengetahuan tentang jenis bahan kimia
yang menjadi pajanan merupakan informasi yang sangat berguna yang dibutuhkan
seorang dokter.5
- Pengamatan biologis
Pengamatan biologis adalah pelengkap pengamatan lingkungan. Teknik pengamatan
biologis akan memberikan informasi tentang beban tubuh (pajanan internal) yang
memberi gambaran keseimbangan antara penerimaan, biotransformasi, dan pengeluaran,
kontars terhadap pengamatan lingkungan yang mengukur kadar pajanan udara di tempat
kerja atau zona pernapasan.Pengamat biologis khususnya berguna bila penyerapan
melalui kulit atau secara tidak sengaja menelan, menjadi jalan masuk pajanan yang
bermakna.Pajanan kulit terhadapbahan pelarut terjadi di antara tukang cat, pembersih
lemak dan tukang cetak.Para pekerja ini sering memakai pelarut untuk membersihkan
kulit yang ternoda cat/tinta atau minyak.Hal penting yang perlu diperhatiakn mengenai
efek kronis adalah bahwa hasil pengamatan biologis yang dilakukan saat itu mungkin
tidak mencerminkan keadaan pajanan dimasa lalu.Oleh karena itu, lebih berguna bila
melihat hasil serial marker biologi dibandingkan hanya melihat satu hasil
saja.pengamatan biologis.5
Untuk menegakkan diagnosis klinik dari keracunan solven yang disebabkan oleh
bahan kimia yang digunakan pasien saat merekatkan bagian bawah sepatu dan hubungannya
dengan pekerjaan pasien, maka seorang dokter harus mempertimbangkan faktor-faktor
berikut :
a. Riwayat timbulnya sering pusing, sulit konsentrasi saat bekerja dan sulit untuk tidur.
b. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.
c. Riwayat penggunaan proteksi mulut, hidung, alat gerak dll.
d. Meneliti bahan solven yang digunakan di tempat kerja, untuk menentukan konsentrasi
solven.
e. Hasil pemeriksaan darah untuk mengetahui berapa banyak bahan solven yang sudah
terakumulasi dalam tubuh pasien
f. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab keracunan selain akibat solven
di tempat kerja seperti keracunan makanan, penggunaan obat-obatan yang
menyebabkan gangguan saraf pusat, dll.2-4
Pajanan yang dialami
Solven
Definisi
Solven ditambahkan untuk memudahkan pemakaian penyalut (coating) pada
adhesive, tinta, cat, vernis, dan penyegel (sealer). Solven ini mudah menguap, oleh karena itu,
mereka dengan sengaja dilepaskan ke atmosfer setelah penggunaan. Kebanyakan solven
adalah depresan sususan saraf pusat. Mereka terakumulasi di dalam material lemak pada
dinding saraf dan menghambat transmisi impuls. Pada permulaan seseorang terpapar, maka
pikiran dan tubuhnya akan melemah. Pada konsentrasi yang sudah cukup tinggi, akan
menyebabkan orang tidak sadarkan diri. Senyawa-senyawa yang kurang polar dan senyawa-
senyawa yang mengandung klorin, alkohol, dan ikatan rangkap memiliki sifat depresan yang
lebih besar.6
Solven adalah iritan. Di dalam paru-paru, iritasi akan menyebabkan cairan terkumpul.
lrritasi kulit digambarkan sebagai hasil primer dari larutnya lemak kulit dari kulit. Sel-sel
keratin dari epidermis terlepas. Diikuti hilangnya air dari lapisan lebih bawah. Kerusakan
dinding sel juga merupakan suatu faktor. Memerahnya kulit dan timbul tanda-tanda lain
seperti inflamasi. Kulit pada akhirnya sangat mudah terinfeksi oleh bakteri, menghasilkan
ruam dan bisul. Pemaparan kronik menyebabkan retak-retak dan mengelupasnya kulit dan
juga dapat menyebabkan terbentuknya calluses dan kanker. Solven-solven bervariasi
tingkatannya untuk dapat menyebabkan initasi. Semakin nonpolar suatu solven maka
semakin efektif ia melarutkan lemak kulit. 2
Hubungan pajanan dengan penyakit
Faktor yang mempengaruhi toksisitas zat kimia
Pada penilaian hasil evaluasi bahaya kerja suatu zat kimia berbahaya, perlu dilakukan
penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi toksisitas suatu bahan kimia. Faktor-
faktor tersebuat antara lain sebagai berikut.
1. Karakteristik kimiawi:
Komposisi
Derajat toksisitas. Dalam kondisi tertentu setiap zat kimia dapat menjadi toksik
terhadap mahluk hidup. Misalnya, zat kimia yang sangat toksik dengan dosis yang
sangat kecil pun akan menimbulkan kerusakan jaringan pada mahluk hidup,
sebaliknya zat kimia yang kurang toksik tidak akan menimbulkan gangguan walaupun
mahluk hidup terpajan dengan dosis yang cukup besar.
2. Karakteristik fisik (ukuran partikel, metode formulasi,suhu proses)
Kemurnian dan terdapatnya kontaminan
Karakteristik stabilitas dan penyimpanan
Terdapatnya pengemulsi, zat pewarna, zat pengawet.
3. Karakteristik pajanan
Dosis pajanan. Metode proses produksi atau penggunaan suatu zat kimia lain sangat
memengaruhi kuantitas absorpsi (dosis) substansi kimia tersebut.
Frekuensi dan durasi pajanan. Banyaknya pajanan yang terjadi (tunggal, berulang-
ulang atau terus menerus), lamanya pajanan (durasi) yang terjadi, dan interval masing-
masing pajanan yang terjadi juga harus dipertimbangkan.
Cara masuk pajanan (peroral, kulit, perinhalasi, perinjeksi)
4. Lingkungan kerja. Suhu dan kelembaban, tekanan udara, sumber penerangan lingkungan
kerja, dapat memengaruhi toksisitas suatu bahan kimia.
5. Ketentuan individu. Toksisitas suatu zat kimia juga dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
berat badan, status genetik, status imunologis, status gizi, dan status hormonal, misalnya
kehamilan, serta adanya penyakit menahun.1,2
Cara masuk zat kimia ke dalam tubuh
Bahan kimia yang berbahaya dapat masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara
berikut:1,2
1. Inhalasi
Disektor industri, pajanan bahan kimia berbahaya yang paling sering terjadi adalah
melalui sistem pernapasan.Sistem pernapasan merupakan jalan masuk yang paling efisien
bagi absorbsi zat kimia yang berbahaya. Pada orang dewasa yang sehat, luas permukaan
parunya sebesar 90m2, akan mengisap kira-kira 8.5 m udara dalam 8 jam kerja/hari bila
melakukan pekerjaan yang tidak terlalu berat.
Zat kimia yang melayang diudara terisap melalui lubang hidung atau mulut memasuki
saluran pernapasan untuk mencapai alveolus, yang merupakan tempat pertukaran gas.Di
alveolus, zat kimia tersebut, bergantung pada sifat-sifat fisik kimiawinya, dapat disimpan atau
dapat melalui dinding alveolus untuk memasuki aliran darah. Umumnya, zat kimia yang
diinhalasi akan mengiritasi membran mukosa disaluran pernapasan. Hal ini merupakan tanda
bahaya bagi yang mengisapnya, tetapi zat kimia tertentu tidak menimbulkan reaksi apapun
sehingga tanpa disadari zat kimia ini akan terinhalasi jauh sampai ke alveoli atau bahkan
memasuki aliran darah.
Masuknya partikel-partikel debu ke dalam tubuh tergantung pada ukuran dan daya
kelarutannya.Hanya partikel kecil saja yang dapat mencapai alveolus. Partikel tersebut
kemudian akan disimpan atau memasuki aliran darah, tergantung pada daya kelarutannya.
Partikel debu yang tidak larut umumnya akan dieliminasi oleh mekanisme pembersihan
saluran pernapasan, biasanya disapu oleh silia dan dikeluarkan ke saluran pencernaan oleh
lendir yang terdapat di permukaan saluran pernapasan bagian dalam. Partikel debu yang lebih
besar akan tersaring oleh bulu-bulu hidung atau disimpan disaluran pernapasan bagian atas
untuk dibatukkan atau tertelan ke saluran pencernaan. Keracunan solvent karena partikel
solvent terhisap lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua sesudah kontaminasi kulit.
2. Pencernaan (Ingesti)
Pajanan zat kimia melalui saluran pencernaan (peroral) hanya terjadi bila pekerja
makan, minum, mengisap rokok ditempat kerja yang terkontaminasi uap atau debu yang
melayang diruangan kerja.Pajanan peroral mungkin juga terjadi bila sebagian partikel zat
kimia yang diisap tertelan dan memasukin saluran pencernaan.Penyerapan makanan maupun
zat kimia yang berbahaya umumnya dilakukan diusus kecil.
Peristiwa keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan dengan
kontaminasi kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut:
Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang
terkontaminasi pestisida.
Drift (butiran halus) pestisida terbawa angin masuk ke mulut.Makanan dan minuman
terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor
atau disimpan dalam bekas wadah atau kemasan pestisida.
Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam bekas wadah makanan atau
disimpan tanpa label sehingga salah ambil.
3. Kulit
Ketebalan kulit dan keringat yang membasahi tubuh merupakan daya pertahanan yang
efektif untuk melawan pajanan zat kimia yang berbahaya.Namun, zat kimia yang larut dalam
lemak (larutan organik dan fenol) dapat diabsorbsi melalui kulit.Pada kulit yang cedera
(terpotong atau luka lecet), absorbsi zat kimia ke dalam tubuh menjadi lebih mudah.
Toksitas dermal (dermal LD 50) solvent yang bersangkutan maka makin rendah
angka LD 50 makin berbahaya.
Konsentrasi solvent yang menempel pada kulit, yaitu semakin pekat solvent maka
semakin besar bahayanya.
Jenis atau bagian kulit yang terpapar yaitu mata misalnya mudah sekali meresapkan
solvent
Luas kulit yang terpapar solvent yaitu makin luas kulit yang terpapar makin besar
risikonya.
Kondisi fisik yang bersangkutan. Semakin lemah kondisi fisik seseorang, maka
semakin tinggi risiko keracunannya.
4. Mata
Kontaminasi lokal beberapa jenis zat kimia pada mata mengakibatkan gejala sistemik,
tetapi umumnya hanya berpengaruh pada bagian-bagian tertentu dari bola mata, misalnya
metanol pada n.optikus, oksigen pada retina, tallium pada lensa mata, dan inhibitor
kolinesterase pada korpus siliaris. Namun, sebagian besar pajanan zat kimia pada mata akan
mengakibatkan kerusakan kornea, misalnya asam kuat, basa kuat, dan kalsium oksida (sering
kali terdapat pada benda asing yang memasuki mata). Perinjeksi pajanan zat kimia melalui
injeksi ditempat kerja sangat jarang terjadi.Disektor industri, pajanan per injeksi dapat terjadi
dengan sengaja atau tanpa sengaja akibat injeksi tekanan rendah seperti vaksin manusia,
hewan dipertenakan, ataupun akibat injeksi tekanan tinggi oleh pistol minyak pelumas,
gemuk, atau cat.
Bentuk fisik zat kimia
Pada dasarnya, bentuk fisik substansi kimia terdir dari benda padat, cair, dan gas.Bila
molekul substansi kimia terikat dengan zat yang sangat kuat maka disebut benda padat, bila
masih ada saling tarik menarik diantara molekul diantaranya disebut benda cair, sedangkan
bila hampir tidak ada usaha tarik menarik diantara molekul disebut gas. Oleh sebab itu gas
yang dilepaskan dalam suatu ruangan akan menyebar dengan sangat cepat untuk memenuhi
ruangan tersebut. Beberapa gas mudah dideteksi karena aromanya atau dari warnanya.Namun
kebanyakan gas tidak beraroma dan tidak berwarna sehingga keberadaannya hanya dapat
dideteksi dengan peralatan khusus.Konsentrasi minimum gas yang dapat dicium dari
aromanya disebut nilai ambang batas aroma. Bila nilainya lebih rendah dari nilai ambang
batas toksik, maka aromanya ini dapat menjadi peringatan akan keberadaannnya sebelum
melampaui nilai ambang batas toksik, tetapi banyak jugayang bernilai sebaliknya sehingga
bila gas tersebut sudah tercium, berarti usaha pencegahan sudah sia-sia. Tenaga panas dapat
mengubah benda padat menjadi cair atau cair menjadi gas.Sebaliknya, bila panas dilepaskan,
uap dapat menjadi cair. Selain bentuk fisik dasar zat kimia sudah dapat beralih bentuk atau
mempunyai bentuk lain.2
Gas merupakan zat kimia berbentuk gas jika berada dalam suhu dan tekanan ruangan,
contohnya carbon monoksida (CO), hydrogen sianida (HCN).
Uap adalah gas yang berbentuk cair jika berada dalam suhu dan tekanan ruangan.
Kemampuan penguapan suatu cairan tergantung dari titik didihnya.Semakin rendah titik
didihnya, maka folatilitasnya semakin tinggi (semakin mudah menguap).Contoh gas ini
adalah merkuri dan kloroform. Banyak uap yang lebih berat dari udara (monomer, vinyl
chloride) sehingga bila terjadi kebocoran maka uap tersebut akan tersebar dilantai, dan
pada ruangan kerja yang sempit akan menjadi kumpulan uap yang berbahaya didasar
ruangan.
Fume merupakan gas yang dihasilkan akibat proses pemanasan suatu benda padat. Fume
biasanya dihasilkan oleh kondensasi uap yang berasal dari logam yang dicairkan akibat
proses pemanasan, contoh pada proses pengelasan, dihasilkan oleh logam metal oksida,
cadmium dan arsen. Besar partikel fume sangat kecil (<0,1m)
Aerosol adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan terdapatnya partikel-
partikel benda padat atau benda cair yang melayang di udara. Aerosol dapat berbentuk:
Debu, adalah partikel benda padat yang terapung di udara. Biasanya debu dihasilkan
oleh proses mekanik sperti penggosokkan, pengeboran dan pemecahan benda padat,
serta cara pengolahan benda padat lainnya, misalnya asbestos dan silica. Partikel debu
berukuran 0,1-100m.
Kabut (mist dan fog), merupakan dispersi partikel halus benda cair di udara. Mist
memiliki partikel yang berukuran lebih besar dari pada partikel fog, sehingga
biasanya tidak bertahan lama tersebar di udara. Kabut dihasilkan oleh proses
penyemprotan, pemercikan dan perubahan bentuk cairan menjadi busa.
Asap, merupakan suspense partikel padat yang dihasilkan akibat proses pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan organik, misalnya batu bara, kayu, minyak tanah,
fosfor pentoksida. Partikel asap berukuran <0,5m.
Apakah Pajanan Cukup Besar?
Intoksikasi Solvent jenis Benzene
Keracunan benzene merupakan suatu keadaan intoksikasi yang disebabkan oleh
senyawa solvent seperti: benzene, yang bisa masuk kedalam tubuh baik dengan cara tertelan,
terhirup nafas, atau terabsorbsi lewat kulit dan mata.
Zat kimia benzene adalah bersifat non polar, senyawa aromatic yang tidak larut dalam
air, tidak berwarna, dan bau yang segar. Benzene memiliki titik didih 80C. Benzene
memiliki sifat mudah kering, maka digunakan sebagai pelarut pada lem pada industri sepatu.
Penggunaan solvent benzene berjalan seiring dengan upaya untuk mengurangi pemakaian
persenyawaan benzene yang terbukti menimbulkan efek kronis jangka panjang. Efek toksik
yang dihassilkan pajanan benzene adalah kerusakan sumsum tulang belakang oleh metabolit
benzene epoksida.
Diagnosa keracunan solven yang tepat harus dilakukan lewat proses medis baku,
kebanyakan harus dilakukan dilaboratorium. Namun jika seseorang yang mula-mula sehat
kemudian selama atau setelah bekerja dengan solvent merasakan salah satu atau beberapa
gejala keracunan solvent diduga telah keracunana solvent.1,2,7,8

Efek Toksik Zat Kimia dalam Tubuh


Efek toksik zat kimia yang berbahaya, bila masuk kedalam tubuh, bergantung pada
sifat fisik zat kimia tersebut dan sifat dasar patofisiologis organ tubuh terhadap pajanan
tersebut. Zat kimia dapat mengalami beberapa kemungkinan proses di dalam tubuh, antara
lain:
a. Disimpan di beberapa jaringan dan organ tubuh, dengan sebagian kecil diekskresi.
b. Diubah menjadi zat kimia lain yang lebih larut dalam air sehingga dapat dikeluarkan
melalui urine.
c. Dikeluarkan melalui pernafasan dan urine tanpa diubah lagi.
Beberapa zat kimia dapat mengakibatkan kerusakan jaringan atau organ tubuh.
Detoksifikasi dan proses metabolisme zat kimia ini terjadi di hati, sehingga menghasilkan
senyawa baru yang sering kali lebih berbahaya dari senyawa aslinya.
Klasifikasi
Penggunaan solvent benzene dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung
sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3
kelompok yaitu:
Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, kehilangan keseimbangan
dan koordinasi, iritasi pada kulit,mata,tenggorokan dan saluran pernapasan.
Keracunan akut berat, menimbulkan sulit bernafas, dan kematian setelah menghirup
solvent pada level tinggi.
Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan
gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan
penggunaan solvent diantaranya: terganggunya sumsum tulang.
Berdasarkan cara pajanan terjadi dan sifat dasar patologis organ tubuh terhadap
pajanan, efek toksik suatu bahan kimia dapat berbentuk:
a. Reaksi dalam bentuk iritasi atau lukabakar. Reaksi dalam bentuk iritasi atau luka
bakar terjadi karena kontak langsung zat kimia dengan bagian tubuh (kulit, mata, dan
saluran pernapasan).Cedera langsung terjadi ditempat pajanan, misalnya luka bakar
akibat kontak dengan bahan kimia yang korosif.
b. Reaksi alergi. Reaksi alergi dapat terjadi pada kulit dan saluran pernapasan.Alergi
pada kulit disebut dermatitis allergy.Reaksi allergi tidak hanya tampak pada tempat
kontak, tetapi juga dapat terjadi dibagian tubuh mana saja, misalnua reaksi akibat
epoksi resin, derivat batubara, dan asam kromat. Sensititasi pada saluran pernafasan
akan mengakibatkan terjadinya asma akibat kerja, misalnya karena pajanan
formaldehid atau biji-bijian.
c. Teratogenesis. Gangguan pada janin dalam kandungan, biasanya akibat pajanan zat
kimia selama kehamilan trimester pertama, akan mengakibatkan terjadinya
malformasi kongenital. Zat kimia yang dapat menyebabkan hal tersebut misalnya gas
anestesi dan merkuri.
d. Efek sistemik. Pajanan zat kimia yang ditransportasikan oleh aliran darah keseluruh
tubuh, jauh dari tempat pajanan terjadi, sehingga efek toksik tidak hanya terlokalisasi
disutu tempat tetapi juga dapat menyebar kebagian lain sistem tubuh, dapat
mengakibatkan terjadinya efek sistemik umum, narkosis, asfiksia, mutagenik, dan
karsinogenik.1,2,8
Faktor yang mempengaruhi keracunan solvent antara lain:
Faktor Intrinsik(dijelaskan pada langkah kelima)
Faktor Ekstrinsik
o Jangka waktu atau lamanya terpapar solvent
Paparan yang berlangsung terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang
terputus-putus pada waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan
bila terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penciuman bau solvent yang terpapar berulang
kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.Telah dibuktikan bahwa
penggunaan solvent benzene secara berlama-lama untuk lem dapat menyebabkan kanker
seperti non leukimia.
o Dosis Solvent
Dosis solvent berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan solvent, karena itu
dalam melakukan pencampuran benzene untuk merekatkan bagian bawah sepatu hendaknya
memperhatikan takaran atau dosis yang tertera pada label. Dosis adalah jumlah solvent dalam
liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan tiap satuan luas tertentu yang
dilakukan satu kali aplikasi atau lebih. Dosis solvent ditentukan oleh produsen atau lembaga
penelitian yang berwenang setelah melalui penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh
pengguna solvent bezene, namun kenyataanya di lapangan, dosis biasa disesuaikan menurut
keadaan. Penambahan dosis menjadi lebih pekat jika terhirup melalui inhalasi dapat beresiko
terhadap kesehatan.
o Kebersihan Perorangan (Personal Higiene)
Kebersihan perorangan (Personal higiene) ditujukan untuk menjaga kebersihan badan
dan mencegah material berbahaya menempel untuk waktu yang lama dan diserap oleh kulit
sama bahayanya dengan menghisap atau memakan bahan kimia dalam jumlah kecil yang
dapat menggangu kesehatan.
o Alat Pelindung Diri (APD)
Karyawan merekatkan bagian bawah sepatu dengan menggunakan lem yang
mengandung solvent benzene. Tetapi, pelaksanaan merekatkan bagian bawah sepatu
tidak dilaksanakan menurut ketentuan atau petunjuk, artinya : sewaktu karyawan
bekerja tidak memakai pengaman secara sempurna seperti : masker, topi, kacamata,
sepatu khusus, mantel, sarung tangan, sehingga dapat mengakibatkan keracunan
solvent.2
Kualitatif
Seberapa sering dan banyak pasien menggunakan solvent tsb.Sudah berapa lama pasien
menggunakan solvent tersebut. Dikatakan dalam skenario bahwa pasien bekerja di pabrik
tersebut 8 jam/hari selama 10 tahun.
Lingkungan Kerja
Pasien bekerja sebagai karyawan pabrik sepatu bagian produksi bertugas merekatkan bagian
bawah sepatu.
Pemakaian APD
Tidak menggunakan APD
Lama Pajanan
Banyaknya jumlah jam kerja yang dilakukan pekerja setiap hari di lingkungan kerja. Pada
skenario, pekerja bekerja sehari 8 jam..
Jumlah Pajanan
Tidak dijelaskan secara pasti berapa banyak solvent yang digunakan oleh pasien dalam 1 kali
produksi sepatu.
Faktor Individu (Intrinsik)
o Jenis Kelamin
Sebagian besar pekerja pada pabrik sepatu adalah laki-laki. Solvent jenis benzene ini
selain berasal dari lem, juga terdapat pada asap rokok. Merokok dapat menambah
risiko pajanan dari benzene.
o Pendidikan
Permasalahan penggunaan solvent bertumpu pada dua hal yaitu kuantitas jumlah
pekerja yang sangat besar dan secara kualitas kurang memadai karena faktor
pendidikan yang umumnya rendah sehingga tidak jarang pekerja tidak membaca
petunjuk pengunaan solvent.Selain itu kurang disosialisasikan penggunaan solvent
yang benar, sehingga tingkat kesadaran masyarakat terhadap dampak solvent masih
sangat rendah.
o Usia pasien merupakan salah satu faktor. Semakin tua usia pekerja maka semakin
tinggi risiko keracunan solvent. Karena umur seseorang dapat mempengaruhi daya
tahan tubuh terhadap paparan zat toksik atau bahan kimia.
o Tidak dijelaskan pasien memiliki alergi makanan, obat-obatan dst.8
Faktor Di Luar Pekerjaan
Tidak dijelaskan apakah pasien memiliki pekerjaan lain selain sebagai karyawan
pabrik sepatu
Apakah pasien memiliki masalah keluarga, masalah di lingkungan tempat kerja dan
masalah kejiwaan pasien. Dan dalam skenario pasien tidak memiliki masalah tersebut.
Diagnosis Okupasi
Setelah meneliti langkah 1 sampai 6 maka di simpulkan diagnosisnya adalah Intoksikasi
Solvent PAK
Intoksikasi Solvent PAK, disebabkan karena pasien termasuk dalam komunitas pekerja
yang menggunakan solvent untuk merekatkan bagian bawah sepatu.
Penatalaksanaan Kasus
A. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, terjadi secara tiba-tiba
dantidak terduga, serta dapat menyebabkan cedera terhadap tenaga kerja yang mengalaminya.
Kecelakaan kerja dapat menyebabkan cedera kepada tenaga kerja, tenaga kerja yangtelah
memperoleh perawatan dan pengobatan dapat berlanjut menjadi sembuh total tanpa
cacat,sembuh dengan cacat atau meninggal dunia.7
B. Pencegahan Keracunan
Dalam lingkungan industri, pencegahan merupakan tindakan yang lebih baik dari pada
membiarkan terjadi keracunan. Pencegahan terjadinya keracunan dalam proses produksi di
industri dapat dilakukan dengan cara :8
1. Menggunakan zat kimia alternatif yang kurang toksik
2. Mengurangi bahaya dan resiko yang mungkin dapat ditimbulkan pada pekerja dan
lingkungan.
Selain itu perlu diusahakan upaya pengamanan seperti :
a. Menyediakan tempat penyimpanan yang aman
b. Tersedianya sarana air pembilas di tempat-tempat strategis
c. Menyediakan dokter perusahaan
d. Melengkapi pekerja dengan masker, kacamata, sarung tangan
C. Penanggulangan Dini Keracunan
Penanggulangan keracunan perlu dilakukan untuk kasus akut maupun kronis. Pada
kasus kecacunan akut, diagnosis klinis perlu segera dibuat. Ini berarti mengelompokkan
gejala-gejala yang diobservasi dan menghubungkan dengan golongan xenobiotik yang
memberi tanda-tanda keracunan tersebut. Hal ini tentu membutuhkan pengetahuan luas
tentang suatu toksis semua zat kimia. Tindakan dini dapat dilakukan sebelum penyebab pasti
dari kasus diketahui, karena sebagian besar keracunan dapat diobati secara simtomatis
menurut kelompok kimianya.8
Beberapa contoh tindakan yang perlu dilakukan pada kasus keracunan akut :
a. Koma, yaitu : penderita hilang kesadarannya. Periksalah apakah penderita masih
bernafas teratur sekitar 20 kali semenit. Bila tidak bernafas maka perlu dilakukan
pernafasan buatan. Dalam keadaan koma penderita harus segera dibawa ke rumah sakit
yang besar yang biasa merawat kasus keracunan. Jangan diberi minum apa-apa, dan
hanya boleh dirangsang secara fisik untuk membangunkan seperti mencubit ringan atau
menggosok kepalan tangan di atas tulang dada (sternum). Obat perangsang seperti kafein
tidak boleh diberikan persuntikan. Bila muntah, tidurkanlah telungkup supaya muntahan
tidak terhirup dalam paru-paru.
b. Kejang
Bila terdapat kejang maka penderita perlu diletakkan dalam sikap yang enak dan semua
pakaian dilepas. Menahan otot lengan dan tungkai tidak boleh terlalu keras, dan di antara
gigi perlu diletakkan benda yang tidak keras supaya lidah tidak tergigit. Penderita
keracunan dengan kejang harus diberi diazepam intravena dengan segera, namun perlu
dititrasi, karena bila berlebihan dapat membahayakan. Penderita juga harus segera
dirawat di rumah sakit.
Gejala-gejala keracunan perlu dikelompokkan. Misalnya bila terdapat koma dengan
gejala banyak keringat dan mulut penuh dengan air liur berbusa, muntah, denyut nadi cepat,
maka dapat dipastikan bahwa hal ini merupakan keracunan insektisida organofosfat atau
karbamat. Pemeriksaan laboratorium mungkin tidak diperlukan. Antidotumnya sangat
ampuh. yaitu atropin dosis besar yang diulang-ulang pemberiannya.
Bila terdapat kelompok gejala: kulit kering (tidak lembab), mulut kering, pupil
membesar dan tidak bereaksi terhadap cahaya lampu, serta denyut jantung cepat, maka dapat
dipastikan bahwa racun penyebabnya sejenis atropin. Bila hal ini disertai dengan denyut
jantung yang tidak teratur, maka kemungkinan besar zat ini merupakan obat antidepresan
(yang menyerupai atropin).
Pengenalan penyebab keracunan harus didasarkan pada pengetahuan sifat-sifat obat
dan zat kimia dalam kelompok-kelompok gejala seperti di atas. Walaupun secara pasti belum
dapat ditentukan zat kimianya, namun pengenalan kelompoknya sudah cukup untuk dapat
melakukan upaya pengobatannya. Bila diinginkan identifikasi zat yang lebih pasti maka
diperlukan bantuan laboratorium toksikologi. Namun perlu disadari bahwa tanpa pedoman
diagnosis kelompok penyebab, laboratorium sulit sekali melakukan testing. Selain itu perlu
juga diwaspadai bahwa setiap keracunan dapat mirip dengan gejala penyakit.8
D. Manajemen Penderita Keracunan
Tindakan pada kasus keracunan bila tidak ada tenaga dokter di tempat adalah sebagai berikut:
1. Tentukan secara global apakah kasus merupakan keracunan.
2. Bawa penderita segera ke rumah sakit, terutama bila tidak sadar
Sebelum penderita dibawa kerumah sakit, mungkin ada beberapa hal yang perlu dilakukan
bila terjadi keadaan sebagai berikut:
1. Bila zat kimia terkena kulit, cucilah segera (sebelum dibawa kerumah sakit) dengan
sabun dan air yang banyak. Begitu pula bila kena mata (air saja). Jangan
menggunakan zat pembersih lain selain air.
2. Bila penderita tidak benafas dan badan masih hangat, lakukan pernafasan buatan
sampai dapat bernafas sendiri, sambil dibawa ke rumah sakit terdekat. Bila tanda-
tanda bahwa insektisida merupakan penyebab, tidak dibenarkan meniup ke dalam
mulut penderita.
3. Bila racun tertelan dalam batas 4 jam, cobalah memuntahkan penderita bila sadar.
Memuntahkan dapat dengan merogoh tenggorokan (jangan sampai melukai !).
4. Bila sadar, penderita dapat diberi norit yang digerus sebanyak 40 tablet, diaduk
dengan air secukupnya.
5. Semua keracunan harus dianggap berbahaya sampai terbukti bahwa kasusnya tidak
berbahaya.
6. Simpanlah muntahan dan urin (bila dapat ditampung) untuk diserahkan kepada rumah
sakit yang merawatnya.
7. Bila kejang, diperlakukan seperti dibahas di atas.
Kesimpulan
Dari hasil penelusuran ketujuh langkah diagnosis penyakit okupasi dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami Intoksikasi Solven dikarenakan pasien yang bekerja sebagai karyawan
pabrik sepatu menggunakan solven untuk merekatkan bagian bawah sepatu yang
menyebabkan pasien mengalami pusing sejak 1 bulan terakhir, sulit berkonsentrasi saat kerja
dan sulit untuk tidur.
Daftar Pustaka
1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. Jakarta: EGC. 2013. h. 48-128.
2. Sumamur PK. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta: Sagung Seto.
2014. h.250-55, 503-8, 514-7.
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Edisi 1. Surabaya: Erlangga;
2007.h.7-23.
4. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta : EGC; 2009.h.2-7.
5. Sumardjo D. Pengantar kimia. Jakarta: EGC. 2009. h. 472-5.
6. Ngatidjan. Toksikologi. Yogyakarta: Bagian Farmakologi & Toksikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2006.
7. Chandra B. Ilmu Kedokteran pencegahan dan komunitas. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.213-4.
8. Raini M. Toksikologi benzene dan penanganan akibat keracunan benzene. Media Litbang
Kesehatan 2007 Maret; 17(3): 10-8.

Anda mungkin juga menyukai