Anda di halaman 1dari 2

Manjau muli atau nganjang gadis adalah salah satu budaya, adat istiadat, tata cara pergaulan

antara muda mudi atau muli mekhanai lampung generasi 1950an dan sebelumnya. Bagi
muda mudi sekarang atau muda mudi setelah generasi 1960an, nampaknya, tata cara
pergaulan ini sudah tidak lagi atau jarang sekali dilakukan, wabil khusus pada masyarakat
lampung pesisir.

Manjau muli dilakoni setelah matahari terbenam, yang disebut juga sebagai manjau dibingi.
Diawali dengan bersiap-siapnya sang pemuda, berdandan ria, menyediakan segala
sesuatunya seperti, batere atau senter. Maklum sang mekhanai, dalam melakoni manjau muli,
terkadang harus masuk kampung keluar kampung. Melewati hutan, kebon, daerah
persawahan yang gelap gulita, menyeberangi sungai yang berarus deras dan sebagainya.

Selain senter dipersiapkan pula kain sarung. Kain sarung diperlukan untuk menutupi wajah,
terutama saat berjalan di jalan desa, baik secara sendiri-2 maupun bergerombol, bersamaan
dengan kawan-kawannya. Kain sarung sekaligus pula digunakan untuk penghangat tubuh,
menutupi anggota badan dari serangan serangga dan angin malam yang dingin itu.

Manjau muli dilaksanakan sebagai berikut; mekhanai mendatangi muli dari bagian belakang
rumah. Biasanya para muli setelah malam tiba, banyak melakukan aktivitas di bagian
belakang rumah sekitar dapur, sendiri atau bersama teman2nya. Sehingga para mekhanai,
akan dapat mengetahui apakah dirumah itu ada bidadarinya. Bila mekhanai sudah
mengetahui bahwa sang muli ada, dia akan memanggil menggunakan kode tertentu, misal
mengetok batu kecil, bersiul, bersuit dan sebagainya, dengan maksud sang muli mendekat ke
dinding, jendela, dimana terdapat celah, supaya suara bisa terdegar dari luar dan dari dalam
ruangan. Setelah muli mendekat, terjadilah komunikasi dua arah antara dua insan yang
sebelumnya tidak pernah kenal, memang sudah kenal, sudah berpacaran, atau bahkan sudah
merencanakan untuk meningkatkan hubungan ke jenjang perkawinan.

Dalam adat manjau muli, terdapat adab atau kode etik tidak tertulis, yang harus dipatuhi oleh
muli dan mekhanai, antara lain :
Apabila merkhanai dan muli sudah mulai berbicara atau disebut "Satekut-an" maka
mereka harus mau memberikan waktu sejenak kepada mekhanai lain yang datang kemudian,
untuk sekedar berkenalan atau bicara-2 ringan lainnya kepada si muli.
Mekhanai yang datang harus meminta izin terlebih dahulu kepada mekhanai yang
sedang satekutan, untuk berbicara dengan mulinya, dengan catatan tidak boleh terlalu lama,
sekitar 5 sampai dengan 10 menit, dan setelah itu harus mengembalikan muli kepada
mekhanainya.

Berdasarkan etika ini, maka pergaulan muli mekhanai lampung, telah menganut sistim
komunikasi pergaulan yang sangat terbuka, dalam arti siapa saja, boleh bicara dengan siapa
saja. Katakanlah mekhanai A, belum punya pacar, tetapi dia bisa ngobrol dengan banyak
gadis dalam satu malam. Asalkan dia bersedia berkeliling dari desa ke desa, sekedar untuk
meminta waktu sejenak, berbicara kepada muli yang nota bene adalah pacar orang lain atau
pacar si B. Demikian pula, apabila muli tertarik kepada dirinya, mekhanai tersebut dapat saja
diberi waktu oleh simuli untuk berbicara lebih banyak lagi pada kesempatan lain, untuk itu
mereka akan janjian. Akhirnya mekhanai A, berhasil merebut pacar B secara gentle.
Mekhanai B, setelah mengetahui, mulinya satekutan dengan A, sama sekali dia tidak boleh
marah apalagi mengancam A. Ketika B datang dan menemui mulinya sedang satekutan
dengan A, maka dia boleh minta waktu untuk bicara dengan muli itu, dalam rangka minta
klarifikasi misalnya, apakah hubungan mereka bisa berlanjut atau hanya sampai disitu saja.

Adat Manjau Muli di Lampung, ternyata telah menerapkan suatu tata cara pergaulan yang
sangat fair, terbuka, objektif, dan persaingan sempurna. Itulah hal yang unik dan menjadi
daya tarik, bagi muli mekhanai lampung waktu itu, untuk selalu pulang ke kampung halaman,
walaupun mereka sudah merantau keseantero negeri.

Pada saat Satekutan, mekhanai dan muli mulai merenda hubungan mereka. Berbicara ngalor
ngidul, saling menghibur, cerita lucu, cerita pekerjaan hari itu, cerita pengalaman dirantau
dan lain-2. Biasanya, untuk mengutarakan isi hatinya masing-masing muli dan mekhanai,
tidak jarang mereka berpantun bersambutan. Misalnya bila mereka rindu, meluncurlah pantun
sebagai berikut:
Mekhanai : Kiniku Kawai Handak, Nyak Kawai Handak Muneh, Kiniku Tiram dinyak, Nyak Tiram
Niku Muneh. (Kalau kamu berbaju putih, aku juga berbaju putih, kalo kamu merindukan aku,
aku juga merindukan kamu).
Muli: Kiniku Kawai Suluh, Nyak Kawai Suluh Muneh, Kiniku Rawang diluh, Nyak rawang diluh
Muneh. (Kalau kamu berbaju merah, saya juga berbaju merah, kalu kamu banjir air mata, aku
juga banjir air mata).
Banyak sekali pantun bersambut digunakan oleh mereka, bahkan karena kepiawaian sang
merakhanai, akhirnya sang muli tidak mampu menjawab, kecuali hanya dengan satu kata
"Ya"

Acara Satekutan, bisa berlangsung berjam-jam, tergantung kebutuhan dan kebetahan mereka
berdua. Muli duduk didinding sebelah dalam rumah dan mekhanai duduk didinding sebelah
luarnya. Terkadang orang tua muli ikut mengawasi, dengan mengingatkan putrinya untuk
istirahat dan segera tidur karena sudah larut malam.

Ketika hubungan telah terjalin dengan baik antara muli dan mekhanai, dalam artian mereka
sudah mulai berpacaran, memadu janji untuk saling setia, ber cita2 membangun rumah
tangga bahagia, dimungkinkan bagi mereka untuk bertemu pada siang hari, yang disebut
dengan istilah "Satatungga-an". Tempatnya bisa di rumah salah satu keluarga muli, di kebon
sembari muli mencari kayu bakar, di gubuk pinggiran sawah, atau pada hari raya, mereka
boleh saja berboncengan sepeda, untuk menghadiri atau menonton acara Halal Bil Halal
muda mudi, yang diselenggarakan oleh Desa2 tetangga.

Dalam perjalanan waktu, hubungan mekhanai dan muli bisa berlanjut, atau meningkat dari
hubungan biasa menjadi hubungan luar biasa. Apabila hal itu terjadi, maka pembicaraan
mereka sudah mulai mengarah pada hal-hal serius. Untuk meningkatkan status hubungan,
masing-masing muli dan mekhanai harus melaporkan kepada orang tua mereka. Istilahnya
Nyakakkon Kicek-an"
Orang tua mekhanai bersama wakil keluarga, bertemu dan bicara dengan orang tua dan
keluarga muli, biasanya sekaligus melamar dan menentukan rencana2 selanjutnya, termasuk
besarnya mahar yang harus disiapkan oleh keluarga mekhanai. Oleh karena itu, pembicaraan
tidak hanya cukup dilakukan sekali dua kali saja, tetapi ber-kali2, sampai tercapai kesepakan
mengenai semua hal oleh kedua keluarga.
Bandar lampung&lambar

Anda mungkin juga menyukai