Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul Katarak ,Glaukoma, dan Retinopati Diabetes ini dapat
diselesaikan.
Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Ilmu Geriatri di Panti Werda Kristen Hana periode 15 Juli 19 Agustus 2017.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Suryani Subadri selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini.
2. dr. Noer Saelan, Sp. KJ selaku Kepala SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSK Jiwa Dharma Graha
3. dr. Is, dr. Lina selaku dokter pengajar dan paramedis maupun staf di Panti Werda Kristen
Hana serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan referat,
membimbing dan menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian referat ini yang
tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat
klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang
membutuhkan.
Tim Penyusun
PENDAHULUAN
Dengan semakin bertambahnya usia, terjadi proses alami yang tidak dapat dihindari. Proses
alami ditandai dengan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normalnya. Banyak organ yang terganggu fungsinya akibat proses
penuaan ini, salah satunya adalah mata. Kelainan mata yang banyak dialami oleh orang berusia
lanjut seperti katarak, glaukoma, dan retinopati diabetes.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. Katarak terjadi
perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Pada tahun 2002, World Health Organization memprediksi katarak sebagai penyebab
kebutaan yang dapat disembuhkan pada 17 juta (47,8%) dari 37 juta kebutaan di seluruh dunia.
Diprediksi pada tahun 2020 mencapai 40 juta.
Selain katarak, glaukoma adalah penyakit mata yang juga sering timbul pada lansia.
Glaukoma merupukan penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Di Indonesia, glaukoma
diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya, glaukoma diderita pada orang berusia
lanjut, tingkat resiko meningkat sekitar 10% pada orang usia diatas 50 tahun.
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya
dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus
asimtomatik mengharuskan adanya kerjasama dengan bantuan dari semua petugas kesehatan.
Pada pasien diabetes, salah satu komplikasi mikrovaskular pada mata adalah retinopati
diabetes. Kelainan ini disebabkan oleh penimbunan glukosa dan fruktosa yang merusak
pembuluh darah halus pada retina. Pada retinopati diabetes proliferatif 50% pasien biasanya buta
sesudah 5 tahun, regresi spontan dapat pula terjadi. Maka pemeriksaan funduskopi rutin
diperlukan untuk mencegah perkembangan kelainan ini.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Katarak
2.1.3 Patofisiologi3,4
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis.
Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut
semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopia
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
KATARAK DEGENERATIF4
Katarak degenerative (senil) adalah semua kekeruhan yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia 50 tahun ke atas. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara
pasti.
Stadium Imatur
Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus
pada stadium ini 6/60 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior
dan bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka
sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena
kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang
keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang eruh
dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh.
Keadaan ini disebut shadow test (+).
Stadium Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga semua sinar
yang melalui pupil dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa. Kekeruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada
stadium ini 1/300. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali,
tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris
negatif (shadow test (-) ). Di pupil tampak lensa seperti mutiara.
Stadium Hipermatur
Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, bewarna kuning dan kering.
Visus pada stadium ini 1/300 1/~. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam
dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila proses kekeruhan berjalan
lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut katarak morgagni.
2.1.7 Komplikasi4
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi. Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea.
2.1.8 Penatalaksanaan3,4
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara
umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi.
Gambar 5: Glaukoma
2.2.3 Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan:
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah
pupil (glaukoma hambatan pupil)
Glaukoma sudut terbuka etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma.2,3Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki
bakat bawaan glaukoma, seperti:3
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis
bilik mata yang menyempit.
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (
goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan
yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.
2.2.4 Insidensi
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia 50 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma
meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka
menderita penyakit tersebut. 5
Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering dijumpai, sekitar 0,4-
0,7% orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan
mengidap glaukoma sudut terbuka.1
2.2.5 Patogenesis
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut
filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet,
kanal schlemn yang menampung cairan mata ke salurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.
b. Tonometer Aplanasi
Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat dipercaya dan
cermat bias dikerjakan dengan Goldman/Draeger.
Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan waktu beberapa
detik setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk mamapakan daerah
kornea yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer aplanasi di taruh
pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar sepasang
setengah lingkaran yang simetris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa
di semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah papak (teraplanasi). Dengan
melihat melalui mikroskop lampu celah dan dengan memutar tombol, ujung dalam kedua
setengah lingkaran yang berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya
tekanan intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil
pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala mikrometer dalam mmHg.
2.Gonioskopi 3,6,8
Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata,
juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau
glaukoma sudut tertutup.
3.Oftalmoskopi 3,6
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat
ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat
secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat menggambarkan ada
atau tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : 8
Kelainan papil saraf optik, atrofi
2.2.9 Penatalaksanaan
I. Medikamentosa 6
Glaukoma primer merupakan masalah terapi pengobatan. Pemberian pengobatan
medikamentosa harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah
diperoleh dan mempunyai efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita
dan keluarga, bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya
menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya
sedikit-sedikit. Tidak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma.
II. Operasi 8
Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor akueus, oleh karena
jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.
Pembedahan pada glaukoma :
1. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi anestesi lokal
kadang-kadang sedikit obat tidur.
Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk
suatu lubang. Melalui celah sclera yang dibentuk cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola
mata berkurang, yang kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus
2. Trabekulektomi
Teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi
ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau
salurannya diperluas.
Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di
bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu
diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan.
4. Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke
dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di
badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah
utama adalah bedah filtrasi.
2.3.3 Patogenesis
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa lamanya terpapar
terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan biokimia yang
akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil
pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit
3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi
pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat.
Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain:
Perubahan anatomis
o Capilaropathy
Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit
Proliferasi sel endotel
Penebalam membrane basalis
o Sumbatan microvaskuler
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat mempengaruhi prognosis
dari retinopati diabetik seperti;
Arteriosklerosis dan hipertensi
Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan mendadak
Hiperlipoproteinemi, mempengaruhi arteriosklerosis sehingga mempercapat perjalanan
penyakit
Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada insulin dapat
menimbulkan perdarahan dan proliferasi.
Growth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas diabetik retinopathy.
Kejadian retinopathy DM ternyata sangat rendah pada wanita dengan perdarahan post partum
akibat nekrosis pituitari. Penemuan ini memicu dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai
tindakan pencegahan dan pengobatan pada retinopathy DM pada tahun 1950. Teknik pengobatan
tersebut sudah dilarang karena ternyata menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring
ditemukannya teknik pengobatan laser.
Neovaskularisasi sering ditemukan pada perbatasan area perfusi dan non perfusi dan juga pada
papila nervi opticus. Neovaskularisasi tumbuh menembus permukaan retina dan ke dalam
hyaloid posterior (the scaffold of the posterior hyaloid face). Pembuluh darah baru tersebut
jarang menimbulkan gangguan visual. Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat
permeabel sehingga gampang pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus dan ruang pre retina.Neovaskularisasi ini berhubungan dengan pembentukan jaringan
fibroglial. Densitas dari neovaskular meningkat begitu pula dengan jaringan fibrotik namun pada
tahapan yang lebih lanjut pembuluh darah ini mengalami regresi dan meninggalkan jaringan
fibrotik avaskuler yang melekat pada retina dan hyaloid posterior. Pada saat terjadi kontraksi
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background Diabetik
Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat, IRMA, dan
kelainan vena
a. Minimal: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma, perdarahan
intraretina yang kecil atau eksudat keras
b. Ringan-sedang: terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan, perdarahan,
eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran
retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan 2 tanda pada derajat berat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 35
2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada
discus (NVD) yang mencakup < dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan
preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup >
daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2 gambaran yang
paling seing ditemukan pada retinopati proliferative resiko tinggi.
Pencitraan
Tes lainnya
Tes yang lain meliputi optical coherence tomography (OCT), yang menggunakan cahaya
untuk menghasilkan bayangan cross-sectional dari retina. Uji ini digunakan untuk menentukan
ketebalan retina dan ada atau tidaknya pembengkakan di dalam retina akibat tarikan
vitreomakular. Tes ini juga digunakan untuk diagnosis dan penatalaksanaan edema makular
diabetik atau edema makular yang signifikan secara klinis.
2.3.7 Penatalaksanaan
Perawatan Medis
Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan DM
tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy DM. Walaupun tidak
ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak tergantung insulin (NIDDM), sangat
logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip yang sama bisa diterapkan. Faktanya semua diabetes
(NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi kurang dari 7%
untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi jangka panjang dari DM termasuk
retinopathy DM.
Terapi Bedah
Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an menyediakan
modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang relatif rendah dan derajat
kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan mengarahkan energi cahaya dengan fokus
tinggi untuk menghasilkan respon koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetik
retinopathy (NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati
edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.
Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh darah yang
bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.
Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.
Diet
Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk semua orang dan
terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu mencapai pengontrolan berat
badan yang lebih baik dan juga pengontrolan diabetes.
Aktivitas
Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting untuk semua
individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa membantu dengan menjaga berat
badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal ini dapat membantu meningkatkan kontrol
terhadap diabetes, dan dapat menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.
Medikamentosa
2.3.8 Prognosis
Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang memiliki
prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu dilakukan
pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif.
Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang secara
klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan karena dapat
berkembang menjadi clinically significant macular edema (CSME).
Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan terapi
fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang 50%.
Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien DRNP berat
akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75% dimana 45% diantaranya
tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP sangat berat perlu dilakukan
pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.
Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik yang
dilakukan adalah scatter photocoagulation
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th edition. Interna
Publishing.
3. Kane RL, Ouslander JG, et al. 2009. Essentials of Clinical Geriatrics, 6th edition. McGrraw
Hill.
4. Halter J.B, Ouslander J.G, et al. 2009. Hazzards Geriatric Medicine and Gerontology, 6th
edition. USA: McGraw-Hill Company.
6. Stanley, Mickey, Patricia G.B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, 2th edition.
Jakarta: EGC
7. Cassel C.K, Leipzig R.M, et al. Geriatric Medicine, 4th edition. New York: Springer-Verlag
8. Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika