Preseptor :
Dr.Rista D Soetikno, dr., Sp.Rad (K)., M.Kes
Disusun Oleh :
VINTHA MORA
1301-1211-0662
1
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kepala : Simetris
Rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva anemis
Sklera tidak ikterik
PCH (-)
POC (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
JVP 5 + 2 cm H2O
Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak tampak dan tidak teraba
membesar
retraksi suprasternal (-)
Dada : Bentuk dan gerak simetris, ICS tidak melebar
ictus tak tampak teraba di ICS V LMCS
sudut epigastrium 90o
Paru : sonor, VF kiri = kanan, VR kiri = kanan
VBS kiri=kanan, ronchi (-), wheezing (+), slem (+)
Jantung : ictus, S1 = S2 Normal
S3 S4 (-), murmur (-)
Abdomen : datar, lembut
Hepar / Lien tidak teraba
BU (+) Normal
Ekstremitas : hangat, edema -/-,
clubbing finger (-)
Cappilary refill <2
2
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Hematologi
Darah rutin : Hb = 13.3 gr%
Ht = 42 %
Leukosit = 13.300 sel/mm3
Trombosit = 289.000 sel/mm3
Thoraks foto
Tidak tampak TB paru aktif.
Tidak tampak pembesaran jantung.
EKG
Tidak ada kelainan.
Diagnosis Kerja :
Non Atopic Asma
Usulan Pemeriksaan :
- Spirometri
Tatalaksana :
Bed rest
O2 2lt/menit
Infus Jaga D5%
Diet lunak 1500 kkal/hari
Nebulisasi dengan combivent 1 ampul + NaCl 2cc tiap 6 jam
Injeksi Ranitidin 3x1 ampul i.v
Erithromisin 4x500 mg
Drip aminofillin 2 ampul dalam D5% 500 cc, 10-15 gtt/menit
GG 3x1
OBH 3x1 C
3
PEMBAHASAN
Penderita didiagnosa sebagai penderita asthma bronchiale partly controlled dalam
serangan sedang atas dasar :
Anamnesis
Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas.
Sesak nafas disertai dengan bunyi mengi dan dirasakan semakin berat sehingga
penderita tidak dapat melakukan aktivitas dan sulit untuk berbicara.
Sesak dirasakan bertambah dengan aktivitas dan berkurang bila penderita duduk.
Keluhan sesak disertai dengan rasa dada seperti ditekan benda berat.
Penderita diketahui menderita asma sejak bulan Juli 2006. Penderita berobat rutin
ke poli asma RSHS sejak 2 bulan terakhir (2 minggu sekali). Penderita diberi obat
Amoxycillin, Eritromisin, Salbutamol, Methyl Prednisolon dan Berotec.
Keluhan sesak dirasakan penderita timbul jika penderita menghirup asap,
kelelahan dan udara dingin.
Serangan sesak dirasakan penderita 2-3 kali/minggu, dan timbul terutama pada
malam menjelang dini hari.
Riwayat sering bersin-bersin, hidung berair pada pagi hari dan menghilang pada
siang hari diakui penderita.
Penderita mengakui memiliki alergi makanan (udang, ikan asin, ikan tongkol).
Riwayat keluhan serupa pada keluarga diakui yaitu nenek penderita.
Pemeriksaan Fisik
Wheezing (+)
Slem (+)
Beberapa diagnosa banding dapat disingkirkan atas dasar :
PPOK
Penderita tidak merokok dan tidak ada yang merokok di lingkungan sekitar
penderita.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan hipersonor dan pada inspeksi tidak
ditemukan bentuk dada khas PPOK (barrel chest).
4
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, yaitu :
Laboratorium darah rutin
Terdapat peningkatan leukosit.
EKG
Tidak ada kelainan.
Thoraks foto
Tidak tampak TB paru aktif.
Tidak tampak pembesaran jantung.
5
ASMA
DEFINISI
Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, tetapi para ahli sampai saat ini
belum sepakat mengenai definisi penyakit tersebut. Definisi asma yang lengkap yang
menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan
oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma adalah gangguan inflamasi kronik
saluran nafas yang menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk batuk terutama pada malam / dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas yang luas dan seringkali bersifat reversibel dengan / tanpa
pengobatan.
6
seluruh dunia. Jumlah kasus kematian karena asma ini tidak berhubungan dengan jumlah
prevalensi.
Asma merupakan penyebab utama absensi dari pekerjaan di berbagai negara
seperti Australia, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat. Asma juga memepengaruhi
tingkat kehadiran di sekolah. Pada penderita asma biaya perawatan di emergensi lebih
mahal dibandingkan dengan perawatan yang direncanakan untuk mengontrol asmanya.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia,
hal itu tergambar dari data survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi
Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab
kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru
2/1000.
Tahun 1993 di Surabaya dilakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa
Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile
Indonesia dan Respiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine,
New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak
flow meter dan uji bronkodilator. Seluruh 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata
35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2%
dan perempuan 6,6%.
FAKTOR RESIKO
Faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya asma dibagi atas yang menyebabkan
berkembangnya asma (faktor pejamu) dan pencetus (faktor lingkungan)
A. Faktor Penjamu (Host)
- Genetik
Data terakhir menunjukkan banyak gen yang berperan pada patogenesis asma
seperti produksi IgE antibodi (atopi), dan hiperresponsif saluran nafas.
- Obesitas
7
Obesitas menambah faktor resiko untuk asma. Mediator seperti leptin
mempengaruhi fungsi saluran nafas dan menambah resiko untuk berkembangnya
asma.
- Jenis kelamin
Sebelum usia 14 tahun : anak laki-laki kurang lebih 2 kali lebih banyak terserang
asma dibandingkan anak wanita, tetapi pada orang dewasa prevalensi asma lebih
banyak pada wanita.
B. Faktor Lingkungan
- Alergen
Alergen bisa didapat di dalam rumah dan di luar rumah, contoh :
- Dalam ruangan : Tungau, hewan berbulu (anjing, kucing, tikus), kecoa, jamur,
molds, ragi.
- Luar ruangan : Serbuk sari, jamur, molds, ragi
- Infeksi
Infeksi saluran pernafasan terutama oleh virus merupakan penyebab terbanyak
timbulnya eksaserbasi pada penderita asma.
- Bahan di lingkungan kerja
- Rokok :
- Perokok pasif
- Perokok aktif
- Polusi udara luar/dalam ruangan
Terdapat kasus peningkatan kasus eksaserbasi asma. Sehubungan dengan
peningkatan kadar polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan.
- Diet
Bayi yang diberi susu sapi atau kedelai mempunyai insidensi wheezing lebih
tinggi dibandingkan yang dengan air susu ibu.
MEKANISME ASMA
A. Patogenesis Asma
8
Patogenesis asma banyak dipelajari dari autopsi pada pasien yang
meninggal karena penyakit asma yang berat. Gambaran secara umum tidak hanya
oklusi pada saluran pernafasan karena plak mukus, tetapi didapatkan juga sel-sel
radang seperti neutrofil, eosinofil, dan limfosit. Selain hal itu di atas terjadi juga
hipertrofi dan hyperplasia otot polos.
Akhir-akhir ini proses inflamasi juga telah dikonfirmasi pada biopsi
bronkial yang berasal dari pasien dengan asma serangan ringan. Walaupun sel
neutrofil tidak ditemukan secara dominan pada kasus ini, eosinofil, sel mast dan
limfosit ditemukan bervariasi pada saluran trakeobronkial. Ditemukan juga
deposisi kolagen pada membran basalis dan jejas pada sel.
Proses siklus inflamasi pada asma dimulai dengan adanya sensitisasi
karena inhalasi alergen. Sel dendritik yang merupakan antigen precenting cells
(sel penyaji antigen) akan mengolah antigen yang masuk dan selanjutnya bergerak
ke regional nodus limf dimana antigen diperkenalkan ke tempat limfosit Y dan B.
Sel B diinduksi untuk memulai membentuk IgE oleh IL-4 dan IL-13 yang
disekresi oleh sel T. IgE kemudian berikatan pada reseptor IgE mast sel pada
saluran nafas.
Pada saat paparan ulang, IgE yang berikatan dengan kompleks mast sel
dan alergen akan mengaktivasi sel. Aktivasi ini diikuti dengan dilepaskannya
histamin, leukotrien, dan sitokin yang merupakan media fisiologis untuk
mempertahankan proses inflamasi dan asma.
Di antara sitokin-sitokin yang, beberapa sitokin, terutama IL-4, IL-5,
granulocute macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) membawa
eosinofil ke paru-paru, merangsang mediator mediator seperti major basic protein
(MBP) yang dapat membuat jejas mukosa bronkus menginduksi bronkospasme,
dan mempertahankan keadaan inflamasi.
Mekanisme predisposisi pada individu tertentu untuk berkembang menjadi asma
tidak diketahui. Akhir-akhir ini terdapat bukti yang mendukung hipotesis higiene.
Teori ini mengemukakan bahwa paparan lingkungan pada masa awal-awal
kehidupan mengatur berkembangnya respons imun yang secara klinik
bermanifestasi alergi dan asma.
9
Sel-T Helper dapat dibagi menjadi sel Th-1, yang memproduksi IL-2 dan
interferon gamma yang berperan pada cell-mediated immunity, dan sel Th-2 yang
memproduksi IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13. Hipotesis higiene beranggapan bahwa
bayi cenderung ke fenotipe Th-2 dan membutuhkan paparan dini untuk
berkembangnya Th-1 dan menyeimbangkan respon terhadap paparan antigen yang
akan datang. Paparan awal terhadap penyakit campak (measles), hepatitis A, dan
bahkan paparan sewaktu di dalam kandungan mungkin menginduksi perubahan
Th-2 menjadi Th-1, tetapi besarnya perubahan ini dipengaruhi oleh faktor genetik.
Sel Th-1 bersifat protektif sedangkan Th-2 bersifat menimbulkan penyakit alergi,
termasuk asma.
Faktor herediter pada pasien asma sangat kompleks, dengan lebih dari 100
gen yang terlihat. Walaupun faktor atopi berperan banyak, tetapi tidak semua
pasien memperlihatkan.
B. Patofisiologi Asma
Secara klasik serangan asma akut dibagi menjadi fase awal dan fase lanjut.
Dalam waktu beberapa menit setelah paparan terhadap suatu pencetus terjadi
aktivasi reseptor pada sel mast yang menginduksi degranulasi dan pelepasan
histamine, leukotrien dan bronkokonstriktor yang lainnya.
Kontraksi otot polos dan edema mukosa menyebabkan obstruksi saluran nafas
yang bertanggung jawab terhadap gejala asma. Fase ini biasanya pulih dalam
waktu 1 jam.
Puncak gejala ke 2 dimulai setelah 1-6 jam setelah terpapar sampai 24 jam
yang merupakan respon lambat (fase lanjut). Gejala yang muncul sering lebih
berat dan sel eosinofil yang paling bertanggung jawab, tetapi sel-sel yang lain
juga terlihat.
Bronkokonstriksi akut dan edema jalur nafas, diikuti oleh formasi plak
mukus, bertanggung jawab terhadap peningkatan resisten aliran udara. Terjadi
penyempitan hampir sebagiain besar saluran nafas, terutama bronkus kecil 2-5
mm. Kapasitas residu fungsional sering meningkat karena waktu ekspirasi
memanjang. Faktor ini meningkatkan kerja otot nafas selama serangan akut.
10
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada
daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang
melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Berbeda dengan pasien penyakit
paru obstruksi kronik, pasien-pasien asma melakukan kompensasi dengan cara
hiperventilasi. Jadi walaupun hipoksemia ringan sampai sedang sering ditemukan,
sebagian besar pasien-pasien ini mengalami hipokapnia selama serangan. Jika
terjadi hiperkapnia merupakan tanda ancaman respiratory arrest.
Selama perjalanan penyakitnya, penderita asma tetap mengalami proses
inflamasi pada saluran nafas walaupun pada pasien ini tidak ditemukan gejala
klinik atau asimptomatik. Proses inflamasi kronik tersebut menyebabkan desposisi
jaringan ikat dan penebalan membran basalis. Hal ini berlanjut terus sehingga
dapat terjadi obstruksi yang ireversibel.
Eksaserbasi Akut
Perburukan gejala asma yang terjadi karena paparan terhadap pencetus
seperti polusi udara, kegiatan fisik, cuaca tertentu (hujan). Perburukan yang lebih
lama biasanya terjadi karena adanya infeksi saluran nafas atau khususnya
rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV) atau paparan alergen yang
meningkatkan proses inflamasi.
Nocturnal Asma
Mekanisme perburukan asma pada malam hari tidak sepenuhnya diketahui
tetapi mungkin dipengaruhi oleh ritme sirkadian hormon seperti epinefrin dan
kortisol. Terjadi peningkatan inflamasi pada malam hari yang terjadi karena
pengurangan anti inflamasi endogen.
11
Merokok dan Asma
Merokok membuat sama lebih sulit dikontrol, lebih sering mengalami
eksaserbasi dan perawatan rumah sakit. Fungsi paru juga lebih cepat mengalami
eksaserbasi dan perawatan rumah sakit. Fungsi paru juga lebih cepat mengalami
penurunan dan resiko kematian meningkat. Pasien-pasien asma yang merokok
memiliki inflamasi yang predominan neutrofil pada saluran nafas dan respon
terhadap steroid yang lebih buruk.
Inflamasi
Pencetus
Gejala
12
DIAGNOSIS KLINIS
Studi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita
tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik,
gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada, dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal
paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit/gejala :
1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
2. Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
5. Respon terhadap pemberian bronkodilator
Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat
normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada
auskultasi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada
13
pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan nafas. Pada keadaan
serangan, kontraksi otot polos saluran nafas, edema, dan hipersekresi dapat menyumbat
saluran; maka sebagai kompensasi penderita bernafas pada volume paru yang lebih besar
untuk mengatasi menutupnya saluran nafas. Hal itu meningkatkan kerja pernafasan dan
menimbulkan tanda klinis berupa sesak nafas, mengi, dan hiperinflasi.
Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.
Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat
berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara,
takikardi, hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu nafas.
Faal Paru
Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai
asmanya, demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi;
sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan
persepsi dokter dan penderita, serta sebagai parameter yang objektif untuk menilai berat
asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
1. obstruksi jalan nafas
2. reversibiliti kelainan faal paru
3. variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan nafas
Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima
secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE).
Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.
Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan
instruksi operator yang jelas dan kerja sama penderita. Untuk mendapatkan nilai yang
akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi
jalan nafas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
14
Obstruksi jalan nafas diketahui dari nilai rasio VEP 1/KVP< 75% atau VEP< 80%
nilai prediksi
Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15 % secara spontan , atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator) atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma.
Menilai derajat berat asma
Nilai APE tidak selalu berkolerasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di
samping itu APE juga tidak selalu berkolerasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh
karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik
sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita
yang bersangkutan.
15
Diukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk
mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara :
Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi atau perbedaan nilai
APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya
sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam
sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan persentase rata-rata nilai APE
harian. Nilai >20% dipertimbangkan sebagai asma.
Metode lain untuk mendapatkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi
sebelum brokodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan
persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari)
16
Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya
dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif atau negatif palsu. Sehingga
konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus
selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat
dilakukan (misalnya pada dermatitis). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai
dalam diagnosis alergi/atopi.
Anak :
1. Benda asing di saluran nafas
2. Laringotrakeomalasia
3. Pembesaran kelenjar limfe
4. Tumor
5. Stenosis trakea
6. Bronkiolitis
KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit, dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penetalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan. Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai (tabel 1).
17
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan , dan pengobatan yang
berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran
klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam
pengobatan juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Tabel 2 menunjukkan
begaimana melakukan penilaian berat asma pada penderita yang sudah dalam
pengobatan. Bila pengobatan yang sedang dijalani sesuai dengan gambaran klinis yang
ada, maka derajat berat asma naik satu tingkat.
(sebelum pengobatan)
18
fisik terbatas karena Variabilitas APE
asma >30%
19
terbaik
PENATALAKSANAN
20
Studi klinis telah menunjukkan bahwa asma dapat terkontrol secara efektif dengan
mengurangi proses inflamasi pada asma dan juga mengobati bronkokonstriksi serta
gejala-gejala lainnya. Intervensi awal untuk mencegah paparan terhadap faktor pencetus
dapat membantu mengontrol asma dan mengurangi penggunaan obat-obatan asma.
Tujuan dari penatalaksanaan asma adalah untuk:
- mencapai dan mempertahankan kontrol dari gejala asma
- mempertahankan kemampuan aktivitas normal, termasuk dalam latihan jasmani
- mempertahankan fungsi paru-paru sedekat mungkin dengan fungsi normalnya
- mencegah eksaserbasi asma
- menghindari efek samping yang diperoleh dari pengobatan asma
- mencegah kematian
A. Kerjasama pasien-dokter
Tujuan dari kerjasama ini adalah untuk menjadikan pasien asma
memperoleh pengetahuan, kepercayaan, dan kecakapan dalam penatalaksanaan
asma.
21
paparan dari alergen yang akan menimbulkan sensitisasi prenatal ini, dan belum
ada cara yang tepat untuk mencegah hal ini.
Pencegahan Gejala dan Eksaserbasi Asma
Eksaserbasi asma dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang disebut
sebagai pencetus (trigger). Pencetus dapat berupa alergen, infeksi virus, polutan,
dan obat. Mengurangi paparan pasien terhadap faktor-faktor tersebut akan
meningkatkan kontrol terhadap asma dan mengurangi kebutuhan akan
penggunaan obat asma. Pemberian obat yang tepat untuk mengontrol asma adalah
berperan penting, karena pasien akan menjadi kurang sensitif terhadap faktor
pencetus apabila gejala asmanya berada dalam kontrol yang baik.
22
ditingkatkan sampai asma terkontrol. Jika kontrol asma dapat dipertahankan
selama paling sedikit 3 bulan, maka pengobatan dapat diturunkan untuk mencapai
dosis serendah mungkin dalam mengontrol asma.
Monitor dan Mempertahankan Kontrol Asma
Ketika kontrol asma telah tercapai, monitoring lebih lanjut diperlukan
untuk mempertahankan kontrol dan meminimalisir biaya serta memaksimalkan
keamanan dari pengobatan. Pengobatan harus disesuaikan secara berkala, sesuai
dengan tingkat kontrol asma pasien.
Penilaian awal
Anamnesis dan pemeriksaan fisik (auskultasi, penggunaan otot
bantu nafas, denyut jantung, frekuensi nafas), APE atau VEP,
saturasi O2, AGD
Pengobatan awal
Oksigen untuk mencapai saturasi O2 90 %
Inhalasi agonis 2 kerja, kontinu selama satu jam
Glukokortikosteroid sistemik jika tidak ada respon, atau pasien sedang dalam
penggunaan glukokortikosteroid sistemik, atau serangan asma berat
Penggunaan sedatif merupakan kontraindikasi pada keadaan eksaserbasi
Penilaian ulang
Ada perbaikan
24
E. Pertimbangan khusus
Pertimbangan khusus dibutuhkan untuk penanganan asma pada: kehamilan;
pembedahan; rinitis, sinusitis, dan polip nasal; asma karena pekerjaan; infeksi saluran
respiratorik; refluks esofageal; asma terinduksi aspirin; dan anafilaksis.
25
Berdasarkan fungsinya, obat asma dibagi menjadi:
a. Pencegah (controller)
Adalah obat yang dipakai setiap hari dalam jangka panjang untuk menjaga agar
gejala asma tetap terkendali melalui efek anti inflamasi obat. Termasuk golongan ini
antara lain Glukokortikoid inhalasi dan sistemik, leukotriene modifiers, beta 2 agonis
inhalasi kerja panjang dikombinasikan dengan Glukokortikoid, teofilin lepas lambat,
kromon, dan anti IgE. Glukokortikoid inhalasi adalah pengobatan pencegah yang paling
efektif saat ini.
26
- serangan malam
>2x/bulan
Asma -gejala (+) setiap hari > 60%-< Glukokortikoid dosis rendah-
Persisten -serangan 80% sedang hirup dan agonis beta-2
Sedang mengganggu aktivitas (var: >30%) hirup kerja panjang.
& tidur Alternatif: anti-leukotrien atau
-serangan malam teofilin
>1x/minggu
Asma -gejala terus menerus, 60% Glukokortikoid hirup dosis tinggi
Persisten sering mendapat (var: > 30%) dan beta-2 agonis hirup kerja
Berat serangan panjang, dan jika perlu
-aktivitas fisik ditambahkan glukokortikoid
terbatas karena gejala tabl atau sirup kerja panjang (2
asma mkg/hari, maks. 60 mg/hari).
-serangan malam
sering
27
DAFTAR PUSTAKA
28