Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN
Diabetes insipidus adalah sindrom yang terjadi apabila terjadi defesiensi atau bila
organ sasarannya, ginjal, gagal untuk berespons terhadap hormon. ( Ganong F Williams,
2003 )

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon


antidiuretic yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran
sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat
penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara
alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak.
(mypotik.blogspot.co.id/2011)

2. KLASIFIKASI

a. Diabetes insipidus sentral

Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya berakibat fatal.
Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan hipofisis yang
berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh
kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang
mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko
hipofisealis dan akson hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-
waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian sintetik ADH
(desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal spray, maupun pil. Selama
mengkonsumsi desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus.
Mekanisme obat ini yaitu menghambat ekskresi air sehingga ginjal
mengekskresikan sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahan keseimbangan
cairan dalam tubuh.

b. Diabetes insipidus nefrogenik

Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini dapat di
sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik ginjal seperti
penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter, sickle cell disease, dan
kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan
berpengaruh.
Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ
kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini, pasien hanya
boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume overload.

c. Diabetes insipidus dipsogenik

Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di hipotalamus.


Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang abnormal sehingga terjadi
supresi sekresi ADH dan peningkatan output urin. Desmopressin tidak boleh
digunakan untuk penanganan diabetes insipidus dipsogenik karena akan menurunkan
output urin tetapi tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah
sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi dimana
konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak.
Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus dipsogenik.

d. Diabetes insipidus gestasional

Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim yang dibuat
plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan
membaik diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat abnormalitas
dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh digunakan sebagai terapi.

3. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Diabetes Insipidus antara lain : Defisiensi ADH ( diabetes
insipidus sentral) yang mungkin kongenital atau didapat, disebabkan oleh defek SSP,
trauma kepala, infeksi , tumor otak, atau idiopatik. Penurunan sensitivitas ginjal pada
ADH ( diabetes insipidus nefrogenik ) biasanya menyertai penyakit ginjal kronis , atau
supresi ADH sekunder akibat mengkonsumsi cairan berlebihan ( polidipsia primer).

4. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: Poliuria :


haluaran urine harian dalam jumlah yang sangat banyak dengan urine yang sangat encer ;
berat jenis urine 1,001 aampai 1,005 atau 50 - 200 mOsmol/kg berat badan, biasanya
mempunyai awitan mendadak, tetapi mungkin secara tersamar pada orang dewasa.
Jumlah cairan yangdiminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat
mencapai 5 - 10 liter sehari.

a. Polidipsia : rasa sangat kehausan , 4 sampai 40 liter cairan setiap hari, terutama sangat
membutuhkan air yang dingin .
b. Dehidrasi

Bila tidak mendapat cairan yang adekuat akan terjadi dehidrasi. Komplikasi dari
dehidrasi, bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-
kejang. Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga
bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan
menghambat perkembangan fisik. Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat
banyak, terutama di malam hari (nokturia). Tentu akan sangat merepotkan jika setiap
tidur malam harus bolak-balik ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil. Akibatnya
kualitas tidur menjadi berkurang, dan kondisi kesehatan pun turun/kelelahan karena
kurang tidur. Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan
yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.

a. Gejala lain:

1. Penurunan berat badan

2. Bola mata cekung

3. Hipotensi

4. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat

5. Anoreksia
5. PATOFIOLOGI
6. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya. Untuk menyingkirkan diabetes melitus


(kencing manis) dilakukan pemeriksaan gula pada air kemih. Pemeriksaan darah
menunjukkan kadar berbagai elektrolit yang abnormal. Pemeriksaan yang paling
sederhana dan paling dapat dipercaya untuk diabetes insipidus adalah water deprivation
test. Selama menjalani pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi
dehidrasi berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau
tempat praktek dokter.

Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah (natrium) dan berat badan diukur
secara rutin selama beberapa jam. Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung
meningkat atau terjadi penurunan berat badan lebih dari 5%, maka tes ini dihentikan dan
diberikan suntikan hormon antidiuretik.

Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon terhadap hormon
antidiuretik:
a. pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
b. tekanan darah naik
c. denyut jantung kembali normal. (mypotik.blogspot.co.id/2011)

7. PENATALAKSANAAN
Pada diabetes insipidus kranial, pengobatan mungkin tidak perlu dilakukan pada
kasus yang ringan. Untuk mengimbangi jumlah cairan yang terbuang, Anda perlu
mengonsumsi air lebih banyak. Terdapat obat yang berfungsi untuk meniru peran hormon
antidiuretik bernama desmopressin. Jika memang diperlukan, Anda bisa mengonsumsi
obat ini.

Sedangkan pada diabetes insipidus nefrogenik, obat yang digunakan untuk


mengatasinya adalah thiazide diuretik. Obat ini berfungsi menurunkan jumlah urine yang
dihasilkan oleh organ ginjal. (www.alodokter.com)

Diabetes insipidus diobati dengan mengatasi penyebabnya. Vasopresin atau


desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) bisa diberikan sebagai obat
semprot hidung beberapa kali sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang
normal. Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan dan gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada
penderita yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang merangsang
pembentukan hormon antidiuretik, seperti klorpropamid, karbamazepin, klofibrat dan
berbagai diuretik (tiazid). Tetapi obat-obat ini tidak mungkin meringankan gejala secara
total pada diabetes insipidus yang berat. (mypotik.blogspot.co.id/2011)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kasus diabetes insipidus pada umumnya diderita pada 3 dari 100.000 populasi.
Diabetes Insipidus merupakan penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi sekresi dan
fungsi dari ADH sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonvensi air. Simtom
dari penyakit ini adalah poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes Insipidus yang peling sering
ditemui adalah Diabetes Insipidus Sentral yang disebabkan oleh defisiensi Argina pada
hormon AVP. Jenis kedua adalah Diabetes Insipidus Nefrogenesis yang disebabkan oleh
kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP.
Walaupun sama-sama bernama Diabetes dan memiliki simtoma yang sama yaitu
poliuria, tetapi Diabetes Insipidus dan Diabetes Mellitus merupakan dua jenis penyakit yang
sangat berbeda. Jika diabetes insipidus diakibatkan oleh masalah ginjal yang tidak merespon
hormon ADH dan masalah produksi hormon ADH pada hipofisis posterior sehingga
mengakibatkan volume urine yang keluar sangat banyak dan urine berwarna jernih,
sedangkan Diabetes Mellitus menyebabkan poliuria melalui proses diuretik osmosis dimana
gula darah tinggi dan terdapat glukosa pada urine.

B. Tujuan:
- Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai penyakit Diabetes
Insipidus
- Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Definisi penyakit Diabetes
Insipidus.
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Etiologi penyakit Diabetes
Insipidus.
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Klasifikasi penyakit Diabetes
Insipidus.
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Patofisiologi penyakit
Diabetes Insipidus.
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Manifestasi Klinis penyakit
Diabetes Insipidus.
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Penatalaksanaan medis
penyakit Diabetes Insipidus.
g. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai Asuhan keperawatan penyakit
Diabetes Insipidus.

C. Sistematika

Sistematika penulisan tersusun menjadi tiga bagian. Masing-masing bagian akan


menjelaskan gambaran singkat mengenai isi tulisan. Dengan demikian diharapkan dapat
mempermudah dalam penyajian dan pembahasan serta pemahaman terhadap apa yang tersaji.
Berikut ini merupakan sistematikanya:

BAB I : yang merupakan Pendahuluan, akan membahas mengenai latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan.
BAB II :akan membahas mengenai Definisi, Etiologi, klasifikasi, Patofisiologi, Manifestasi
Klinis, Pemeriksaan Penunjang, dan Penatalaksanaan medis.
BAB III :Asuhan keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Insipidus.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES INCIPIDUS

1. PENGKAJIAN.

a. Data Pasien

Identitas pada pasien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/ bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan

1. Keluhan utama

Biasanya pasien merasa haus, pengeluara air kemih yang berlebihan, lemas jika
minum tidak banyak.

2. Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami polyuria, polydipsia, nocturia, dan kelelahan.

3. Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami cidera otak, tumor, tuberculosis, aneurisma/penghambatan


arteri menuju otak, hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu
sedikit hormon antidiuretik, kelenjar hipofise gagal melepaskan hormon antidiuretik
kedalam aliran darah, kerusakan hipotalamus/kelenjar hipofisa akibat pembedahan dan
beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya
dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan diabetes insipidus.
5. Pengkajian psiko, sosial dan spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku pasien, perubahan mental, kesulitan mengambil
keputusan, kecemasan dan ketakutan, tes diagnostik, prosedur pembedahan, dan
adanya perubahan peran.
c. Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernapasan B1 (breath)
Respirasi (pernapasan) = 20 kali/menit, tidak ada sesak nafas, tidak ada batuk pilek,
tidak memiliki riwayat asma dan suara nafas normal.
2. kardiovaskuler B2 (blood)
TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 kali/menit, suhu = 36,5 oC, suara jantung vesikuler.
Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake= <2500 cc/hr, output= 3000 cc/hr, IWL
= 500 cc/hr, pasien tampak gelisah.

3. Persarafan B3 (brain)
Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= E4V5M6, pupil normal,
orientasi tempat dan waktu baik, reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan
baik, penghidu baik.
4. Perkemihan B4 (bladder)
Poliuria ( 4- 30 liter ).
5. Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan baik, tidak ada mual/ muntah, BAB 2 kali/hari pagi dan sore.
6. Muskuloskeletal B6 (bone)
Mandi 2 kali/hari pagi dan sore, kulit bersih, turgor kulit buruk, tidak ada nyeri otot
dan persendian.

Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


Pasien mengatakan : KU : lemas
1. Banyak kencing terutama pada TTV :
1. TD: 70/40 mmHg.
malam hari.
2. N : 120 kali/ menit.
2. Banyak minum 4-5 liter.
3. S : 35,5 0C.
3. Merasa Lemas.
4. Respirasi : 24 kali/menit.
4. Sulit untuk bergerak
Poliuria, urin/ hari lebih dari 20 liter.
5. Tidak mengetahui dengan penyakit
Urin sangat encer.
yang di deritanya. Turgor kulit buruk.
Mukosa kering.
Keteterisasi urin.
Kurang informasi

Analisa Data

No Data Fokus Problem Etiologi


1. Pasien mengatakan : Resiko Poliuria
1. Banyak kencing terutama pada (Banyak kencing)
Ketidakseimbangan
malam hari.
elektrolit
2. Banyak minum 4-5 liter.
3. Merasa Lemas.
KU : lemas
TTV :
1. TD: 70/40 mmHg.
2. N : 120 kali/ menit.
3. S : 35,5 0C.
4. Respirasi : 24 kali/menit.
Akral dingin.
Poliuria, urin/ hari lebih dari 20
liter.
Urin sangat encer.
Turgor kulit buruk.
Mukosa kering.
2. Resiko decubitus
Pasien mengatakan : Resiko kerusakan
1. Sulit untuk bergerak.
itegritas kulit
2. Turgor kulit buruk
Keteterisasi urin
3. Kurangnya
Pasien mengatakan :
Kurang informasi
1. Tidak mengetahui dengan
pengetahuan
penyakit yang dideritanya.
Kurang informasi

Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi


1. Resiko ketidakseimbangan
elektrolit berhubungan dengan
poliuria.
2.
Resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan dikubitus.
3.
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi
Intervensi.

No Tanggal Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


1. Setelah dilakukan Mandiri.
tindakan keperawatan
1. Pantau tanda dan gejala ketidakseimbangan
selama 3x24 jam masalah
elektrolit yang relevan.
resiko
ketidakseimbangan
a. Catat asupan dan haluran secara adekuat.
elektrolit sudah teratasi
dengan kreteria hasil : b. Pantau dehidrasi.

1. Turgor kulit baik. 2. Pantau TTV.

2. Mukosa lembab. a. Tekanan darah

3. TTV : b. Suhu

TD : 120/80 mmHg c. Nadi

N : 60 kali/menit d. Pernapasan

S : 37 0C 3. Dorong asupan oral dengan letakan cairan di


tempat yang mudah di jangkau, berikan air
R : 22 kali/menit
segar.

Kolaborasi.

1. Pantau efek samping dan respons terapeutik


terhadap elektrolit tambahan.

2. Berikan cairan jika perlu.

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Mandiri.
selama 3x24 jam masalah
resiko kerusakan 1. Kaji tingkat keterbatasan kemampuan untuk
2. integritas kulit teratasi berpindah atau bergerak dari tempat tidur.
dengan kreteria hasil :
2. Gunakan kasur atau tempat tidur penurun
1. Pigmentasi kulit tekanan.
membaik.
3. Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan
2. Perubahan Turgor bebas kerutan.
kulit.
4. Gunakan teknik yang benar dalam
mengubah posisi, memindahkan dan
memiringkan.

5. Ubah posisi setiap 1 sampai 2 jam secara


teratur jika perlu.

Kolaborasi.

1. Rujuk ke perawat ahli enterostoma untuk


Setelah dilakukan
mendapatkan bantuan dalam pencegahan,
tindakan keperawatan
pengkajian, dan penanganan luka atau
selama 3x24 jam masalah
kerusakan kulit.
kurang pengetahuan
sudah teratasi dengan
kreteria hasil:
Mandiri.
1. Pasien dapat
1. Tentukan kebutuhan belajar pasien.
mengetahui tentang
penyakit yang di
a. Lakukan penilaian terhadap tingkat
deritanya.
pengetahuan pasien saat ini dan
pemahaman terhadap materi.

b. Tentukan motivasi pasien untuk


mempelajari informasi tertentu (yaitu :
kepercayaan kesehatan, riwayat
ketidakpatuhan, pengalaman buruk
dengan perawatan kesehatan )

3. c. Kaji gaya belajar pasien.

Kolaborasi.

1. Beri informasi tentang sumber- sumber


komunitas yang dapat menolong pasien
dalam mempertahankan program terapi.
Daftar Pustaka

1. Willimas F Ganong , 2003, Fisiologi Kedokteran, penerbit EGC Jakarta.


2. mypotik.blogspot.co.id/2011
3. www.alodokter.com
4. Wilkinson M Judith, 2016, Diagnosis keperawatan, penerbit EGC Jakarta

Anda mungkin juga menyukai