I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami metode yang digunakan untuk mengkultur sel
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kultur sel
3. Mengetahui pola pertumbuhan bakteri
4. Menghitung kinetika pertumbuhan dari Bacillus subtilispada kondisi aerobik
5. Mengetahui hubungan antara nutrisi dan pertumbuhan Bacillus subtilis
II. Teori
Kultur Sel Bakteri
Media kultur bakteri adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat
zat hara (nutrisi) yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas atau
didalamnya. Selain itu, media kultur mikroba dapat dipergunakan pula untuk isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat sifat fisiologis, dan perhitungan jumlah mikroorganisme.
(Sumarsih, 2003)Didalam laboratorium, pembiakan bakteri memerlukan media kultur yang
komposisinya terdiri dari C, H, O, N, S. P, K, Mg, Fe, Ca, Mn, dan sedikit Zn, Co, Cu, dan
Mo. Unsur unsur ini ditemukan dalam bentuk air, ion anorganik, molekul kecil, dan
makromolekul.
Media kultur yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam bentuk
padat, semi padat, dan cair. Media kultur padat diperoleh dari dengan menambahkan agar
agar. Agar agar berasal dari ekstrak ganggang merah. Kandungan galaktan pada agar
sebagai pemadat adalah 1.5 2.0% dan membeku pada suhu 45 C. Agar - agar susah
diuraikan oleh bakteri. (Utami, 2004)Saat ini, berbagai macam media kultur bakteri telah
banyak dibuat dengan bahan dasar agar agar sebagai pemadat.
Perubahan kemiringan pada kurva sigmoid tersebut menunjukkan transisi dari satu fase
perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering dipetakan
daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada
ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat
dipisahkan menjadi empat fase utama :
Fase lag
Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit
mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan komponen makromolekul,
aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan
suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok
sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum.
Fase eksponensial
Pada fase ini sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa
dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan
konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang,
kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel
membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi
lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai
mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar
20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur
yang sama.
Fase Stasioner.
Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan nutrien,
perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan,
mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup
tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju
periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan
yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau
mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
Fase Kematian.
Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada
saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup
Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di
antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum
semua sel memasuki fase yang baru.
(2.1)
Laju pembentukan biomasa dengan pertumbuhan adalah (unit biomassa per waktu per
volume). X adalah konsentrasi biomassa, adalah laju pertumbuhan spesifik yang memiliki
satuan inversi waktu. Asumsi untuk simplifikasi digunakan untuk memodelkan asumsi dari
batas substrat pertumbuhan. Dengan asumsi ini, pertumbuhan dapat diubah menjadi reaksi S
YX yang disebut yield. Bagaimanapun, dari hasil percobaan menunjukkan Y bersifat
konstan. Maka, apabila dikaitkan dengan laju konsumsi substrat (-Rs) dan laju dari produksi
biomassa, Rx maka
(2.2)
Bila dikaitkan dengan hubungan konsentrasi karbon dari massa sel dalam satuan waktu,
maka dapat dituliskan,
Model Monod
Model monod yang sering digunakan untuk adalah model monod (5)
(2.4)
Dimana,
= laju spesifik maksimum pertumbuhan dari E. coli
(2.5)
Jika reaktor dioperasikan secara kontinyu sebagai CSTR, ekspresi yang sama dapat
digantikan pada neraca massa CSTR. Berikut ini adalah neraca massa substrat dan biomassa
pada kondisi steady state,
(2.6)
(2.7)
Dimana D adalah laju dilusi.
Model Lainnya
Untuk menggambarkan model pertumbuhan, terdapat banyak alternatif yang dapat
digunakan. Model-model tersebut dapat digunakan sebagai alternatif dari model monod.
Beberapa model tersebut dapat dilihat sebagai berikut,
Pertumbuhan dengan hambatan dari substrat
(2.8)
Persamaan Moser
Persamaan Contoi
(2.9)
(2.10)
Persamaan Tessier
(2.11)
Model Verhulst
(2.12)
Jika asumsi dari batas substrat pertumbuhan tunggal tidak valid, maka model monod akan di
lebarkan dengan memasukkan konsentrasi substrat, Si sepanjang Sn,
(2.13)
Perhitungan Transfer Oksigen ke Bioreaktor
Untuk pertumbuhan aerobik, ketika oksigen diberikan secara kontinyu ke reaktor,
oksigen dapat dijelaskan sebagai substrat menjadi batas oksigen ketika konsentrasi oksigen
berada dibawah konsentrasi kritis oksigen untuk sebuah organisme. Konsentrasi oksigen
kritis untuk E. coli adalah ~0,0082 mmol/L pada 37oC. Karena solubilitas oksigen pada
media pertumbuhan biasanya sebesar 0,8 mmol/L, hal ini berarti dibutuhan > 1% oksigen
jenuh pada media untuk mendukung pertumbuhan yang cepat.
Cara sederhana untuk mengetahui efek dari oksigen pada pertumbuhan adalah untuk
mencari konsentrasi kritis oksigen, konsentrasi oksigen terdisolvasi pada pertumbuhan, dan
pastikan bioreaktor selalu dioperasikan selalu beroperasi lebih dari konsentrasi kritis. Hal ini
adalah cara mudah untuk pemodelan bioreaktor. Dalam batch reaktor, neraca biomassa dan
oksigen menjadi,
(2.14)
(2.15)
Dimana CL adalah konsentari oksigen terdisolvasi, C* adalah konsentrasi oksigen
terdisolvasi dalam kesetimbangan fase gas konsentrasi oksigen, k1a adalah produk dari
koefisien perpindahan massa dan area interfasial per volume reaktor, dan YO2 adalah
konstanta yield berhubungan dengan pertumbuhan massa sel terhadap konsumsi O2. Laju
pertumbuhan mikroba lebih rendah daripada laju perpindahan oksigen. Oleh karena itu,
asumsi quasi steady state dapat di gunakan (dCl/dt ~ 0) terhadap CL, memberikan kuantitas
(2.16)
III. Percobaan
III.1 Alat
Autoklaf
Beaker glass 250 ml
Static incubator
Cawan petri untuk kultur bakteri (plate)
Tusuk gigi steril
Stirred fermentor
Spektrofotometer
Kuvet
Sentrifuge
Tabung sentrifugasi Falcon
Pipet mikro
Microtube
Spektrofotometer
III.2 Bahan
Bacillus subtilis 168 rekombinan apoptin
Medium LB agar
Medium LB cair
Aquadest
Glukosa
Kapsul enzim PGO
Larutan o-dianisidin dihidroklorida
5. Konsentrasi biomassa
- Massa sel dapat diketahui dari menghitung besar densitas atau absorbansi pada
650 nm. Semua perhitungan tersebut diubah ke konsentrasi berat kering dengan
mengguna kurva kalibrasi. Pada konsentrasi biomassa rendah, OD akan
proporsional ke konsentrasi sel (mass/vol) dan data terbaik dari konsentrasi
biomassa didapatkan dari perhitungan OD yang didapat secara linear. Konsentrasi
sampel harus secara sistematis terdilusi secara steril sebelum perhitungan OD.
Rule of thumb dari dilusi OD saan 650 nm adalah lebih besar dari 0,6.
6. Konsentrasi glukosa
- Yield dapat dihitung dengan menggunakan data kurva pertumbuhan atau dapat
dicari dengan menghitung konsentrasi biomassa dan konsentrasi substrat.
- Untuk menghitung yield, minimal hitung 2 densitas sampel pada waktu yang
berbeda. Sampel yang akan dihitung adalah konsentrasi biomassa dan
konsentrasi dari glukosa. Yield lalu dihitung berdasarkan persamaan berikut,
DAFTAR PUSTAKA
Aiba, S., A. Humphrey, and N. Millis, "Biochemical Engineering," Academic Press, New
York (1974).
D.C. Wang et. Al. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. Wiley
Hinshelwood, C.N., "The Chemical Kinetics of the Bacterial Cell," Clarendon Press,
London (1946).
Monod, J., The Growth of Bacterial Cultures, Ann. Rev. Microbiol. 3, 371-394, (1949)
I. TujuanPercobaan
1. Mempelajari sifat-sifat aliran fluida dalam beberapa jenis ukuran pipa.
2. Memperoleh pengertian tentang perubahan tekanan yang terjadi pada aliran fluida.
3. Mempelajari karakteristik tekanan alat pengukur flowrate
II. Teori
Fluida adalah suatu zat yang
mempunyaikemampuanberubahsecarakontinyuapabilamengalamimengalamigeseran,
ataumempunyaireaksiterhadaptegangangesersekecilapapun.Fluida terbagi menjadi dua tipe
yaitu fluidagas dan cair.
u
F
Adanyagaya kohesi menyebabkan fluida ikut bergerak searah F. Apabila jarak y cukup kecil, fluida
seakan bergerak secara berlapis-lapis dengan kecepatan berbeda atau dikatakan terdapat
gradien kecepatan. Dari eksperimendidapatkanbahwa:
(1)
Pada grafik di atas, hubungan yang paling sederhana ditunjukkan oleh kurva A fluida yang
mengikuti kurva A disebut fluida Newtonian dimana bentuk persamaannya adalah
(3)
adalah koefisien viskositas atau viskositas dinamik atau viskositras absolut. Fluida yang tidak
mengikuti kurva A disebut Non-Newtonian Fluid.Non-Newtonian Fluidmempunyaitiga sub yaitu :
Dalam fluida yang mengalir terdapat gaya-gaya yang bekerja antara lain gaya gravitasi, gaya
tekanan, gaya viskositas, gaya inersia, gaya tegangan permukaan, dan lain-lain. Untuk aliran fluida
yang mengalir melalui saluran yang terisipenuh, gaya-gaya yang paling berpengaruh adalah gaya
(4)
inersia dan gaya viskositas. Perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viskositas ini disebut
bilangan Reynold. Untuk saluran berbentuk pipa bilangan Reynold adalah:
D = diameter pipa
= densitas fluida
= Viskositas absolut
Friksi merupakan kerugian energi mekanik sehingga tekanan di downstream menjadi berkurang.
Besarnya kehilangan energi karena friksi menurut persamaan Darcy-Weisbach adalah sebagai
berikut :
(5)
L = panjang pipa
gc = konstanta konversi
(6)
Bila persamaan dapat disusun kembali,
(7)
(8)
(9)
Persamaan diatas menunjukkan hubungan linier antara f dan Re pada aliran laminer, pada
dasarnya kehilangan energi pada aliran laminer hanya disebabkan oleh viscous drag saja,
sedangkan pada aliran turbulen disebabkan oleh gerakan turbulen dari arus eddy. Oleh karena
itu friction factor untuk aliran turbulen disamping bergantung pada Re juga pada kekerasan
permukaan pipa
(10)
Pada aliran fluida di dalam pipa, partikel-partikel fluida bergerak dengan kecepatan yang
berbeda. Padapartikel yang berada berdekatan dengan dinding pipa mempunyai kecepatan yang
lebih rendah dibanding partikel yang terletak dibagian tengah pipadimana kecepatannya
maksimum. Hal ini disebabkan karena perubahan momentum dan gesekan-gesekan yang terjadi
di tiap lapisan. Untuk aliran laminer lapisan-lapisan fluida terdapat dari dinding pipa sampai
sumbu pipa (center line) sehingga profil kecepatan partikel-partikel fluida berbentuk parabola
seperti terlihat pada gambar.
Gambar 4 Profil Kecepatan Fliuda pada Aliran Laminer
Semakin besar bilangan Reynold maka momentum yang berpindah antar lapisan fluida semakin
besar. Kenaikan bilangan Reynold sampai melewati batas kritisnya akan menyebabkan aliran
berubah menjadi aliran turbulen dan terjadi dua regional aliran, yaitu daerah laminer dekat
dinding pipa dan daerah turbulen mulai dari batas daerah aliran laminer hingga sumbu pipa.
Akhirnya profile alirantidak parabola lagisepertiterlihatpadagambar di bawah.
(11)
Dimana,
Padadasarnyaprinsipkerjadarikeempatalatukuriniadalahsamayaitubilaaliranfluida yang
mengalirmelaluialatukurinimengalirmakaakanterjadiperbedaantekanansebelumsesudahalatini.
Beda tekananmenjadibesarbilalajualiran yang diberikankepadaalatinibertambah.
Venturiflowmeter
Alatpengukurflowrate ini terbentuk dari bagian masuk yang mempunyai flens, yang terdiri dari
bagian pendek berbentuk silinder dan kerucut terpotong. Bagian leher berflens dan bagian keluar juga
berflens yang terdiri dari kerucut terpotong yang panjang. Dalam venturimeter, kecepatan fluida
bertambah dan tekanannya berkurang di dalam kerucut sebelah hulu. Penurunan tekanan di dalam
kerucut hulu itu lalu dimanfaatkan untuk mengukur laju aliran melalui instrument itu. Kecepatan fluida
kemudian berkurang lagi dan sebagian besar tekanan awalnya kembali pulih di dalam kerucut sebelah
hilir. Agar pemulihan lapisan batas dapat dicegah dan gesekan minimum. Oleh karena itu pada bagian
penampungnya mengecil tidak ada pemisahan, maka kerucut hulu dapat dibuat lebih pendek daripada
kerucut hilir. Gesekannya pun di sini kecil juga. Dengan demikian ruang dan bahan pun dapat dihemat.
Walaupun meteran venturi dapat digunakan untuk mengukur gas, namun alat ini biasanya digunakan
juga untuk mengukur zat cair terutama air.
a) Bagian Inlet
Bagian yang berbentuklurusdengan diameter yang samaseperti diameter
pipaataucerobongaliran. Lubangtekananawalditempatkanpadabagianini.
b) Inlet Cone
Bagian yang berbentuksepertikerucut, yang berfungsiuntukmenaikkantekananfluida.
c) Throat (leher)
Bagiantempatpengambilanbedatekananakhirbagianiniberbentukbulatdatar. Hal inidimaksudkan
agar tidakmengurangiataumenambahkecepatandarialiran yang keluardariinlet cone.
Q = v1 x A1 (12)
(13)
Cv 2 gc P
v=
1 4
keterangan:
Cv : koefisien venturi
D1
: ; D1<D0
D0
lbm ft
gc : 32,174 = 1kg m N-1 det2
lb f sec 2
III.Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
- Sirkuit fluida
Bahan
- Water
b. Prosedur Percobaan
b.1. Kalibrasi Sight Gage
Tujuan Percobaan
Mengetahui apakah skala sight gage pada tangki sudah sesuai dengan ukuran standar
(volume gelas ukur).
Prosedur Percobaan
1. Memastikan tersedia cukup air pada tangki
2. Menutup valve 52 dan membuka valve 45 lalu menyalakan pompa dan tunggu
sampai aliran air yang keluar dari pipa 46 telah stabil.
3. Menampung air yang keluar dengan menggunakan gelas ukur 2000ml dan catat
nilainya untuk penurunan volume tangki tertentu.
4. Ulangi percobaan untuk nilai penurunan volume tangki yang nampak pada sight
gage dalam interval tertentu minimal 8 data.
5. Membuat kurva kalibrasi (volume ukur vs volume tangki) dan mengamati
kemungkinan terjadi penyimpangan pada sight gage.
b.2. Karakteristik Sharp Edge Orifice Flowmeter
Tujuan Percobaan
- Mendapatkan kurva kalibrasi orifice flowmeter dan persamaannya (hubungan
laju alir dan pressure drop)
- Mencari nilai koefisien karakteristik (discharge coefficient) rata-rata dari orifice
flow meter yang digunakan
Prosedur Percobaan
1. Membuka valve 50 sementara menutup valve lainnya (menggunakan by pass).
Menggunakan valve 45 untuk mengatur pengeluaran air yang melalui pipa aliran
keluar (46).
2. Menyalakan pompa dan buka valve 45 perlahan-lahan.
3. Memasang dua selang manometer pada orifice (tap-pressure 40-41) untuk
mengukur perbedaan tekanan.
4. Mengukur aliran keluar dari tangki dengan mencatat penurunan yang nampak
pada sight gage untuk waktu tertentu. Secara simultan catat perbedaan
ketinggian yang nampak pada manometer.
5. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (6 data) dengan mengubah
bukaan valve 45 hingga diperoleh data perubahan h dengan inkremen yang
sama.
6. Mengeplot P (dalam H2O) dengan laju alir (gph).
7. Menghitung dan membuat grafik Cd (Coefficient of discharge) sebagai fungsi dari
laju alir.
Prosedur Percobaan
a. Menutup valve 44, 45, 48, 50 dan 52 sementara buka valve lainnya. Gunakan
valve 45 untuk mengatur pengeluaran air yang melalui pipa aliran keluar (46).
b. Menyalakan pompa dan buka valve 45 perlahan-lahan.
c. Memasang dua selang manometer pada venture dan orifice (tap-pressure 38-39)
untuk mengukur perbedaan tekanan.
d. Mencatat perbedaan ketinggian yang nampak pada manometer, baik perbedaan
ketinggian venture maupun orifice.
e. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (6 data) dengan mengubah
bukaan valve 45 hingga diperoleh data perubahan h dengan inkremen yang
sama.
f. Mengeplot P (dalam H2O) dengan laju alir (gph).
g. Menghitung dan membuat grafik Cd (Coofisien of discharge) sebagai fungsi dari
laju alir.
h. Membuat grafik hubungan Cd (Coefisien of discharge) pada venturi dengan Cd
(Coefisien of discharge) pada orifice.
a. Memindahkan selang dari tap-pressure pada fitting di pipa yang akan dihitung
panjang ekivalennya, sementara sepasang selang yang lain tetap berada di tap-
pressure venturi karena venturi akan digunakan sebagai flowmeter.
b. Membuka valve 10, 11, 12, 15, 16, 19, 52, dan 44. Sementara yang lain ditutup.
c. Mencatat beda ketinggian antara kolom manometer-U untuk fitting dan venturi.
Untuk Elbow : (Tap 36-37) dengan menutup valve 15 dan 19
Untuk T-junction :
1. (Tap 34-36) dengan menutup valve 19 dan membuka valve 16.
2. (Tap 35-36) dengan menutup valve 16 dan membuka valve 19.
Untuk Gate valve : (Tap 33-34) dengan menutup valve 15 dan 19
d. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (minimal 8 data) dengan
memvariasikan bukaan valve 52 sehingga diperoleh nilai perubahan h yang sama.
e. Menghitung panjang ekivalen.
DAFTAR PUSTAKA
L. Dauherty, Robert. 1977. Fluid Mechanic with Engineering Aplication. 7th edition. Mc.Graw-Hill
International Book Company: Tokyo.
Mc.Cabe, Warren L. 1985. Unit Operation of Chemical Engineering. 4th edition. Mc.Graw-Hill
International Book Company: Singapore.
Technovate Manual, Fluid Circuit
MODUL FLUIDISASI
I. Tujuan Percobaan
Tujuan utama dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mengerti fenomena fluidisasi dan
perbedaan antara unggun terfluidisasi dengan unggun tetap.
II. Teori
Fluidisasi
Suatu fluida tidak hanya akan ditemui dalam dunia teknik kimia tetapi juga akan
ditemui dalam dunia teknologi bioproses. Suatu gas ataupun cairan akan akan mengalir dalam
suatu unggun. Dalam dunia bioproses seringkali ditemukan contoh aliran fluidisasi dalam bentuk
laminar, misalnya untuk mikrofluida atau fluida yang mengalir antar mikroorganisme. Selain itu,
dalam dunia bioproses suatu fluida juga dapat mengalir secara turbulen biasanya ditemukan
dalam suatu pabrik perusahaan di bidang teknologi bioproses, biofilter, dan lain sebagainya.
Saat fluida gas ataupun cair dialirkan melalui sebuah unggun tetap yang terdiri atas
partikel-partikel padat, partikel tidak bergerak dan terjadi penurunan tekanan yang dapat dihitung
dengan persamaan Ergun. Jika kecepatan fluida ini ditingkatkan, maka penurunan tekanan akan
meningkat bersamaan dengan gaya seret (drag) pada setiap partikel dan pada akhirnya, partikel
akan bergerak dan menjadi tersuspensi di dalam fluida. Istilah fluidisasi dan unggun
terfluidisasi digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi saat partikel tersuspensi di
dalam fluida, karena partikel yang berupa padatan menjadi bersifat seperti fluida.
Unggun terfluidisasi banyak digunakan pada industri kimia, salah satunya adalah dalam
cracking fraksi berat minyak bumi. Unggun terfluidisasi diketahui memiliki sifat transfer panas
dan pencampuran yang lebih baik dibandingkan unggun tetap.
Saat fluida melalui sebuah unggun partikel padatan dari bawah dengan laju alir kecil,
fluida melewati unggun tanpa menggerakan partikel sama sekali. Apabila partikel berukuran
kecil, aliran fluida melalui sela-sela partikel bersifat laminar dan penurunan tekanan sepanjang
unggun tersebut proporsional terhadap kecepatan superfisial Vo. Pada keadaan turbulen,
penurunan tekanan di sepanjang unggun meningkat secara non-linear dengan bertambahnya
kecepatan superfisial fluida.Pada kecepatan tertentu, penurunan tekanan sepanjang unggun akan
sebanding dengan gaya gravitasi dan pada akhirnya partikel akan bergerak dan terfluidisasi.
Saat unggun telah terfluidisasi penuh, penurunan tekanan akan konstan, tetapi tinggi
unggun akan meningkat terus sebanding dengan kecepatan fluida.
Kecepatan Fluidisasi Minimum
Kecepatan udara yang diukur dalam percobaan ini adalah kecepatan superfisial, yaitu
kecepatan udara pada saat tidak ada hambatan (tabung kosong). Saat kecepatan udara ini
mencapai titik tertentu, maka akan terjadi bubbling dimana terjadi gelembung pada permukaan
unggun. Kecepatan saat terjadi bubbling tersebut adalah kecepatan fluidisasi minimum. Untuk
memprediksi kecepatan fluidisasi minimum, Ergun merumuskan:
(19)
(21)
(catatan: Anda dapat mencari lebih lanjut tentang persamaan Ergun melalui internet atau
buku referensi)
Estimasi Kekosongan
Untuk material tanpa porositas internal, kekosongan dapat diestimasi dari densitas
partikel dan densitas unggun:
(22)
(23)
(22)
Apabila nilai panas (Q) tidak diketahui, dapat digunakan korelasi dengan angka Nusselt:
(22)
Angka Nusselt ini dapat dihitung melalui persamaan empiris (Korelasi empiris Frantz).
Cara lainnya untuk menghitung nilai Q adalah dengan mengalikan nilai voltase (V)
dengan arus (I) yang mengalir pada heater:
(23)
III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
o Unggun (Bed Chamber)
o Heater (Surface area = 16 cm2, Diameter x Length = 12.7 x 37 mm)
o Flow meter
Bed chamber: Diameter x Height = 105 x 220 mm
Bahan
o Air (Density of air : 1.2 kg/m3)
o Partikel Unggun Fused alumina
Bed density = 3770 kg/m3
b. Prosedur Percobaan
b.1 Percobaan 1:
Tujuan Percobaan: Mengetahui korelasi antara laju alir udara dengan tinggi
unggun dan penurunan tekanan sepanjang unggun.
Prosedur Percobaan:
1. Pastikan pipa manometer yang berada di dalam chamber berada di
dalam unggun
2. Mencatat tinggi awal unggun (Hb0)
3. Mengatur laju alir udara menjadi 0.2 L/s
4. Mencatat ketinggian unggun (Hb) dan tekanan di dalam unggun pada
manometer (h1)
5. Menarik pipa manometer yang berada di dalam unggun ke luar unggun,
lalu mencatat nilai tekanan pada manometer (h2)
6. Mengulang langkah 3-5 untuk laju alir 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, 1.2, 1.4, 1.6,
1.7 L/s (secara berurutan)
7. Mengulang percobaan dengan laju alir mulai dari 1.7 L/s, berkurang
hingga 0 L/s.
Laporan:
1. Membuat grafik hubungan antara tinggi unggun dengan kecepatan alir
udara
2. Membuat grafik hubungan antara penurunan tekanan pada unggun
dengan laju alir udara
b.2 Percobaan 2:
Tujuan Percobaan: Mengetahui hubungan antara laju alir udara dengan koefisien
transfer panas pada unggun
Prosedur Percobaan:
1. Mencatat temperatur udara ruangan yang digunakan (T3)
2. Memastikan bahwa heater dan thermocouple berada di dalam unggun
(posisi 1)
3. Mengatur temperatur heater menjadi AoC (tergantung asisten)
4. Mengatur laju alir udara menjadi 0 L/s
5. Menunggu selama kira-kira 2 menit, lalu mencatat temperatur
thermocouple (T2)
6. Mengulang langkah 5 untuk laju alir 0.4, 0.8, 1.2, dan 1.7 L/s
7. Mengulang langkah 4-6 untuk temperatur heater BoC dan CoC.
8. Mengulang langkah 3 hingga 7 untuk posisi:
Heater di dalam unggun dan thermocouple di luar unggun (posisi
2)
Heater di luar unggun dan thermocouple di dalam unggun (posisi
3)
Heater dan thermocouple berada di luar unggun (posisi 4)
Laporan:
1. Menghitung nilai h (koefisien transfer panas) untuk setiap variasi laju alir,
temperatur heater dan posisi heater dan thermocouple.
2. Membuat grafik hubungan antara laju alir udara dengan koefisien transfer
panas pada setiap variasi
DAFTAR PUSTAKA
Operating Manual, Fluidization and Fluid Bed Heat Transfer Unit, P.A. Hilton Ltd.
C.J. Geankopis. 1983. Transport Processes and Unit Operation 2nd edition. Allyn and Bacon
Inc: Massachusetts.
MODUL NON-NEWTONIAN MIXING BIOPROSES
I. Tujuan Percobaan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari korelasi antara parameter-
parameter dalam sebuah proses pengadukan dan pencampuran, seperti jenis
pengaduk, posisi sumbu pengaduk, penggunaan sekat dalam tangki, dan pola aliran
yang terjadi terhadap kebutuhan daya dalam proses pengadukan dan pencampuran
dalam tangki berpengaduk
II. Teori
III.1 Proses Pencampuran
Proses pencampuran dalam fasa cair dilandasi oleh mekanisme perpindahan momentum di
dalam aliran turbulen. Pada aliran turbulen, pencampuran terjaid pada 3 skala yang berbeda,
yaitu:
1. Pencampuran sebagai akibat aliran cairan secara keseluruhan (bulk flow) yang disebut
mekanisme konvektif.
2. Pencampuran karena adanya gumpalan-gumpalan fluida yang terbentuk dan
tercampakkan di dalam medan aliran yang dikenal sebagai eddies, sehinggan
mekanisme pencampuran ini disebut eddy diffusion.
3. Pencampuran karena gerak molekular yang merupakan mekanisme pencampuran
difusi.
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling menentukan adalah
eddy diffusion. Mekanisme ini membedakan pencampuran dalam keadaan turbulendaripada
pencampuran dalam medan aliran laminer. Sifat fisik fluida yang berpengaruh pada proses
pengadukan adalah densitas dan viskositas.
Secara khusus, proses pengadukan dan pencampuran digunakan untuk mengatasi tiga jenis
permasalahan utama, yaitu (1) untuk menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada
sistem mltifase multikomponen, (2) untuk memfasilitasi perpindahan massa atau energi diantara
bagian-bagian dari sistem yang tidak seragam dan (3) untuk menunjukkan perubahan fase pada
sistem multikomponen dengan atau tanpa perubahan komposisi [3].
Aplikasi pengadukan dan pencampuram bisa ditemukan dalam rentang yang luas, diantara
dlama proses suspensi padatan, dispersi gas-cair, cair-cair maupun padat-cair, kristalisasi,
perpindahan panas dan reaksi kimia.
III.2 Dimensi dan Geometri Tangki
Kapasitas tangki yang dibutuhkab untuk menampung fluida menjadi salah satu
pertimbangan dasar dalam perancangan dimensi tangki. Fluida dengan kapasitas tertentu
ditempatkan pada sebuah wadah dengan besarknya diameter tangki sama dengan ketinggian
fluida. Rancangan ini ditujukan untuk mengoptimalakan kemampuan pengaduk untuk
menggerakkan dan membuat pola aliran fluida yang ,elingkupi seluruh bagian fluida dalam
tangki.
(24)
Persamaan 3.1 merupakan rumus dari volum sebuah tangki silinder. Sehingga salah satu
pertimbangan awal untuk merancang alat ini adalah dengan mencari nilai dari diameter yang
sama dengan ketinggian tangki untuk kapasitas fluida yang diinginkan dalam pengadukan dan
pencampuran. Diameter tangki ditentukan dengan persamaan 3.2 Tangki dengan diameter yang
lebih kecil dibandingkan ketinggiannya memiliki kecenderungan menambah jumlah pengaduk
yang digunakan.
(25)
Rancangan dasar dimensi dari sebuah tangki berpengaduk dengan perbandingan terhadap
komponen-komponen yang menyusunnya ditunjukkan pada gambar 3.1.
Geometri dari tangki dirancang untuk menghindari terjadinya dead zone yaitu daerah
dimana fluida tidak bisa digerakkan oleh aliran pengaduk. Geometri dimana terjaidnya dead zone
biasanya berbentuk sudut ataupun lipatan dari dinding-dindingnya.
Salah satu upaya untuk menghilangkan pusaran ini adalah dengan merubah posisi sumbu
pengaduk. Posisi tersebut berupa posisi sumbu pengaduk tetap tegak lurus namun berjarak dekat
dengan dinding tangki (off center) dan posisi sumbu berada pada arah diagonal (incline).
Perubahan posisi ini menjadi salah satu variasi dalam penelitian yang dilakukan.
Pada saat menggunakan empat sekat vertikal seperti pada gambar 2.4 bisa menghasilkan
pola perputaran yang sama dalam tangki. Lebar sekat yang digunakan sebaiknya berukuran 1/12
diameter tangki [1][6].
III.2.3
Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan
proses pengdaukan dan pencampuran yang efektif. Pengaduk jenis baling-baling (propeller)
dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim
dalam pengadukan dan pencampuran.
III.2.3.1 Jenis-jenis pengaduk
Secara umum, terdapat tiga jenis pengaduk yang biasa digunakan secara umum, yaitu
pengaduk baling-baling (propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle) dan
pengaduk helical ribbon.
A. Pengdauk jenis baling-baling (propeller)
Ada beberapa jenis pengdauk yang biasa digunakan. Salah satunya adalah baling-baling
berdaun tiga.
Gambar 3.5 Pengaduk Jenis Baling-Baling (a) Daun Dipertajam (b) Baling-baling Kapal
(c) Daun Turbin [5]
Baling-baling ini bisa digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750 rpm
(revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah [6].
B. Pengaduk dayung (paddle)
Berbagai jenis pengaduk dayung biasanya digunakan pada kecepatan rendah diantara 20
hingga 200 RPM. Dayung datar berdaun dua atau empat biasa digunakan dalam sebuah proses
pengadukan. Panjang total dari pengaduk dayung biasanya 60-80% dari diameter tangki dan
lebar dari daunnya 1/6-1/10 dari panjangnya [6].
Pengaduk dayung menjadi tidak efektif untuk suspensi padatan, karena liran radial bisa
terbentuk namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil. Sebiah dayung jangkar atau pagar, yang
terlihat pada gambar 3.6 biasa digunakan dalam pengadukan. Jenis ini menyapu dan mengeruk
dinding tangki dan kadang-kadang bagian bawah tangki. Jenis ini digunakan pada cairan kental
dimana endapan pada dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk emningkatkan transfer
panas dari dan ke dinding tangki. Bagaimanapun janis ini adalah penca,pur yang buruk.
Pengaduk dayung sering digunakan untuk proses pembuatan pasta kanji, cat, bahan perekat dan
kosmetik.
C. Pengaduk turbin
Pengaduk turbin adalah pengaduk dayung yang memiliki banyak daun pengaduk dan
berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan dengan rentang
kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuat turbin biasanya antara 30-50 % dari diameter
tangki. Turbin bisanya memiliki empat atau enam daun pengdauk. Turbin dengan daun yang
datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini juga berguna untuk dispersi gas yang baik, gas
akan dialirkan dari bagian bawah pengaduk dan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu
terpotong-potong menjadi gelembung gas.
Gambar 3.7 Pengaduk Jenis Turbin pada berbagai variasi
Pada turbin dengan daun yang dibuat miring sebesar 45 o, seperti yang terlihat pada gambar
3.8 beberapa aliran aksial akan terbentuk. Jenis ini berguna dalam suspensi padatan karena aliran
langsung ke bawah dan akan menyapu padatan keatas. Terkadang sebuah turbin dengan hanya
empat daun miring digunakan dalam suspensi padat. Pengaduk dengan aliran aksial
menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar dan pencampuran per satuan daya dan sangat
berguna dalam suspensi padatan.
D. Pengdauk helical-ribbon
Jenis pengaduk ini digunakan pada larutan dengan kekentalan yang tinggi dan beroprasi
pada rpm yang rendah pada bagian laminer. Ribbon (bentuknya seperti pita) dibentuk dalam
sebuah bagian helical (bentuknya seperti baling-baling helicopter dan ditempelkan ke pusat
sumbu pengaduk. Cairan bergerak dalam sebuah bagian berliku-liku pada bagian bawah dan naik
ke bagian atas pengaduk.
Gambar 3.9 Pengaduk Jenis (a), (b) & (c) Heilical Ribbon, (d) Semi-Spiral [9].
Gambar 3.10 Pola Aliran yang dihasilkan oleh jenis-jenis pengaduk yang berbeda, (a) impeller, (b)
propeller, (c) paddle dan (d) helical ribbon [7]
(25)
Dimana Re = Bilangan Reynold
= densitas fluida
= viskositas
Dalam sistem pengadukan terdapat 3 bentuk aliran, yiatu laminer, transisi, dan turbulen.
Bentuk aliran laminer terjadi pada bilangan Reynold hingga 10, sedangka turbulen terjadi pada
bilangan Reynold 10-104 dan transisi berada diantara keduanya (9).
III.3.1.2 Bilangan Fraude
Bilangan tak berdimensi ini menunjukkan perbandingan antara gaya inersia dan gaya
gravitasi. Bilangan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(26)
(27)
Persamaan 3.5 membantu untuk mejelaskan bagaimana pengaduk denga kecepatan
rendah secara umum menghasilkan kapabilitas torque yang jauh lebih tinggi untuk sebuah horse
power yang diberikan.
Diameter dari pengaduk atau dayuh juga berpengaruh terhapad beban torque dalam
pencampuran. Daya yang diutuhkan untuk memutar sebuah pengaduk berhubungan dengan
diameter dan kecepatan pengaduknya. Persamaannya menjadi:
(28)menyebabkan
Sedikit peningkatan kecepatan putaran dan diameter pengaduk akan
sebuah penambahan kebutuhan daya yang besar. Sehingga, daya juga bisa dihitung dengan:
(29)
(30)
Dimana adalah tenaga putaran dan F adalah energi dan r adalah jarak dari tangkai
putaran dan adalah kecepatan angular.
(31)
Sebuah tangki dimana sebuah fluida non-newtonian dengan densitas , dan viskositas
dan diputar dengan sebuah pengaduk berdiameter D dan pada kecepatan putaran N. Jika
diameter tangki adalah T, lebar pengaduk W dan ketinggian cairan H. Kebutuhan daya dari
pengaduk (P) menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan pada cairan dan bergantung pada
variabel di bawah ini:
(32)
Hal ini tidak mungkin untuk mendapatkan hubungan fungsional dalam persamaan diatas,
karena geometri yang rumit dari tangki, pengaduk dan variabel lain seperti kawat pemanas.
Menggunakan analisis dimensional jumlah variabel menggambarkan permasalahnnya bisa
diminimalisir dan persamaan diatas dikurangi hingga:
(33)
III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
Bagian paling bawah dari alat ini
adalah roda yang ditempatkan pada
kaki-kaki kerangka. Roda ini
digunakan untuk memudahkan
pemindahan alat secara
keseluruhan, khusunya ketika
maintenance dalam bengkel.
Permukaan alat ini dibuat
bertingkat. Hal ini digunakan untuk
memudahkan peneliti dalam
mengamati pola aliran dari bagian
atas tangki. Hal ini dikarenakan
ketinggian dari 2 tangki yang
digunakan berbeda. Permukaan
bagian bawah digunakan untuk
tangki berkapasitas 20 L dan bagian
atas digunakan utnuk tangki
berkapasitas 2 L. Lapisan
permukaan alat ini terdiri dari
lembaran stainless steel tipe dove
ketebalan 1 mm.
Bagian bawah permukaan untuk
tangki kecil memiliki ruang untuk
menyimpan bahan-bahan dan
peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini. Sehingga, bahan dan
peralatan yang digunakan tidak
berserakan tidak rapi.
b. Prosedur Percobaan
b.1. Perancangan Dimensi Tangki Berpengaduk
Tujuan Percobaan
Secara khusus, bagian ini bertujuan untuk mengenalkan bagaimana cara
menentukan dimensi dan geometer yang biasa digunakan pada sebuah tangki
berpengaduk.
Prosedur Percobaan
Tahapan-tahapan dalam merancang sebuah tangki berpengaduk terdiri dari :
1. Menentukan dimensi tangki berpengaduk terdiri dari :
a. Tangki berukuran ....liter (....cm3)
Diameter Tangki (Dt) = Ketinggian Fluida (H)
Dt =
Dt =
Scale Up
A. Preparasi alat
Gunakan tangki berkapasitas 20 L dan pengaduk berdiameter 15 cm
Tahapan selanjutnya sama dengan pada proses pengadukan
B. Preparasi percobaan
Lakukan perhitungan untuk sclae up utnuk masing-masing variabel tetap untuk air dan
fluida kental dalam form M3.
C. Tahapan Percobaan
Pilih salah satu jenis pengaduk dari jenis baling-baling dan turbin.
Set variabel tetap untuk setiap jenis pengaduk dalam air maupun fluida kental.
Lakukan tahapan percobaan sesuai dengan proses pengaduk sebelumnya.
Ps : Bilangan Alir (No) [1]
Untuk impeller-impeller yang geometrinya sama, W sebanding dengan Da, laju aliran
volumetri adalah
Rasio antara kedua bilangan alir tersebut angka aliran f flow, No yang didefinisikan sebagai:
c. Laporan
1. Buat gambar grafik
Buat grafik untuk setiap jenis pengaduk dalam air dan fluida kental
Buat analisa tentang kebutuhan daya pengadukan dari berbagai posisi sumbu
pengaduk dan saat menggunakan sekat untuk setiap jenis pengaduk
Buat grafik dan analisa mengenai perbandingan kebutuhan daya dari berbagai
jenis pengaduk pada setiap posisi sumbu pengaduk dan penggunaan sekat
2. Proses Pencampuran
Buat grafik kendali optimum setiap jenis pengaduk yang digunakan.
Buat analisa mengenai perbandingan antara kondisi optimum dari masing-masing
pengaduk
3. Scale Up
Buat Tabel Hasil Scale Up
Buat analisa perbandingan hasil dari scale up menggunakan empat parameter
tetap yang digunakan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Buku Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik I. Departemen
Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Cremer, H. W., Chemical Engineering Practice, Vol. 8, Butterworths Scientific
Publications, London, 1965
Moo-Young. The Blending Efficiences of Some Impeller in Batch Mixing.
AICheJ, 18(1),1972,pp. 178-182
Rahayu, Suparni Setyowati. Pencampuran Bahan Padat-Cair,http://www.chem-is -
try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologi-proses/pencampuran-bahan-
padat- cair/(14 November 2009)
Warren McCabe, Julian Smith, dan Peter Harrior. 1994. Operasi Teknik Kimia Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
MODUL FILTRASI
I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan uji coba (test) filtrasi pada tekanan konstan dengan menggunakan Filter
Press kecil agar metode uji coba dapat dikuasai.
2. Menguji persamaan (filtrasi dari) Ruth dan Lewis, dan menentukan konstanta-
konstanta yang ada dalam persamaan tersebut.
3. Mengukur / menentukan jumlah filtrat per unit waktu, pada filtrasi larutan slurry
pada tekanan konstan.
II. Teori
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat terhadap zat cair dari suatu slurry dengan
menggunakan media porous, yang meneruskan zat cairnya serata menahan padatannya,
sehingga zat padat tersebut (cake) bekerja sebagai media porous yang baru.
Berdasarkan pada prinsip kerjanya, filtrasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Pressure Filtration, filtrasi yang pengaliran bahnnya menggunakan tekanan.
b. Gravity Filtration, pengaliran bahan didasarkan pada gaya beratnya sendiri,
c. Vacum Filtration, pengaliran bahan dilakukan dengan prinsip penghampaan
(penghisapan)
Pada operasi filtrasi, umumnya dikenal dua macam media filter, yaitu media filter primer
dan media filter sekunder.
Media filter primer sebenarnya bukan suatu media filter yang sesungguhnya, melainkan
sebagai media filter pembantu yang menahan zat padat pada permulaan proses. Media
filter primer ini dapat berupa kain, kertas saring, dan sebagainya, yang dipasang pada
permukaan filter.
Zat padat yang tertahan di permukaan filter membentuk lapisan cake yang dapat berfungsi
sebagai media filter yang sesungguhnya. Media filter inilah yang merupakan media filter
sekunder. Tebal cake perlu diperkirakan / diperhitungkan karena akan mempengaruhi
besarnya penahan filtrasi. Filtrasi dapat dianggap dimulai dengan penahan sama dengan
nol, yang berarti belum berbentuk cake. Dlam hal ini perlu dihitung suatu besaran Ve
(volum ekivalen), ialah volum filtrat yang menghasilkan cake yang mempunyai penahanan
sama dengan fliter cloth (media filter primer) serta sluran-saluran dalam filter yang
dipakai untuk penyaringan.
.......................................................... (2)
Dengan :
= Viskositas
Rf = Tahanan filter cloth
= Tahanan spesifik cake, m/Kg
C = Berat solid / volum liquid, Kg/m3
A = Luas Permukaan Filter.
2. Persamaan Lewis
[Vf/A]m . t = K . Pn . t ...................................................................... (3)
Dengan : n, m, k adalah konstanta yang ditentukan oleh percobaan.
3. Tutup kran 1 (drain valve), masukkan slurry yang telah dibuat dengan konsentrasi
tertentu.
4. Aduklah slurry tersebut secara kontinyu agar konsentrasi slurry tetap uniform.
B. Percobaan
1. Return Valve (V-2) dibuka penuh, feed valve (V-3) ditutup rapat, dan kemudian
pompa dihidupkan sehingga terjadi resirkulasi larutan diantara reservoar dan
pompa.
2. Bukalah V-3 buang / hilangkan udara di dalam filter press. Aturlah V-2 dan atau
V-3 untuk menjaga agar tekanan konstan.
4. Oleh karena tangki reservoar akan segera kosong akan segera kosong (setelah
beroperasi, maka harus dijaga jangan sampai tangki tersebut betul-betul kosong.
5. Selama percobaan filtrasi, aturlah V-2 atau V-3 terus menerus untuk memperoleh
tekanan yang konstan.
6. Catat waktu-waktu tertentu (t) selama filtrasi dengan menggunakan stop watch
dan ukur volum filtrat (Vf) yang tertampung pada masing-masing waktu tersebut.
7. Ketika pompa dimatikan, ada raw liquid yang tertinggal dalam pompa, tangki
reservoar, dan pipa-pipa. Cairan sisa tersebut adalah merupakan satu liquid yang
tidak terfilter.
8. Putar handle untuk membuka plate dan frame, kumpulkan cake yang menempel
pada media filter, bila perlu keringkan dan timbang. Ini adalah berat dari filter
cake.
9. Luas media filter dimana cake terbentuk adalah luas filtrasi actual, yang dapat
ditentukan dengan mengukur luas sebenarnya.
10. Ulangi langkah percobaan-percobaan di atas lebih dari 3 kali dengan tekanan-
tekanan tertentu yang lain.
PUSTAKA
Brown, G.G., 1978, Unit Operations, 14ed., Charles E. Tuttle Co., Tokyo
Instruction Manual, 1988, Filter Press Apparatus, Ogawa Seiki Co., Ltd., Tokyo.
Perry, R.H., 1973, Chemical Engineer;s Handbook, 5 ed., McGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.