Anda di halaman 1dari 57

PRAKTIKUM

UNIT OPERASI BIOPROSES I

1. Bioreaktor Kultur Sel


2. Sirkuit Fluida
3. Fluidisasi
4. Non Newtonian Mixing Bioproses
5. Filtrasi

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVESITAS INDONSIA
MODULBIOREAKTOR KULTUR SEL

I. Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami metode yang digunakan untuk mengkultur sel
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kultur sel
3. Mengetahui pola pertumbuhan bakteri
4. Menghitung kinetika pertumbuhan dari Bacillus subtilispada kondisi aerobik
5. Mengetahui hubungan antara nutrisi dan pertumbuhan Bacillus subtilis

II. Teori
Kultur Sel Bakteri
Media kultur bakteri adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat
zat hara (nutrisi) yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas atau
didalamnya. Selain itu, media kultur mikroba dapat dipergunakan pula untuk isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat sifat fisiologis, dan perhitungan jumlah mikroorganisme.
(Sumarsih, 2003)Didalam laboratorium, pembiakan bakteri memerlukan media kultur yang
komposisinya terdiri dari C, H, O, N, S. P, K, Mg, Fe, Ca, Mn, dan sedikit Zn, Co, Cu, dan
Mo. Unsur unsur ini ditemukan dalam bentuk air, ion anorganik, molekul kecil, dan
makromolekul.
Media kultur yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam bentuk
padat, semi padat, dan cair. Media kultur padat diperoleh dari dengan menambahkan agar
agar. Agar agar berasal dari ekstrak ganggang merah. Kandungan galaktan pada agar
sebagai pemadat adalah 1.5 2.0% dan membeku pada suhu 45 C. Agar - agar susah
diuraikan oleh bakteri. (Utami, 2004)Saat ini, berbagai macam media kultur bakteri telah
banyak dibuat dengan bahan dasar agar agar sebagai pemadat.

Laju Pertumbuhan Bakteri


Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume serta
ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan
volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri
biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid.
Gambar 2.1Kurva Pertumbuhan Bakteri

Perubahan kemiringan pada kurva sigmoid tersebut menunjukkan transisi dari satu fase
perkembangan ke fase lainnya. Nilai logaritmik jumlah sel biasanya lebih sering dipetakan
daripada nilai aritmatik. Logaritma dengan dasar 2 sering digunakan, karena setiap unit pada
ordinat menampilkan suatu kelipatan-dua dari populasi. Kurva pertumbuhan bakteri dapat
dipisahkan menjadi empat fase utama :
Fase lag
Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak atau sedikit
mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan komponen makromolekul,
aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Fase lag merupakan
suatu periode penyesuaian yang sangat penting untuk penambahan metabolit pada kelompok
sel, menuju tingkat yang setaraf dengan sintesis sel maksimum.
Fase eksponensial
Pada fase ini sel berada dalam keadaan pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa
dan volume sel meningkat oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan
konsentrasi relatif metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang,
kecepatan peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel
membelah dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi
lingkungan. Dalam hal ini terdapat keragaman kecepatan pertumban berbagai
mikroorganisme. Waktu lipat dua untuk E. coli dalam kultur kaldu pada suhu 37oC, sekitar
20 menit, sedangkan waktu lipat dua minimal sel mamalia sekitar 10 jam pada temperatur
yang sama.
Fase Stasioner.
Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah, kekurangan nutrien,
perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan mendesak dan mengganggu biakan,
mengakibatkan penurunan kecepatan pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup
tetap konstan untuk periode yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju
periode penurunan populasi. Dalam beberapa kasus, sel yang terdapat dalam suatu biakan
yang populasi selnya tidak tumbuh dapat memanjang, membengkak secara abnormal, atau
mengalami penyimpangan, suatu manifestasi pertumbuhan yang tidak seimbang.
Fase Kematian.
Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun jumlahnya, Pada
saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang hidup
Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di
antara setiap fase terdapat suatu periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum
semua sel memasuki fase yang baru.

Kurva Pertumbuhan Klasik


Kurva pertumbuhan adalah grafik dari jumlah organisme biologis sebagai fungsi
waktu. Organisme biologis ini biasanya dihitung dalam konsentrasi berat kering atau
konsentrasi jumlah sel. Dalam percobaan ini, digunakan perhitungan berat kering.
Pertumbuhan kurva klasik untuk reaktor batch digambarkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Bentuk kualitatif dari kurva pertumbuhan klasik


Model Tidak Terstruktur (unstructured models)
Model sederhana dari kurva pertumbuhan adalah model yang tidak terstruktur, yang
berarti biofase dimana dapat di modelkan dalam sebuah variabel tunggal (konsentrasi massa
sel). Model struktur yang lebih kompleks menggunakan beberapa variabel biofase yang
utamanya konsentrasi adalah metabolit kunci dari sel seperti protein, karbohidrat, DNA,
RNA, dan lain sebagainya.

(2.1)
Laju pembentukan biomasa dengan pertumbuhan adalah (unit biomassa per waktu per

volume). X adalah konsentrasi biomassa, adalah laju pertumbuhan spesifik yang memiliki

satuan inversi waktu. Asumsi untuk simplifikasi digunakan untuk memodelkan asumsi dari
batas substrat pertumbuhan. Dengan asumsi ini, pertumbuhan dapat diubah menjadi reaksi S
YX yang disebut yield. Bagaimanapun, dari hasil percobaan menunjukkan Y bersifat
konstan. Maka, apabila dikaitkan dengan laju konsumsi substrat (-Rs) dan laju dari produksi
biomassa, Rx maka

(2.2)

Bila dikaitkan dengan hubungan konsentrasi karbon dari massa sel dalam satuan waktu,
maka dapat dituliskan,

Dimana S mengindikasikan konsentrasi substrat. (2.3)

Model Monod
Model monod yang sering digunakan untuk adalah model monod (5)

(2.4)
Dimana,
= laju spesifik maksimum pertumbuhan dari E. coli

= monod konstan jenuh


Untuk proses semi-batch,

(2.5)
Jika reaktor dioperasikan secara kontinyu sebagai CSTR, ekspresi yang sama dapat
digantikan pada neraca massa CSTR. Berikut ini adalah neraca massa substrat dan biomassa
pada kondisi steady state,

(2.6)

(2.7)
Dimana D adalah laju dilusi.
Model Lainnya
Untuk menggambarkan model pertumbuhan, terdapat banyak alternatif yang dapat
digunakan. Model-model tersebut dapat digunakan sebagai alternatif dari model monod.
Beberapa model tersebut dapat dilihat sebagai berikut,
Pertumbuhan dengan hambatan dari substrat

(2.8)
Persamaan Moser

Persamaan Contoi
(2.9)

(2.10)

Persamaan Tessier

(2.11)
Model Verhulst

(2.12)
Jika asumsi dari batas substrat pertumbuhan tunggal tidak valid, maka model monod akan di
lebarkan dengan memasukkan konsentrasi substrat, Si sepanjang Sn,

(2.13)
Perhitungan Transfer Oksigen ke Bioreaktor
Untuk pertumbuhan aerobik, ketika oksigen diberikan secara kontinyu ke reaktor,
oksigen dapat dijelaskan sebagai substrat menjadi batas oksigen ketika konsentrasi oksigen
berada dibawah konsentrasi kritis oksigen untuk sebuah organisme. Konsentrasi oksigen
kritis untuk E. coli adalah ~0,0082 mmol/L pada 37oC. Karena solubilitas oksigen pada
media pertumbuhan biasanya sebesar 0,8 mmol/L, hal ini berarti dibutuhan > 1% oksigen
jenuh pada media untuk mendukung pertumbuhan yang cepat.
Cara sederhana untuk mengetahui efek dari oksigen pada pertumbuhan adalah untuk
mencari konsentrasi kritis oksigen, konsentrasi oksigen terdisolvasi pada pertumbuhan, dan
pastikan bioreaktor selalu dioperasikan selalu beroperasi lebih dari konsentrasi kritis. Hal ini
adalah cara mudah untuk pemodelan bioreaktor. Dalam batch reaktor, neraca biomassa dan
oksigen menjadi,
(2.14)

(2.15)
Dimana CL adalah konsentari oksigen terdisolvasi, C* adalah konsentrasi oksigen
terdisolvasi dalam kesetimbangan fase gas konsentrasi oksigen, k1a adalah produk dari
koefisien perpindahan massa dan area interfasial per volume reaktor, dan YO2 adalah
konstanta yield berhubungan dengan pertumbuhan massa sel terhadap konsumsi O2. Laju
pertumbuhan mikroba lebih rendah daripada laju perpindahan oksigen. Oleh karena itu,

asumsi quasi steady state dapat di gunakan (dCl/dt ~ 0) terhadap CL, memberikan kuantitas

sebagai laju per volume reaktor.


Metode gas statik dilakukan untuk reaktor steril. Selama langkah pemberian gas, neraca
oksigen terdisolvasi adalah

(2.16)

III. Percobaan
III.1 Alat

Autoklaf
Beaker glass 250 ml
Static incubator
Cawan petri untuk kultur bakteri (plate)
Tusuk gigi steril
Stirred fermentor
Spektrofotometer
Kuvet
Sentrifuge
Tabung sentrifugasi Falcon
Pipet mikro
Microtube
Spektrofotometer

III.2 Bahan
Bacillus subtilis 168 rekombinan apoptin
Medium LB agar
Medium LB cair
Aquadest
Glukosa
Kapsul enzim PGO
Larutan o-dianisidin dihidroklorida

III.3 Prosedur Percobaan


1. Persiapan Medium Kultivasi
Medium kultivasi yang digunakan adalah Luria Bertani (LB) agar dan cair yang
sudah jadi dengan pH 7,0 dan komposisi per liternya adalah 10g pepton, 5g ekstrak
yeast, dan 10g NaCl. Medium ini kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf
dengan suhu 121oC dan tekanan 2 atm selama 15 menit.

2. Persiapan stock culture dalam medium agar


Bakteri diinokulasi di medium agar, kemudian dilakukan peremajaan pada suhu 37 oC
selama 24 jam. Bakteri ini kemudian dijadikan stock culture.

3. Kultur Bakteri dalam Fermentor Berpengaduk


Sebarkan 100 L aliquot bakteri Bacillus subtilis 168 pada LB plate yang
mengandung 10 g/mL tetrasiklin, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama satu
malam.
Setelah itu, ambil beberapa koloni dengan mempergunakan tusuk gigi steril,
kemudian kultivasi dimulai dengan menginokulasikan prekultur sebanyak 10% v/v
ke dalam 500 ml LB cair yang telah disterilisasi dan mengandung tetrasiklin
menggunakan pada pH netral, suhu 37oC, laju aerasi divariasikan antara 0.5-2 v/v/m
dan kecepatan agitasi 200 rpm sampai nilai OD600 mencapai 0,6-0,8.

4. Pemanenan sel dilakukan dengan sentrifugasi 5000 x g selama 20 menit. Hasil


panen sel disimpan di dalam pendingin -20oC.

5. Konsentrasi biomassa
- Massa sel dapat diketahui dari menghitung besar densitas atau absorbansi pada
650 nm. Semua perhitungan tersebut diubah ke konsentrasi berat kering dengan
mengguna kurva kalibrasi. Pada konsentrasi biomassa rendah, OD akan
proporsional ke konsentrasi sel (mass/vol) dan data terbaik dari konsentrasi
biomassa didapatkan dari perhitungan OD yang didapat secara linear. Konsentrasi
sampel harus secara sistematis terdilusi secara steril sebelum perhitungan OD.
Rule of thumb dari dilusi OD saan 650 nm adalah lebih besar dari 0,6.

6. Konsentrasi glukosa
- Yield dapat dihitung dengan menggunakan data kurva pertumbuhan atau dapat
dicari dengan menghitung konsentrasi biomassa dan konsentrasi substrat.
- Untuk menghitung yield, minimal hitung 2 densitas sampel pada waktu yang
berbeda. Sampel yang akan dihitung adalah konsentrasi biomassa dan
konsentrasi dari glukosa. Yield lalu dihitung berdasarkan persamaan berikut,

Dimana adalah perubaan konsentrasi biomassa dan konsentrasi glukosa.

Prosedur Analisis Glukosa dengan Menggunakan Spektrofotometer


Masing-masing sampel difilter untuk memindahkan sel-sel dan filtrat dikumpulkan
untuk analisis selanjutnya, Cara yang mudah untuk melakukan analisis adaah dengan
mengumpulkan semua sampel yang dibutuhkan dan menganalisanya pada waktu
yang bersamaan. Sampel yang tidak dianalisa harus diletakkan dalam freezer hingga
siap untuk dianalisa. Analisis selesai dilakukan dengan menggunakan kotak diagnosis
standar dari sigma.
1. Cairkan sampel beku dan beri tanda untuk masing-masing tabung uji sebagai
berikut: BLANK, STANDARD, dan SAMPLE1, SAMPLE2 dll.
2. Untuk tabung uji yang bertanda BLANK, tambahkan 0,5 ml air yang telah
didistilasi (gunakan pipet auto)
3. Untuk STANDARD, tambahkan 0,5 ml larutan stock glukosa standar (0,05 g/L)
4. Untuk masing-masing SAMPEL, tambahkan 0,5 ml dari sampel yang terdilusi.
Buat dilusi sehingga konsentrasi glukosa dalam sampel dapat diukur tidak lenih
dari 5 kali lebih besar daripada konsentrasi larutan stock glukosa standar. Sebagai
contoh, jika konsentrasi awal glukosa dalam fermentor adalah 10 g/L, rasio
konsentrasi adalah sebagai berikut:

Dengan demikin 50 kali lipat pengenceran (dilution) pada sampel akan


mengurangi rasio konsentrasi hingga 4. Perlu dicatat bahwa konsentrasi dan
absorbansi berhubungan secara lurus hanya jika terdilusi pada jangkauan linear,
Untuk masing-masing tabung, tambahkan 5 mL larutan reagen pewarna enzim
dengan persiapan sebagai berikut:
1. Tambahkan satu kapsul enzim PGO pada 100 mL air yang telah didistilasi dalam
botol amber.
2. Untuk larutan enzim, tambahkan 1,6 mL dari larutan o-dianisidin dihidroklorida.
(Larutan o-dianisidin dihidroklorida dapat dibuat secara sederhana dengan
menambahkan 20 ml air ke dalam bubuk dan larutkan dalam botol orisinil.
3. Campurkan larutan reagen berwarna dengan menelungkupkan botol selama
beberapa waktu tertentu.
4. Simpan semua hasil uji kimia dalam refrigator. Mereka akan stabil salam waktu
kurang lebih 1 bulan.
Akhirnya,
1. Inkubasi semua tabung pada suhu 37oC selama 30 menit dalam inkubator. Selama
periode ini, reaksi oksidase dan peroksidase dari glukosi akan terlengkapi.
2. Baca absorbansi STANDARD dan SAMPLES pada 540 nm dan gunakan BLANK
sebagai larutan referensi menggunakan JASCO SPEKTROFOTOMETER.
PENTING: Jangan biarkan BLANK, STANDARD, dan SAMPLES bertahan lebih dari
30 menit setelah inkubasi. Buat penambahan BLANKs dan STANDARDs seperlunya.

III.4 Potensi Bahaya

No. Peralatan/Bahan/ Bahaya dan


Penanganan
komponen
1 Bacillus subtilis Bakteri Bacillus subtilis termasuk jenis Bacillus. Bakteri ini
168 rekombinan termasuk bakteri gram positif, katalase positif yang umum
apoptin ditemukan di tanah. Bacillus subtilis mempunyai kemampuan
untuk membentuk endospora yang protektif yang memberi
kemampuan bakteri tersebut mentolerir keadaan yang ekstrim.
Tidak seperti species lain seperti sejarah, Bacillus subtilis
diklasifikasikan sebagai obligat anaerob walau penelitian
sekarang tidak benar. Bacillus subtilis tidak dianggap sebagai
patogen walaupun kontaminasi makanan tetapi jarang
menyebabkan keracunan makanan.
Bahaya untuk bahan jenis ini adalah terkait dengan sterilisasi
bahan, ditakutkan bakteri mudah mati atau mungkin mampu
menyebabkan iritasi pada kulit maupun mata. Adapun
penanganannya adalah sebagai berikut:
- Batasi semua kontakpribadi yang tidak perlu.
- Gunakan baju lab, sarung tangan, dan masker
sesuai dengan standar operasi laboratorium.
- Pastikan sistem bersifat steril, baik untuk suhu
maupun panas.

III.5 Pertanyaan dan Masalah


1. Jelaskan metode-metode yang digunakan untuk mengkultur sel!
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kultur sel!
3. Jelaskan pola pertumbuhan bakteri!
4. Buat kurva pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis dalam kondisi aerobik!
5. Hitung kinetika pertumbuhan dari Bacillus subtilis pada kondisi aerobik (hitung
dengan menggunakan persamaan Monod)!
6. Bagaimanakah hubungan nutrisi dengan pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis!
7. Buat analisa dan pembahasan terkait hasil percobaan anda!

DAFTAR PUSTAKA
Aiba, S., A. Humphrey, and N. Millis, "Biochemical Engineering," Academic Press, New
York (1974).

Bailey, J., and D. Ollis, "Biochemical Engineering Fundamentals," McGraw-Hill, New


York (2nd ed., 1986)

Contois, D.E., Kinetics of bacterial Growth: Relationship between Population Density


and Specific Growth Rate of Continuous Cultures , J. gen. Microbiol., 21, 40-50,
(1959)

D.C. Wang et. Al. 1978. Fermentation and Enzyme Technology. Wiley

Hinshelwood, C.N., "The Chemical Kinetics of the Bacterial Cell," Clarendon Press,
London (1946).

Monod, J., The Growth of Bacterial Cultures, Ann. Rev. Microbiol. 3, 371-394, (1949)

Moser, H., The dynamics of bacterial populations maintained in the chemostat.


Carnegie Inst., Pub. No. 612, (1958)

Tessier, G., Croissance des populations bacteriennes et quantite d'aliment disponible.


Revue Scientifique Paris 80, 209216, (1942)
MODUL SIRKUIT FLUIDA

I. TujuanPercobaan
1. Mempelajari sifat-sifat aliran fluida dalam beberapa jenis ukuran pipa.
2. Memperoleh pengertian tentang perubahan tekanan yang terjadi pada aliran fluida.
3. Mempelajari karakteristik tekanan alat pengukur flowrate

II. Teori
Fluida adalah suatu zat yang
mempunyaikemampuanberubahsecarakontinyuapabilamengalamimengalamigeseran,
ataumempunyaireaksiterhadaptegangangesersekecilapapun.Fluida terbagi menjadi dua tipe
yaitu fluidagas dan cair.

Pada gambar1 di bawahiniterlihatbahwaduabuahpelat parallel denganluasA, berjarak y,


diantaranyaterdapatfluida. Pelat bagianb awah dibuatd iam,
sedangkanpelatbagianatasditarikolehgaya F sehinggabergerakdengankecepatan u.

u
F

Gambar 1.GradienKecepatan Aliran Fluida di antara Dua Pelat Paralel

Adanyagaya kohesi menyebabkan fluida ikut bergerak searah F. Apabila jarak y cukup kecil, fluida
seakan bergerak secara berlapis-lapis dengan kecepatan berbeda atau dikatakan terdapat
gradien kecepatan. Dari eksperimendidapatkanbahwa:
(1)

Apabila u/y diganti dengan gradien kecepatan du/dy, diperoleh :


(2)
Dimana disebut tegangan geser (shear stress). Hubungan antara dan du/dy menunjukkan sifat
reologi fluida seperti terlihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Hubungan Tegangan geser dengan gradien kecepatan

Pada grafik di atas, hubungan yang paling sederhana ditunjukkan oleh kurva A fluida yang
mengikuti kurva A disebut fluida Newtonian dimana bentuk persamaannya adalah
(3)

adalah koefisien viskositas atau viskositas dinamik atau viskositras absolut. Fluida yang tidak
mengikuti kurva A disebut Non-Newtonian Fluid.Non-Newtonian Fluidmempunyaitiga sub yaitu :

a) Fluidadimanategangangeserhanyatergantungpada gradient kecepatansaja,


danwalaupunhubunganantarategangangeserdan gradient kecepatantidak linier,
namuntidaktergantungpadawaktusetelahfluidamenggeser.
b) Fluidadimanategangangesertidakhanyatergantungpada gradient
kecepatantetapitergantung pula padawaktucairanmenggeserataupadakondisisebelumnya.
c) Fluida viscous-elastis yang menunjukkankarakteristikdarizatpada elastic danfluida
viscous.

Dalam fluida yang mengalir terdapat gaya-gaya yang bekerja antara lain gaya gravitasi, gaya
tekanan, gaya viskositas, gaya inersia, gaya tegangan permukaan, dan lain-lain. Untuk aliran fluida
yang mengalir melalui saluran yang terisipenuh, gaya-gaya yang paling berpengaruh adalah gaya

(4)
inersia dan gaya viskositas. Perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viskositas ini disebut
bilangan Reynold. Untuk saluran berbentuk pipa bilangan Reynold adalah:

Dimana: Re = bilangan Reynold

D = diameter pipa

= densitas fluida

= Viskositas absolut

Fluida yang mengalirakanselalumendapatkantahanan yang disebabkanolehfriksiantarapartikel-


partikelfluidamaupunfriksiantarapartikelfluidadenganpermukaansaluran

Friksi merupakan kerugian energi mekanik sehingga tekanan di downstream menjadi berkurang.
Besarnya kehilangan energi karena friksi menurut persamaan Darcy-Weisbach adalah sebagai
berikut :

(5)

Dimana :f = faktor friksi (blasius-darcy friction factor)

L = panjang pipa

D = diameter dalam pipa

V = laju alir volume

gc = konstanta konversi

Hubungan Faktor Friksi dan Bilangan Reynold


Hagen-poiseuille melalui eksperimennya mengenai aliran laminer pada pipa menemukan
hubungan sebagai berikut:

(6)
Bila persamaan dapat disusun kembali,

(7)

(8)

(9)

Persamaan diatas menunjukkan hubungan linier antara f dan Re pada aliran laminer, pada
dasarnya kehilangan energi pada aliran laminer hanya disebabkan oleh viscous drag saja,
sedangkan pada aliran turbulen disebabkan oleh gerakan turbulen dari arus eddy. Oleh karena
itu friction factor untuk aliran turbulen disamping bergantung pada Re juga pada kekerasan
permukaan pipa
(10)

/D adalah kekasaran relatif, yaitu perbandingan antara tingginya tonjolan-tojolan di permukaan


bagian dalam pipa terhadap diameter dalam pipa. Hubungan antara f dengan Re dan /D dapat
diperoleh dari chart standard yang disebut Friction factor Chart.

Profil Kecepatan Pada Aliran dalam Pipa

Pada aliran fluida di dalam pipa, partikel-partikel fluida bergerak dengan kecepatan yang
berbeda. Padapartikel yang berada berdekatan dengan dinding pipa mempunyai kecepatan yang
lebih rendah dibanding partikel yang terletak dibagian tengah pipadimana kecepatannya
maksimum. Hal ini disebabkan karena perubahan momentum dan gesekan-gesekan yang terjadi
di tiap lapisan. Untuk aliran laminer lapisan-lapisan fluida terdapat dari dinding pipa sampai
sumbu pipa (center line) sehingga profil kecepatan partikel-partikel fluida berbentuk parabola
seperti terlihat pada gambar.
Gambar 4 Profil Kecepatan Fliuda pada Aliran Laminer

Semakin besar bilangan Reynold maka momentum yang berpindah antar lapisan fluida semakin
besar. Kenaikan bilangan Reynold sampai melewati batas kritisnya akan menyebabkan aliran
berubah menjadi aliran turbulen dan terjadi dua regional aliran, yaitu daerah laminer dekat
dinding pipa dan daerah turbulen mulai dari batas daerah aliran laminer hingga sumbu pipa.
Akhirnya profile alirantidak parabola lagisepertiterlihatpadagambar di bawah.

Gambar 5 Profil Aliran Kecepatan Fluida pada Aliran Turbulen

Daerah laminer akan semakin tipis dengankenaikanbilangan Reynold dan


semakinmempunyaiartidibandingkandengankekasarandinding pipa. Itulah sebabnya faktor friksi
pada aliran laminer hanya bergantung pada bilangan Reynold dan bergeser semakin bergantung
pada kekesaran dinding pipa untuk aliran turbulen.

Kehilangan Energi pada Fitting


Kehilangan energi pada fitting dan kerangan-kerangan secara umum dapat digambarkan dengan
persamaan

(11)

Dimana,

dengan Lemerupakan panjang ekivalen dari fitting.


Pengukur Flowrate
Jenisalatukuraliranfluida yang paling
banyakdigunakandiantaranyaalatukurlainnyaadalahalatukurfluidajenisaliranfluida.Hal
inidikarenakanolehkonstruksinya yang sederhanadanpemasangannya yang mudah.Ada beberapa
jenis alat untuk mengukur laju suatu fluida. Beberapa alat yang biasa digunakan
diantaranyayaituventuri flow meter dan orifice flow meter.

Padadasarnyaprinsipkerjadarikeempatalatukuriniadalahsamayaitubilaaliranfluida yang
mengalirmelaluialatukurinimengalirmakaakanterjadiperbedaantekanansebelumsesudahalatini.
Beda tekananmenjadibesarbilalajualiran yang diberikankepadaalatinibertambah.

Venturiflowmeter

Alatpengukurflowrate ini terbentuk dari bagian masuk yang mempunyai flens, yang terdiri dari
bagian pendek berbentuk silinder dan kerucut terpotong. Bagian leher berflens dan bagian keluar juga
berflens yang terdiri dari kerucut terpotong yang panjang. Dalam venturimeter, kecepatan fluida
bertambah dan tekanannya berkurang di dalam kerucut sebelah hulu. Penurunan tekanan di dalam
kerucut hulu itu lalu dimanfaatkan untuk mengukur laju aliran melalui instrument itu. Kecepatan fluida
kemudian berkurang lagi dan sebagian besar tekanan awalnya kembali pulih di dalam kerucut sebelah
hilir. Agar pemulihan lapisan batas dapat dicegah dan gesekan minimum. Oleh karena itu pada bagian
penampungnya mengecil tidak ada pemisahan, maka kerucut hulu dapat dibuat lebih pendek daripada
kerucut hilir. Gesekannya pun di sini kecil juga. Dengan demikian ruang dan bahan pun dapat dihemat.
Walaupun meteran venturi dapat digunakan untuk mengukur gas, namun alat ini biasanya digunakan
juga untuk mengukur zat cair terutama air.

Gambar 6.Venturi flow meter


UntukVenturi Meter inidapatdibagi 3 bagian utama yaitu :

a) Bagian Inlet
Bagian yang berbentuklurusdengan diameter yang samaseperti diameter
pipaataucerobongaliran. Lubangtekananawalditempatkanpadabagianini.

b) Inlet Cone
Bagian yang berbentuksepertikerucut, yang berfungsiuntukmenaikkantekananfluida.

c) Throat (leher)
Bagiantempatpengambilanbedatekananakhirbagianiniberbentukbulatdatar. Hal inidimaksudkan
agar tidakmengurangiataumenambahkecepatandarialiran yang keluardariinlet cone.

PadaVenturi meter inifluidamasukmelaluibagian inlet danditeruskankebagianoutlet cone.


Padabagianinlet iniditempatkantitikpengambilantekananawal.Padabagianinlet cone
fluidaakanmengalamipenurunantekanan yang disebabkanolehbagianinlet cone yang
berbentukkerucutatausemakinmengecilkebagian throat. Kemudianfluidamasukkebagianthroat
inilahtempat-tempatpengambilantekananakhirdimana throat
iniberbentukbulatdatar.Lalufluidaakanmelewatibagianakhirdariventuri meter yaituoutlet cone.
Outlet cone iniberbentukkerucutdimanabagiankecilberadapadathroat, danpadaOutlet cone
initekanankembali normal.

Jikaaliranmelaluiventuri meter itubenar-benartanpagesekan, makatekananfluida yang


meninggalkan meter tentulahsamapersisdenganfluida yang
memasukimeterandankeberadaanmeterandalamjalurtersebuttidakakanmenyebabkankehilangan
tekanan yang bersifatpermanendalamtekanan.

Penurunantekananpadainlet cone akandipulihkandengansempurnapadaoutlet cone.


Gesekantidakdapatditiadakandanjugakehilangantekanan yang permanendalamsebuahmeteran
yang dirancangandengantepat

Persamaan yang digunakan dalam venturimeter:

Q = v1 x A1 (12)

(13)
Cv 2 gc P
v=
1 4

keterangan:

Cv : koefisien venturi

D1
: ; D1<D0
D0

: massa jenis fluida

lbm ft
gc : 32,174 = 1kg m N-1 det2
lb f sec 2

III.Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
- Sirkuit fluida
Bahan
- Water

b. Prosedur Percobaan
b.1. Kalibrasi Sight Gage
Tujuan Percobaan
Mengetahui apakah skala sight gage pada tangki sudah sesuai dengan ukuran standar
(volume gelas ukur).
Prosedur Percobaan
1. Memastikan tersedia cukup air pada tangki
2. Menutup valve 52 dan membuka valve 45 lalu menyalakan pompa dan tunggu
sampai aliran air yang keluar dari pipa 46 telah stabil.
3. Menampung air yang keluar dengan menggunakan gelas ukur 2000ml dan catat
nilainya untuk penurunan volume tangki tertentu.
4. Ulangi percobaan untuk nilai penurunan volume tangki yang nampak pada sight
gage dalam interval tertentu minimal 8 data.
5. Membuat kurva kalibrasi (volume ukur vs volume tangki) dan mengamati
kemungkinan terjadi penyimpangan pada sight gage.
b.2. Karakteristik Sharp Edge Orifice Flowmeter
Tujuan Percobaan
- Mendapatkan kurva kalibrasi orifice flowmeter dan persamaannya (hubungan
laju alir dan pressure drop)
- Mencari nilai koefisien karakteristik (discharge coefficient) rata-rata dari orifice
flow meter yang digunakan
Prosedur Percobaan
1. Membuka valve 50 sementara menutup valve lainnya (menggunakan by pass).
Menggunakan valve 45 untuk mengatur pengeluaran air yang melalui pipa aliran
keluar (46).
2. Menyalakan pompa dan buka valve 45 perlahan-lahan.
3. Memasang dua selang manometer pada orifice (tap-pressure 40-41) untuk
mengukur perbedaan tekanan.
4. Mengukur aliran keluar dari tangki dengan mencatat penurunan yang nampak
pada sight gage untuk waktu tertentu. Secara simultan catat perbedaan
ketinggian yang nampak pada manometer.
5. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (6 data) dengan mengubah
bukaan valve 45 hingga diperoleh data perubahan h dengan inkremen yang
sama.
6. Mengeplot P (dalam H2O) dengan laju alir (gph).
7. Menghitung dan membuat grafik Cd (Coefficient of discharge) sebagai fungsi dari
laju alir.

b.3. Karakteristik Venturi Flowmeter


Tujuan Percobaan

- Mendapatkan kurva kalibrasi venturi flowmeter dan persamaannya (hubungan


laju alir dan pressure drop)
- Mencari nilai koefisien karakteristik (discharge coefficient) dari venturi sebagai
faktor koreksi terhadap friksi kemudian membandingkan keduanya.

Prosedur Percobaan
a. Menutup valve 44, 45, 48, 50 dan 52 sementara buka valve lainnya. Gunakan
valve 45 untuk mengatur pengeluaran air yang melalui pipa aliran keluar (46).
b. Menyalakan pompa dan buka valve 45 perlahan-lahan.
c. Memasang dua selang manometer pada venture dan orifice (tap-pressure 38-39)
untuk mengukur perbedaan tekanan.
d. Mencatat perbedaan ketinggian yang nampak pada manometer, baik perbedaan
ketinggian venture maupun orifice.
e. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (6 data) dengan mengubah
bukaan valve 45 hingga diperoleh data perubahan h dengan inkremen yang
sama.
f. Mengeplot P (dalam H2O) dengan laju alir (gph).
g. Menghitung dan membuat grafik Cd (Coofisien of discharge) sebagai fungsi dari
laju alir.
h. Membuat grafik hubungan Cd (Coefisien of discharge) pada venturi dengan Cd
(Coefisien of discharge) pada orifice.

b.4. Aliran Laminer dan Turbulen


Tujuan Percobaan
Mengetahui pola dan karakteristik aliran laminer, transisi dan turbulen serta
mengetahui nilai laju alir terjadinya pola aliran tersebut.
Prosedur Percobaan
a. Memastikan visual box bersih sehingga praktikan mudah melakukan pengamatan
pola aliran.
b. Menggunakan venturi sebagai flowmeter.
c. Membuka valve 10, 11, 12, 16, dan 52 dan menutup valve lainnya.
d. Memvariasikan bukaan valve, lalu mengamati dan mencatat pola aliran yang
terjadi (minimal 8 data).
e. Mencatat h venturi. Menentukan laju alir dengan menggunakan grafik
hubungan h venturi vs Q kemudian dihitung bilangan Reynoldnya.
f. Menentukan range flowrate terjadinya bentuk aliran tersebut.

b.5. Bilangan Reynold


Tujuan Percobaan
Mengetahui hubungan antara nilai koefisien karakteristik venturi dan orifice dengan
kecepatan aliran fluida yang dinyatakan dalam Bilangan Reynold dan mengetahui
perbedaan pengaruh bilangan terhadap nilai koefisien karakteristik venturi dan
orifice.
Prosedur Percobaan
a. Percobaan ini berdasarkan pada hasil dari percobaan III dan IV.
b. Percobaan ini dilakukan dengan membuat grafik hubungan Re terhadap Cv
orifice dan Re terhadap Cv venturi dalam satu grafik.
c. Lalu membandingkan nilai Cv orifice dengan Cv venturi pada nilai Re tertentu.

b.6. Frictional Loss


Tujuan Percobaan
a. Membandingkan besarnya kehilangan energi karena friksi antara data
eksperimental dan teoritis pada aliran dalam pipa serta menganalisis faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap besarnya friksi.
b. Membandingkan dan menganalisis friction loss pada pipa 1 dan .
Prosedur Percobaan
1. Menghubungkan dua selang manometer pada pipa 1 dan dua lainnya pada
orifice.
2. Memvariasikan laju alir dengan mengatur bukaan upstream valve sehingga
diperoleh data perbedaan ketinggian di manometer baik dari pipa maupun dari
orifice.
3. Mengulang percobaan yang sama dengan kedua langkah di atas namun, pada
pipa .

b.7. Pipe Fitting


Tujuan Percobaan
Menentukan panjang ekivalen pada gate valve, elbow, dan T-junction
Prosedur Percobaan

a. Memindahkan selang dari tap-pressure pada fitting di pipa yang akan dihitung
panjang ekivalennya, sementara sepasang selang yang lain tetap berada di tap-
pressure venturi karena venturi akan digunakan sebagai flowmeter.
b. Membuka valve 10, 11, 12, 15, 16, 19, 52, dan 44. Sementara yang lain ditutup.
c. Mencatat beda ketinggian antara kolom manometer-U untuk fitting dan venturi.
Untuk Elbow : (Tap 36-37) dengan menutup valve 15 dan 19
Untuk T-junction :
1. (Tap 34-36) dengan menutup valve 19 dan membuka valve 16.
2. (Tap 35-36) dengan menutup valve 16 dan membuka valve 19.
Untuk Gate valve : (Tap 33-34) dengan menutup valve 15 dan 19
d. Mengulangi pengukuran untuk beberapa flowrate (minimal 8 data) dengan
memvariasikan bukaan valve 52 sehingga diperoleh nilai perubahan h yang sama.
e. Menghitung panjang ekivalen.
DAFTAR PUSTAKA
L. Dauherty, Robert. 1977. Fluid Mechanic with Engineering Aplication. 7th edition. Mc.Graw-Hill
International Book Company: Tokyo.
Mc.Cabe, Warren L. 1985. Unit Operation of Chemical Engineering. 4th edition. Mc.Graw-Hill
International Book Company: Singapore.
Technovate Manual, Fluid Circuit
MODUL FLUIDISASI

I. Tujuan Percobaan
Tujuan utama dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mengerti fenomena fluidisasi dan
perbedaan antara unggun terfluidisasi dengan unggun tetap.

II. Teori
Fluidisasi
Suatu fluida tidak hanya akan ditemui dalam dunia teknik kimia tetapi juga akan
ditemui dalam dunia teknologi bioproses. Suatu gas ataupun cairan akan akan mengalir dalam
suatu unggun. Dalam dunia bioproses seringkali ditemukan contoh aliran fluidisasi dalam bentuk
laminar, misalnya untuk mikrofluida atau fluida yang mengalir antar mikroorganisme. Selain itu,
dalam dunia bioproses suatu fluida juga dapat mengalir secara turbulen biasanya ditemukan
dalam suatu pabrik perusahaan di bidang teknologi bioproses, biofilter, dan lain sebagainya.
Saat fluida gas ataupun cair dialirkan melalui sebuah unggun tetap yang terdiri atas
partikel-partikel padat, partikel tidak bergerak dan terjadi penurunan tekanan yang dapat dihitung
dengan persamaan Ergun. Jika kecepatan fluida ini ditingkatkan, maka penurunan tekanan akan
meningkat bersamaan dengan gaya seret (drag) pada setiap partikel dan pada akhirnya, partikel
akan bergerak dan menjadi tersuspensi di dalam fluida. Istilah fluidisasi dan unggun
terfluidisasi digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi saat partikel tersuspensi di
dalam fluida, karena partikel yang berupa padatan menjadi bersifat seperti fluida.
Unggun terfluidisasi banyak digunakan pada industri kimia, salah satunya adalah dalam
cracking fraksi berat minyak bumi. Unggun terfluidisasi diketahui memiliki sifat transfer panas
dan pencampuran yang lebih baik dibandingkan unggun tetap.
Saat fluida melalui sebuah unggun partikel padatan dari bawah dengan laju alir kecil,
fluida melewati unggun tanpa menggerakan partikel sama sekali. Apabila partikel berukuran
kecil, aliran fluida melalui sela-sela partikel bersifat laminar dan penurunan tekanan sepanjang
unggun tersebut proporsional terhadap kecepatan superfisial Vo. Pada keadaan turbulen,
penurunan tekanan di sepanjang unggun meningkat secara non-linear dengan bertambahnya
kecepatan superfisial fluida.Pada kecepatan tertentu, penurunan tekanan sepanjang unggun akan
sebanding dengan gaya gravitasi dan pada akhirnya partikel akan bergerak dan terfluidisasi.
Saat unggun telah terfluidisasi penuh, penurunan tekanan akan konstan, tetapi tinggi
unggun akan meningkat terus sebanding dengan kecepatan fluida.
Kecepatan Fluidisasi Minimum
Kecepatan udara yang diukur dalam percobaan ini adalah kecepatan superfisial, yaitu
kecepatan udara pada saat tidak ada hambatan (tabung kosong). Saat kecepatan udara ini
mencapai titik tertentu, maka akan terjadi bubbling dimana terjadi gelembung pada permukaan
unggun. Kecepatan saat terjadi bubbling tersebut adalah kecepatan fluidisasi minimum. Untuk
memprediksi kecepatan fluidisasi minimum, Ergun merumuskan:

(19)

(21)
(catatan: Anda dapat mencari lebih lanjut tentang persamaan Ergun melalui internet atau
buku referensi)

Estimasi Kekosongan
Untuk material tanpa porositas internal, kekosongan dapat diestimasi dari densitas
partikel dan densitas unggun:

(22)

(23)

Transfer Panas pada Unggun Terfluidisasi


Unggun terfluidisasi memiliki sifat transfer panas yang sangat baik karena partikel
terdistribusi dengan baik dan tercampur dengan baik. Unggun yang telah terfluidisasi penuh
memiliki temperatur unggun yang uniform, bahkan walaupun ada reaksi yang sangat eksotermis
terjadi di dalamnya. Luas permukaan kontak transfer panas antara fluida dengan partikel unggun
juga sangat tinggi, sehingga transfer panas antar fasa sangat baik. Saat terfluidisasi, transfer
panas terjadi dalam bentuk konveksi, berlawanan dengan padatan yang pada umumnya
mentransfer panas dengan konduksi.
Untuk menghitung koefisien transfer panas pada unggun terfluidisasi, dapat digunakan
persamaan:

(22)
Apabila nilai panas (Q) tidak diketahui, dapat digunakan korelasi dengan angka Nusselt:
(22)

Angka Nusselt ini dapat dihitung melalui persamaan empiris (Korelasi empiris Frantz).

Cara lainnya untuk menghitung nilai Q adalah dengan mengalikan nilai voltase (V)
dengan arus (I) yang mengalir pada heater:

(23)

III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
o Unggun (Bed Chamber)
o Heater (Surface area = 16 cm2, Diameter x Length = 12.7 x 37 mm)
o Flow meter
Bed chamber: Diameter x Height = 105 x 220 mm

Cross sectional area = 8.66 x 10-3 m

Bahan
o Air (Density of air : 1.2 kg/m3)
o Partikel Unggun Fused alumina
Bed density = 3770 kg/m3

Grit Size 54 80 100


Average particle size (mm) 320 177 125
Minimum particle size (mm) 460 274 194
Maximum particle size (mm) 460 274 194
Pour density (kg/m3) 1720 1620 1560

b. Prosedur Percobaan
b.1 Percobaan 1:
Tujuan Percobaan: Mengetahui korelasi antara laju alir udara dengan tinggi
unggun dan penurunan tekanan sepanjang unggun.
Prosedur Percobaan:
1. Pastikan pipa manometer yang berada di dalam chamber berada di
dalam unggun
2. Mencatat tinggi awal unggun (Hb0)
3. Mengatur laju alir udara menjadi 0.2 L/s
4. Mencatat ketinggian unggun (Hb) dan tekanan di dalam unggun pada
manometer (h1)
5. Menarik pipa manometer yang berada di dalam unggun ke luar unggun,
lalu mencatat nilai tekanan pada manometer (h2)
6. Mengulang langkah 3-5 untuk laju alir 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, 1.2, 1.4, 1.6,
1.7 L/s (secara berurutan)
7. Mengulang percobaan dengan laju alir mulai dari 1.7 L/s, berkurang
hingga 0 L/s.
Laporan:
1. Membuat grafik hubungan antara tinggi unggun dengan kecepatan alir
udara
2. Membuat grafik hubungan antara penurunan tekanan pada unggun
dengan laju alir udara
b.2 Percobaan 2:
Tujuan Percobaan: Mengetahui hubungan antara laju alir udara dengan koefisien
transfer panas pada unggun
Prosedur Percobaan:
1. Mencatat temperatur udara ruangan yang digunakan (T3)
2. Memastikan bahwa heater dan thermocouple berada di dalam unggun
(posisi 1)
3. Mengatur temperatur heater menjadi AoC (tergantung asisten)
4. Mengatur laju alir udara menjadi 0 L/s
5. Menunggu selama kira-kira 2 menit, lalu mencatat temperatur
thermocouple (T2)
6. Mengulang langkah 5 untuk laju alir 0.4, 0.8, 1.2, dan 1.7 L/s
7. Mengulang langkah 4-6 untuk temperatur heater BoC dan CoC.
8. Mengulang langkah 3 hingga 7 untuk posisi:
Heater di dalam unggun dan thermocouple di luar unggun (posisi
2)
Heater di luar unggun dan thermocouple di dalam unggun (posisi
3)
Heater dan thermocouple berada di luar unggun (posisi 4)
Laporan:
1. Menghitung nilai h (koefisien transfer panas) untuk setiap variasi laju alir,
temperatur heater dan posisi heater dan thermocouple.
2. Membuat grafik hubungan antara laju alir udara dengan koefisien transfer
panas pada setiap variasi

DAFTAR PUSTAKA
Operating Manual, Fluidization and Fluid Bed Heat Transfer Unit, P.A. Hilton Ltd.
C.J. Geankopis. 1983. Transport Processes and Unit Operation 2nd edition. Allyn and Bacon
Inc: Massachusetts.
MODUL NON-NEWTONIAN MIXING BIOPROSES

I. Tujuan Percobaan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari korelasi antara parameter-
parameter dalam sebuah proses pengadukan dan pencampuran, seperti jenis
pengaduk, posisi sumbu pengaduk, penggunaan sekat dalam tangki, dan pola aliran
yang terjadi terhadap kebutuhan daya dalam proses pengadukan dan pencampuran
dalam tangki berpengaduk

II. Teori
III.1 Proses Pencampuran
Proses pencampuran dalam fasa cair dilandasi oleh mekanisme perpindahan momentum di
dalam aliran turbulen. Pada aliran turbulen, pencampuran terjaid pada 3 skala yang berbeda,
yaitu:
1. Pencampuran sebagai akibat aliran cairan secara keseluruhan (bulk flow) yang disebut
mekanisme konvektif.
2. Pencampuran karena adanya gumpalan-gumpalan fluida yang terbentuk dan
tercampakkan di dalam medan aliran yang dikenal sebagai eddies, sehinggan
mekanisme pencampuran ini disebut eddy diffusion.
3. Pencampuran karena gerak molekular yang merupakan mekanisme pencampuran
difusi.
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama, tetapi yang paling menentukan adalah
eddy diffusion. Mekanisme ini membedakan pencampuran dalam keadaan turbulendaripada
pencampuran dalam medan aliran laminer. Sifat fisik fluida yang berpengaruh pada proses
pengadukan adalah densitas dan viskositas.
Secara khusus, proses pengadukan dan pencampuran digunakan untuk mengatasi tiga jenis
permasalahan utama, yaitu (1) untuk menghasilkan keseragaman statis ataupun dinamis pada
sistem mltifase multikomponen, (2) untuk memfasilitasi perpindahan massa atau energi diantara
bagian-bagian dari sistem yang tidak seragam dan (3) untuk menunjukkan perubahan fase pada
sistem multikomponen dengan atau tanpa perubahan komposisi [3].
Aplikasi pengadukan dan pencampuram bisa ditemukan dalam rentang yang luas, diantara
dlama proses suspensi padatan, dispersi gas-cair, cair-cair maupun padat-cair, kristalisasi,
perpindahan panas dan reaksi kimia.
III.2 Dimensi dan Geometri Tangki
Kapasitas tangki yang dibutuhkab untuk menampung fluida menjadi salah satu
pertimbangan dasar dalam perancangan dimensi tangki. Fluida dengan kapasitas tertentu
ditempatkan pada sebuah wadah dengan besarknya diameter tangki sama dengan ketinggian
fluida. Rancangan ini ditujukan untuk mengoptimalakan kemampuan pengaduk untuk
menggerakkan dan membuat pola aliran fluida yang ,elingkupi seluruh bagian fluida dalam
tangki.

(24)

Persamaan 3.1 merupakan rumus dari volum sebuah tangki silinder. Sehingga salah satu
pertimbangan awal untuk merancang alat ini adalah dengan mencari nilai dari diameter yang
sama dengan ketinggian tangki untuk kapasitas fluida yang diinginkan dalam pengadukan dan
pencampuran. Diameter tangki ditentukan dengan persamaan 3.2 Tangki dengan diameter yang
lebih kecil dibandingkan ketinggiannya memiliki kecenderungan menambah jumlah pengaduk
yang digunakan.

(25)

Rancangan dasar dimensi dari sebuah tangki berpengaduk dengan perbandingan terhadap
komponen-komponen yang menyusunnya ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1 Dimensi sebuah Tangki Berpengaduk


Dimana:
C = tinggi pengaduk dari dasar tangki
D = diameter pengaduk
Dt=diamater tangki
H = tinggi fluida dalam tangki
J = lebar baffle
W = lebar pengaduk
Hubungan dari dimensi pada gambar 2.1 adalah [1] :

Geometri dari tangki dirancang untuk menghindari terjadinya dead zone yaitu daerah
dimana fluida tidak bisa digerakkan oleh aliran pengaduk. Geometri dimana terjaidnya dead zone
biasanya berbentuk sudut ataupun lipatan dari dinding-dindingnya.

III.2.1 Posisi Sumbu Pengaduk


Pada umumnya proses pengadukan dan pencampuran dilakukan dengan menempatkan
pengaduk pada pusat diameter tangki (center). Posisi ini memiliki pola aliran yang khas. Pada
tangki tidak bersekat dengan pengaduk yang berputar di tengah, energi sentrifugal yang bekerja
pada fluida meningkatkan ketinggian fluida pada dinding dan memperendah ketinggian fluida
pada pusat putaran. Pola ini biasa dsebut dengan pusaran (vortex) dengan pusat pada sumbu
pengaduk. Pusaran ini akan menjadi semakin besar seiring dengan peningkatan kecepatan
putaran yang juga meningkatkan turbulensi dari fluida yang diaduk. Pada sebuah proses dispersi
gas-cair, terbentuknya pusaran tidak diinginkan. Hal ini disebabkan pusaran tersebut bisa
menghasilkan dispersi udara yang menghambat dispersi gas ke cairan dan sebaliknya.
Gambar 3.3. Posisi center dari Sebuah Pengaduk yang Menghasilkan Vortex [4][5].

Salah satu upaya untuk menghilangkan pusaran ini adalah dengan merubah posisi sumbu
pengaduk. Posisi tersebut berupa posisi sumbu pengaduk tetap tegak lurus namun berjarak dekat
dengan dinding tangki (off center) dan posisi sumbu berada pada arah diagonal (incline).
Perubahan posisi ini menjadi salah satu variasi dalam penelitian yang dilakukan.

III.2.2 Sekat dalam Tangki


Sekat (baffle) adalah lembaran vertikal datar yang ditempelkan pada dinding tamgki.
Tujuan utama menggunakan sekat dalam tangki adalah memecah terjadinya [usaran saat
terjaidnya pengadukan dan pencampuran. Oleh karena itu, posisi sumbu pengaduk pada tangki
bersekat berada di teangah. Namun, pada umunya pemakaian sekat akan menambah beban
pengdaukan yang berakibat pada bertambahnya kebutuhan daya pengadukan. Sekat pada tangki
juga membentuk distribusi konsentrasi yang lebih baik di dalam tangki, karena pola aliran yang
terjadi terpecah menjadi empat bagian. Penggunaan ukuran sekat yang lebih besar mampu
menghasilkan pencampuran yang lebih baik.
Gambar 3.4 Pemasangan Baffle Diharapkan Mampu Meningkatkan Kualitas Pemcampuran [5]

Pada saat menggunakan empat sekat vertikal seperti pada gambar 2.4 bisa menghasilkan
pola perputaran yang sama dalam tangki. Lebar sekat yang digunakan sebaiknya berukuran 1/12
diameter tangki [1][6].

III.2.3
Pemilihan pengaduk yang tepat menjadi salah satu faktor penting dalam menghasilkan
proses pengdaukan dan pencampuran yang efektif. Pengaduk jenis baling-baling (propeller)
dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim
dalam pengadukan dan pencampuran.
III.2.3.1 Jenis-jenis pengaduk
Secara umum, terdapat tiga jenis pengaduk yang biasa digunakan secara umum, yaitu
pengaduk baling-baling (propeller), pengaduk turbin (turbine), pengaduk dayung (paddle) dan
pengaduk helical ribbon.
A. Pengdauk jenis baling-baling (propeller)
Ada beberapa jenis pengdauk yang biasa digunakan. Salah satunya adalah baling-baling
berdaun tiga.

Gambar 3.5 Pengaduk Jenis Baling-Baling (a) Daun Dipertajam (b) Baling-baling Kapal
(c) Daun Turbin [5]
Baling-baling ini bisa digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga 1750 rpm
(revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah [6].
B. Pengaduk dayung (paddle)
Berbagai jenis pengaduk dayung biasanya digunakan pada kecepatan rendah diantara 20
hingga 200 RPM. Dayung datar berdaun dua atau empat biasa digunakan dalam sebuah proses
pengadukan. Panjang total dari pengaduk dayung biasanya 60-80% dari diameter tangki dan
lebar dari daunnya 1/6-1/10 dari panjangnya [6].

Gambar 3.6 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle) Berdaun Dua [8].

Pengaduk dayung menjadi tidak efektif untuk suspensi padatan, karena liran radial bisa
terbentuk namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil. Sebiah dayung jangkar atau pagar, yang
terlihat pada gambar 3.6 biasa digunakan dalam pengadukan. Jenis ini menyapu dan mengeruk
dinding tangki dan kadang-kadang bagian bawah tangki. Jenis ini digunakan pada cairan kental
dimana endapan pada dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk emningkatkan transfer
panas dari dan ke dinding tangki. Bagaimanapun janis ini adalah penca,pur yang buruk.
Pengaduk dayung sering digunakan untuk proses pembuatan pasta kanji, cat, bahan perekat dan
kosmetik.
C. Pengaduk turbin
Pengaduk turbin adalah pengaduk dayung yang memiliki banyak daun pengaduk dan
berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan dengan rentang
kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuat turbin biasanya antara 30-50 % dari diameter
tangki. Turbin bisanya memiliki empat atau enam daun pengdauk. Turbin dengan daun yang
datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini juga berguna untuk dispersi gas yang baik, gas
akan dialirkan dari bagian bawah pengaduk dan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu
terpotong-potong menjadi gelembung gas.
Gambar 3.7 Pengaduk Jenis Turbin pada berbagai variasi

Pada turbin dengan daun yang dibuat miring sebesar 45 o, seperti yang terlihat pada gambar
3.8 beberapa aliran aksial akan terbentuk. Jenis ini berguna dalam suspensi padatan karena aliran
langsung ke bawah dan akan menyapu padatan keatas. Terkadang sebuah turbin dengan hanya
empat daun miring digunakan dalam suspensi padat. Pengaduk dengan aliran aksial
menghasilkan pergerakan fluida yang lebih besar dan pencampuran per satuan daya dan sangat
berguna dalam suspensi padatan.

Gambar 3.8 Pengaduk Turbin Baling-Baling

D. Pengdauk helical-ribbon
Jenis pengaduk ini digunakan pada larutan dengan kekentalan yang tinggi dan beroprasi
pada rpm yang rendah pada bagian laminer. Ribbon (bentuknya seperti pita) dibentuk dalam
sebuah bagian helical (bentuknya seperti baling-baling helicopter dan ditempelkan ke pusat
sumbu pengaduk. Cairan bergerak dalam sebuah bagian berliku-liku pada bagian bawah dan naik
ke bagian atas pengaduk.

Gambar 3.9 Pengaduk Jenis (a), (b) & (c) Heilical Ribbon, (d) Semi-Spiral [9].

III.2.3.2 Kecepatan pengaduk


Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran adalah kecepatan
putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran pengaduk bisa memberikan
gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses
pengdaukan dan pencampuran. Secara umum, klasifikasi kecepatan purtaran pengaduk dibagi
dalam tiga garis besar, yaitu kecepatan putaran rendah, sedang dan tinggi [8] [10].
A. Kecepatan putaran rendah
Kecepatan rendah yang digunakan berkisar pada kecepatan 400 rpm. Pegadukan dengan
kecepatan ini umunya digunakan untuk minyak kental, lumpur dimana terdapat serat atau pada
cairan yang dapat menimbulkan busa.
Jenis pengadukan ini menghasilkan pergerakan batch yang sempurna dengan sebuah
permukaan fluida yang datar untuk menjaga temperatur atau mencampur larutan dengan
viskositas dan gravitasi spesifik yang sama.
B. Kecepatan putaran sedang
Kecepatan sedang yang digunakan berkisar pada kecepatan 1150 rpm. Pengdauk denga
kecepatan ini umumnya digunakan untuk larutan sirup kental dan minyak pernis.
Jenis ini paling sering digunakan untuk meriakkan permukaaan pada viskositas yang
rendah, mengurangi waktu pencampuran, mencampur larutan dengan viskositas yang berbeda
dan bertujuan untuk memanaskan atau mendinginkan.
C. Kecepatan putaran tinggi
Kecepatan tinggi yang digunakan berkisar pada kecepatan 1750 rpm. Pengaduk dengan
kecepatan ini umumnya digunakan untuk fluida dengan viskositas rendah, misalnya air.
Tingkat pengadukan ini menghadilkan permukaan yang cekung pada viskositas yang
rendah dan dibutuhkan ketika waktu pencampuran sangat lama atau perbedaan viskositasnya
sangat besar.

III.2.3.3 Jumlah pengaduk


Penambahan jumlah pengaduk yang digunakan pada dasarnya bertujuan untuk tetepa
menjaga afaktivits pengadukan pada kondisi yang berubah. Ketinggian fluida yng lebih besar
dari diameter tangki, disertai dengan viskosotas fluida yang lebih besar dan diameter pengaduk
yang lebih kecil dari dimensi yang biasa digunakan, merupakan kondisi dimana pengaduk yang
digunakan lebih dari satu buah, dengan jarak antarpengaduk sama denga jarak pengaduk paling
bawah ke dasar tangki. Penjelasan mengenai kondisi pengadukan dimana lebih dari satu
pengaduk yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kondisi untuk Pemilihan Jumlah Pengaduk [10]

Satu Pengaduk Dua Pengaduk


Fluida dengan viskositas rendah Fluida dengan viskositas sedang dan
Pengaduk menyapu dasar tangki tinggi
Kecepatan aliran yang tinggi Pengadukan pada tangki yang dalam
Ketinggian permukaan cairan yang Gaya gesek aliran lebih besar
bervariasi Ukuran mounting nozzle yang
minimal

III.2.3.4 Pemilihan Pengaduk


Viskositas dari cairan adalah salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi jenis
pengaduk. Indikasi dari rentang viskositas pada setiap jenis pengaduk adalah (10.2)
1. Pengaduk jenis baling baling digunakan untuk viskositas fluida dibawah 3 pa (300cP)
2. Pengaduk jenis turbin bisa digunakan untuk viskositas fluida dibawah 100 Pas (100000
cP)
3. Pengaduk jenis dayung yang dimodifikasi seperti pengaduk jangkar bisa digunakan
untuk viskositas antara 50-500 Pas (500000 cP)
4. Pengaduk jenis pita melingkar biasa digunakan untuk viskositas diatas 1000 Pas dan
telah digunakan hingga viskositas 25000 Pas. Untuk voiskositas lebih dari 2,5 -5 Pas
(5000 cP) dan diatasnya, sekat tidak diperlukan karena hanya terjadi pusaran kecil.

Gambar 3.10 Pola Aliran yang dihasilkan oleh jenis-jenis pengaduk yang berbeda, (a) impeller, (b)
propeller, (c) paddle dan (d) helical ribbon [7]

III.3 KEBUTUHAN DAYA PENGADUKAN


III.3.1 Parameter Hidrodinamika dalam Tangki Berpengaduk
III.3.1.1 Bilangan Reynold
Bilangan tak berdimensi ini menyatakan perbandingan antara gaya inersia dan gaya
viskos yang terjadi pada fluida. Sistem pengadukan yang terjadi bisa diketahui bilangan Reynold
nya dengan menggunakan persamaan 3.3.

(25)
Dimana Re = Bilangan Reynold
= densitas fluida
= viskositas
Dalam sistem pengadukan terdapat 3 bentuk aliran, yiatu laminer, transisi, dan turbulen.
Bentuk aliran laminer terjadi pada bilangan Reynold hingga 10, sedangka turbulen terjadi pada
bilangan Reynold 10-104 dan transisi berada diantara keduanya (9).
III.3.1.2 Bilangan Fraude
Bilangan tak berdimensi ini menunjukkan perbandingan antara gaya inersia dan gaya
gravitasi. Bilangan ini dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(26)

Dimana Fr = Bilangan Fraude


N = kecepatan putaran pengaduk
D = diameter pengaduk
g = percepatan grafitasi
Bilangan Fraude bukan merupakan variabel yang signifikan. Bilangan ini hanya
diperhitungkan pada sistem pengadukan dalam tangki tidak bersekat. Pada sistem ini bentuk
permukaan cairan dalam tangki akan dipengaruhi gravitasi sehingga membentuk pusaran
(vortex). Vortex menunjukkan keseimbangan antara gaya gravitasi dan gaya inersia [10].

III.3.2 Daya Pengadukan dan Pemcampuran


Pencampuran bisa dikarakterisasi dengan horse power, kecepatan, dan torque. Kecepatan
ditulis dalam putaran per minute atau rpm karena torque adalah energi perputaran yang
dihasilkan oleh pengaduk dalam inc puonds atau inc ounces. Kecepatan, torque, horse power
dihubungkan dengan persamaan dibawah ini:

(27)
Persamaan 3.5 membantu untuk mejelaskan bagaimana pengaduk denga kecepatan
rendah secara umum menghasilkan kapabilitas torque yang jauh lebih tinggi untuk sebuah horse
power yang diberikan.
Diameter dari pengaduk atau dayuh juga berpengaruh terhapad beban torque dalam
pencampuran. Daya yang diutuhkan untuk memutar sebuah pengaduk berhubungan dengan
diameter dan kecepatan pengaduknya. Persamaannya menjadi:

(28)menyebabkan
Sedikit peningkatan kecepatan putaran dan diameter pengaduk akan
sebuah penambahan kebutuhan daya yang besar. Sehingga, daya juga bisa dihitung dengan:

(29)
(30)
Dimana adalah tenaga putaran dan F adalah energi dan r adalah jarak dari tangkai
putaran dan adalah kecepatan angular.

III.3.3 Hubungan Daya dengan Hidrodinamika Fluida


Dalam perancangan dari sebuah tangki berpengaduk, salah satu faktor pertimbangan yang
penting adalah daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan pengaduk. Karena daya yang
dibutuhkan untuk sebuah proses pengadukan dan pencampuran tidak bisa ditebak secara teoritis.
Konsumsi daya adalah hubungan densitas fluida , viskositas fluida dan diameter
pengaduk Da yang diplot dalam sebuah grafik antara bilangan daya (Np) dibandingkan dengan
bilangan Reynold (Nre). Bilangan daya adalah :

(31)

Sebuah tangki dimana sebuah fluida non-newtonian dengan densitas , dan viskositas
dan diputar dengan sebuah pengaduk berdiameter D dan pada kecepatan putaran N. Jika
diameter tangki adalah T, lebar pengaduk W dan ketinggian cairan H. Kebutuhan daya dari
pengaduk (P) menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan pada cairan dan bergantung pada
variabel di bawah ini:

(32)

Hal ini tidak mungkin untuk mendapatkan hubungan fungsional dalam persamaan diatas,
karena geometri yang rumit dari tangki, pengaduk dan variabel lain seperti kawat pemanas.
Menggunakan analisis dimensional jumlah variabel menggambarkan permasalahnnya bisa
diminimalisir dan persamaan diatas dikurangi hingga:

(33)

Dimana adalah daya, Po;


adalah angka Reynolds, Re;

adalah angka Froud, Fr;

III.4 LAJU DAN WAKTU PENCAMPURAN


Waktu pencampuran (mixing time) adalah waktu yang dibutuhkan sehingga diperoleh
keadaan yang homogen untuk menghasilkan campuran atau produk dengan kualitas yang telah
ditentukan. Sedangkan laju pencampuran (rate of mixing) adalah laju dimana proses
pencampuran berlangsung hingga mencapai kondisi akhir.
Pada operasi pencampuran dalam tangki berpengaduk, waktu pencampuran ini
dipengaruhi oleh beberapa hal,
1. Yang berkaitan dengan alat, seperti:
a. Ada tidaknya baffle atau cruciform baffle
b. Bentuk atau jenis pengaduk (turbin), propeller, paddle
c. Ukuran pengaduk (diameter, tinggi)
d. Laju putaran pengaduk
e. Kedudukan pengaduk pada tangki seperti:
1. Jarak pengaduk terhadap dasar tangki
2. Pola pemasangannya:
- Center, vertikal
- Off center, vertikal
- Miring (inclined) dari atas
- Horizontal
f. Jumlah daun pengaduk
g. Jumlah pengaduk yang terpasang pada proses pengaduk
2. Yang berhubungan dengan cairan yang diaduk
a. Perbandingan kerapatan atau densitas cairan yang diaduk
b. Perbandingan viskositas cairan yang diaduk
c. Jumlah kedua cairan yang diaduk
d. Jenis cairan yang diaduk atau miscible, immiscible
Faktor-faktor tersebut dapat dijadikan variabel yang dapat dimanipulasi untuk mengamati
pengaruh setiap faktor terhadap karakteristik pengadukan terutama terhadap waktu pencampuran.

III. Percobaan
a. Alat dan Bahan
Alat
Bagian paling bawah dari alat ini
adalah roda yang ditempatkan pada
kaki-kaki kerangka. Roda ini
digunakan untuk memudahkan
pemindahan alat secara
keseluruhan, khusunya ketika
maintenance dalam bengkel.
Permukaan alat ini dibuat
bertingkat. Hal ini digunakan untuk
memudahkan peneliti dalam
mengamati pola aliran dari bagian
atas tangki. Hal ini dikarenakan
ketinggian dari 2 tangki yang
digunakan berbeda. Permukaan
bagian bawah digunakan untuk
tangki berkapasitas 20 L dan bagian
atas digunakan utnuk tangki
berkapasitas 2 L. Lapisan
permukaan alat ini terdiri dari
lembaran stainless steel tipe dove
ketebalan 1 mm.
Bagian bawah permukaan untuk
tangki kecil memiliki ruang untuk
menyimpan bahan-bahan dan
peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini. Sehingga, bahan dan
peralatan yang digunakan tidak
berserakan tidak rapi.

Salah satu bagian penting dari alat


ini adalah papan panel yang terletak
di bagian rangka paling atas. Panel
ini terdiri dari bagian depan dan
bagian belakang. Pada bagian depan
terlihat adanya tombol on/off,
amperemeter dan voltmeter jarum,
multimeter digital dan tuas pengatur
kecepatan putaran. Sedangkan,
bagian belakang terdiri dari power
supply jenis switching,
potensiometer dan rangkaian
peralatan listrik lainnya.
Unit pengaduk ini terdiri dari
penyangga motor pengaduk, motor
pengaduk DC merk HITACHI 24,
2500 rpm, sumbu pengaduk dan
pengaduk yang terpasang pada
bagian ujungnya. Kestabilan bagian
ini mempengaruhi kualitas
pengadukan dengan tidak adanya
bending atau getaran pada bagian
ini. Getaran pada bagian ini akan
meningkatkan daya pengadukan
yang dibutuhkan.
Tangki berkapasitas 20 L ini
ditempatkan pada bagian
permukaan bagian bawah. Tangki
ini berdiameter 30 cm dan tingginya
36 cm, berbentuk silinder dan
terbuat dari stainless steel.
Pengadukan di dalamnya
menggunakan pengaduk diameter
10 cm (sepertiga dari diameter
tangki) dan berada 10 cm (sepertiga
dari ketinggian fluida) dari
permukaan dasar tangki. Motor
pengaduk tangki ini mengalami
kerusakan, sehingga tidak semua
variasi penelitian bisa dilakukan
pada alat ini.
Tangki berkapasitas 2 L ini
merupakan gelas beaker. Gelas ini
digunakan untuk memudahkan
pengamatan pola aliran dengan
dindingnya yang terbuat dari kaca
tembus pandang. Diameter tangki
15 cm dan ketinggiannya 20 cm
posisi pengaduk berada 5 cm dari
dasar tangki dan pengaduk juga
berdiameter 5 cm. Pada tangki ini
dilakukan semua pengamatan untuk
variabel yang digunakan.
Pitch Blade Propeller. Merupakan
pengaduk jenis baling-baling kapal.
Pengaduk ini menghasilkan pola
aliran aksial ke bagian atas tangki.
Pengaduk berdaun tiga ini dibuat
dua buah untuk tangki besar
maupun tangki kecil.
Pitch Blade Turbine Propeller.
Merupakan jenis pengaduk
perpaduan antara jenis turbin
dengan baling-baling. Sehingga
memiliki kemampuan untuk
menghasilkan pola aliran aksial
yang radial yang baik.
Sharp Blade Propeller. Merupakan
jenis pengaduk baling-baling
dengan daun pengaduk yang
dipertajam. Penajaman ini
memberikan kelebihan pada sebiah
proses suspensi padatan dan pada
cairan dengan viskositas tinggi.

Turbine Impeller. Merupakan


pengaduk jenis turbin dengan daun
pengaduk berjumlah 6. Pengaduk
ini akan menghasilkan pola aliran
radial dalam sebuah proses
pengadukan. Pola aliran yang
dihasilkan juga berguna khususnya
dalam suspensi padat cair.

Hole Blade Turbine Impeller.


Merupakan pengaduk jenis turbin
dengan daun pengaduknya yang
diberi lubang. Lubang tersebut
berdimeter 4 mm, dibuat 3 buah
secara diagonal dengan posisi yang
sama pada setiap daun
pengaduknya. Bentuk ini berguna
untuk dispersi gas cair karena bisa
menghasilkan buih.
Radial Blade Impeller. Merupakan
pengaduk turbin dengan daun
melengkung. Lengkunga ini
diharapkan mampu meminimalkan
dorongan fluida didekat daun
pengaduk. Hal ini diharapkan
mampu meminimalkan dorongan
fluida didekat daun pengaduk. Hal
ini diharapkan mampu mengurangi
beban pengadukan pada kecepatan
putaran yang sama pada jenis
pengaduk lainnya.
Rose Blade Impeller. Merupakan
jenis pengaduk dengan daun
pengaduk yang merekah. Bentuk ini
diharapkan mampu memaksimalkan
dorongan pada fluida yang berada
didepan arah putar fluida. Dorongan
tersebut pastinya akan
mempengaruhi kebutuhan daya
pengadukan yang dibutuhkan.
Piknometer ini digunakan untuk
menentukan densitas dari air yang
digunakan. Kapasitas alat ini adalah
10 mL. Selisih dari berat kosing
denga berat idi piknometer dibagi
dengan volumenya adalah nilai
densitas yang dihasilkan.

Tachometer merupakan alat


pengukur kecepatan puataran. Alat
ini bisa mengahasilkan data dalam
rpm ataupun jumlah putaran.
Ketelitian hasil pengukuran
dilengkapi dengan adanya nilai
minimum, maksimum dan nilai
aktual pada saat selang waktu
pengukuran menggunakan alat ini.
Viskometer test cup merupakan alat
untuk mengukur viskositas dari
fluida kental. Waktu untuk mengalir
keluarnya fluida kental dari alat ini
dibagi dengan waktu yang
dibutuhkan oleh air dikali dengan
viskositas fluida merupakan nilai
yang didapatkan dari viskositas
fluida kental.

b. Prosedur Percobaan
b.1. Perancangan Dimensi Tangki Berpengaduk
Tujuan Percobaan
Secara khusus, bagian ini bertujuan untuk mengenalkan bagaimana cara
menentukan dimensi dan geometer yang biasa digunakan pada sebuah tangki
berpengaduk.
Prosedur Percobaan
Tahapan-tahapan dalam merancang sebuah tangki berpengaduk terdiri dari :
1. Menentukan dimensi tangki berpengaduk terdiri dari :
a. Tangki berukuran ....liter (....cm3)
Diameter Tangki (Dt) = Ketinggian Fluida (H)

Dt =

b. Tangki berukuran .....liter (.....cm3)


Diameter Tangki (Dt) = Ketinggian Fluida (H)

Dt =

2. Menentukan dimensi komponen-komponen penyusun tangki berpengaduk berdasarkan


korelasi empiria standar.
a. Dimensi pengaduk
Diameter pengaduk (Da) = 1/3 x Dt = ..............
Lebar daun pengaduk (W) = 1/5 x Da = ..............
Panjang daun pengaduk (L) = 1/4 x Da = ..............
b. Dimensi sekat
Diameter sekat (J) = 1/12 x Dt = ..............
c. Posisi pengaduk
Ketinggian pengaduk dari dasar tangki (C) = Da = ..............
Jarak antar dua pengaduk (S)
b.2. Proses Pengadukan dalam Fluida
Tujuan Percobaan
Tahap awal percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa
faktor dalam sebuah tangki berpengaduk terhadap daya pengaduk yang
dibutuhkan. Faktor-faktor tersebut diantaranya densitas dan viskositas fluida,
jenis pengaduk, posisi sumbu pengaduk, penggunaan sekat dalam pengaduk
dan kecepatan pengaduk yang digunakan.
Prosedur Percobaan
Menentukan Densitas Fluida

a. Air (Menggunakan piknometer , V = ...................... )


Berat piknometer kosong ( Wa) = .....................
Berat piknometer + fluida ( Wt) = .....................
Densitas fluida ( Wt - Wa) / V = .....................

b. Fluida kental (menggunakan gelas ukur, V = ......................... )

Berat gelas ukur kosong (Wo) = .....................


Berat gelas ukur + fluida (Wi) = .....................
Densitas fluida ( Wi - Wa) / V = .....................

Menentukan viskositas fluida

a. Air (menggunakan viskosmeter Ostwald )


Konstanta viskometer ostwald ( k) = .....................
Waktu alir fluida dalam viskometer (t) = .....................
Viskometer fluida = kxt = .....................
b. Fluida kental (Menggunakan Viskometer Test Cap)
Viskositas air (w) = .....................
Waktu alir air dalam Test Cap(tw) = .....................
Waktu alir fluida dalam Test Cap(tf) = .....................
Viskometer fluida = (tf / tw) / w = .....................
Proses Pengadukan dalam Fluida
A. Preparasi Alat
Masukkan fluida ke dalam tangki (sesuai dengan kapasitasnya)
Pasang pengaduk pada sumbunya
Turunkan statip pada posisi yang telah ditentukan
Atur posisi sumbu pengaduk dalam tangki
Sambungkan alat ke sumber listrik AC
Nyalakan volt meter (10 V)
Nyalakan ampere meter (200 mA)
Siapkan tachometer untuk digunakan
B. Proses pengadukan
Putar potensiometer hingga motor mulai berjalan
Catat tegangan dan arus listrik yang digunakan
Hitung kecepatan putaran dengan tachometer
Rekam gambar pada aliran yang terbentuk
Ulangi tahapan-tahapan ini untuk setiap kenaikan 1 volt
Ambil data percobaan untuk setiap jenis pengaduk pada setiap posisi sumbu pengaduk
dan pada saat menggunakan sekat (baffle).
Ulangi percobaan ini dalam fluida kental.
Data yang dihasilkan dicatat dalam form M1
Proses Pencampuran dalam Fluida
A. Preparasi Bahan
Timbang 100 gram cat air warna primer dalam gelas ukur.
Larutkan warna primer tersebut dengan air hingga 2L.
B. Preparasi Alat
Masukkan 1900 mL air fluida ke dalam tangki 2 L
Setel posisi pengaduk pada axial mixer di tengah
Siapkan stop watch
Tahapan selanjutnya sama dengan pada tehapan pengadukan
C. Proses pencampuran
Putar potensio hingga motor mulai berjalan
Catat tegangan dan arus listrik yang digunakan
Hitung kecepatan putaran dengan tachometer
Masukkan 100 ml cairan warna primer dalam fluida
Hitung waktu pencampuran dari mulai dituang hingga tercapai distribusi merata secara
visual
Lakukan pencampuran untuk membentuk tiga larutan warna primer
Pisahkan 100 ml larutan warna primer yang sudah terbentuk, lalu masukkan cairan warna
primer lain untuk membentuk warna sekunder sehingga kapasitas pengadukan tetap 2 L.
Lakukan tahapan diatas untuk setiap jenis pengaduk yang ada.
Ini data pada form M2

Gambar 3.11 Warna Primer dan Pencampurannya menjadi Warna Sekunder

Scale Up
A. Preparasi alat
Gunakan tangki berkapasitas 20 L dan pengaduk berdiameter 15 cm
Tahapan selanjutnya sama dengan pada proses pengadukan
B. Preparasi percobaan
Lakukan perhitungan untuk sclae up utnuk masing-masing variabel tetap untuk air dan
fluida kental dalam form M3.
C. Tahapan Percobaan
Pilih salah satu jenis pengaduk dari jenis baling-baling dan turbin.
Set variabel tetap untuk setiap jenis pengaduk dalam air maupun fluida kental.
Lakukan tahapan percobaan sesuai dengan proses pengaduk sebelumnya.
Ps : Bilangan Alir (No) [1]
Untuk impeller-impeller yang geometrinya sama, W sebanding dengan Da, laju aliran
volumetri adalah

Rasio antara kedua bilangan alir tersebut angka aliran f flow, No yang didefinisikan sebagai:

Untuk propeller kapal (jarak bagi bujur sangkar) No = 0.5


Untuk turbin rata berdaun (W/Da = 1/5) No = 1.3

c. Laporan
1. Buat gambar grafik
Buat grafik untuk setiap jenis pengaduk dalam air dan fluida kental
Buat analisa tentang kebutuhan daya pengadukan dari berbagai posisi sumbu
pengaduk dan saat menggunakan sekat untuk setiap jenis pengaduk
Buat grafik dan analisa mengenai perbandingan kebutuhan daya dari berbagai
jenis pengaduk pada setiap posisi sumbu pengaduk dan penggunaan sekat
2. Proses Pencampuran
Buat grafik kendali optimum setiap jenis pengaduk yang digunakan.
Buat analisa mengenai perbandingan antara kondisi optimum dari masing-masing
pengaduk
3. Scale Up
Buat Tabel Hasil Scale Up
Buat analisa perbandingan hasil dari scale up menggunakan empat parameter
tetap yang digunakan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Buku Petunjuk Praktikum Proses dan Operasi Teknik I. Departemen
Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Cremer, H. W., Chemical Engineering Practice, Vol. 8, Butterworths Scientific
Publications, London, 1965
Moo-Young. The Blending Efficiences of Some Impeller in Batch Mixing.
AICheJ, 18(1),1972,pp. 178-182
Rahayu, Suparni Setyowati. Pencampuran Bahan Padat-Cair,http://www.chem-is -
try.org/materi_kimia/kimia-industri/teknologi-proses/pencampuran-bahan-
padat- cair/(14 November 2009)
Warren McCabe, Julian Smith, dan Peter Harrior. 1994. Operasi Teknik Kimia Jilid 1.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
MODUL FILTRASI

I. Tujuan Percobaan
1. Melakukan uji coba (test) filtrasi pada tekanan konstan dengan menggunakan Filter
Press kecil agar metode uji coba dapat dikuasai.
2. Menguji persamaan (filtrasi dari) Ruth dan Lewis, dan menentukan konstanta-
konstanta yang ada dalam persamaan tersebut.
3. Mengukur / menentukan jumlah filtrat per unit waktu, pada filtrasi larutan slurry
pada tekanan konstan.

II. Teori
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat terhadap zat cair dari suatu slurry dengan
menggunakan media porous, yang meneruskan zat cairnya serata menahan padatannya,
sehingga zat padat tersebut (cake) bekerja sebagai media porous yang baru.
Berdasarkan pada prinsip kerjanya, filtrasi dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Pressure Filtration, filtrasi yang pengaliran bahnnya menggunakan tekanan.
b. Gravity Filtration, pengaliran bahan didasarkan pada gaya beratnya sendiri,
c. Vacum Filtration, pengaliran bahan dilakukan dengan prinsip penghampaan
(penghisapan)

Pada operasi filtrasi, umumnya dikenal dua macam media filter, yaitu media filter primer
dan media filter sekunder.
Media filter primer sebenarnya bukan suatu media filter yang sesungguhnya, melainkan
sebagai media filter pembantu yang menahan zat padat pada permulaan proses. Media
filter primer ini dapat berupa kain, kertas saring, dan sebagainya, yang dipasang pada
permukaan filter.
Zat padat yang tertahan di permukaan filter membentuk lapisan cake yang dapat berfungsi
sebagai media filter yang sesungguhnya. Media filter inilah yang merupakan media filter
sekunder. Tebal cake perlu diperkirakan / diperhitungkan karena akan mempengaruhi
besarnya penahan filtrasi. Filtrasi dapat dianggap dimulai dengan penahan sama dengan
nol, yang berarti belum berbentuk cake. Dlam hal ini perlu dihitung suatu besaran Ve
(volum ekivalen), ialah volum filtrat yang menghasilkan cake yang mempunyai penahanan
sama dengan fliter cloth (media filter primer) serta sluran-saluran dalam filter yang
dipakai untuk penyaringan.

Cake dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :


a. Compressible cake, ialah cake yang mengalami perubahan struktur dalam oleh adanya
tekanan (ruang prous dalam cake mengecil, tahanan filtrasi makin besar). Hal ini
mengakibatkan proses filtrasi menjadi semakin sulit. Peristiwa ini mengkaibatkan
proses filtrasi menjadi semakin sulit. Peristiwa ini terjadi terutama bila bahan yang
disaring berbentuk koloidal.
b. Non compressible cake, ialah cake yang tidak mengalami perubahan struktural
walaupun diadakan penekanan terhadapnya. Dalam praktek, non compressible cake ini
tidak ada, tapi untuk mempermudah perhitungan diadakan pendekatan dengan
memakai rumus-rumus yang berlaku untuk non compressible cake.

Rumus-rumus yang dipakai dalam percobaan ini adalah :


1. Persamaan Routh
Jika filtrasi dilakukan pada P konstan, maka hubungan antara waktu tertentu t
(detik) dengan total volum filtrat Vf (cm3) yang terkumpul selama waktu t, dapat
diekspresikan dalam persamaan :

Vf2 + 2J . Vf = h.t .............................................................................. (1)

Dengan : j dan h adalah konstanta yang dicari dari percobaan.


Persamaan lain yang menggambarkan hubungan anatar t dan Vf adalah :

.......................................................... (2)
Dengan :
= Viskositas
Rf = Tahanan filter cloth
= Tahanan spesifik cake, m/Kg
C = Berat solid / volum liquid, Kg/m3
A = Luas Permukaan Filter.
2. Persamaan Lewis
[Vf/A]m . t = K . Pn . t ...................................................................... (3)
Dengan : n, m, k adalah konstanta yang ditentukan oleh percobaan.

III. Prosedur Percobaan


A. Persiapan
1. Buka plate dan frame dengan memutar roda penekan (handle), maasukan kertas
saring atau filter cloth pada masing-masing frame dengan teratur dengan
meluruskan lobang-lobang frame nya,
2. Berilah rubber packing diantara plate dan frame, kemudian tutup kembali dengan
mengencangkan handle.

3. Tutup kran 1 (drain valve), masukkan slurry yang telah dibuat dengan konsentrasi
tertentu.

4. Aduklah slurry tersebut secara kontinyu agar konsentrasi slurry tetap uniform.

B. Percobaan

1. Return Valve (V-2) dibuka penuh, feed valve (V-3) ditutup rapat, dan kemudian
pompa dihidupkan sehingga terjadi resirkulasi larutan diantara reservoar dan
pompa.

2. Bukalah V-3 buang / hilangkan udara di dalam filter press. Aturlah V-2 dan atau
V-3 untuk menjaga agar tekanan konstan.

3. Letakkan ember di bawah V-4 (filtrat delivery valve).

4. Oleh karena tangki reservoar akan segera kosong akan segera kosong (setelah
beroperasi, maka harus dijaga jangan sampai tangki tersebut betul-betul kosong.

5. Selama percobaan filtrasi, aturlah V-2 atau V-3 terus menerus untuk memperoleh
tekanan yang konstan.

6. Catat waktu-waktu tertentu (t) selama filtrasi dengan menggunakan stop watch
dan ukur volum filtrat (Vf) yang tertampung pada masing-masing waktu tersebut.

7. Ketika pompa dimatikan, ada raw liquid yang tertinggal dalam pompa, tangki
reservoar, dan pipa-pipa. Cairan sisa tersebut adalah merupakan satu liquid yang
tidak terfilter.

8. Putar handle untuk membuka plate dan frame, kumpulkan cake yang menempel
pada media filter, bila perlu keringkan dan timbang. Ini adalah berat dari filter
cake.

9. Luas media filter dimana cake terbentuk adalah luas filtrasi actual, yang dapat
ditentukan dengan mengukur luas sebenarnya.

10. Ulangi langkah percobaan-percobaan di atas lebih dari 3 kali dengan tekanan-
tekanan tertentu yang lain.

IV. Analisis Data


1. Masukan data-data yang diperoleh pada lembar data.
2. Dari persamaan (1) : t/Vf = 1/h.Vf + 2.j/h ,
Buat grafik Vf versus t/Vf, maka diperoleh garis lurus.
Harga-harga j dn h dapat ditentukan.
3. Dengan cara yang sama, carilah konstanta-konstanta dari persamaan (2).
4. Dari persamaan Lewis [pers.(3)], maka perlu data variasi P.
Vfm = K . Am. Pn.t ...................................................................................... (4)
Vfm = C. t ; dengan C = K . Am . pn --> konstanta untuk P yang konstan.
Log t = m . log Vf log C ............................................................................. (5)
Dengan membuat grafik (log t) versus (log Vf), maka diperoleh harga m dan C

Dari persamaan (4) --------------> -------------->


Log t = -n . log p + log ............................................................................ (6)
Dengan membuat grafik (log t) versus (log Ap), dapat diperoleh harga n, maka harga K
dapat dihitung.

PUSTAKA

Brown, G.G., 1978, Unit Operations, 14ed., Charles E. Tuttle Co., Tokyo
Instruction Manual, 1988, Filter Press Apparatus, Ogawa Seiki Co., Ltd., Tokyo.
Perry, R.H., 1973, Chemical Engineer;s Handbook, 5 ed., McGraw Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.

Anda mungkin juga menyukai