Oleh :
Ayulita Hana Fadhila
161.0221.031
Pembimbing :
dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL
RSUP Persahabatan
Disusun Oleh
Pembimbing
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah
dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu telinga, hidung, tenggorokan
Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta di RSUP Persahabatan Jakarta periode 2017.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Dody Widodo, Sp.THT-KL selaku
pembimbing referat ini, dan kepada seluruh dokter yang telah membimbing selama
kepaniteraan. Tidak lupa penulis mengucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar referat ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Terimakasih atas perhatiannya, semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi
pihak yang terkait dan kepada seluruh pembaca.
Penulis
HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................2
KATA PENGANTAR................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................59
Saluran pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan
alveolus. Saluran pernapasan dimulai dari hidung sampai dengan alveoli. Saluran pernafasan
dibagi menjadi 2 yaitu saluran nafas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran
nafas bagian atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan saluran nafas bagian
bawah terdiri dari trakea dan bronkus. Permukaan hidung hingga bronchioles dilapisi oleh
lapisan sel toraks bersilia dan ber sel goblet, yang dimanasel goblet akan menghasilkan
mucus dan bersama silia akan berperan untuk mengeluarkan partikel-partikel halus dari
saluran napas baik melalui reflex batuk maupun secret yang keluar.
Perjalanan masuknya udara ataupun pertahanan pertama saluran napas dari partikel-
partikel asing terutama dipegang oleh saluran napas bagian atas. Saluran nafas bagian atas
memiliki fungsi-fungsi diantaranya untuk menyaring udara, melembabkan serta
menghangatkan udara yang masuk melalui inspirasi.
Karena pentingnya kerja dari saluran napas atas, maka adanya gangguan pada saluran
napas bagian atas akan sangat mengganggu fisiologi tubuh. Salah satu contohnya adalah jika
terdapat obstruksi pada jalan napas bagian atas dapat menyebabkan gangguan ventilasi atau
gangguan napas yang dapat berujung pada kematian.
Obstruksi jalan napas bagian atas dapat disebabkan oleh berbagai hal. Hal-hal tersebut
diantaranya adalah radang, benda asing, tumor, kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Dibutuhkan suatu penanganan yang tepat dan segera untuk kasus obstruksi jalan napas atas.
Hal-hal diatas menjadi latar belakang penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut
mengenai obstruksi saluran napas atas. Tidak hanya itu, penulis juga akan membahas mulai
dari anatomi hingga penatalaksanaan obstruksi saluran napas atas.
Pada makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai anatomi saluran pernafasan
atas berkaitan dengan obstruksi yang dapat timbul pada saluran napas atas.
II.1.1 Hidung
Anatomi
Hidung terletak menonjol pada garis tengah diantara pipi dan bibir atas. Secara
anatomi, hidung dibedakan menjadi 2 yaitu hidung bagian luar dan hidung bagian dalam.
Hidung bagian luar berbentuk pyramid dan dibedakan menjadi 3 bagian. Bagian
pertama adalah bagian paling atas yang disebut pangkal hidung (bridge), pangkal hidung
tidak dapat digerakan. Dibawah pangkal hidung terdapat batang hidung (dorsum nasi), terdiri
dari kartilago yang sedikit dapat digerakan. Bagian paling bawah adalah puncak hidung (tip).
Terdapat juga bagian lain seperti ala nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior).
Kavum nasi (rongga hidung) dipisahkan oleh septum nasi menjadi kavum nasi dextra
dan sinistra. Lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior, sedangkan
bagian belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring. Bagian dibelakang nares anterior disebut vestibulum. Vestibulum dilapisi oleh
kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut
vibrise.
Gambar 7 Sinus-Sinus
Vaskularisasi Hidung
Masing-masing bagian hidung memiliki vaskularisasinya sendiri. Bagian atas rongga
hidung mendapat vaskularisasi dari a. carotis interna yang bercabang menjadi a. oftalmika
lalu menjadi a. etmoid anterior dan posterior. Bagian depan hidung di perdarahi oleh cabang-
cabang arteri fasialis.
Vaskularisasi vena memiliki nama dan jalan yang sama dengan arteri. Vena-vena di
hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi untuk mudahnya
penyebaran infeksi sampai ke intracranial.
Persarafan Hidung
Persarafan sensoris rongga hidung bagian atas dan depan berasal dari n. etmoidalis
anterior yang merupakan cabang daru n. nasolateralis yang berasal dari n. oftalmikus (N. V-
1). Sedangkan rongga hidung lain mendapatkan persarafan sensoris dari n. maksila melalui
ganglion sfenopalatina. Ganglion spenopalatina juga memberikan persarafan otonom untuk
mukosa hidung. Fungsi penghidu berasal dari n. olfaktorius yang turun melalui lamina
kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius.
Mukosa Hidung
Mukosa pernafasan adalah epitel torak berlapis semu bersilia yang letaknya di rongga
hidung. Sedangkan epitel mukosa penghidu adalah epitel torak berlapis semu tidak bersilia
yang berada di atap rongga hidung, konka superior, dan 1/3 septum.
II.1.2 Faring
Anatomi
Faring merupakan kantong fibromuskuler yang berbentuk corong, besar pada bagian
atas dan sempit pada bagian bawah. Panjang posterior dinding faring 14 cm.
Faring tersusun mulai dari dasar tengkorak terus menyambung hingga ke esophagus
setinggi vertebrae cervical 6. Pada bagian atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, bagian depan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, bagian bawah
dengan laring melalui aditus laring dan esophagus. Faring dari dalam ke luar tersusun oleh
selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot, sebagian fasia bukofaringeal.
2) Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring. Batas atas adalah palatum molle, batas
bawah adalah tepi atas epiglottis, batas depan adalah rongga mulut, dan batas
belakang adalah vertebrae servikal.
Struktur yang terdapat pada rongga orofaring adalah dinding posterior faring,
tonsil palatina, fosa tonsil, serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil
lingual, dan foramen sekum.
Dinding posterior faring terlibat penting pada peradangan. Gangguan pada
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan
gangguan nervus vagus.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina (terletak dalam fosa tonsil), dan tonsil lingual
(terletak didasar lidah) yang ketiganya membentuk cincin waldeyer. Epitel yang
Gambar 12 Tonsil
3) Laringofaring
Batas atas laringofaring adalah tepi atas epiglottis, batas depan adalah laring,
batas bawah adalah esophagus, serta batas belakang adalah vertebrae servikal.
Mukosa Faring
Mukosa faring cukup bervariasi. Pada nasofaring yang fungsinya sebagai saluran
respirasi, mukosanya adalah epitel torak berlapis bersilia yang mengandung sel goblet.
Sedangkan pada orofaring dan laringofaring yang fungsinya sebagai saluran cerna,
mukosanya adalah epitel gepeng berlapis tidak bersilia. Disepanjang faring ditemukan
banyak sel jaringan limfoid, sehingga farring disebut juga pertahanan tubuh terdepan.
Pada bagian atas nasofaring ditutupi oleh palut lendir (mukosa blanket) yang terletak
diatas silia dan bergerak sesuai arah silia. Mukosa blanket ini berfungsi menangkap partikel
kotoran yang terbawa oleh udarra yang diisap. Mukosa blanket mengandung enzim lizozim
yang penting untuk proteksi.
Otot-Otot Faring
Terdapat 2 susunan otot faring, yaitu lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal).
Otot-otot sirkular terdiri dari m. konstriktor faring superior, media, dan inferior. Otot-
otot ini terletak di sebelah luar. Disebalah depan, otot ini bertemu satu sama lain. Sedangkan
Pada palatum mole terdapat 5 otot yang bersatu, otot tersebut adalah :
M. levator veli palatine :
Berada pada sebagian besar palatum mole. Otot ini bekerja menyempitkan ismus
faring dan memperlebar ostium tuba eustachius. Otot ini dipersarafi oleh nervus vagus
(N. X).
M. tensor veli palatine :
Otot ini membentuk tenda palatum mole, kerjanya adalah mengencangkan bagian
anterior palatum mole dan membuka tuba eustachius. Otot ini juga dipersarafi nervus
vagus.
M. palatoglosus :
Otot ini membentuk arkus anterior faring. Kerjanya adalah menyempitkan ismus
faring. Otot ini dipersarafi nervus vagus.
M. palatofaring :
Otot palatofaring membentuk arkus posterior faring, dipersarafi oleh nervus vagus.
Vaskularisasi Faring
Perdarahan faring yang utama terdiri dari cabang a. karotis eksterna (cabang faring
asenden dan cabang fausial). Selain itu berasal dari cabang a. maksila interna yaitu cabang
palatina superior.
Persarafan Faring
Persarafan motoric dan sensorik faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.
Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n. vagus (berisi serabut motoric), cabang dari n.
glosofaring, dan serabut simpatis.
Ruang Faringeal
1) Ruang retrofaringeal
Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang terdiri dari
mukosa faring, fasia faringobasilaris, dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jarring ikat
jarang dan fasia prevertebralis. Pada ruang retrofiring terdapat kelenjar-kenjar limfe,
oleh karena itu pada bayi dan anak sering terjadi abses retrofiring.
2) Ruang parafaring
Ruang ini berbentuk kerucut yang dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat
foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os. Hyoid. Ruang ini dibatasi
dibagian dalam oleh m. konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus
ascenden mandibular, sedangkan bagian posterior adalah kelenjar parotis.
II.1.3 Laring
Anatomi
Laring adalah bagian terbawah saluran napas atas. Berbentuk seperti limas segitiga,
dengan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Batas atas adalah aditus laring, sedangkan
batas bawah adalah kartilago krikoid. Kerangka laring disusun oleh 1 tulang (tulang hyoid)
dan beberapa tulang rawan (kartilago epiglotis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago
arytenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, kartilago tritisea).
Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid.
Terdapat 2 pasang kartilago arytenoid yang membentuk artikulasi krikoaritenoid. Sepasang
kartilago kornikulat melekat pada kartilago arytenoid. Sepasang kartilago kunneiformis
terdapat dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago trisea terletak pada ligamentum hiotiroid
lateral.
Pada laring terdapat 2 jenis persendian, yaitu persendian artikulasi krikotiroid dan
artikulasi krikoaritenoid.
Otot-otot laring juga terbagi menjadi 2 jenis, yaitu otot intrinsic dan otot ekstrinsik.
Otot-otot ekstrinsik terbagi lagi menjadi otot yang ada diatas tulang hyoid suprahyoid (m.
digastricus, m. geniohioid, m. stilohioid, m. milohioid). Otot suprahyoid berfungsi menarik
laring ke bawah. Sedangkan otot infrahioid terdiri dari m. sternohioid, m. omohioid, dan m.
tirohioid. Otot intrinsic berfungsi menarik laring ke atas.
Rongga Laring
Rongga laring terbagi menjadi 3 bagian yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik.
Pada pita suara terbentuk dari lipatan mukosa ligamentum vokale (plika vocalis pita suara
asli) dan dari lipatan ligamentum ventricular (plika ventrikularis pita suara palsu). Bidang
Inervasi Laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n. laringis superior dan n.
laringis inferior. Nervus laringis superior mempersarafi m. krikotiroid sehingga memberikan
sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Sedangkan n. laringis inferior merupakan
kelanjutan dari n. rekuren (kanan akan menyilang a. subklavia kanan dibawahnya, sedangkan
kiri akan menyilang arkus aorta).
II.2.1 Etiologi
Obstruksi saluran napas bagian atas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi akut,
kelainan kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena penyakit, cedera, atau
narkose maupun karena benda asing.
Epidemiologi
Dari 5000 - 8000 kelahiran hanya sekitar 1 kelahiran yang menderita
kelainan kongenital ini. Dengan angka kejadian bayi perempuan lebih tinggi
dua kali lipat dibandingkan pada bayi laki-laki. Kejadian atresia koana
biasanya dapat mengikuti kelainan kongenital lain seperti contohnya sindroma
down, sindroma DiGeorge, dan lain sebagainya
Etiologi
Diagnosis
Kelainan kongenital stenosis subglotik biasanya didiagnosis dengan
diameter lumen kurang dari 4 mm atau kurang dari 3 mm pada bayi premature.
Evaluasi radiologi dapat membantu untuk menilai jalan napas sebelum
melakukan bronkoskkopi atau ketika sulit untuk mendiagnosis dengan
gambaran radiologi lateral/AP.
Penatalaksanaan
Kasus ringan stenosis subglotik hanya memerlukan pengamatan, namun
sebagian besar membutuhkan trakeostomi jika terdapat masalah jalan napas.
Kebanyakan pasien membutuhkan trakeostomi pada usia 3-4 th saat stenosis
melebar. Intervensi bedah biasa dilakukan hanya pada kasus stenosis yang
berat.
C Laringomalasia
Definisi
Laringomalasia adalah keadaan akibat dari flaksiditas dan inkoordinasi
kartilago supraglotik dan mukosa aritenoid, plika ariepiglotik dan epiglotis.
Epidemiologi
Insidens laringomalasia sebagai penyebab dari stridor inspiratoris
berkisar antara 50%-75%. Tidak terdapat predileksi ras ataupun jenis kelamin.
Etiologi
Kelainan kongenital laring pada laringomalasia kemungkinan merupakan
akibat dari kelainan genetik atau kelainan embriologik Dua teori besar
mengenai penyebab kelainan ini adalah bahwa kartilago imatur kekurangan
Gambar 28 Laringomalasia
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laring dengan
menggunakan serat fiber fleksibel selama periode pernapasan spontan.
Penemuan endoskopik yang paling sering adalah kolapsnya plika ariepiglotik
dan kartilago kuneiform ke sebelah dalam. Laringoskopi langsung merupakan
cara yang terbaik untuk memastikan diagnosis.
Penatalaksanaan
Pada lebih dari 99% kasus, satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan
adalah waktu. Lesi sembuh secara berkala, dan stridor rata-rata hilang setelah
dua tahun. Stridor mulanya meningkat pada 6 bulan pertama, seiring
bertambahnya aliran udara pernafasan bersama dengan bertambahnya
umur.Sebagian besar anak dengan kelainan ini dapat ditangani secara
konservatif. Jarang terjadi dimana seorang anak memiliki kelainan yang
signifikan sehingga memerlukan operasi. Trakeotomi merupakan prosedur
pilihan untuk laringomalasia berat.
Pemeriksaan Penunjang :
- Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus
- Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat
Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun
ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
- Usia penderita dibawah 3 tahun
Penatalaksanaan berupa :
1. Perawatan dirumah kurang memadai
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 L/menit
3. Menghirup udara lembab
4. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghindari iritasi
faring dan laring, misalnya merokok, makanan pedas, atau minum es
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen/antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat analgetik,
hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika
apabila perdangan berasal dari paru. Antibiotika golongan penisilin
anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis, dewasa 3 x 500 mg/hari.1,9,10
Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara
lembab. Menghindari dari iritasi pada faring dan laring, misalnya
merokok, makan dan minum es. Antibiotika diberikan apabila
peradangan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan
pemasangan pipa endotrakea atau trakheostomi
B Epiglotitis
Definisi
Epiglottitis adalah suatu infeksi yang terjadi pada epiglotis dan jaringan
sekitarnya yang dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas bahkan kematian
Epidemiologi
Epiglottitis paling sering ditemukan pada anak usia 2-6 tahun dan jarang
terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun.
Etiologi
Infeksi ini biasa terjadi akibat kuman Haemofilus influenza. Infeksi biasa
dimulai dari saluran nafas bagian atas sebagai peradangan hidung dan
tenggorokan. Kemudian menyebar ke bagian bawah yaitu epiglotis. Infeksi
seringkali disertai bakterimia.
Gejala Klinis
Gambar 30 Epiglotitis
Diagnosis
Foto leher lateral dapat terlihat obstruksi supraglotis akibat
pembengkakan epiglotis (thumb sign). Pada pemeriksaan laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis dan pada hitung jenis tampak pergeseran ke
kiri. Jika fasilitas tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan hapusan tenggorokan
dan biakan darah yang tampak adanya Haemophilus Influenzae tipe B.
Penatalaksanaan
Pemilihan antibiotik :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari secara intravena, terbagi 4 dosis
Etiologi
Penyebab angina ludwig adalah trauma bagian dalam mulut, infeksi
lokal pada mulut (oleh Streptococcus sp. atau Staphylococcus sp.), karies gigi
(terutama gigi molar dan premolar), tonsillitis dan peritonsilitis, trauma pada
ekstraksi gigi, otitis media dan eksterna, serta ulkus pada bibir dan hidung
Gejala Klinis
Tanda dan gejala angina ludwig, yaitu nyeri tenggorokan dan leher,
disertai pembengkakan didaerah submandibula, yang tampak hiperemis dan
keras pada perabaan. Dasar mulut membengkak, dapat mendorong lidah ke
atas belakang sehingga menimbulkan sesak napas karena sumbatan jalan
napas.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi, disertai gejala dan tanda klinik. Diagnosis menurut kriteria
Grodinsky, yaitu:5
a. Keterlibatan secara bilateral atau lebih ruang leher dalam
b. Gangren yang disertai dengan pus serosanguinous
c. Keterlibatan jaringan ikat, fasia, dan otot tetapi tidak mengenai struktur
kelenjar
Penatalaksanaan
Pengobatan angina Ludwig pada anak untuk perlindungan jalan napas
digunakan antibiotik intravena, selain itu dapat juga digunakan
terapi pembedahan. Antibiotik yang digunakan adalah Penicilin G dosis tinggi,
kadang-kadang dapat dikombinasikan dengan obat anti staphylococcus atau
metronidazole. Jika pasien alergi pinicillin, maka clindamycin hydrochloride
adalah pilihan yang terbaik. Dexamethasone yang disuntikkan
secara intravena, diberikan dalam 48 jam untuk mengurangi edem dan
perlindungan jalan nafas.
Selain itu dilakukan eksplorasi yang dilakukan untuk tujuan dekompresi
(mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, pada angina Ludwig jarang
terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan
memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah dilakukan insisi dan drainase.
D Abses Leher Dalam
Definisi
Abses leher dalam adalah terkumpulnya nanah (pus) di dalam ruang
potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai
sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan
leher.
Epidemiologi
Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah
abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwigs angina (12,4%), parotis (7%)
dan retrofaring (5,9%).
Etiologi
Sumber infeksi paling sering pada abses leher dalam berasal dari infeksi
tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran
infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Apek
gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan penjalaran infeksi
akan masuk terlebih dahulu ke daerah sublingual, sedangkan molar II dan III
Diagnosis
Gejala utama berupa rasa nyeri (odinofagia) dan sukar
menelan (disfagia) di samping juga gejala-gejala lain berupa
demam, pergerakan leher terbatas, dan sesak nafas. Sesak nafas
timbul jika abses sudah menimbulkan sumbatan jalan nafas,
terutama di hipofaring. Bila peradangan sudah sampai laring,
dapat timbul stridor.
Penatalaksanaan
Terapi dengan medikamentosa, yakni antibiotika dosis
tinggi untuk kuman aerob dan anaerob, dan tindakan bedah.
Pungsi dan insisi abses dilakukan melalui laringoskop langsung
dalam posisi pasien Trendelenburg. Pus yang keluar segera
diisap agar tidak terjadi aspirasi. Tindakan dapat dilakukan
dalam analgesia lokal atau umum.
3. Abses Parafaring
Definisi
Abses parafaring merupakan kelainan terjadinya
pengumpulan pus (nanah) di ruang parafaring.
Etiologi
Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring,
tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau kelenjar limfatik. Pada
banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses
leher dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses
submandibula, abses retrofaring maupun mastikator.
Gejala klinis
Gejala utama abses parafaring berupa demam, trismus,
nyeri tenggorok, odinofagi dan disfagia. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pembengkakan di daerah parafaring, pendorongan
2. Spasmodic Croup
Ditandai dengan gejala: batuk hebat, terdapat faktor atopik, tanpa gejala
prodromal, anak tiba-tiba bisa mendapatkan obstruksi saluran
pernapasan, biasanya pada malam hari sebelum menjelang tidur,
serangan terjadi sebentar kemudian kembali normal.
Selain klasifikasi secara umum, juga terdapat klasifikasi berdasarkan
derajat keparahan batuk atau derajat kegawatan, dikelompokkan menjadi 4
kategori.
1. Ringan: Ditandai dengan batuk menggonggong keras yang kadang-
kadang muncul, stridor tidak terdengar saat pasien istirahat/tidak
beraktivitas dan teradapat retraksi dada ringan.
2. Sedang: Ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,
stridor lebih bisa terdengar ketika pasien beristirahat/tidak aktivitas,
retraksi dinding dada sedikit terlihat, tetapi tanpa gawat napas
(repiratory distress).
3. Berat: Ditandai dengan sering batuk menggonggong yang sering timbul,
stridor saat inspirasi lebih bisa terdengar saat aktivitas, kadang-kadang
disertai dengan stridor ekspirasi, retraksi dinding dada, serta terdapat
gangguan pernapasan.
4. Gagal napas mengancam: Batuk kadang-kadang tidak jelas, stridor
positif (kadang sangat jelas ketika pasien beristirahat), terdapat sedikit
gangguan kesadaran (letargi).
Epidemiologi
Sindrom Croup biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-6 tahun, dengan
puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi, croup juga dapat terjadi pada
anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan rasio 3:2. Angka
kejadiannya meningkat pada musim dingin dan musim gugur pada negara-
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair,
peradangan faring, dan frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi
pasien bervariasi sesuai dengan derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu diperlukan,
tetapi bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat napas/respiratory
distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat diperlukan.12
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup
beratnya adalah Skor Westley yang menilai jumlah poin yang dipaparkan
untuk lima faktor: tingkat kesadaran, sianosis, stridor, masuknya udara, dan
retraksi. Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel dan
skor akhir berkisar dari 0 sampai 17.
Skor total 2 menunjukkan batuk ringan. Batuk menggonggong
karakteristik dan suara serak yang mungkin ada, tetapi tidak ada stridor
saat istirahat
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini
menyajikan dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa
tanda-tanda lain
Diagnosis banding
Obstruksi jalan napas yang Aspirasi benda asing
mengancam jiwa Abnormalitas kongenital
Sianosis Epiglotitis
Penurunan kesadaran
O2 100% dengan sungkup muka dan nebulisasi
adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang yang
TIDAK YA
berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan anak
RAWAT RS
Membaik Tidakmembaik
Dipulangkan bila tidak ada Evaluasi ulang
stridor saat istirahat Rawat
Perbaikan
Edukasi orang tua pasien Hubungi konsulen
Evaluasi diagnosis
Rawat/observasi di IGD
Nebulisasi adrenalin (dosis sama) dan
Ulangi pemberian kortikosteroid
kortikosteroid sistemik (dosis sama)
oral/12 jam Sebagian Persiapkan
Fakultas Kedokteran pelayanan
UPN Veteran untuk
Jakarta 46 tindakan
Edukasi ortu pasien
darurat
Sediakan penjelasan tertulis untuk
Pertimbangkan intubasi
dokter umum yang akan follow up
Evaluasi diagnosis
Trauma
A Menelan Bahan Kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuat
seperti soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapa
mengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tak sengaja
minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka baker hanya pada mulut dan faring
karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke dalam lambung.
Tetapi pada mereka yang coba bunuh diri akan terjadi luka bakar yang luas pada
esofagus bagian tengah dan distal karena larutan tersebut berdiam di sini agak lama
sebelum memasuki kardia lambung.
Diagnosis didasarkan riwayat menelan zat kaustik dan adanya luka bakar di
sekitar dan di dalam mulut. Kasus kecelakaan biasanya terjadi pada anak usia
dibawah enam tahun, sedangkan kasus bunuh diri pada dewasa.
B Trauma Trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma tumpul
tidak menimbulkan gejala atau tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan hebat
berupa sesak napas, karena penekanan jalan napas atau aspirasi darah atau emfisema
kutis bila trakea robek.
Dari pemeriksaan photo roentgen dapat dilihat benda asing, trauma penyerta
seperti fraktur vertebra servikal atau emfisema di jaringan lunak di mediastinum, leher
dan subkutis.
Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita
diobservasi bila terjadi obstreksi jalan napas dikerjakan trakeotomi. Pada trauma
tajam yang menyebabkan robekan trakea segera dilakukan trakeotomi di distal
robekan. Kemudian robekan trakea dijahit kembali.
C Trauma Intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan
trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar
parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat
obstruksi pernapasan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila
obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan trakeotomi.
Stenosis trakea adalah komplikasi pemasangan pipa endotrakea berbalon
dalam waktu lama. Tekanan balon menyebabkan nekrosis mukosa trakea disertai
penyembuhan dengan jaringan fibrosis yang mengakibatkan stenosis.
Tumor
A Papiloma Laring
Definisi dan Epidemiologi
Papiloma laring merupakan tumor jinak pada laring yang jarang terjadi.
Insidensi tumor ini pada anak sebesar 4,3/100.000 dan pada dewasa sebesar
1,8/100.000. Papiloma laring pada anak sering didiagnosis pada usia 2-4 tahun
dan distribusinya sama antara laki-laki dan perempuan
Etiologi
Tumor ini disebabkan oleh Human Papiloma Virus tipe 6 dan 11
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, papiloma laring dibagi menjadi:
a. Papiloma laring tipe juvenilis
Biasanya berupa lesi multipel dan mudah kambuh sehingga
membutuhkan eksisi yang berulang. Namun, papiloma tipe ini dapat
regresi secara spontan pada usia pubertas. Pada anak yang menderita
papiloma laring di bawah usia 3 tahun, memiliki risiko 3,6 kali untuk
dioperasi lebih dari 4 kali tiap tahun.6
b. Papiloma laring tipe senilis
Biasanya berupa lesi tunggal dengan tingkat rekurensi rendah dan
kurang agresif, tetapi memiliki risiko pre kanker yang tinggi
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada papiloma laring adalah untuk mempertahankan jalan
napas dan kualitas suara. Terapi papiloma laring meliputi terapi operasi dan
medikamentosa sebagai terapi adjuvan
C Karsinoma Nasofaring
Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring
Epidemiologi
Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas
yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga ,
Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan KNF
Penatalaksanaan
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.
Gambar 35 Intubasi
Gambar 36 Trakeostomi
3) Crikotirotomi
Gambar 37 Cricotyrotomi
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas yang disebabkan
oleh radang, benda asing, tumor, trauma, kongenital dll.
Jackson membagi sumbatan laring kedalam 4 stadium yaitu; stadium 1 adanya
retraksi di suprasternal dan stridor, pasien tampak tenang, stadium 2 retraksi pada waktu
inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah dengan timbulnya retraksi di daerah
epigastrium, pasien sudah mulai gelisah, stadium 3 retraksi selain didaerah suprasternal,
epigastrium juga terdapat di klavikula dan sela-sela iga pasien, paien sangat gelisah dan
dispneu, stadium 4 retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat
ketakutan, sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan kehabisan tenaga
lama kelamaan asfiksia.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas adalah mengusahakan agar jalan
napas kembali lancar. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi, antialergi,
antibiotic, serta pemberian oksigen intermitten yang dilakukan pada sumbatan laring stadium
1 oleh peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi dengan memasuka pipa endotrakeal
melalui mulut (intubasi), membuat trakeostomi yang dilakukan pada sumbatan laring stadium
2 dan 3, atau melakukan krikotirotomi pada sumbatan laring stadium 4.