Anda di halaman 1dari 37

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT HUSADA

Topik : Vomitus dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan


Bronkopneumonia

Nama : Claudia Lintang Septaviori

NIM : 112016306

Dokter Pembimbing : dr. Frieda, Sp.A

1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. MB
Tanggal Lahir : 03 Oktober 2014
Umur : 2 tahun 9 bulan 4 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jalan Mangga Besar IV-A N0. 24
Agama : Islam
Pendidikan : Belum bersekolah
Suku bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 07 Juli 2017 pukul 18.00 WIB

IDENTITAS ORANG TUA

Ayah

Nama lengkap : Tn. KS


Umur : 25 tahun
Suku bangsa : Betawi
Alamat : Jalan Mangga Besar IV-A N0. 24
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta

1
Penghasilan : Rp 5.000.000,00

Ibu
Nama lengkap : Ny. NS
Umur : 22 tahun
Suku bangsa : Betawi
Alamat : Jalan Mangga Besar IV-A N0. 24
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Penghasilan :-

2
Hubungan dengan ayah : Anak kandung

Hubungan dengan ibu : Anak kandung

2. ANAMNESIS
Alloanamnesis : Ibu pasien, pada tanggal 07 Juli 2017, pukul 18.00 WIB
Keluhan utama : Mual muntah sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan : Batuk, pilek, dan demam sejak 2 hari SMRS

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sejak 4 hari SMRS, pasien mulai mengalami muntah tidak tergantung waktu makan dan
minum, 3 kali dalam sehari, muntah berisi makanan, dan cairan. Jika diberi makan atau minum
akan muntah lagi, tidak ada lendir, tidak ada darah, dan tidak berwarna hitam..
3 hari SMRS pasien mengalami muntah 5 kali dalam sehari, muntahan berisi makanan yang
dimakan. Nafsu makan pasien mulai menurun, tetapi pasien tetap mau minum. Pada muntahan tidak
ada lender, tidak ada darah, tidak bewarna hitam. Pasien juga tidak mengalami demam, dan tidak
ada diare.
2 hari SMRS pasien mengalami muntah 5 kali dalam sehari, pasien semakin tidak mau
makan karena merasa mual. Pasien mengalami batuk, batuk disertai dahak tetapi tidak diketahui
warnanya karena pasien tidak dapat mengeluarkannya. Pasien juga mengalami pilek, pilek juga
tidak mengeluarkan cairan atau lendir sehingga hidung pasien tersumbat. Tidak ada suara mengi
pada saat pasien bernafas.
1 hari SMRS pasien masih mengeluh mual, dan pasien mengalami muntah 6 kali dalam
sehari. Muntahan berisi cairan, terdapat lendir, dan tidak terdapat darah. Pasien mengalami batuk,
batuk terjadi terus menerus tetapi batuk lebih hebat pada malam atau subuh. Batuk disertai dahak
tetapi tidak diketahui warnanya karena pasien tidak dapat mengeluarkannya. Pasien juga mulai
mengalami demam, ibu pasien mengatakan suhu pasien saat demam 37,8.
3 jam SMRS pasien muntah sebanyak lebih dari 5 kali dalam sehari, Muntahan berisi cairan,
terdapat lendir, dan tidak terdapat darah. Pasien terlihat lemas, karena pasien tidak mau makan,
karna pasien merasa mual. Pasien masih batuk, pilek, dan demam.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Tidak ada

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi
Asma
Tuberculosis
Hipertensi
Kejang demam

SILSILAH KELUARGA (FAMILYS TREE)

Ayah Ibu

Anak pertama Pasien


Pasien adalah anak kandung dari orangtuanya.

DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 29 tahun 28 tahun

Perkawinan ke 1 1
Keadaan Kesehatan/ Penyakit bila ada Sehat Sehat
Umur saat menikah 22 tahun 21 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Kehamilan

Perawatan antenatal : Kontrol teratur di dokter 1 bulan sekali

Penyakit kehamilan : Tidak ada tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit infeksi, maupun
perdarahan selama kehamilan.

Kelahiran

Tempat kelahiran : Rumah Bersalin

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Spontan pervaginam

Penyulit :-

Masa gestasi : 40 minggu (cukup bulan)

Keadaan bayi : Berat badan lahir : 2800 gram

Panjang badan lahir : 49 cm

Lingkar kepala : lupa


Sianosis : (-)

Ikterik : (-)

Kejang : (-)

Langsung menangis/ tidak : Langsung menangis

Pucat/biru/kuning/kejang : Tidak ada

Nilai APGAR : Ibu tidak mengetahui tentang APGAR score.


Ibu pasien mengatakan bahwa saat lahir anaknya
segera menangis kuat, tampak kemerahan, bergerak
aktif dan tidak kejang. Pasien tidak memiliki riwayat
kuning, sianosis ataupun kelainan bawaan.

Kelainan bawaan : Tidak ada

Kurva Lubchenko
Kesan : Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan (NCB-SMK)
Berat Badan Lahir berada di persentil 25 dan 10

GRAFIK PERTUMBUHAN

Umur Berat Badan Panjang Badan/Tinggi


Badan

0 tahun 2800 gram 49 cm

2 tahun 9 bulan 13 kg 88 cm

Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai karena tidak ada data tambahan.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Menurut ibu pasien, pasien sehari-harinya sudah dapat duduk, berjalan, dan berbicara
dengan baik. Menurut ibu pasien, perkembangan anaknya sesuai dengan anak seusianya.
Tengkurap : 3 bulan Berbicara : 12 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 10 bulan
Kesan : Tidak ada keterlambatan perkembangan pada pasien ini.

RIWAYAT IMUNISASI
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan
Imunisasi Waktu Pemberian
Bulan Booster (tahun)
0 1 2 3 4 5 6 9 12 18 2 6 12
BCG I
DPT I II III
Polio I II III IV
Hepatitis B I II III
Campak I

Non-PPI / Dianjurkan :
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
Typhoid - - - -
MMR - - - -
Varicela - - - -
Pneumokokus - - - -
Hib - - - -
Influenza - - - -
Rotavirus - - - -

Kesan: Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi booster juga tidak dilakukan. Imunisasi non-PPI tidak
dilakukan.
RIWAYAT MAKANAN
Usia Susu Bubur Buah Nasi+lauk
(bulan) ASI Formula Saring
Ad
libitum - -
0 1 on
bulan demand - -
Ad
libitum - -
1 bulan on 3 jam sekali 3x/hari porsi
10 bulan demand 90-120cc kecil
Susu
formula Apel/pisang/pepaya 3 kali
150-200 cc 1x/hari sehari
10 bulan diberikan
sekarang 2x

ASI eksklusif diberikan hanya sampai umur 1 bulan, kemudian dicampur dengan susu formula
karena ibu merasa tidak percaya diri dalam memberi ASI karena dirasa produksi ASI tidak banyak
maka ibu memutuskan memberi tambahan susu formula morinaga chill kid, diberikan 3 jam sekali
90-120 cc. Umur 6 bulan ke atas ibu pasien memberi tepung beras gasol, dan memberi brokoli dan
wortel yang direbus kemudian dihaluskan, dan kadang memberikan bubur susu instan. Umur 10
bulan mulai makan nasi lembek dan umur 12 bulan hingga sekarang sudah makan makanan padat
yang lengkap dengan sayur, ikan, ayam, tahu dan tempe. Makanan selingan diberikan buah dan
biscuit. Masih mengkonsumsi susu formula dengan ukuran 150-200cc 2 kali dalam sehari saat
bangun pagi dan sebelum tidur
Kesan : - tidak mendapat ASI eksklusif
- Kualitas dan kuantitas makanan cukup baik.

RIWAYAT PENYAKIT
(-) Tuberkulosis (-) Pneumoni (-) Alergi lainnya
(-) Asma (-) Alergi Rhinitis (-) Gastritis
(-) Diare (-) Diare Kronis (-) Amoebiasis
(-) Disentri (-) Kolera (-) Difteri
(-) Tifus Abdominalis (-) DHF (-) Polio
(-) Cacar air (-) Campak (-) Penyakit Jantung Bawaan
(-) Batuk rejan (-) Tetanus (-) ISK (-) Kecelakaan
(-) Glomerulonephritis (-) Sindroma Nefrotik (-) Operasi

DATA PERUMAHAN
Kepemilikan Rumah : Kontrak milik orang lain
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 4 orang (ayah, ibu, anak pertama, dan pasien),
terdiri diri 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruang tamu.
Ventilasi : Tidak terdapat jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang
tamu , 1 jendela di dapur. Terdapat lubang udara di atas tiap pintu
sebagi tempat pertukaran udara.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat lampu
dengan sinar putih di setiap ruangan (kamar tidur, kamar mandi, ruang
tamu, dapur).
Keadaan Lingkungan : Kebersihan lingkungan kurang bersih, selokan depan rumah lancar, di
sekitaran rumah pasien banyak debu dan agak padat.
Sumber air : Air PAM
KESAN: Kondisi lingkungan rumah pasien cukup baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 07 Juli Jam : 18.40 WIB

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang. Akral pasien hangat, dan pasien tampak lemas.
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah :-
Frekuensi nadi : 120 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 37 oC
Data Antropometri
- Berat badan : 13 kg
- Panjang badan : 88 cm
Berdasarkan kurva z score perbandingan usia dengan berat badan terletak di antara 0 dan -1. Kesan
normal
Berdasarkan kurva z score perbandingan usia dengan tinggi badan terletak di antara 0 sd -1. Kesan
normal

Berdasarkan kurva z score perbandingan tinggi badan dengan berat badan terletak di antara 0 dan
1. Kesan normal.

Kesan : Status gizi anak baik

PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kepala : Bentuk dan ukuran normocephali, rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut
tidak mudah dicabut.
Mata : Bentuk simetris, palpebra superior tampak cekung, palpebra inferior
tampak cekung, kedudukan kedua bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva
palpebral anemis -/-, sklera ikterik -/-, kornea kanan dan kiri jernih, refleks cahaya +/
+.
Telinga : Bentuk normotia, liang telinga kiri dan kanan lapang, kedua membran timpani
utuh, hiperemis -/-, bulging -/-, serumen -/-.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (+) bening dan encer, pernafasan cuping
hidung (-).
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-), bibir kering (+). Perdarahan gusi (-).
Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tidak kotor, tidak ada tanda perdarahan.
Tonsil : T2-T2 , dendritus (-), kripta (-), ptechie (-)
Faring : tidak hiperemis, uvula di tengah.
Gigi : Caries (-)
Leher : Bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak membesar
Toraks :
Anterior Posterior
Inspeksi Bentuk normal,tidak ada Bentuk normal, lesi kulit (-).
gerakan dada tertinggal,
retraksi sela iga (-), tipe
pernapasan
thoracoabdominal , lesi kulit
(-), massa (-)

Paru :
Anterior Posterior
Simetris dalam keadaan statis Simetris dalam keadaan statis
Inspeksi
dan dinamis dan dinamis
Simetris dalam keadaan statis -
Palpasi dan dinamis, fremitus dada kanan
sama dengan dada kiri
Perkusi - -

Pulmo dextra et sinistra : Pulmo dextra et sinistra :


Auskultasi Suara nafas dasar vesikuler Suara nafas dasar vesikuler,
Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-)

Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di sela iga ke V garis midclavicula sinistra.
Perkusi : Tidak dilakukan.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak gerakan peristaltik usus.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan epigstrium (-)
Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen.
Auskultasi : Bising usus (+) tidak meningkat
Genitalia eksterna : Laki-laki , massa (-) , sekret (-), swelling (-)
Ekstremitas : Akral teraba hangat, edema (-), deformitas (-), sianosis (-) CRT
<2detik
Kulit : Sawo matang, sianosis (-), pucat (-), lesi kulit (-) , turgor kulit
normal, Ptechiae (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laboratorium tanggal 08 Juli 2018
Darah lengkap Hasil Satuan Nilai Normal

HEMATOLOGI
LED 22 mm/jam 0-10
Hemoglobin 11.5 g/dL 10.7-14.7
Hematokrit 32 % 31 43
Jumlah Leukosit 8.1 10^3/L 5.5-15.5
JumlahTrombosit 304 ribu/L 150 450
MCV, MCH, MCHC
MCV 73 fL 73-109
MCH 26 pg/mL 21-33
MCHC 36 g/dL 26-34
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 3 % 1-5
Neutrofil Batang 0 % 0-8
Neutrofil Segmen 48 % 17-60
Limfosit 40 % 20-70
Monosit 9 % 1-6
Eritrosit 4.44 juta/L 3.60-5.20
Retikulosit 0.74 % 0.5-2.0

Hasil Rontgen Thorax AP


Foto Thorax AP (08 Juli 2017)
Jantung bentuk dan letak normal
Aorta dan mediastinum tidak melebar
Corakan bronchovaskular di hilus kasar
Hilus kanan tampak menebal
Tampak infiltrate pada kedua perihiler dan kedua basal paru terutama sisi kanan
Sinus dan diafragma baik, tidak tampak pl effusion
Kesan: Jantung tak membesar, bronkopneumonia dupleks terutama sisi kanan

RESUME
Pasien anak usia 2 tahun 9 bulan datang mual dan muntah sejak 4 hari SMRS, muntah sebanyak
lebih dari 5 kali dalam sehari, muntahan berisi cairan, terdapat lendir, dan tidak terdapat darah.
Selain itu, 2 hari SMRS pasien juga mengalami batuk dan pilek. Batuk berdahak namun tidak
diketahui warnanya karena pada saat batuk dahak sulit keluar. Dahak akan keluar bersamaan
dengan muntah. Pilek juga tidak mengeluarkan cairan sehingga hidungnya tersumbat. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37C, frekuensi nadi 100x, frekuensi pernapasan 24x, napas
cuping hidung (-), suara rhonki +/+. Pada pemeriksaan rontgen toraks didapatkan tampak infiltrate
pada kedua perihiler dan kedua basal paru terutama sisi kanan.

DIAGNOSIS KERJA
1) Bronkopneumonia
2) Vomitus dengan dehidrasi ringan sedang
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Elektrolit darah
PENATALAKSANAAN
Non medika mentosa
- Tirah baring
- Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Setelah pemberian inhalasi gunakan kepalan tangan yang ditekuk untuk menepuk- nepuk
punggung pasien
Medika mentosa
- IVFD KAEN 3A 1200cc/24jam
- Ondancentron inj 3x2mg
- Ceftriaxone IV 1x750 mg
- Ambroxol syr 3x3/4 cth
- Cetirizine syr 1x1 cth
- Azithromycin 1x2/7 tab
- Inhalasi : Ventolin 1 nebulizer + Bisolvon 1cc + 2cc NaCl diberikan 3x sehari

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam.
Ad functionam : dubia ad bonam.
Ad sanationam : dubia ad bonam.

FOLLOW UP
8 Juli 2017
S Ibu pasien mengatakan pasien muntah, lendir (+), dan batuk berdahak (+)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 26 x/menit.
Suhu : 36,7 oC
Pemeriksaan fisik:
- CA (-/-), SI (-/-)
- Cor : BJ 1-II murni reguler
- Pulmo : vesikuler +/+ Rh+/+ Wh -/-
- Abdomen : Supel, BU (+)
- Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), Ptekie (-)

A Vomitus dengan dehidrasi


Suspect Bronchopneumonia
P - IVFD KAEN 3B
- Ondancentron inj 3x2mg
- Ceftriaxone IV 1x750 mg
- Ambroxol syr 3x3/4 cth
- Cetirizine syr 1x1 cth
- Azithromycin 1x2/7 tab
- Inhalasi : Ventolin 1 nebulizer + Bisolvon 1cc + 2cc NaCl diberikan 3x
sehari

9 Juli 2017
S Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah tidak muntah, masih batuk (+), pilek (-),
demam (-), BAB BAK normal
O KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis.
Suhu : 36,8 C
Frekuensi nadi : 100 x/menit.
Frekuensi napas : 28 x/menit.
Pemeriksaan fisik:
- CA (-/-), SI (-/-)
- Cor : BJ 1-II murni reguler
- Pulmo : vesikuler +/+ Rh+/+ Wh -/-
- Abdomen : Supel, BU (+).
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), Ptekie (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Foto Thorax AP (08 Juli 2017)
Jantung bentuk dan letak normal
Aorta dan mediastinum tidak melebar
Corakan bronchovaskular di hilus kasar
Hilus kanan tampak menebal
Tampak infiltrate pada kedua perihiler dan kedua basal paru terutama sisi kanan
Sinus dan diafragma baik, tidak tampak pl effusion
Kesan: Jantung tak membesar, bronkopneumonia dupleks terutama sisi kanan
A Bronchopneumonia
P - IVFD KAEN 3A 1200cc/24 jam
- Ceftriaxone IV 1x750 mg
- Ambroxol syr 3x3/4 cth
- Cetirizine syr 1x1 cth
- Azithromycin 1x2/7 tab
- Inhalasi : Ventolin 1 nebulizer + Bisolvon 1cc + 2cc NaCl diberikan 3x
sehari

10 Juli 2017
S Pasien masih batuk produktif (+) pilek (-) muntah (-). BAB dan BAK normal.
O KU : tampak sakit ringan.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 28 x/menit.
Suhu : 36,3 oC.
Pemeriksaan fisik:
- CA (-/-), SI (-/-)
- Cor : BJ 1-II murni reguler
- Pulmo : vesikuler +/+ Rh+/+ menurun, Wh -/-
- Abdomen : Supel, BU (+).
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), Ptekie (-)
A Bronchopneumonia dengan perbaikan
P - IVFD KAEN 3A 1200c/24 jam
- Ceftriaxone IV 1x750 mg
- Ambroxol syr 3x3/4 cth
- Cetirizine syr 1x1 cth
- Azithromycin 1x2/7 tab
- Inhalasi : Ventolin 1 nebulizer + Bisolvon 1cc + 2cc NaCl diberikan 3x
sehari

11 Juli 2017
S Batuk sudah berkurang, Muntah (-) Demam (-), Pilek (-)
O KU : tampak sakit ringan.
Kesadaran : compos mentis.
Frekuensi napas : 24 x/menit.
Suhu : 36,3 oC.
Pemeriksaan fisik:
- CA (-/-), SI (-/-)
- Cor : BJ 1-II murni reguler
- Pulmo : vesikuler +/+ Rh+/+ menurun, Wh -/-
- Abdomen : Supel, BU (+).
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), Ptekie (-)
A Bronchopneumonia dengan perbaikan
P - Boleh pulang dan berobat jalan. Kontrol tanggal 18 Juli 2017
- Sebelum pulang diberikan inhalasi :Ventolin 1 nebulizer + Bisolvon 1cc +
2cc NaCl diberikan 3x sehari
- Obat dibawa pulang :
Ambroxol 3x3/4 cth
Cetrizine 1x1 cth (malam)
Azithromycin 1x2/7 tab

Tinjauan Pustaka

Vomitus dengan Dehidrasi dan Bronchopneumonia

I. Vomitus dengan Dehidrasi


Muntah adalah suatu gejala yang merupakan manifestasi dari berbagai kelainan atau
penyakit termasuk saluran cerna dan organ lain. Muntah pada anak, terutama bayi harus dibedakan
dengan regurgitasi yaitu pengeluaran isi lambung secara ekspulsi tanpa kekuatan.1

Istilah yang sering dibahas sehubungan dengan muntah adalah nausea, retching, regurgitasi, dry
heaves, muntah proyektil, hematemesis, coffee-ground emesis, stercoraceous vomiting, bilious
vomiting.1

Definisi dari istilah tersebut:

Nausea adalah perasaan ingin muntah.


Muntah adalah ekspulsi paksa dari isi lambung.
Retching adalah spasme otot pernapasan sebelum terjadi emesis/muntah.
Regurgitasi adalah aliran retrograd pasif dari isi esofagus.
Ruminasi adalah mengunyah atau menelan kembali makanan yang diregurgitasi.
Dry heaves atau non-productive vomiting adalah retching tanpa pengeluaran isi lambung.
Muntah proyektil adalah muntah dengan kekuatan tanpa didahului nausea, berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
Hematemesis adalah muntah disertai darah segar.
Coffee-ground emesis adalah muntah disertai darah lama atau hitam.
Stercoraceous vomiting adalah muntah yang terdiri dari material feses disebabkan adanya obstruksi
intestinal.
Billous vomiting/muntah hijau menunjukkan adanya empedu dalam cairan muntah.

Penyebab tersering muntah adalah keadaan refluks, gastroenteritis, infeksi saluran kemih.
Penyebab yang lain adalah kenaikan tekanan intrakranial, metabolik, obat-obatan, infeksi seperti
otitis media, sepsis, pneumonia, pertusis dan kasus bedah seperti hipertrofi pilorus stenosis,
intususepsi, apendisitis, dan lain-lain.Topik ini tidak membahas mendalam tentang muntah siklik,
hematemesis, ataupun muntah bilous (lihat tabel 1).1

Diagnosis

Sebelum melacak etiologi muntah yang penting dikerjakan pada saat pasien datang adalah menilai
status dehidrasinya dan melihat komplikasi yang terjadi. Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam
upaya pendekatan etiologi adalah pola waktu dan usia anak.

Anamnesis

Usia anak

Usia anak memegang peranan penting dalam penelusuran etiologi muntah karena masing-masing
diagnosis adalah spesifik pada usia-usia tertentu (Tabel 1).

Waktu terjadinya mual atau muntah

Akut: episode pendek dan tiba-tiba


Kronik: episodenya relatif ringan tapi sering terjadi, lebih dari 1 bulan.
Siklik: berulang, episode berat tetapi diselingi periode asimptomatik. -- (Yang dibahas dalam topik
ini adalah muntah akut)
Pendekatan etiologi muntah akut:

Usia neonatus atau bayi:1

Apabila disertai demam dapat dipikirkan infeksi seperti sepsis, meningitis, infeksi saluran
kemih, tonsillitis, otitis media akut, gastroenteritis.

Apabila tidak ada tanda infeksi dapat dipikirkan hipertrofi pilorus stenosis, kelainan-kelainan
metabolik, neurologi, atau endokrin.

Pada usia anak

Apabila disertai demam dengan keadaan umum yang baik, dipikirkan gastroenteritis terutama
apabila disertai diare

Apabila disertai letargi/gangguan kesadaran dapat dipikirkan adanya kelainan neurologi,


metabolik, endokrin, obat-obatan, toksin, alkohol

Gejala lain yang menyertai:1

1. Nyeri abdomen yang menyertai muntah bisa disebabkan oleh ulserasi, obstruksi usus.
Muntah akan meredakan rasa nyeri dan mual pada ulserasi dan obstruksi saluran cerna,
tapi tidak berpengaruh terhadap nyeri akibat peradangan.
2. Defisit neurologis dan tanda peningkatan tekanan intrakranial merupakan indikasi adanya
proses intrakranial sebagai penyebab muntah.
3. Gejala sistem saraf pusat seperti nyeri kepala, pandangan kabur, perubahan status mental,
dan kaku kuduk, merupakan tanda lesi intrakranial. Muntah pada lesi saraf pusat dapat
tidak didahului oleh mual.
4. Vertigo dan tinitus menyertai penyakit pada telinga/labirin.
5. Adanya massa pilorus pada epigastrium (olive sign) merupakan tanda hypertrophic
pyloric stenosis.
6. Nyeri tekan abdomen bisa disebabkan oleh proses inflamasi dalam rongga perut, seperti
pankreatitis, kolesistitis, atau peritonitis.
7. Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada kecurigaan apendisitis dan Hirschsprung
disease. Pemeriksaan colok dubur pada Hirschprungs disease ditandai oleh ampula rekti
yang kosong, dan feses yang menyemprot.
Pemeriksaan penunjang:

Sangat spesifik tergantung pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya:

Work up sepsis: kultur darah, urin, CRP, dan lain-lain


Pelacakan adanya gangguan metabolik: analisis gas darah, ammonia, dan lain-lain
Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a) Pemeriksaan elektrolit
b) Bilirubin dan transaminase hepar pada kasus yang dicurigai hepatitis
c) Urinalisis apabila dicurigai infeksi saluran kemih
d) Amilase dan lipase darah untuk menegakkan pankreatitis
e) Pemeriksaan cairan serebrospinal pada kasus infeksi intracranial
Pemeriksaan radiologis terutama dibutuhkan untuk kasus bedah, meliputi:
a) Foto polos abdomen untuk melihat gambaran udara usus.
b) Foto abdomen dengan kontras sesuai indikasi Ultrasonografi
Endoskopi mungkin diperlukan untuk kasus muntah yang disebabkan oleh gastritis atau
ulkus.
Tata laksana1
1. Atasi dehidrasi apabila ada
2. Pelacakan etiologi
3. Dukungan nutrisi
4. Terapi medikamentosa: obat antimuntah
Yang termasuk obat antimuntah yaitu:
- Dopamin-antagonist: domperidon dan metoklopramid
- Anti-histamin: prometazin
- Serotonin 5- HT3 antagonist: ondansetron
Obat antimuntah tidak selalu dianjurkan terutama pada gastroenteritis akut karena dapat
menimbulkan masking effect pada kelainan yang serius serta adanya efek samping yang tidak
diinginkan, misalnya letargi, gerakan ekstrapiramidal dan efek samping yang sering dihubungkan
dengan sindrom Reye. Antimuntah dapat diberikan untuk mengurangi efek samping obat anti-
neoplasma. Biasanya digunakan ondansetron intravena dengan dosis 0,15 mg/kgBB, diberikan
setiap 8 jam secara perlahan dalam 15 menit, maksimal 24-32 mg/hari. Ondansetron dapat juga
diberikan secara oral dengan dosis 0,1-0,2 mg/kgBB diberikan setiap 6-12 jam.1

Indikasi rawat1
1. Dehidrasi berat
2. Muntah bedah (muntah akibat kelainan bedah)
3. Muntah yang belum diketahui sebabnya

Tabel 1. Pendekatan etiologi muntah berdasarkan usia1

Neonatus Bayi Anak Remaja

Infeksi Sepsis Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteritis

Meningitis Meningitis Otitis media Sinusitis

ISK Otitis media Sinusitis Infeksi saluran napas

Infeksi saluran ISK


napas

ISK

Anatomi/ Atresia dan webs Hypertrophic Intususepsi Obstruksi akibat ulkus

obstruksi Duplikasi pyloric stenosis Hernia inguinal peptikum

Malrotasi/volvulus Inguinal hernia Bezoar Hernia inguinal

Hirschsprung Hirschsprung Bezoar

disease disease Sindrom arteri me-

Meconium ileus/ Intususepsi senterika superior

plug

Gastrointestinal Necrotizing Gastritis Gastritis Gastritis

enterocolitis Appendicitis Appendicitis, Pankreatitis

Overfeeding Pankreatitis Hepatitis

Sindrom pseudo- Hepatitis Diskinesia kandung

obstruksi empedu

Neurologis Hematom Hematom subdural Cedera kepala Cedera kepala

subdural, Neoplasma Neoplasma

Cedera kepala Migrain Migrain

Hidrosefalus Sindrom Reye

Metabolik/ Organic acidemias Intoleransi/ alergi DM DM

endokrin Amino acidemias makanan Kehamilan

Urea cycle defects MCAD Porfiria intermiten akut

Galaktosemia Uremia Toksin/Obat-obatan

Hiperkalsemia CAH Psikologis/bulimia

Keterangan: ISK: Infeksi saluran kemih; HPS: Hypertrophic pyloric stenosis; MCAD: medium-chain acyl

dehydrogenase deficiency; CAH: Congenital adrenal hyperplasia; DM: Diabetes mellitus


Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang,
dan berat. Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik,
isotonik dan hipertonik. 2

Pada dehidrasi berat, volume darah akan berkurang sehingga dapat terjadi renjatan
hippovolemik dengan gejala-gejala: denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, dan
tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun. Akibat dehidrasi, diuresis
akan berkurang sehingga terjadi oliguria bahkan anuria. Bila sudah terdapat asidosis metabolik,
penderita akan tampak pucat dengan pernapasan yang cepat dan dalam (napas Kussmaul). 2

simptom Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,


tanpa dehidrasi sedang, kehilangan kehilangan BB >9%
kehilangan BB < BB 3-9%
3%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak


irritable saadar

Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardi, bradikardi


pada kasus berat

Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak teraba

Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam

Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong

Air mata Ada Berkurang Tidak ada

Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali Kembali <2 detik Kembali > 2 detik

Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal

Extremitas Hangat Dingin Dingin, mottled, sianotik

Kencing Normal berkurang Minimal

Asidosis metabolik dapat terjadi karena: kehilangan NaHCO3 melalui tinja; ketosis
kelaparan; produk-produk metabolik yang bersifat asam yang tidak dapat dikeluarkan (karena
oligouria atau anuria); berpindahnya ion natrium dari CES ke CIS; penimbunan asam laktat
(anoksia jaringan tubuh). 2
Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium dalam plasma
berkurang dari 130 mEq/l, dehidrasi isotonik bila kadar natrium dalam plasma 130-150 mEq/l,
sedangkan dehidrasi hipertonik hipernatremia bila kadar natrium dalam plasma lebih dari 150
mEq/l. Pada dehidrasi isotonik dan hipotonik penderita tampak tidak begitu haus, tetapi pada
penderita dengan dehidrasi hipertonik, rasa haus akan nyata sekali dan sering disertai kelainan
neurologis seperti kejang, hiperfleksi dan kesadaran menurun, sedangkan turgor dan tonus tidak
terlalu buruk. 2

II. Bronchopneumonia

Pada masa yang lalu pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia tipikal yang
disebabkan oleh Str. pneumonia dan atipikal yang disebabkan kuman atipik seperti halnya M.
pneumoniae. Kemudian ternyata manifestasi dari patogen lain seperti H. influenzae, S. aureus dan
bakteri Gram negatif memberikan sindrom klinik yang identik dengan pneumonia oleh Str.
Pneumonia, dan bakteri lain dan virus dapat menimbulkan gambaran yang sama dengan pneumonia
oleh M. pneumoniae. Sebaliknya Legionella spp dan virus dapat memberikan gambaran pneumonia
yang bervariasi luas.3

Pada perkembangannya pengelolaan pneumonia telah dikelompokkan pneumonia yang


terjadi di rumah sakit-Pneumonia Nosokomial (PN) kepada kelompok pneumonia yang
berhubungan dengan pemakaian ventilator (PBV) (ventilator associated pneumonia-VAP) dan yang
didapat di pusat perawatan kesehatan (PPK) (healthcare-associated pneumonia-HCAP) dan
pneumonia komunitas yang didapat di masyarakat.3

Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar. Istilah
infeksi respiratori bawah seringkali digunakan untuk mencakup penyakit bronchitis, bronkiolitis,
pneumonia atau kombinasi ketiganya. Pneumonitis adalah istilah umum untuk proses inflamasi
paru yang dapat berkaitan atau tidak dengan konsolidasi paru. Pneumonia lobaris menggambarkan
pneumonia yang terlokalisir pada satu satu atau lebih lobus paru. Pneumoni atipikal
mendeskripsikan pola selain pneumonia lobaris. Bronkopneumonia mengacu pada area bronkiolus
dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat menyebabkan obstruksi saluran respiratori
berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobules yang berdekatan.
Pneumonia interstitial mengacu pada proses inflamasi pada interstisium yang terdiri dari dinding
alveolus, kantung dan duktus alveolar serta bronkiolus. Pneumonitis interstisial khas pada infeksi
virus akut tetapi dapat juga akibat dari proses infeksi kronik.4
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut. Penyebabnya
adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun
pengaruh tidak langsung dari penyakit lain.3 Pada pneumonia sebagian besar disebabkan oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). 4
Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia,
sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus,
respiratory syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.5

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang
lebih bear dan remaja, selain bakteri tersebut sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.5

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri. Bakteri
yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophiluus influenza,
dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri ini umumnya
responsif terhadap pengobatan dengan antibiotic beta-laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia
yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik.
Pneumonia atipik terutama disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia.5

Pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat,
dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Pada umumnya, pneumonia dikatergorikan
dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin.
Selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi
(udara yang dihirup), atau dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbiacara langsung terhirup oleh orang disekitar
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan
penderita.4

Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kejadi pneumonia pada blita,
baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua (ibu), maupun lingkungan. Kondisi lingkungan
fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan perilaku penggunaan bahan bakar dapat
meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia. Hunian
yang padat penghuni, pencemaran udara dalam ruang akibat penggunaan bahan bakar padat (kayu
bakar/ arang), dan perilaku merokok dari orang tua merupakan faktor lingkungan yang dapat
meningkatkan kerentanan balita terhadap pneumonia.6

Pneumonia pada anak secara klinis sulit dibedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia bakterial awitannya
lebih cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada
pemeriksaan radiologis. Maka itu, pneumonia viral dapat ditatalaksana tanpa antibiotik, tapi
umumnya sebagian besar pasien diberikan antibiotik karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat
disingkirkan.5

Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia, yaitu: 1) pneumonia
masyarakat (community-acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat dan 2)
pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired pneumonia), bila infeksinya didapat
di RS. Selain berbeda dalam lokasi tempat terjadinya infeksi, kedua bentuk pneumonia ini juga
berbeda dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, penyakit dasar atau penaykit penyerta dan
prognosisnya. Pneumonia yang didapat di RS sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai
penyakit dasar yang sudah ada, sehingga spectrum etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi
di masyarakat. Oleh karena itu, gejala klinis, derajat beratnya penyakit, dan komplikasi yang timbul
lebih kompleks. Pneumonia yang didapat di RS memerlukan penanganan khusus sesuai dengan
penyakit dasarnya.5,7

Pneumonia komunitas adalah pneumoni yang terjadi akibat infeksi diluar RS, sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi > 48 jam atau lebih setelah dirawat di RS,
baik di ruang rawat umum maupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. PBV adalah
pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pada pusat
perawatan kesehatan (PPK) termasuk pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2 hari
atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan (nursing home atau
long-term care facility), mendapat AB intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30
hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau klinik hemodialisa.3

Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambara klinis, dan strategi
pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan
anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptoccous
group B dan bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumonia, Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia.5

Tabel 1. Etiologi Pneumonia


5

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob

Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

citomegalovirus

Herper simpleks virus

3 minggu 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza virus Ureaplasma urealyticum

Parainfluenza 1,2,3 Virus

respiratory syncytial virus Cytomegalovirus

4 bulan 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides


Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster

Influenza virus

Parainfluenza virus

respiratory syncytial virus

5 tahun remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr virus

Influenza virus

Parainfluenza Rinovirus

Varisela zoster

Rino virus

respiratory syncytial virus

Patogenesis

Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran penafasan
bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen. Dalam keadaan normal saluran nafas
mulai dari trakea ke bawah berada dalam keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan
paru-paru seperti refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks
batuk, pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru terjadi
apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.

Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan mukosiliar,
sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi
mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori,
dan imunoglobulin lain. Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas,
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu:

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.

3. Stadium III (3 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa
sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
Gambar 1. Patogenesis Pneumonia

Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak
berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih
kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika
dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi dan 22,8 %
kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius, terutama pneumonia. 5
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari
5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang. Pola bakteri penyebab pneumonia
biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada
anak terutama disebabkan oleh bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam
pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus,
streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.5
Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang
karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya dijumpai pada
awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa
batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada anak virus lebih sering menjadi penyebab daripada
bakteri. Pada infeksi bakteri harus ada infeksi kronis yang mendasari.6

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin hanya
terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan
biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Inspeksi : pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
- Palpasi : fokal fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit
- Perkusi : Sonor memendek sampai beda
- Auskultasi : Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah halus sampai
sedang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000 40.000/mm 3 dengan predominan PMN. Leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir
selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia pneumonia kadang-kadang ditemukan
eosinofilia. Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antar 300
100.000/mm3, protein > 2,5 g/dL dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan
infeksi bakteri secara pasti.5

2. Uji Serologis

Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi tipik mempunyai sensitivitas
dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi
dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B.
Peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum
fase akut dan fase konvalesen (paired sera).4

Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik.
Akan tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti Mikoplasma dan Klamidia, serta beberapa
virus seperti RSV, Sitomegalo, campak, parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan Adeno,
peningkatan antibody IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis.5

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologk untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang di rawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, specimen dapat berasal
dari usap tenggorok, secret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.
Diagnosis dikatakan definitive bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
Kecuali pada masa neonatus, kejadian bacteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang
positif. Pada pneumonia anak dilaporkan hanya 10-3-% ditemukan bakteripada kultur darah. Pada
anak besar dan remaja, specimen untuk pemeriksaan mikrobiologik dapat berasal dari sputum, baik
untuk pewarnaan gram maupun kultur. Spesimen memenuhi syarat adalah sputum yang
mengandung lebih dari 25 leukosit dan kurang dari 40 sel epitel/lapangan pada pemeriksaan
mikroskopis dengan pembesaran kecil. Spesimen dan nasofaring untuk kultur maupun untuk
deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri di
nasofaring.5

Kultur darah positif pada infeksi Mikoplasma dan Klamidia, oleh karena itu tidak rutin
dianjurkan. Pemeriksaan PCR memerlukan laboratorium yang canggih di samping tidak selalu
tersedia, hasil PCR positif pun tidak selalu menunjukkan diagnosis pasti.5

4. Pemeriksaan Rontgen Toraks


Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu
berhubungan dnegan gambara klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada
gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrate sering
memerlukan waktu yang lebih lama setelah gejala kliniks menghilang. Pada pasien dengan
pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foo rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen
toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau tindak lanjut.5

Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di Instalasi


Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Lynch dkk, mendapatkan bahwa
tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks meningkatkan sensitivitas dan spesifitas
penegakan diagnosis pneumonia pada anak.5

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing,


dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat
mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi
tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.

Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrate ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bawah lesi pneumonia
pada anak tebanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru kiri, dan
terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit yang lebih berat
dengan risiko terjadinya pleuritis lebih meningkat.5

Beberapa faktor teknis radiologis dan faktor non infeksi dapat menyebabkan gambaran
yang menyerupai pneumonia pada foto rontgen toraks.

Faktor teknis radiologis:

Intensitas sinar rendah (underpenetration)


grid pada film tidak merata
kurang inspirasi

Faktor noninfeksi:
bayangan timus
bayangan payudara
gambaran atelectasis

Gambaran atelektasis sulit dibedakan dengan gambara pneumonia pada foto rontgen toraks.
Atelekstasis disebabkan oleh berbagai penyebab seperti kompresi ekstrinsik pada bronkus
(malformasi kongenital, limfadenopati, tumor, penyakit kardiovaskular, web, atau ring) dan
obstruksi bronkial intrinsic (benda asing, edema, inflamasi, bronkomalasia atau stenosis, tumor, dan
sumbatan mukus). Di samping itu, penyakit paru noninfeksi dapat juga menyebabkan atelectasis,
misalnya penyakit membran hialin atau edema paru.5

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi


pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrate intersisial merata, dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopenumonia,
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilokokus
sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.5

Gambaran foro rontgen toraks pada pneumonia Mikoplasma sangat bervariasi. Pada beberapa
kasus terlihat sangat mirip gambaran foto rontgen pneumonia virus. Selain itu, dapat juga
ditemukan gambaran bronkopneumonia terutama di lobus bawah, infiltrate intersisial
retikulonodular bilateral, dan yang jarang adalah konsolidasi segmen atau subsegmen. Biasanya
lesi foto rontgen toraks lebih berat daripada gambaran klinisnya. Meskipun tidak terdapat
gambaran foto rontgen toraks yang khas, tetapi bila terdapat gambaran retikulonoduler fokal pada
satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh onfelso Mikoplasma. Demikian pula bila terlihat
gambaran perkabutan atau ground-glass consolidation, serta transient pseudoconsolidation karena
infiltrate intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan adanya infeksi Mikoplasma. Gambaran
radiologis pneumonia Klamidia sulit dibedakan dengan pneumonia Mikoplasma.5

Meskipun terdapat beberapa pola yang memberikan kecenderungan, secara umum gambaran
foto rontgen toraks tidak dapat membedakan secara pasti antar pneumonia virus, bakteri,
Mikoplasma, atau campuran mikroorganisme tersebut.3

Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis merupakan


dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,
sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipneu, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas yang melemah.5

Akibat tingginya angka morboditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka dalam
upaya penangulangannya, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi napas cepat, sesak napas, dan berabagai tanda
berbahayaagar anak segera dirujuk ke pelayanan kesehatan. Napas cepat dinilai engan menghitung
frekuensi napas seama saru menit penuh ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai
dengan melihat adanya tarikan dnding dada bagian bawah ke dalam ketika menarik naoas (retraksi
epigastrium). Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya pada bayi berusia dibawah 2 bulan
adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.5

Klasifikasi bronkopneumonia:

- Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
- Bronkopneumonia : Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
a. 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
b. 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
c. 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun.

Tidak perlu dirawat, berikan antibiotic oral

- Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu di rawat-inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan
usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang
sesuai, serat tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian carian intravenam terapi
oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk
nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti
efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi
harus dipantau dan diatasi.5

Penggunaan antibiotic yang tepat merupakan kunci utama keberhasikan pengobatan. Terapi
antibiotic harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri.5

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya
uji mikrobiologis cepar, Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan pada kemungkinan etiologi
penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.5

Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia ringan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan antibiotik
tunggal oral dengan efektifitas mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan menemukan
bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua kali sehari
mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang dibeikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB sulfametoksazol.5Makrolid, baik
eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta-laktam untuk
pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.
pneumonia dengan bakteri atipik.5

Pneumonia rawat inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-laktam dan kloramfenikol,
dpat diberikan antibiotic lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien
dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal.5

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis, antibiotic
yan direkomendasikan adalah antibiotic spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat
dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotik dapat
diganti dengan antibiotic oral selama 10 hari.5
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotic
beta-laktam dengan/atau tanpa klavulanat, pada kasus yang lebih berat diberikan beta-
laktam/klavlanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi
ketiga. Bila pasien sudahtidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotic diganti dengan
antibiotik oral dan berobat jalan.5

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic beta-laktam,


ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk, melaporkan
hasil perbandingan pemberian antibiotic pada anak dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan.
Antibiotik yang dibandingkan adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4
jam) dan kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50 mg/kgBB setiap
12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata memilki efektivitas yang sama.5

Akan tetapi, banyak peneliti melaporkan resistensi Streptococcus pneumoniae dan


Haemophilus influenza mikroorganisme paling penting penyebab pneumonia pada anak terhadap
kloramfenikol.5

Komplikasi

Pneumonia bakterial seringkali menyebabkan cairan inflamasi terkumpul di ruang pleura,


kondisi ini mengakibatkan efusi parapneumonik atau apabila cairan tersebut purulen disebut
empiema. Efusi dalam jumlah kecil tidak memerlukan terapi. Efusi dalam jumlah besar akan
membatasi pernapasan dan harus dilakukan tindakan drainase. Diseksi udara di antara jaringan paru
mengakibatkan timbulnya pneumatokel, atau timbulnya kantung udara. Jaringan parut pada saluran
respiratori dan dan parenkim paru akan menyebabkan terjadinya dilatasi bronkus dan
mengakibatkan bronkiektasis dan peningkatan risiko terjadinya infeksi berulang.6

Pneumonia yang menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan paru dapat menyebabkan


terjadinya abses paru. Abses paru merupakan kasus yang jarang terjadi pada anak dan umumnya
disebabkan oleh aspirasi pneumonia atau infeksi di belakang brokus yang mengalami obstruksi.
Lokasi yang seringkali terkena adalah segmen superior lobus inferior, dimana materi yang
teraspirasi terlokalisir saat anak meminum sesuatu yang mengakibatkan aspirasi. Bakteri yang
biasanya mendominasi adalah bakteri anaerob, bersama dengan bakteri Streptococcus, E. Colli,
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Pemeriksaan rontgen
toraks atau CT-Scan akan menunjukkan adanya lesi kavitas, seringkali dengan adanya air fluid
level yang diliputi oleh inflamasi parenkim. Apabila kavitas tersebut terhubung dengan bronkus,
maka kuman dapat diisolasi dari sputum. Bronkoskopi diagnostic sebaiknya dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing dan untuk mengambil specimen mikrobiologi.
Abses paru umumnya merespons pemberian terapi antimikroba dengan klindamisin, penisilin G
atau ampisilin sulbaktam.6

Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia denagn cepat dan sembuh sempurna,
walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi
normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat
berulang. Pada kasus seperti ini, kemunkinan adanya penyakit lain yang harus diinvestigasi lebih
lanjut, seperti dengan uji tuberculin, pemeriksaan hidroklorida keringat untuk penyakit kistik
fibrosis, pemeriksaan immunoglobulin serum dan determinasi sub kelas igG, bronkoskopi untuk
identifikasi kelainan anatomis arau mencari benda asing, dan pemeriksaan barium meal untuk
mencari refluks gastroesofageal.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi A.H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Edisi ke-2. Jakarta. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia; 2011. H.184-8.
2. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h. 283-7.
3. Dahlan Z. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h. 1608-10.
4. Anwar A, Dharmayanti I. Pneumonia pada anak balita di Indonesia. Jakarta : Kesmas, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8, Mei 2014.
5. Said M. Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013.h. 350-64.
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Ilmu kesehatan anak esensial. Singapura:
Elsevier; 2014.h. 527-34,
7. Fadhila A. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia pada pasien bayi laki-laki
berusia 6 bulan. Lampung: Medula, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai