Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regenerativ. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan
penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan
regenerasi nodularis parenkim hati.

Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sementara di


negara maju, sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien yang
berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Angka kejadian sirosis hepatis
dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara Barat, sedangkan di Amerika diperkirakan 360 per
100.000 penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun.

Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatitis C (26%), penyakit hati alkoholik
(21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik (18%), hepatitis B yang
bersamaan dengan hepatitis D (15%) dan penyebab lain (5%). Data WHO (2008) menyebutkan
bahwa diperkirakan 3-4 juta orang terinfeksi dengan virus hepatitis C (VHC) setiap tahun.
Sekitar 130-170 juta orang terinfeksi kronis VHC dan berisiko menjadi sirosis hepatis dan/atau
kanker hati. Penyebab sirosis hepatis di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan C.
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar
40-50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol
sebagai penyebab sirosis hepatis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum
ada datanya (Nurdjannah, 2009). Risiko sirosis pada pasien dengan infeksi hepatitis C kronik
dapat diperburuk oleh konsumsi alkohol yang berlebihan (Mukherjee, 2011).

Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita (2,4-5:1)
(Sihotang, 2010). Walaupun belum ada data resmi nasional tentang sirosis hepatis di Indonesia,
namun dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan

1
prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau
rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat di bangsal. Di Medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian
penyakit dalam (Nurdjannah, 2009).
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adaya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai dengan gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari hepatitis kronis dan
pada atu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.

2
BAB II

TINJAU PUSTAKA

2.1 Anatomi Hati


Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh manusia dengan berat kurang lebih 1,5 kg.
Hati adalah organ viseral terbesar dan terletak di bawah kerangka iga. Hepar berstruktur lunak,
lentur dan terletak di atas cavitas abdominalis tepat di bawah diapheagma. Sebagian besar hepar
terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari
pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang kesebelah kiri untuk mencapai
hemidiaphragma.
Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuarq
ke vena hepitacae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi
cabang-cabang arteri hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choleduchus.
Darah arteri dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinosoid dan dialirkan ke vena
centralis.
2.2 Fisiologi Hati
1. Metabolisme Karbohidrat
Fungsi hati dalam metabolisme karbohidrat adalah menyimpan glokogen dalam jumlah
besar, mengkonversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukogenesis, dan
membentuk banyak senyawa kimia yang penting dari hasil perantara metabolisme
karbohidrat.
2. Metabolisme Lemak
Fungsi hati yang berkaitan dengan metabolisme lemak, antara lain: mengoksidasi asam
lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain, membnetuk sebagian besar
kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein, membentuk lemak dari protein dan karbohidrat.
3. Metabolisme protein
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah deminasi asam amino, pembentukan
ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma, dan
interkonversi beragam asam amino dan membentuk senyawalain dari asam amino.
4. Lain-lain
Fungsi hati yang lain diantaranya hati merupakan tempat penyimpanan vitamin, hati
sebagai tempat menyimpan besi dalam bentuk feretin, hati membentuk zat-zat yang
digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah banyak dan hati mengeluarkan obat-
obtan, hormon dan zat lain.

3
2.3 Definisi

Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari
lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul hepatosit. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.20 Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati yang akan
menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya
penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya
menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul,
dan terasa nyeri bila ditekan

2.4 Klasifikasi Dan Etiologi

Sirosis secara monvensional diklasiifikasikan sebagai makronodular ( besar nodul >3mm)


atau mikronodular ( nodulus <3 mm) atau campuran mikro atau makro nodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologis, fungsional namun hal ini kurang memuaskan. Sebagaian
besar jenis sirosis dapat di klasifikasikan secara etiologi dan morfologis menjadi:

1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan poshepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. kardiak
5. Metabolic, keturunan dan keterkaitan obat.

Etiologi sirosis hati disajikan dalam table 1. Di Negara barat tersering akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis hepatis sebesar 40-50%, dan virus
hepatitis C sebanyak 30-40%, sedangkan 10-20% penyebab tidak diketahui dan termasuk
kelompok virus bukan hepatitis C dan B. Alkohol Sebagai penyebab sirosis di Indonesia
mungkin frekuensinya kecil karena belum ada datanya.

4
2.5 Epidemiologi

Menurut National Center for Health Statistics (2014), di Amerika Serikat proporsi penduduk
yang mengkonsumsi alkohol pada usia diatas 12 tahun pada tahun 2012 adalah 52,1%. Menurut
National Vital Statistics Reports (2013), di Amerika Serikat pada tahun 2010, penyakit hati
kronik dan Sirosis hati menempati peringkat kedua belas penyebab kematian dengan jumlah
kasus 31.903, dengan jumlah kasus pada laki.
Lebih dari 40% pasien sirosisi asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan kesehatan rutin pada waktu autopsi. Keseluruhan insidnsi sirosis hepatis di Amerika
diperkirakan 360 per 200.000 penduduk. Penyebab sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik
maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan
menyebabkan nonalkoholik seatohepatitis dan berakhir dengan sirosis hati prevalensi 0,3%.
Prevalensi sirosis hati akibat alkohol steatohepatitis akibat alkoholik dikabarkan 0,3% juga.
Di Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya beberapa laporan dari RS
Pendidikan saja. Di RS Dr Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosisi hati berkisar 4,% dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu <1 tahun ini (2004). Di
Medan dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh
pasien di Penyakit Dalam. Hasil penelitian Sibuea (2014) di RSU Pusat Haji Adam Malik Medan
tahun 2012 menemukan 102 orang penderita Sirosis hati dengan jumlah kematian 9 orang
dengan CFR 8,8%. Hasil penelitian Siregar (2008) di RSU Dr. PringadiMedan tahun 2002-2006
menemukan 669 orang penderita Sirosis hati, dengan rincian 116 orang pada tahun 2002 (CFR
17,3%), 159 orang pada tahun 2003 (23,8%), 121 orang pada tahun 2004 (18,1%), 135 orang
pada tahun 2005 (20,2%), dan 138 orang pada tahun 2006 (20,6%).

2.6 Patologi Dan Patogenesis

Sirosis alkohol atau secara histori disebut sirosis laennac ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regenerativ.
sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol adalah 1)
perlemakan hati, 2) hepatitis alkoholik, 3) sirosis alkoholik.

5
Tabel 1 sebab-sebab sirosis penyakit hati kronik

Penyakit infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Hepatitis virus
Toksoplasmosis

Penyakit keturunan dan metabolic


Defisiensi 1-antitripsin
Penyakit Wilson
Hemokromatosis
Galaktosemia
Penyakit gautcher
Obat dan toksin
Alcohol
Amiodaron
Arsenic
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non nalkoholik
Kolangitis sclerosis primer

Penyebab lain atau tidak terbukti


Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Sarkoidosis

6
2.7 Perlemakan hati alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati, hepatosi teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma
berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membrane sel.

2.8 Hepatitis alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi ditempat
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periporta dan perisentral timbul septa
jaringan ikat seperti jaringan yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.
Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi masa kecil sel hati yang masih ada yang
kemungkinan mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel
yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil,
berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. Mekanisme cedera hati
alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanisme yang berikut: 1) hipoksia sentrilobular,
metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia
relative dan cedera sel di daerah yang semakin jauh dari aliran darah yang teroksigenasi. (missal
daerah perisentral). 2) infiltrasi atau aktifasi neutrophil, teerjadi pelepasan chemoattracctants
neutrophil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
neutrophil dari neutrophil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease
dan sitokin. 3) formasi acetaldehydeprotein adducts berperan sebagai neoantigen, dan
menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi spesifik yang menyerang hepatosit
pembawa antigen ini. 4) pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism
etanol, disebut system yang mngoksidasi enzim microsomal.

Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain faktor nekrosis tumor,
interleukin -1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktivasi sel stelata tetapi
bukan sesuatu faktor patogenik utama pada pada fibrosis alkoholik.

2.9 Sirosis hati pasca nekrosis

Gambaran patologi hati biasanya biasa mengkerut, terbentuk tidak teratur dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik

7
konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah
besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur .

Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
steleata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan
matriks extraseluler dan proses degenerasi. Pembentukan fibrosis menunjukan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus ( misal sel
hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel steleata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stelata,
dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jarringan ikat.

2.10 Maninfestasi Klinis

Gejala-gejala sirosis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis
(kompensata) melipui perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang , perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
ginokomastia, hilangnya dorongan seksual. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata) gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
gangguan siklus haid, icterus dan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah, melena
serta perubahan mental, melputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung , agitasi, sampai koma.
Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi
hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis
hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.Gejala dan tanda dari kelainan
fundamental ini dapat dilihat di tabel 2.2

8
Tabel 2.2 Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta

Ikterus Varises esophagus/cardia


Spider naevi Splenomegali
Ginekomastisia Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin Ascites
Kerontokan bulu ketiak Hemoroid
Ascites Caput medusa
Eritema palmaris
White nail

2.11 Temuan klinis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma spider angiomata yaitu suatu lesi yang
dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas.
Mekanisme terjadinya tidak diketahui. Ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol dan testosterone bebas. Tanda ini juga bias ditemukan selama hamil, malnutrisi berat.

Eritema palmaris , warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini
juga dikaitkan dengan peningkatan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini juga
tidak spesifik pada sirosis ditemukan pula pada kehamilan , arthritis rheumatoid, hipotiroidisme,
dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku muchrche burupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal
kuku . mekanisme juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga
bia ditemukan pada kondisi hipoalbumin. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi
hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.

Kontraktur depuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari
yang berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda
ini juga bias ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik dan perokok
yang juga mengkonsumsi alcohol.

9
Ginekomastia secara histologi berupa proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-
laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juuga hilangnya
rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feminisme. Kebalikannya kepada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase
menoupose. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan imfertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegaly ukuran hati yang sirotik
bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan
nodular.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkohlik.


Pembesaran ini mengakibatkan kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites
penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbumin. Caput
medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum- bau nafas yang khas pada pasien
sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang
berat.

Icterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila kadar bilirubin
kurang 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti teh. Asterixis-bolateral tetapi
tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:

Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar


Batu pada vesika felea akibat hemolysis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder
infiltrasi lemak, fibrosis, edem.

Diabetes mellitus dialmi 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak
adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas.

2.12 Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrening untuk evaluasi keluhan spesifik.

10
Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin dan waktu protrombin.

Aspartat Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT) dan
Alanine Aminotransferase (ALT) Atau Serum Glutamil Piruvat Transminase (SGPT) meningkat
tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal
tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Alkali phosphatase meningkat kurang dari 2 sampai 3
kali harga batas normal atas. Kadar yang tinggi bias fitemukan pada pasien kolangitis sclerosis
primer dan sirosis bilier primer. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) kadarnya seperti halnya
akali phosatase pada penyakit hati. Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik., karena
alkohl selain menginduksi GGT microsomal hepatic, juga menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.

Bilirubin kadarnya bias normal pada sirosis hati, adarnya menurun sesuai perburukan
sirosis. Globulin kadarnya meningkat pada sirosi. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri
dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi produksi imunologi .
Waktu protrombin mencerminkan derajat tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis
memanjang.

Natrium serum terus menerus terutama pada sirosis dengan asites dekaitkan dengan
ketidakmampuan ksresi air bebas. Kelainan hematologi-anemi penyebab bias bermacam-macam
anemia normokron, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia leukopenia dan neutropenia akibat splenomegaly kongestif yang berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme

Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaan non
invasive dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bias dinilai
dengan USG deengan meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya
massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irreguler dan adanya
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bias melihat asites, splenomegaly,
thrombosis vena porta dan pelebaran vena porta serta skrining adanya karsinoma hati pada
pasien sirosis. Tomografi komputerisasiinformasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan

11
karena biayanya mahal. Magnetik resonance imaging peranannya tidak jelas dalam mendiagnosa
sirosis selain mahal biayanya.

2.13Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis


sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bias ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat., laboratorium biokimia atau serologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisi, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati
atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis
hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-
tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

2.14 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya . kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganana komplikasinya. Komplikasi yang sering
dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan , yaitu infeksi ccairan asites oleh jenis bakteri
tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala namun dapat
timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindrom hepatorenal, terjadi ganggaun fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan urem, kreatinin tanPa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada peenurunan perfusi ginjal yang
berkaibat pada penurunan filtrasi glomerulus salah satu maninfestasi hipertensi portal adalah
varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang
menimbulkan perdarahan. Angka kmatian sangat tinggi, sebanyak duapertiga akan meninggal
dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untk menanggulangi varises ini dengan
beberapa cara.

Ensefalopati hepatic merupakan kelainan neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula


gangguan tidur (insomnia dan hypersomnia) selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang
berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terjadi hidrothoraks dan hipertensi
portopulmonal.

12
2.15 Penatalaksanaan sirosis hepatis

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi proses


penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bias menamba kerusaka hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung
protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi


kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya:

1) alcohol dan bahan bahan lain yang tksik yang dapat mencedrai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetamibofen, kolkisin, dan obat herbal bias mnghambat kolinergik.

2) Hepatitis nautoimun: bisa diberikan steroid atau imunosupresi

Hemokromatosis ,flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dann diulang
sesuai kebutuhan. Penyakit hati nonalkoholik: menurunkan berat badan akan mencegah
terjadinya sirosis. Hepatitis virus B, interferon alfa dan lamivudine meruaka terapi utama.
Lamivudine sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu
tahun.namun pemberian lamivudine setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga
terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu
selama 4-6 bulan, namun ternyata juaga banyak yang kambuh.

3) Hepatitis virus C kronik : Kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi


standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.

pengobatan fibrosis hati : pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Dimasa datang, menempatkan sel stelata bias merupakan
salah satu pilihan. interferon mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis.
Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain iu, juga obat-obatan
herbal juga sedang dalam penelitian.

13
2.16 Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasikan sengan obat-obatan diuretic . awalnya
dengan pemberian spironolactone dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretic bias
dimonotor dengan penurunan berat badan 0,5 kg / hari. Tanpa adanya edem kaki atau 1kg/hari
dengan adanya edem kaki. Bilamana pemberian spironolactone tidak adekuat bisa
dikombinasikan dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemide bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respon. Maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakuka
bila asites sagant besar . pengeluaran asites bisa higga 4-6 liter dan di lindungi dengan
pemberian albumin.

Ensefalopati hepatic : lactulose membantu asien untuk mengekuarkan ammonia .


neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri unsus oenghasil ammonia. Diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg beratbadan perhari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.

Varises besofagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan penyekat beta
(propranolol). waktu perdarahan akut bisa diberikan preparat somastotatin atau okreotid.
Diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligase endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan: diberikan antibiotic seperti sefotaksim intravena, amoksilin,


dan aminoglikosida. Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulsi darah hati. mengatur
keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati: terapi definitive pada pasien sirosis
dekompensta. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada abeberapa kriteria yang harus
dipenuhi resipen dahulu.

2.17 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor , meliputi eiologi,


beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang meyertai. Klasifikasi child pugh juga
menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisis. Klasifikasi ini terdiri
dari child A,B,C dan berturut-turut 100,80, dan 45% . Penilaian prognosis yang terbaru adalah

14
model for end stage liver disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan
transplantasi hati

Tabel 2.3 , Klasifikasi child psien sirosis hati dalam terminology cadangan fungsi hati

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat


Bil serum (mu.mol/dl) <35 35-50 >50
Alb serum >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/Ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna baik Kurus/kurang

Class A, 5-6 point; Class B, 7-9 point; Class C, 10-15 point


Dengan hubungannya dengan kemungkinan kematian pada tindakan operasi pada nonshunt
surgery dan intra abdominal surgery :

Class A : tanpa gangguan fungsi hati, respon normal untuk semua operasi, kemampuan
regenerasi hati normal.
Class B : ada beberapa gangguan pada fungsi hati, tidak ada perubahan respon pada semua
jenis operasi tetapi toleransinya dapat membaik dengan persiapan preoperatif yang baik, terdapat
keterbatasan regenerasi hati dan merupakan kontraindikasi untuk reseksi hati yang luas.
Class C : gangguan yang berat pada fungsi hati, respon yang buruk pada semua jenis operasi
meskipun telah dipersiapkan dengan baik, kontraindikasi untuk reseksi hati.

2.18 Hipertensi Porta

Hipertensi porta didefinisikan sebagai penigkatan gradien tekanan vena hepatik gradien
tekanan vena hepatik (hepatic venous presure gradient, HVPG) menjadi > 5mm Hg. Hipertensi
porta disebabkan oleh kombinasi dua proses hemodinamik yang berlangsung bersamaan.

1) meningkatnya resistensi intrahati terhadap aliran darah melalui hati akbat sirosis dan nodus-
nodus regeneratif.

15
2) meninkatnya aliran darah splanknik. hipertensi porta merupakan penyebab langsung dua
penyebab langsung dua penyulit utama sirosis ,perdarahan varises dan aseites. perdarahan varises
merupakan masalah yang langsung mengancam jiwa dngan angka kematian 20-30% untuk setiap
kali episode perdarahan.sistem vena porta dalam dalam keadaan normal mengalirkan darah dari
lambung,usus, limpa, pankreas, dan kandung empedu, dan vena porta dibentuk oleh penyatuan
vena mesentrika superior bersama dengan darah caput pankreas, kolon ascendens, dan sebagian
darikolon transversus. sebaliknya vena splenika mengairkan darah dari limpa dan pankreas serta
bergabung dengan vena mesenterka inferior, yang membawa darah dari kolon transversus dan
descendens serta dari dua pertiga superio rektum. karena itu vena pora normalnya menerima
darah dari hampir seluruh saluran cerna.

Penyebab hipertensi porta biasanya disubkategorisasi menjadi prahati, intrahati dan


pascahati. Table 2.4 klasifikasi hipertensi porta

klasifikasi hipertensi porta


Prahati
thrombosis vena porta
thrombosis vena lienalis
splenonomegali massif
Hati
Prasinusoid
Skistosimiasis
Fibrosis hati kongenital
Sirosis
Hepatitis
Pascasinusoid
Pasca hati
Sindrom budd-chiari
Jarring vena cava inferior
Kausa jantung
Pericarditis konstriktif

16
Kausa prahati hipertensi porta adalah yang mengenai system vena porta sebelum vena
tersebut masuk kedalam hati, kausa tersebut mencakup thrombosis vena porta dan thrombosis
vena lienalis. Kausa pasca hati mencakup thrombosis vena porta dan thrombosis vena lienalis.
Kausa dan drainase vena je jantung ini mencakup BCS, penyakit vena-oklusi dan kongesti
jantung sisi kanan kronik. Kausa intrahatimenyebabkan lebih dari 95% kasus hipertensi porta
dan diawali oleh bentuk-bentuk utama sirosis. Kausa intrahati hipertensi porta dapat dibagi lebih
lanjut menjadi kausa prasinosoid, sinusoid dan pascasinosoid. Kausa pascasinusoid mencakup
fibrosis hati kongenital dan skistosomiasis. Kausa sinusoid berkaitan dengan sirosis oleh
berbagai sebab.

Sirosis adalah kausa tersering hipertensi porta di amerika serikat, dan hipertensi porta
yang secara klinis signifikan tedapat pada >60% pasien dengan sirosis. Obstruksi vena porta
mungkin bersifat idiopatik atau berkaitan dengan sirosis atau infeksi, pankreatitis trauma
abdomen. Gangguan koagulasi yang dapat menyebabka terjadinya thrombosis vena porta
mencakup polisetemia vera, trombositositosis esensial, defisiensi protein C, protein S,
antitrombin 3, dan faktor V leiden, dan kelainan pada gen yang mengatur produksi protrombin.
Sebagai pasien mungkin mengidap gangguan mieloproliferatif subklinis.

2.19 Gambaran Klinis

Tiga penyakit primer hipertensi porta adalah varises gastroesofagus disertai perdarahan,
asites, dan hipeersplenisme. Karena itu,pasien mungki8n dating dengan perdarahansaluran cerna
atas, yang pada endoskopi ternyata disebabkan oleh varises esophagus atau lambung, dan
timbulnya sites disertai edem perifer atau dengan pembesaran limpa disertai penurunan trombosit
dan sel darah putih pada pemeriksaan laboratorium laborium rutin.

2.20 Ensefalopati Hati

Ensefalopati portosistemik adalah penyulit serius nyakit hati kronik dan secara luas
didefinisikan sebagai perubahan status mental dan fungsi kognitif yang terjadi pda pasien yang
gagal hati. Pada cedera hati akut dengan gagal hati fulminant, timbulnya ensefalopati merupakan
persyaratan untuk menegakkan diagnosis penyakit fulminant. Ensefalopati jauh lebih sering
dijumpai pada pasien dengan penyakit hati kronik. Berbagai neurotoksin yang berasal dari usus
yang tidak dibersihkan oleh hati menglir ke otak dan menyebabkan gejala yang kita kenal

17
sebagai ensefalopati hati. Kadar ammonia meningkat pada pasien dengan ensefalopati hati.
Tetapi korelasi antara keparahan penyakit dan puncak kadar ammonia biasanya rendah, dan
sebagian besar ahli patologi tidak mengandalkan ammonia untuk menegakkan diagnosis.
Senyawa dan metabolic lain yang mencakup bebrapa neurotransmitter semu dan golongan
merkaptan.

2.21 Gambaran klinis

Pada pasien sirosis ensefalopati sering terjadi akibat proses pemicu tertentu misalnya,
hypokalemia, infeksi, peningkatan asupan protein dalam makanan, atau gangguan elektrolit.
Pasien mungkin mengalami disorientasi atau perubahan kpribadian. Mereka kadang mengalami
disorientasi atau memperlihatkan perubahan kepribadian. Mereka kadang menjadi cukup kasar
dan sulit diatasi. Namun mungkin pasien bisa menjadi sangat mengantuk dan sulit dibangunkan.
Karena sering terjadi, kejadian pemicu perlu dicari adanya tanda-tanda perdarahan saluran cerna
dan pasien harus mendapatkan dehidrasi yang memadai.

2.22 Terapi Ensefalopati Hati

Terapi bersifat multifaktor dan mencakup penatalaksanaan faktor-faktor pencetus diatas.


Kadang hanya dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit yang diperlukan. Hal pokok
dalam penatalaksanaan ensefalopati selain koreksi faktor pemicu, adalah pemberian laktulosa,
suatu disakarida yang tidak diserap dan menyebabkan pengasaman kolon. Terjadi katartis, yang
ikut berperan mengeluarkan produk bernitrogen di usus yang menyebabkan timbulnya
ensefalopati. Tujuan pemberian laktulosa adalah pengeluaran tinja lunak 2-3 kali sehari. Pasien
diminta menyesuaikan jumlah laktulosa yang ditelan untuk mencapai efek diatas. Antibiotic yang
kurang dierap sering digunakan sebagai tambahan bagi pasien yang kesulitan menggunakan
laktulosa. Pemberian neomisin dan metronidazole secara bergantian sering dilakukan untuk
mengurangi efek samping masing-masing obat, neomisisn untuk insufisiensi ginjaldan
otoksisitas, metronidazole untuk neuropati perifer.

18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS

Nama : Tn. Kasmiran


Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjan : Kuli Bangunan
Alamat : Jl. Sidodadi Kec. Langsa Lama
Suku : Jawa
Tanggal Masuk : 25 Februari 2017 Pukul : 04:30 WIB

3.2 ANAMNESA

Keluhan utama : Nyeri perut dan perut semakin membesar


Telaah :
Pasien datang ke RSUD Langsa di antar oleh keluarganya dengan mengeluhkan
nyeri perut dan perut membesar sejak 5 bulan yang lalu dan keluhan memberat sejak 19 hari ini.
Sebelumnya pada tanggal 7 februari perut pasien juga makin membesar dan telah dilakukan
fungsi asites. Pembesaran perut tanpa diawali pembengkakan pada kedua tungkai dan sembab
kedua mata pada pagi hari. Nyeri perut dirasakan di semua bagian abdomen dan dan os juga
mengeluhkan bagian perut terasa panas. Os juga mengeluhkan lemas, sakit kepala (+), demam
ada, demam naik turun dan disertai dengan menggigil, penurunan nafsu makan (+), penurunan
berat badan (+) gangguan tidur yang memberat sejak 3 hari ini, perdarahan gusi (-), mual (+),
muntah (-), muntah darah (-), tremor (+) cemas (+), nyeri ulu hati (+), nyeri dada (+). Tidak
didapati pembesaran buah dada. BAK sedikit dan berwarna teh pekat. BAB ada keluar darah
yang tidak bercampur tinja.

19
Riwayat Penyakit Keluarga :
Ada, adek os menderita tumor di wajah
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Hepatitis
Riwayat Pemakaian obat :
Tidak Ada
Riwayat Sosial dan Kebiasaan :
Pasien adalah seorang kuli bangunan, merokok (+), alkohol (-).

ANAMNESA ORGAN

Jantung Tidak Ada Kelainan Tulang Tidak Ada Kelainan


Sirkulasi Tidak Ada kelainan Otot Tidak Ada Kelainan
Saluran Pernafasan Ada Kelainan Darah Tidak Ada Kelainan
Ginjal dan Saluran Ada Kelainan Endokrin Tidak Ada Kelainan
Kencing
Saluran Cerna Tidak Ada Kelainan Genetalia Tidak Ada Kelainan
Hati dan Saluran Ada Kelainan Panca indra Tidak Ada Kelainan
Empedu
Sendi Tidak Ada Kelainan Psikis Ada Kelainan

KEADAAN UMUM

STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT

KU : Tampak lemas Anemia : Ada


Sensorium : Compos mentis Edema : Tidak Ada
Tekanan Darah : 170/80 mmHg Ikterus : Ada
Temperature : 37,0 Eritema : Ada
Pernafasan : 24 x/menit Sianosis : Tidak ada
Nadi : 80 x/menit Turgor : Tidak ada
Berat Badan : 40 kg Dispneu : Tidak ada
Tinggi Badan : 173 cm Sikap tidur paksa : Tidak ada

20
KEADAAN GIZI

Berat Badan : 40 kg
Tinggi Badan : 173 cm
Relative Body Weight (RBW)

: 100
40
: 173100x100% = 55 % ( Gizi Buruk)

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

KEPALA LEHER

Inspeksi Inspeksi
Rambut : Hitam, Distribusi merata Struma : Tidak ada kelainan
Wajah : Tidak Ada kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ada kelainan
Alis mata : Tidak ada kelainan Posisi trakea : Midline
Bulu mata : Tidak ada kelainan
Mata : Anemis (+/+), ikterik (+/+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Beslaq (+)

THORAX

THORAX DEPAN THORAX BELAKANG

Inspeksi Inspeksi
Paru Paru
- Bentuk : Simetris - Bentuk : Simetris
- Otot bantu nafas : Tidak ada - Otot bantu nafas : Tidak Ada
- Venektasi : Tidak ditemukan - Venektasi : Tidak ditemukan
Jantung Palpasi
- Ictus cordis : Tidak terlihat Paru
- Fremitus taktil : Kanan = Kiri

21
Palpasi Perkusi
Paru Paru : Seluruh lapangan paru sonor
- Fremitus taktil : Kanan = Kiri Auskultasi
- Suara pernafasan : Vesikuler (+/+)
Jantung
- Ictus cordis : Tidak teraba - Suara tambahan : Ronki (-/-),
Perkusi wheezing (-/-)
Paru : Seluruh lapangan paru sonor
- Batas Relatif : ICS V linea midclavicula
dextra
- Batas Absolut : ICS VI linea
midclavicula dextra
Jantung : Redup
- Batas jantung atas : ICS II linea
parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri : ICS V 1 jari ke
medial linea midclavicularis sinistra
- Batas jantung kanan : ICS V linea para
parasternalis dextra
Auskultasi
Paru
- Suara pernafasan : Vesikuler (+/+)
- Suara tambahan : Ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
- Bunyi Jantung : BJ I > BJ II
- Bunyi Jantung Tambahan : Tidak Ada

ABDOMEN GENITALIA

Inspeksi Tidak dilakukan pemeriksaan


Distensi(+), venektasi(+), Ascites (+)
Palpasi

22
Distensi(-), Nyeri tekan(+)
- Hepar : Tidak Teraba
- Lien : Teraba
- Ginjal : Ada Kelainan
Perkusi : Undulasi (+)
Auskultasi : Peristaltik melemah

EKSTERMITAS

Ekstermitas Atas Ekstermitas Bawah


- Bengkak : Tidak ada - Bengkak : Tidak ada
- Merah : Ada - Merah : Tidak ada
- Pucat : Tidak ada - Pucat : Tidak ada
- Clubbing finger : Tidak ada - Clubbing finger : Tidak ada
- Tremor : Ada - Tremor : Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 25-02-2017

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis Pemeriksaan Hasil/Satuan Rujukan

Serology

HbsAg (+) Reactive

HCV (-) Negatif

Hematologi

Hemoglobin 11,8 12-16

Hematokrit 32,9% 37-47

Eritrosit 3.76/Ul x1000000 4-5

Leukosit 1369/Ul x1000 4-9

23
Thrombosit 493/Ul x1000 150-350

Elektrolit Darah

Chlorida (Cl) 92 mmol/I 90-105

Natrium (Na) 122 mmol/I 130-145

Kalium (K) 4.79 mmol/I 3,3-5,2

Specimen

Albumin 3,9 g/100 ml 3,2 - 8,8

Total Bilirubin 1,8 mg/100 ml 0,3 - 1,0

Direct Bilirubin 1,0 mg/100 ml 0,0 - 0,7

SGOT 111 U/I 52

SGPT 33 U/I 29

Alkalin Phospatase 1057 U/I

Urium 79 mg/100 ml 10-50

Creatinin 0,9 mg/100 ml 1,4

Urin Acid 7,9 mg/100 ml 3,4-7,0

KGDS 119 ml/100 ml <200

3.4 DIAGNOSA BANDING


1. Sirosis Hati
2. Ensefalopati Hepatikum
3. Hepatitis Kronis

24
3.5 DIAGNOSA KLINIS
Sirosis Hati

3.6 PENATALAKSAAN
Farmakologis :
- O2 3 liter/menit
- IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
- Cefotaxim1gr/8 jam
- Ozid 1gr/24 jam
- Vit K/8 jam
- Furosemid 2 amp/12 jam
- Comafusin Hepar 1 fls/hari
- Lactulac Syr 3x2
- Paracetamol 3x1

Non Farmakologis :
- Bed rest
- Diet cair 3x400 kkal

25
Follow Up harian

Tanggal S O A P
25/02/ - lemas (+) - Eritema palmaris Sirosis Hati Non Farmakologis
2017 - Sesak nafas (+) (+) - Bed rest
- Nyeri di perut (+) - Diet cair 3x400
- Asites (+)
- Perut terasa
kkal
panas(+) - Peningkatan TVJ
- Penurunan nafsu (+) Farmakologis
makan (+) - O2 3 liter/menit
- Oedem pretibia (+)
- Nyeri ulu hati(+)
- Test undulasi (+) - IVFD Nacl 0,9%
- Kembung (+)
- BAK sedikit - Sens: CM 20 gtt/i
berwarna teh pekat - Cefotaxim1gr/8
- TD: 110/70 mmHg
(+)
- HR: 80x/i jam
- Sulit tidur (+)
- RR: 24x/i - Ozid 1gr/24 jam

- Temp: 37,0 0c - Vit K/8 jam


- Furosemid 2
amp/12 jam
- Comafusin Hepar
1 fls/hari
- Lactulac Syr 3x2
- Paracetamol 3x1

27/02/ - lemas (+) - Eritema palmaris Sirosis Hati Non Farmakologis


2017 - Sesak nafas (+) (+) - Bed rest
- Nyeri di perut (+) - Asites (+) - Diet cair 3x400
- Perut makin - Peningkatan TVJ
kkal
membesar (+) (+)
- Nyeri di abdomen - Test undulasi (+)
Farmakologis
(+) - Sens: CM - IVFD Nacl 0,9%
- Panas di perut (+) - TD: 90/60 mmHg
20 gtt/i
- BAK berwarna teh - HR: 120 x/i
pekat (+) - RR: 28 x/i - Cefotaxim1gr/8

26
- Sulit tidur (+) - Temp: 36,6 0c jam
- Vit K 3x1
- Furosemid 2 amp/
hari
- Lansoprazole 2x30
- Propanolol 3x10
- Paracetamol 3x1
- Lactulac Syr 3x2
- Paracetamol 3x1

Tindakan
- Punksi Asites

28/02/ - - Sirosis Hati -


2017

01/03/ - - -
2017

27
BAB IV

PEMBAHASAN

No Tinjauan Pustaka Kasus


1. Anamnesis lelah dan lemas, selera makan Nyeri perut dan perut
membesar sejak 5 bulan yang
berkurang, perasaan perut kembung,
lalu dan bagian perut terasa
mual, berat badan menurun, kegagalan panas. Mengeluhkan lemas,
sakit kepala (+), demam ada,
hati dan hipertensi porta, meliputi
demam naik turun dan
hilangnya rambut badan, gangguan disertai dengan menggigil,
penurunan nafsu makan (+),
tidur dan demam tak begitu tinggi,
penurunan berat badan (+)
icterus, air kemih berwarna seperti teh gangguan tidur (+), mual (+),
muntah (-), muntah darah (-),
pekat, muntah darah, melena serta
tremor (+) cemas (+), nyeri
perubahan mental, meliputi mudah Ulu hati (+), nyeri dada (+).
Tidak didapati pembesaran
lupa, sukar konsentrasi, bingung ,
buah dada. BAK sedikit dan
agitasi, sampai koma. berwarna teh pekat. BAB ada
keluar darah yang tidak
bercampur tinja.
2. Pemeriksaan Ikterus
Spider naevi Icterus
Fisik
Ginekomastisia Spider nervi
Hipoalbumin
Kerontokan bulu ketiak Ascites
Ascites Eritema palmaris
Eritema palmaris Splenomegali
White nail Pelebaran vena
Varises esophagus/cardia kolateral
Splenomegali Caput medusa
Pelebaran vena kolateral Undulasi
Hemoroid Tremor
Caput medusa

3. Pemeriksaan Aspartat Aminotransferase (AST) atau Albumin : 3,9


laboratorium Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT) Total Bilirubin : 1,8

28
dan Alanine Aminotransferase (ALT) Direct Bilirubin : 1,0
Atau Serum Glutamil Piruvat SGOT : 111
Transminase (SGPT) meningkat tapi SGPT : 33
tidak begitu tinggi. AST lebih Alkalin Phospatase : 1057
meningkat dari pada ALT Urium: 79
Alkali phosphatase meningkat kurang Creatinin : 0,9
dari 2 sampai 3 kali harga batas Urin Acid : 7,9
normal atas. KGDS : 119
Gamma-glutamil transpeptidase HbsAg : (+) Reactive
(GGT) kadarnya Kadarnya tinggi pada HCV : (-)
penyakit hati alkoholik kronik Clorida : 92
Bilirubin kadarnya biasa normal Natrium : 122
Globulin kadarnya meningkat pada Kalium : 4.79
sirosis.
Waktu protrombin pada sirosis
memanjang.
Natrium serum menurun terutama
pada sirosis dengan asites dikaitkan
dengan ketidak mampuan eksresi air
bebas. Anemia dengan
trombositopenia leukopenia dan
neutropenia akibat splenomegaly
kongestif yang berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai
dengan USG dengan meliputi sudut
hati, permukaan hati, ukuran,
homogenitas dan adanya massa. Pada
sirosis lanjut, hati mengecil dan
nodular, permukaan irreguler dan

29
adanya peningkatan ekogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga
bias melihat asites, splenomegaly,
thrombosis vena porta dan pelebaran
vena porta serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis.
4. Tatalaksana - Cefotaxim1gr/8 jam
- Ozid 1gr/24 jam
- Vit K/8 jam
- Furosemid 2 amp/12 jam
- Comafusin Hepar 1 fls/hari
- Lactulac Syr 3x2
- Paracetamol 3x1

30
BAB V

KESIMPULAN

Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan fibrosis


jaringan parenkim hati tahap akhir, yang ditandai dengan pembentukan nodul regeneratif yang
dapat mengganggu fungsi hati dan aliran darah hati. Sirosis adalah konsekuensi dari respon
penyembuhan luka yang terjadi terus-menerus dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh
berbagai sebab. Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada
penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Kegagalan
fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati
menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis
pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra
hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Pemeriksaan penunjang yang dapat
mendukung kecurigaan diagnosis sirosis hepatis terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologi. Untuk penanganan pada pasien ini prinsipnya adalah mengurangi
progesifitas penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan,
serta penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai
dengan komplikasi yang terjadi. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien
dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi
angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut.

31
DAFTAR PUSTAKA

32

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Rhinosinusitis Rsud Langsa
    Referat Rhinosinusitis Rsud Langsa
    Dokumen30 halaman
    Referat Rhinosinusitis Rsud Langsa
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Heg
    Lapsus Heg
    Dokumen23 halaman
    Lapsus Heg
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Heg
    Heg
    Dokumen23 halaman
    Heg
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Farmakologi Keracunan
    Farmakologi Keracunan
    Dokumen59 halaman
    Farmakologi Keracunan
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Flora Normal PDF
    Flora Normal PDF
    Dokumen23 halaman
    Flora Normal PDF
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Hiv
    Hiv
    Dokumen25 halaman
    Hiv
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Ver Rsud Langsa
    Ver Rsud Langsa
    Dokumen6 halaman
    Ver Rsud Langsa
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Hipertensi Dalam Kehamilan
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Dokumen24 halaman
    Hipertensi Dalam Kehamilan
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen28 halaman
    Lapkas Anestesi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Keracunan Insektisida
    Keracunan Insektisida
    Dokumen6 halaman
    Keracunan Insektisida
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Kulit
    Penyakit Kulit
    Dokumen35 halaman
    Penyakit Kulit
    andre
    Belum ada peringkat
  • Tinea Capitis
    Tinea Capitis
    Dokumen18 halaman
    Tinea Capitis
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengatar Anestesi
    Kata Pengatar Anestesi
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengatar Anestesi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Anestesi
    Lapkas Anestesi
    Dokumen28 halaman
    Lapkas Anestesi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Ca Cervix
    Ca Cervix
    Dokumen35 halaman
    Ca Cervix
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Tinea Capitis
    Tinea Capitis
    Dokumen18 halaman
    Tinea Capitis
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Buletin Kanker PDF
    Buletin Kanker PDF
    Dokumen44 halaman
    Buletin Kanker PDF
    Zahra Shnta
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen31 halaman
    Presentation 1
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Menstruasi
    Menstruasi
    Dokumen21 halaman
    Menstruasi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Buletin Kanker PDF
    Buletin Kanker PDF
    Dokumen44 halaman
    Buletin Kanker PDF
    Zahra Shnta
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen9 halaman
    Presentation 1
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Interna Teori Ni Dah
    Lapkas Interna Teori Ni Dah
    Dokumen32 halaman
    Lapkas Interna Teori Ni Dah
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Interna SIROSIS
    Lapkas Interna SIROSIS
    Dokumen32 halaman
    Lapkas Interna SIROSIS
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen35 halaman
    Presentation 1
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat
  • Anamnes Is
    Anamnes Is
    Dokumen5 halaman
    Anamnes Is
    Viachi Akemi Adm
    Belum ada peringkat