Anda di halaman 1dari 110

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang

memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan fisik dan

psikologis pada lanjut usia dan dengan meningkatkan umur panjang.

Pelayanan/ asuhan keperawatan gangguan mental pada lanjut usia

memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam

manifestasi klinis, patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara

dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga

perlu dipertimbangkan; faktor-faktor tersebut adalah sering adanya penyakit

dan kecacatan medis penyerta, pemakaian banyak medikasi, dan peningkatan

kerentanan terhadap gangguan kognitif.

Program Epoidiomological Catchment Area (ECA) dari National

Institute of Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang

paling sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif,

fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lanjut usia juga memiliki resiko

tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan

mental pada lanjut usia dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan.

Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia

kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan

sosial, hilangnya otonomi, kematian teman, atau sanak saudara, penurunan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 1


kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi

kognitif.

Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika

mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia, psikosis, Penggunaan

alcohol kronik, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan

tenaga kesehatan professional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih

untuk merawat lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan

mental pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi

dan psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang disebut dengan Masalah kejiwaan: Gangguan Psikososial Pada

Lansia ?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami masalah : gangguan

psikososial pada lansia sehingga dapat mempraktekkan pada masyarakat

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui konsep dasar gangguan psikosis pada lansia serta peran dan

fungsi perawat dalam gerontik

b. Mengetahui konsep dasar demensia pada lansia serta peran dan fungsi

perawat dalam gerontik

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 2


c. Mengetahui konsep dasar delirium pada lansia serta peran dan fungsi

perawat dalam gerontik

d. Mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan pada lansia serta peran dan

fungsi perawat dalam gerontik

e. Mengetahui konsep dasar gangguan depresi pada lansia serta peran dan

fungsi perawat dalam gerontik

f. Mengetahui konsep dasar post power syndrome pada lansia serta peran

dan fungsi perawat dalam gerontik

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai pengembangan bahan masukan atau pengkajian baru

khususnya ilmu keperawatan gerontik

b. Dapat menjadi acuan bagi pengkajian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi institusi

Kepada institusi makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan

literature atau reverensi pembuatan makalah selanjutnya.

b. Manfaat bagi mahasiswa

Kepada mahasiswa diharapkan sebagai sumber informasi dalam

perubahan perubahan pada lansia baik secara fisik, mental, spiritual,

psikososial

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 3


1.5 Ruang Lingkup Penulisan

Dalam penyusunan makalah ini, ruang lingkup pembahasannya adalah

Gangguan psikosis pada lanjut usia.

1.6 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini, kelompok kami menggunakan metode

deskriptif sesuai dengan literature yang digunakan dengan cara mencari buku-

buku sebagai referensi, membaca dan mempelajari buku- buku literature yang

terkait dengan Gangguan psikosis pada lanjut usia. Kelompok juga mengambil

beberapa referensi dari internet.

1.7 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab yaitu sebagai

berikut:

BAB 1 : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,

tujuan umum, tujuan khusus,manfaat, ruang lingkup penulisan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan yang membahas tentang gangguan psikosis,

demensia, delirium, perilaku kekerasan, depresi pada lanjut usia

dan post power syndrom.

BAB III : Penutup yang terdiri dari simpulan, saran dan kritik

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 4


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 GANGGUAN PSIKOSIS

A. Pengertian

Psikosa atau Psikosis atau Psikotik adalah suatu gangguan jiwa dengan

kehilangan rasa kenyataan (sense of reality). Hal ini diketahui dengan

terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses

berfikir, dan psikomotorik dan kemauan, sedemikian rupa sehingga semua

ini tidak sesuai dengan kenyataan lagi. Gangguan jiwa ini diakibatkan oleh

organic ataupun fungsional. (Marramis, EF. 1995).

Psikosa ditandai oleh perilaku yang agresif, hidup perasaan yang tidak

sesuai, berkurangnya pengawasan impuls impuls serta waham dan

halusinasi. (Marramis, EF. 1995).

Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan

ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya

(Wikipedia, 10/11/12).

Gangguan psikotik pada pasien usia lanjut juga sering ditandai dengan

perilaku agresif dan merusak. Perilaku tersebut membuat anggota keluarga

yang merawat pasien mengalami kesulitan dalam perawatan. Itu pula yang

sering membuat pasien usia lanjut mengalami kekerasan dan penelantaran

oleh keluarganya sendiri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 5


B. Faktor Resiko Terjadi Gangguan Psikotik

Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan

psikotik pasien usia lanjut, yaitu:

1. Peningkatan usia adalah berhubungan dengan deteriorasi korteks frontal

dan temporal

2. Perubahan neurokimia yang berhubungan dengan penuaan, isolasi sosial,

defisit sensoris, penurunan kognitif, perubahan farmakokinetik dan

farmakodinamik dan polifarmasi yang sering terjadi pada pasien usia

lanjut.

C. Etiologi

a. Keturunan

b. Endokrin

c. Metabolisme

d. Susunan saraf pusat

e. Teori Adolf Meyer

f. Teori Sigmund Freud

g. Eugen Bleuler

h. Teori lain

D. Klasifikasi Gangguan Psikosis

1. Psikosis Organik

Adalah gangguan jiwa yang psikotik atau non psikotik yang

disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan ini dapat

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 6


disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak (tumor

otak, gangguan pembuluh darah otak, dsb). (Marramis, EF. 1995).

Ada bermacam-macam psikosis organik (gangguan mental organik)

dan pada umumnya dikelompokkan sebagai berikut :

a. Psikosis Senil

Psikosis karena lanjut usia kira-kira berlangsung sekitar usia 60-90

tahun dan akan terjadi perubahan-perubahan jasmaniah dan mental yang

sifatnya degeneratif sehingga ada kemunduran pada semua fungsi

mental dan fisik. Jika perubahan perubahan terjadi dengan cepat dan

kuat maka terjadilah psikosis usia lanjut.

b. Psikosis Akibat atau Berhubungan dengan Infeksi

Kerusakan atau kehancuran jaringan otak dan sistem saraf oleh

mikroorganisme yang menular mungkin menyebabkan reaksi-reaksi

psikotik. Ganguan-gangguan terpenting di bidang ini adalah : infeksi

sifilis, general paresis, juvenile paresis, AIDS, dan encephalitis.

c. Psikosis Yang Berhubungan Dengan Kondisi Otak

Dalam bagian ini dibicarakan beberapa psikosis, yakni psikosis akibat

gangguan peredaran darah, psikosis akibat trauma, psikosis akibat

tumor, dan psikosis akibat epilepsi.

d. Psikosis Akibat Keracunan

Toksin atau racun yang masuk kedalam tubuh melalui aliran darah

sering menimbulkan reaksi-reaksi psikoti.

e. Psikosis akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan, makanan, atau

fungsi endokrin

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 7


f. Psikosis akibat hereditas atau penyebabnya tidak diketahui tetapi

berhubungan dengan perubahan organik

2. Psikosis Fungsional

Psikosis Fungsional adalah gangguan mental yang tidak disebabkan

atau belum yang berhubungan dengan penyakit badaniah. (Marramis, EF.

1995).

Psikosis Fungsional adalah berat dan melibatkan seluruh kepribadian

tanpa ada kerusakan jaringan. Gangguan-gangguan psikosis fungsional

dianggap sebagai akibat dari hidup dengan stress emosional selama

bertahun-tahun.

Psikosis fungsional itu dibagi atas empat kelompok yaitu:

a. Skizofrenia

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat

dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut

menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)

karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-

budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari

kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh

gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang

kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga

emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah

salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang

disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 8


realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun

orang.

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan

waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri

diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih

memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang

ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat

kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun

pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan

paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan

bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional

dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali

timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada

wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara

Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain.

Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya

(keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga,

bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak

menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika

punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak

bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.

Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau

lebih rendah.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 9


Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa

tipe, yaitu :

1) Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)

2) Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau

minum, dsb)

3) Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek,

minta-minta, dsb)

4) Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)

5) Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia

adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam

pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut

menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang

tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak,

bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita

perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk

perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gejala gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok:

1) Gejala Primer:

Gangguan proses fikir

Gangguan emosi

Gangguan kemauan

Otisme

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 10


2) Gejala sekunder:

Waham

Menurut Mayer Gross, waham terbagi dalam 2 kelompok

yaitu waham primer yaitu timbul secara tidak logis sama sekali,

tanpa penyebab apa apa dari luar dan waham sekuder yaitu

timbul logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara

bagi penderita untuk menerangkan gejala gejala skizofrenia

lain. Waham dinamakan menurut isinya. Contoh: waham

kebesaran, waham dosa, waham sindiran, dll

Halusinasi.

Halusinasi adalah Persepsi didefinisikan sebagai suatu

proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan

dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan

rangsang (Stuart, 2007).

Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain.

Yaitu keadaan gaduh gelisah.

b. Psikosis Afektif

Psikosis afektif yaitu dapat dilihat sebagai berikut:

Gangguan pada afek dan emosi

Setiap kali serangan tidak terjadi kecacatan dan setelah serangan

terjadi kesembuhan penuh, terutama pada psikosa manic depresif

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 11


Psikosis afektif dibagi dalam 2 jenis yaitu:

1) Melankolia involusi

Pada psikosis ini seringa terjadi pada lansia perempuan pada

umur 45 tahun dan pada lansia laki laki pada usia 55 tahun.

Karena pada waktu tersebut fungsi kelenjar kelenjar endokrin

dan reproduktif sudah mulai sangat berkurang. Terjadi perubahan

yang besar pada badan dalam aktivitas metabolism dan vegetatif.

Pada periode ini penuh dengan stress psikofisiologis. Bila

individu itu sebelumnya sudah tidak mantap jiwanya, maka mudah

timbul rasa cemas, depresi, dan paranoid. Faktor yang

mempengaruhi dan memudahkan timbulnya melakolia involusi

ialah yang berhubungan dengan usia lanjut dalam bidan social,

psikologik, dan ekonomi, justru pada waktu api kehidupan sudah

mulai padam, sehingga sering timbul rasa cemas.

Gejala gejala:

Lekas marah

Pesismis

Mengeluh tentang insomnia

Mulai tidak suka bekerja

Sering menangis

Ragu ragu atau tidak dapat mengambil keputusan

Penurunan minat, dan

Menarik diri dari kehidupan social

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 12


2) Psikosis Manik - Depresif

Yaitu keadaan mania disusul dengan depresi, atau sebaliknya.

Interval anatara dua fase tidak tentu lamanya, kadang kadang

lama, tetapi kadang kadang tidak ada sama sekali, artinya satu

jenis segera disusul oleh dua jenis yang lain. Segala macam

kombinasi mungkin saja ada.

Gejala gejala psikosis manik depresif:

a) Jenis Mania

Gangguan emosi: merasa senang dan terlalu optimistik

Aktivitas yang berlebih lebihan

Gangguan proses fikir

b)Jenis Depresif

Gangguan emosi: tampak selalu lelah dan khawatir

Penghambatan aktivitas

Gangguan proses berfikir

Keluhan badaniah yang menyertai ialah rasa lelah, perasaan

teretkan pada kepala dan dada, sukar tidur, nafsu makan

berkurang, dll

c) Jenis Sirkular

Pada jenis ini terdapat episode mania dan depresi berganti

ganti, diselingi oleh suatu interval yang normal. Menurut

perjanjian untuk memenuhi diagnose jenis ini, interval itu harus

kurang dari 12 bulan. Bila lebih, maka didiagnosa sebagai jenis

mania atau jenis depresi sendiri sendiri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 13


c. Psikosis Paranoid

Dalam kehidupan sehari hari sifat curiga dimiliki oleh setiap

orang, hanya pada yang satu lebih banyak daripada yang lain. Sifat ini

adalah umum serta sudah ada sejak dahulu kala dan rupa rupanya

mempunyai peranan dalam mempertahankan diri sendiri dan umat

manusia.

d. Psikosis Reaktif

Adalah psikosa fungsional yang timbul karena suatu stress

psikologik yang biasanya datang dengan tiba tiba dan dirasakan besar

oleh penderita.

Perbedaan kebudayaan, adat istiadat, sosio ekonomi dan

individual dapat memberi arti yang berbeda beda kepada berbagai hal

dari lingkungan yang dapat menjadi faktor pencetus.

Keadaan fisik juga dapat membuat individu itu lebih mudah

terganggu kerena stress, umpamanya penyakit infeksi, kekurangan gizi,

pemakaian obat obat tertentu.

Di dalam PPDGJ 1 terdapat 4 jenis psikosis reaktif dibagi dalam 4

jenis:

1) Psikosis Depresi Reaktif

Gejala utamanya adalah depresi, gejala gejalanya menyerupai jenis

depresi pada psikosis mania depresif. Biasanya timbul sesudah

kehilangan yang berarti, kematian, atau kekecewaan yang besar.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 14


2) Gaduh Gelisah Reaktif

Timbul karena tekanan emosional yang tidak dapat disalaurkan

melalui cara yang lain sehingga terjadi dekompensasi mental,

umpamanya sesudah percekcokan dalam rumah tangga. Penderita

gaduh gelisah, banyak bicara, rebut, marah marah, mondar

mandir, meyerupai keadaan mania.

3) Kebingungan Reaktif

Terjadi setelah kejadian kejadian yang menyebabkan tekanan

emosional yang hebat. Kadang kadang didapati kesadaran yang

berkabutdengan disorientasi, sukar diadakan komunikasi, roman

muka kelihatan bingung, bingung mau berbuat apa, menjadi agresif.

4) Reaksi Paranoid Akut

Tiba tiba timbul sikap paranoid yang hebat. Kadang kadang hal ini

menjadi waham paranoid. Sering terjadi karena keadaan yang

dirasakan sebagai ancaman, umpamanya sesudah perselisihan di

tempat pekerjaan.

E. Ciri Ciri Gangguan Psikotik

Adapun ciri ciri gangguan psikotik antara lain :

1) Memiliki labilitas emosional.

2) Menarik diri dari interaksi sosial.

3) Tidak mampu bekerja sesuai fungsinya.

4) Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.

5) Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 15


6) Berpikir aneh, dangkal, berbicara tidak sesuai keadaan.

7) Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat.

8) Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh

keluarganya, tetapi pasien mesrasa sulit atau tidak bisa tidur.

9) Memiliki keengganan melakukan segala hal, mereka berusaha untuk

tidak melakukan apa apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan

apa apa.

10) Memiliki perilaku yang aneh misalnya, mengurung diri di kamar,

berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus

ringan, tiba tiba menangis, berjalan mondar mandir, berjalan tanpa

arah dan tujuan yang jelas.

F. Strategi Perilaku Untuk Klien Psikosis

Masalah Intervensi Keperawatan

1. Ansietas 1. Ajarkan klien tentang gejala yang berhubungan

dengan ansietas.

2. Bantu klien untuk mengidentifikasi apa pemicu

ansietas.

3. Bantu klien untuk menggunakan teknik

penatalaksanaan gejala dalam mengatasi ansietas.

4. Kaji apakah ansietas merupakan suatu pemicu

relaps, jika iya buat suatu rencana untuk

mengurangi ansietas ketika berada pada tingkat

sedang.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 16


2. Depresi 1. Ajarkan klien tentang gejala yang berhubungan

dengan depresi.

2. Bantu klien untuk menggunakan teknik

penatalaksanaan gejala dalam mengatasi depresi.

3. Kaji apakah depresi merupakan suatu pemicu

relaps, jika iya buat suatu rencana untuk

mengurangi depresi ketika berada pada tingkat

ringan, karena adanya korelasi yang kuar antara

depresi dan kemampuan untuk melakukan aktivitas

sehari-hari.

3. Tidak mampu 1. Tinjau pengalaman positif maupun negatif.

belajar dari 2. Identifikasi faktor apa yang menyebabkan

pengalaman keberhasilan atau kegagalan dalam membantu klien

mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Masalah terkait 1. Analisis setiap pengalaman untuk menentukan

sebab akibat pengalaman yang berhasil dan yang gagal.

2. Bantu klien untuk menyusun secara berurutan

setiap kejadian yang berdampak pada setiap

pengalamannya.

3. Pertimbangkan untuk melakukan latihan dalam

memerankan suatu kejadian sebelum kejadian

tersebut terjadi.

5. Lambat dalam 1. Berikan klien kesempatan untuk memproses dan

memproses merespon informasi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 17


informasi 2. Minimalkan kecemasan yang meningkatkan

kesulitan dalam memproses informasi.

3. Tunjukkan minat yang sungguh-sungguh dalam

mencoba memahami apa yang klien katakan.

4. Gunakan bahasa yang jelas dan sederhana ketika

berkomunikasi dengan klien.

6. Sulit mengambil 1. Bantu klien untuk menetapkan hasil yang

keputusan ditentukan.

2. Bantu klien dalam memprioritaskan tujuan dan

menggolongkannya kedalam tujuan jangka pendek

dan jangka panjang.

3. Bantu klien dalam menetapkan batas waktu

pencapaian setiap tujuan.

4. Bantu klien dalam menyusun langkah-langkah

konkret dan sederhana untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

5. Pastikan langkah-langkah sederhana itu dapat

dicapai klien dan sesuai dengan budaya dan nilai

klien.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 18


2.2 DEMENSIA

A. Definisi

Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan

fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara

lain pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,

orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan

bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)

Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera

hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida)

menyebabkan hancurnya sel-sel otak.

Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia

diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses

penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan

di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama

ingatan jangka pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar.

Perubahan normal ini tidak mempengaruhi fungsi.

Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia

maupun penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan

kemampuan mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada

penuaan normal, seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita

demensia bisa lupa akan keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 19


B. Etiologi

Penyebab demensia yang reversible sangat penting diketahui karena

pengobatan yang baik pada penderita dapat kembali menjalankan kehidupan

sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah

dibuat suatu jembatan keledaisebagai berikut :

D Drug (obat)

Obat sedative

Obat penenang minor atau mayor

Obat anti konvulsan

Obat anti depresan

Obat anti hipertensi

Obat anti aritmia

E Emotional (gangguan emosi, ex: depresi)

M Metabolik dan endokrin

Seperti : DM

Hipoglikemi

Gangguan ginjal

Gangguan hepar

Gangguan tiroid

Gangguan elektrolit

E Eye & Ear (Disfungsi mata dan telinga)

N Nutrilional

Kekurangan vitamin B6 (pellagra)

Kekurangan vitamin B1 (sindrom wernicke)

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 20


Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)

Kekurangan asam folat

T Tumor dan trauma

I Infeksi

Ensefalitis oleh virus, contoh : herpes simplek

Bakteri, contoh : oleh pnemokok

TBC

Parasit

Fungus

Abses otak, dan

Neurosifilis

A Arterosklerosis (komplikasi penyakit arterosklerosis, missal : infark

miokard, gagal jantung, dan alkohol)

Penyebab dari demensia non reversible :

1. Penyakit Degeneratif (kemunduran fungsi sel):

a. Penyakit Alzheimer

Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami

kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di

transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita

Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat

keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%

penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 21


b. Demensia Yang Berhubungan Dengan Badan Lewy

Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip

dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya

halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal.

Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri.

c. Penyakit Pick

Bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea.

Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah

frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal,

gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa

elemen sitoskeletal.

d. Penyakit Huntington

Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan

demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe

subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih

menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan

dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit

Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan

dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori,

bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan

penyakit.

e. Kelumpuhan Supranuklear Progresif

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 22


f. Penyakit Parkinson

Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia basalis yang

biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20

hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami

gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan

penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa

pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai

bradifrenia.

2. Penyakit Vaskuler :

a. Penyakit serebrovaskuler oklusif (demensia multi-infark)

b. Penyakit binswanger

Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal,

ditandai dengan ditemukannya infark-infark (nekrosis iskemik) kecil

pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri

c. Embolisme serebral

d. Arteritis

e. Anoreksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat

intoksikasi karbon monoksida

3. Demensia Traumatic

Perlukaan karnio-serebral

Demensia pugilistika

gangguan day ingat dan konsentrasi serta perubahan

kepribadian yang diakibatkan oleh kontusio serebral berulag, seperti

yang dialami oleh para petinju.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 23


4. Infeksi

Syndrome defisiensi imun dapatan (AIDS)

Infeksi opportunistic

Penyakit creutzfeld-jacob progresif

Kokeonsefalopatimulti fokal progresif

Demenesia pasca ensefalitis

C. Manifestasi Klinis

Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :

1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.

2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.

3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).

4. Defisit neurologi dan fokal.

5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.

6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.

7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)

8. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia,

lupa menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.

9. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu,

bulan, tahun, tempat penderita demensia berada

10. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang

benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,

mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 24


11. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat

sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan

orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia

kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.

12. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan

gelisah

D. Karakteristik Demensia

Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga

akan mengalami keadaan yang sama seperti orang depresi yaitu akan

mengalami defisit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Gejala yang sering

menyertai demensia adalah ;

a. Gejala awal

Kinerja mental menurun

Fatigue

Mudah lupa

Gagal dalam tugas

b. Gejala lanjut

Gangguan kognitif

Gangguan efektif

Gangguan perilaku

c. Gejala umum

Mudah lupa

Aktivitas sehari-hari terganggu

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 25


Disorientasi

Cepat marah

Kurang konsentrasi

Resti jatuh

E. Klasifikasi Demensia

1. Menurut Kerusakan Struktur Otak

a. Tipe Alzheimer

Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami

kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di

transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita

Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat

keputusan dan juga penurunan proses berpikir. Sekitar 50-60%

penderita demensia disebabkan karena penyakit Alzheimer.

Biasanya timbul antara usia 50-60 tahun. Yang disebabkan oleh

adanya degenerasi korteks yang difus pada otak dilapisan luar,

terutama didaerah frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat

pada pneumonesefalogram , system ventrikel membesar serta banyak

hawa disubaracnoid. Penyakit ini dimulai pelan ekali tidak ada cirri

khas pada gangguan intelegensi atau kelaianan prilaku. Terdapat

disorientasi, gangguan ingatan, emosi yang lebih, kekelieuan dalam

berhitung, dan pembicaraan sehari-hari dapat etrjadi afasi, perseferasi (

mengulang-ulang perkataan , perbuatan tanpa guna), pembicaraan

logoklonia ( pengulangan tiap suku kata akhir serta tidak teratur ), dan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 26


bila sudah berat maka penderita tidak dapat dimengert lagi. Ada yang

jadi gelisah dan hiperaktif.

b. Demensia Vascular

Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah

di otak dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat

terjadinya demensia. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di

otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi dapat

diduga sebagai demensia vaskular.

2. Menurut Umur:

a. Demensia senilis ( usia >65tahun)

Kekurangan peredaran darah ke otak serta pengurangan

metabolisme dan O2 yang menyertainya merupakan penyebab

kalainan anatomis diotak. Otak mengecil terdapat suatu atrofi umum,

terutama pada daerah frontal.

b. Demensia prasenilis (usia <65tahun)

Seperti namanya, maka gangguan ini gejala utamanya adalah

seperti sebelum masa senile.

3. Menurut perjalanan penyakit

a. Reversibel (mengalami perbaikan)

b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,

vit.B, Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 27


Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan

meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :

1) Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).

2) Inkontinensia urin.

3) Demensia.

4. Menurut sifat klinis:

a. Demensia proprius

b. Pseudo-demensia

Gangguan mental depresi yang disertai memburuknya konsentrasi dan

daya ingat, sehingga mirip dengan orang demensia.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 28


F. PATWAY OF DEMENTIA
Faktor Infeksi Lingkungan imunologi trauma
genetik virus

Kakusutan neuro fibrilar Hilangnya serat-serat


yang difus dan plak senilis koligernik di korteks

Penurunan sel neuron


Atropi otak
kolinergik yang berproyeksi di
bimokampus dan amigdala
Degenerasi neuron
irreversible Kelainan neuro
transmiter

Alzheimer Asetilkolin

Penurun Gangguan Gangguan Gangguan Peruba Perubahan Kehilangan


an Daya kognitif memori fungsi han perilaku fungsi
Ingat bahasa intelek neurologis/
tual tonus otot

Penurunan Mudah Muncul gejala 1. Kehilangan Perubahan


kemampuan lupa neuro psikiatrik kemampuan pola eliminasi
melakukan menyelesaikan urine/ alvi
aktifitas masalah
Perubahan
2. Perubahan
nafsu makan
mengawasi
Koping
keadaan
Kurang individu
kompleks dan
perawatan diri resiko tinggi terhadap tidak efektif
berfikir
(makan, minum, perubahan nutrisi
abstrak
berpakaian, kurang dari kebutuhan
3. Emosi labil, - Perubahan
hygiene) tubuh
pelupa, apatis, proses pikir
loss deep - Hambatan
memory interaksi sosial
Kesulitan tidur
Perubahan resepsi, - Hambatan
transmisi dan Sindrom komunikasi
Perubahan integrasi sensori stress verbal
pola tidur relokasi

Perubahan
MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA
persepsi 29
sensori
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

1) Pemeriksaan laboratorium rutin.

Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis

demensia ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia

khususnya pada demensia reversible, walaupun 50% penyandang

demensia adalah demensia Alzheimer dengan hasil laboratorium

normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain:

pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,

ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat

2) Pemeriksaan cairan otak.

Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,

penyandang dengan imuno supresan, dijumpai rangsangan meningen

dan panas, demensia presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes

sifilis (+), penyengatan meningeal pada CT scan.

3) Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE)

adalah test yang paling banyak dipakai.

a. Pemeriksaan untuk menguji aspek-aspek kognitif dari fungsi mental

Nilai maksimum score Pertanyaan

Orientasi

(tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa


5
sekarang)

5 Dimana kita : (negara bagian) (wilayah) (kota)

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 30


(rumah sakit) (lantai)

Registrasi

Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan

masing-masing. Kemudian tanyakan klien

ketiga objek setelah anda telah

3 mengatakannya.beri 1 poin untuk setiap

jawaban benar. Kemudian ulangi sampai ia

mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan

dan catat.

Perhatian dan kalkulasi

Seri 7s. 1 poin untuk setiap kebenaran

5 Berhenti setelah 5 jawaban. Bergantian eja

kata ke belakang

Mengingat

Minta untuk mengulang ketiga objek di atas


3
Beri 1 poin untuk setiap kebenaran

Bahasa

Nama pensil dan melihat (2 poin)

9 Mengulang hal berikut : task ada jika, dan,

atau tetapi (1 poin)

Nilai total

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 31


Kaji tingkat kesadaran sepanjang kontinum :

Compos mentis apatis somnolen soporus koma

Keterangan :

Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya

kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Kriteria

demensia :

Ringan : 21-30

Sedang : 11-20

Berat : < 10

b. Pemeriksaan portabel untuk status mental (PPSM = MMSE = Mini

Mental State Examination)

Daftar pertanyaan Penilaian

1. Tanggal berapakah hari ini? 0-2 kesalahan = baik

(bulan, tahun) 3-4 kesalahan = gangguan intelek

2. Hari apakah ini? ringan

3. Apakah nama tempat ini? 5-7 kesalahan = gangguan intelek

4. Berapa nomor telepon sedang

bapak/ibu? (bila tidak ada 8-10 kesalahan = gangguan intelek

telepon, dijalan apakah rumah berat

bapak/ibu?)

5. Berapa umur bapak/ibu? Bila penderita tak pernah sekolah,

6. Kapan bapak/ibu lahir? nilai kesalahan diperoleh +1 dari

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 32


(tanggal, bulan, tahun) nilai di atas

7. Siapakah nama gubernur Bila penderita sekolah lebih dari

kita? (walikota, lurah, camat) SMA, kesalahan yang

8. Siapakah nama gadis ibu diperbolehkan -1 dari nilai di atas

anda?

9. Hitung mindur 3-3, mulai dari

20

H. PENATALAKSANAAN

1. Farmakoterapi

Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.

a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan

antikoliesterase seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,

Memantine

b. Dementia vaskuler membutuhkan obat -obatan anti platelet seperti

Aspirin , Ticlopidine , Clopidogrel untuk melancarkan aliran darah ke

otak sehingga memperbaiki gangguan kognitif.

c. Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi

perkembangannya bisa diperlambat atau bahkan dihentikan dengan

mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis yang berhubungan

dengan stroke.

d. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan obat anti-

depresi seperti Sertraline dan Citalopram.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 33


e. Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang

bisa menyertai demensia stadium lanjut, sering digunakanobat anti-

psikotik (misalnya Haloperidol , Quetiapine dan Risperidone). Tetapi

obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius.

Obat anti-psikotik efektif diberikan kepada penderita yang mengalami

halusinasi atau paranoid.

2. Intervensi non obat

a. Intervensi lingkungan

1) Penyesuaian fisik (bentuk ruangan, warna, alat yang tersedia)

2) Penyesuaian waktu (membuat jadual rutin)

3) Penyesuaian lingkungan malam hari (mandi air hangat, tidur teratur)

4) Penyesuaian indra (mata, telinga)

5) Penyesuaian nutrisi (makan makanan dengan gizi seimbang)

b. Intervensi perilaku

Wandering

1) Yakinkan dimana keberadaan pasien

2) Berikan keleluasaan bergerak di dalam dan di luar rumah

3) Gelang pengenal hendaya memory

Agitasi dan agresifitas

1) Hindari situasi yang memprovokasi

2) Hindari argumentasi

3) Sikap kita tenang dan mantap

4) Alihka perhatian kenal lain

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 34


Sikap dan pertanyaan yang berulang

1) Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian.

Bila masih berulang, acuhkan dan usahakan alihkan ke hal yang

menarik.

Perilaku seksual yang tidak wajar/sesuai

1) Tenang dan bimbing pasien keruang pribadinya

2) Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya

3) Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah pakaian atau

selimut untuk menutup badannya. Bantu mengenakan baju kembali.

c. Intervensi psikologis

1) Psiko terapi individual

2) Psiko terapi kelompok

3) Psiko terapi keluarga

d. Intervesi untuk care giver (pengasuh) yang diperlukan :

1) Dukungan mental

2) Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian

3) Kemampuan menerima kenyataan

e. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi mudah lupa :

1) Lakukan latihan terus-menerus, berulang-ulang

2) Tingkatkan perhatian

3) Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada dalam otak

f. Aktivitas keagamaan

g. Mengembangkan hobi yang ada, seperti: melukis, main musik,

berkebun, fotografi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 35


2.3 DELIRIUM

A. Definisi

Delirium adalah suatu sindrom yang mencakup gangguan kesadaran

yang disertai dengan perubahan kognisi. Delirium biasanya terjadi dalam

waktu singkat, kadang-kadang tidak lebih dari beberapa jam, berfluktuasi

atau berubah sepanjang hari. Klien sulit memberikan perhatian, mudah

terdistraksi, disorientasi, dan dapat mengalami gangguan sensori seperti

ilusi, salah interpretasi, atau halusinasi. Suara keras dari kereta cucian,

dilorong dapat dislah artikan sebagai suara tembakan (salah interpretasi),

kabel listrik yang terletak dilantai dapat terlihat seperti ular (ilusi), atau

individu dapat melihat malaikat melayang diudara ketika tidak ada sesuatu

disana (halusinansi). Kadang-kadang individu juga mengalami gangguan

siklus tidur-bangun, perubahan aktivitas psikomotor, dan gangguan

emosional seperti ansietas, takut, iritabilitas, euforia, atau apati (DSM-IV-

TR,2000).

B. Gejala delirium:

1. Sulit memberikan perhatian

2. Mudah terdistraksi

3. Disorientasi

4. Dapat mengalami gangguan sensori seperti ilusi, salah interpretasi, atau

halusinasi

5. Dapat mengalami gangguan siklus tidur-bangun

6. Perubahan aktivitas psikomotor

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 36


7. Dapat mengalami ansietas, takut, iritabilitas, euforia, atau apati

Kira-kira 10% sampai 15% individu yang berada di rumah sakit karena

kondisi medis umum mengalami delirium pada waktu tertentu. Delirium

biasa terjadi pada klien lansia yang sakit akut. Kira-kira 30% sampai 50%

klien geriatri yang sakit akut menjadi delirium pada suatu waktu selama

dirawat dirumah sakit. Faktor resiko untuk perkembangan delirium

mencakup peningkatan keparahan penyakit fisik, usia tua, dan kerusakan

kognitif dasar (misalnya, seperti terlihat demensia; Caine & Lyness, 2000).

Anak-anak dapat lebih rentan terhadap delirium, terutama ketika hal tersebut

berkaitan dengan penyakit demam atau obat tertentu, seperti obat

antikolinergik (DSM-IV-TR,2000).

C. Penyebab Delirium

Delirium hampir selalu diakibatkan oleh gangguan atau penyakit

fisiologis, metabolik, atau serebral yang dapat diidentifikasi, intoksikasi

obat, atau putus obat. Penyebab delirium sering klali diakibatkan oleh

penyebab multipel yang memerlukan pemeriksaan fisik secara cermat dan

menyeluruh serta pemeriksaan labolatorium untuk menentukan penyebab

yang tepat.

Penyebab delirium yang paling umum

Fisiologis atau metabolik :hipoksemia, gangguan elektrolit, gagal

ginjal atau hati, hipoglikemia atau hiperglikemia, dehidrasi, deprivasi

tidur, gangguan tiroid atau glukokortikoid, defisiensi tiamin atau vitamin

B12, vitamin C, niasin atau defisiensi protein, syok kardiovaskular, tumor

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 37


otak, cedera kepala, dan pajanan terhadap bensin, pelarut cat, insektisida,

dan zat terkait.

Infeksi

Sistemik : sepsis, infeksi saluran kemih, pneumonia Serebral,

meningitis, ensefalitis, HIV, sifilis

Terkait obat : Intoksikasi : antikolinergik, litium, alkohol, sedatif dan

hipnotik

Putus obat : alkohol, sedatif, dan hipnotik

Reaksi terhadap anestesi, obat yang diresepkan atau obat terlarang.

D. Pertimbangan Budaya

Individu dari latar belakang budaya yang berbeda yang berbeda

mungkin tidak mengetahui informasi yang dimintai untuk mengkaji memori,

seperti nama mantan presiden Indonesia. Orientasi, seperti penempatan dan

tempat, dapat dianggap berbeda pada budaya lain, dan kegagalan dalam

mengetahui informasi ini tidak boleh disalahartikan sebagai diorientasi

(DSM-IV-TR,2000). Beberapa budaya juga tidak merayakan ulang tahun

sehingga beberapa individu dapat mengalami kesulitan dalam

memberitahukan tanggal lahir mereka.

E. Terapi Dan Prognosis

Terapi utama untuk delirium adalah mengidentifikasi dan mengatasi

setiap kondisi medis peyebab atau yang berperan. Delirium hampir selalu

merupakan kondisi sementara yang sembuh apabila penyebab yang

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 38


mendasarinya berhasil diatasi. Akan tetapi, beberapa penyebab delirium,

seperti cidera kepala atau ensefalitis, dapat menyebabkan klien mengalami

gangguan kognitif, perilaku, atau emosional, bahkan setelah penyebab yang

mendasarinya diatasi.

F. Psikofarmakologi

Klien yang mengalami delirium hipoaktif dan tenang tidak

memerlukan terapi farmaklologis yang spesifik, kecuali yang diindikasikan

untuk kondisi kausatif. Akan tetapi, banyak klien delirium menunjukkan

agitasi psikomotor intermiten atau persisten yang dapat menganggu terapi

yang efektif atau menimbulkan resiko terhadap keamanan klien. Sedasi

untuk mencegah cedera-diri akibat kurang hati-hati dapat diindikasikan.

Antipsikokotik seperti haloperidol (Haldol) dapat digunakan dalam dosis 0,5

sampai 1 mg untuk mengurangi agitasi. Sedatif dan benzodiazepin dihindari

karena obat-obatan tersebut dapat mempeburuk delirium (Caine &

Lyness,2000). Klien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal dapat

mengalami kesulitan memetabolisme atau mengekskresikan sedatif.

Pengecualiannya adalah delirium akibat putus alkohol, yang biasanya

diobati dengan benzodazepin.

G. Terapi Medis Lain

Ketika penyebab yang mendasari delirium dapat diatasi, klien juga

dapat memerlukan tindakan fisik pendukung lain. Asupan makanan dan

cairan yang adekuat dan bergizi akan mempercepat penyembuhan. Cairan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 39


intravena atau bahkan nutrisi parenteral total mungkin diperlukan jika

kondisi fisik klien memburuk dan klien tidak dapat makan dan minum.

Jika klien menjadi agitasi dan mengancam akan mencabut slang

intravena atau kateter, restrein fisik mungkin diperlukan sehingga terapi

medis yang dibutuhkan dapat berlanjut. Restrein digunakan hanya jika

diperlukan dan tetap dipasang tidak lebih dari waktu yang diperlukan

karena restrein dapat meningkatkan agitasi klien.

H. Aplikasi Proses Keperawatan Delirium

Tujuan terapi untuk klien delirium adalah mengidentifikasi dan

mengatasi penyebab yang mendasari delirium. Fokus asuhan keperawatan

adalah memenuhi kebutuhan fisiologis dan psikologis dan psikologis klien

serta mempertahankan keamanannya. Perilaku, mood, dan tingkat kesadaran

klien dapat berfluktuasi dengan cepat sepanjang hari. Oleh karena itu,

perawat harus mengkaji klien secara kontinu untuk mengenali perubahan-

perubahan ini dan merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai.

I. PENGKAJIAN

Riwayat

Karena penyebab delirium sering terkait dengan penyakit medis,

alkohol, atau obat lain, perawat perlu mendapatkan riwayat keseluruhan area

ini. Perawat mungkin perlu mendapatkan informasi dari anggota keluarga

jika kemampuan klien untuk memberikan data yang akurat terganggu.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 40


Informasi tentang obat-obatan harus mencakup obat yang diresepkan,

alkohol, obat terlarang, dan obat bebas. Meskipun banyak individu mungkin

menganggap obat yang diresepkan dan obat bebas relatif aman, kombinasi

obat atau dosis standar obat dapat mengakibatkan delirium, terutama pada

lansia (Mentes,1995). Jenis obat yang dapat menyebabkan delirium.

Kombinasi obat-obatan ini secara signifikan meningkatkan resiko delirium.

Obat-obatan yang menyebabkan delirium:

1. Antikonvulsan

2. Antikolinergik

3. Antidepresan

4. Antihistamin

5. Antipsikotik

6. Aspirin

7. Barbiturat

8. Benzodiazepin

9. Glikosida jantung

10. Simetidin (Tagamet)

11. Agens hipoglikemik

12. Insulin

13. Narkotik

14. Propanolol (Inderal)

15. Reserpin

16. Diuretik tiazid

Diadaptasi dari McEvoy, R.B. (Ed).

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 41


Penampilan Umum dan Perilaku Motorik

Klien delirium sering mengalami gangguan perilaku psikomotor. Klien

mungkin gelisah dan hiperaktif, sering menarik-narik seprai atau berupaya

bangun dari tempat tidur secara mendadak dan tidak terkoordinasi.

Sebaliknya, klien dapat mengalami perilaku motorik yang lambat, tampak

lesu dan letargi dengan sedikit gerakan.

Bicara juga dapat dipengaruhi, yaitu menjadi kurang koheren dan lebih

sulit dimengerti ketika delirium memburuk. Klien dapat mengulang ulang

satu topik atau bahasan, berbicara melantur dan sulit untuk diikuti, atau

mengalami logorea yang cepat, terpaksa, dan biasanya lebih keras dari

normal. Kadang-kadang klien dapat berteriak atau menjerit terutama pada

malam hari (Burney-Puckett,1996).

Mood dan Afek

Klien delirium sering mengalami perubahan mood dengan cepat dan

tidak dapat diperkirakan. Rentang respons emosional yang luas mungkin

terjadi, seperti ansietas, takut, iritabilitas, marah, euforia, dan apati.

Perubahan mood dan emosi ini biasanya tidak terkait dengan lingkunga

klien. Ketika klien merasa sangat takut dan merasa terancam, klien mungkin

melawan untuk melindungi dirinya dari bahaya yang dirasakan.

Proses dan Isi Pikir

Meskipun klien delirium mengalami perubahan kognisi, sulit bagi

perawat untuk mengkaji perubahan ini secara akurat dan menyeluruh.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 42


Ketidakmampuan klien yang nyata untuk mempertahankan perhatian

menyebabkan kesulitan dalam mengkaji proses dan isi pikir klien. Isi pikir

klien sering tidak terkait dengan situasi, atau bicaranya tidak logis dan sulit

dimengerti. Perawat dapat menanyakan bagaimana persaan klien dan klien

akan bergumam tentang cuaca. Proses pikir esring mengalami disorganisasi

dan tidak masuk akal. Pikiran juga dapat terpecah (tidak berkaitan dan tidak

lengkap). Klien juga dapat memperlihatkan pikiran waham yang meyakini

bahwa perubahan persepsi sensorinya adalah nyata.

Sensoriun dan proses intelektual

Tanda utama delirium dan sering kali tanda awal delirium adalah

perubahan tingkat kesadaran yang jarang stabil dan biasanya berfluktuasi

sepanjang hari. Klien biasanya terorientasi terhadap waktu dan tempat.

Klien menunjukkan penurunan kesadaran terhadap lingkungan atau situasi

dan dapat berokus pada stimulus yang tidak berakitan, seperti warna sprei

atau ruangan. Klien juga mudah terdistraksi oleh suara, orang, atau

mispersepsi sensorinya.

Klien tidak dapat memfokuskan, mempertahankan, atau mengubah

perhatiannya secara efektif dan terdapat kesukaran memori yang baru dan

yang sangat baru (DSM-IV-TR, 2000). Hal ini berarti bahwa perawat harus

dapat menanyakan atau memberikan arahan secara berulang-ulang,

meskipun kemudian klien mungkin tidak mampu melakukan hal-hal yang

diminta.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 43


Klien sering mengalami salah interpretasi, ilusi, dan halusinasi.

Mispersepsi dan ilusi, keduanya berdasarkan pada beberapa stimulus aktual

di lingkungan, klien dapat mendengar bantingan pintu dan

meniterpretasikanbya sebagai suara tembakan atau melihat perawat

mengambil kantong intravena dan beranggapan bahwa perawat akan

menyerangnya. Contoh ilusi yang umum mencakuppikiran klien bahwa

selang intravena atau kabel listrik adalah seekor ular, atau salah mengira

perawat sebagai salah satu anggota keluarga. Halusinasi penglihatan: klien

melihat benda-benda yang tidak ada stimulusnya dalam realitas, seperti

malaikat atau gambaran yang mengerikan melayang di atas tempat tidur.

Ketika lebih mampu berpikir jernih, beberapa klien dapat menyadari bahwa

mengalami mispersepsi sensori. Akan tetapi, klien lainnya benar-benar

meyakini salah interpretasi mereka sebagai hal yang benar dan tidak dapat

diyakinkan hal sebaliknya.

Penilaian dan daya tilik

Penilaian klien mengalami gangguan. Klien sering tidak dapat

menyadari situasi yang potensial membahayakan dan tidak dapat bertindak

demi kepentingan terbaik mereka sendiri. Misalnya klien mungkin mencoba

mencabut slang intravena atau kateter urine secara berulang-ulang sehingga

menyebabkan nyeri dan mengganggu terapi yang penting.

Daya tilik bergantung pada keparahan delirium. Klien yang mengalami

delirium ringan dapat mengenali bahwa ia bingung, sedang mendapatkan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 44


terapi, dan mungkin akan sembuh. Akan tetapi, klien yang mengalami

delirium berat dapat tidak memliki daya tilik dalam situasi saat ini.

Peran dan hubungan

Klien tidak mungkin menjalankan perannya selama proses delirium.

Akan tetapi, kebanyakan klien mencapai kembali tingkat fungsi sebelumnya

dan tidak mengalami maslah yang lama dengan peran atau hubungan akibat

delirium.

Konsep diri

Meskipun delirium tidak memiliki pengaruh langsung pada konsep

diri, klien sering merasa takut atau merasa terancam. Apabila klien

menyadari situasi, ia dapat merasa tidak berdaya untuk melakukan sesuatu

yang dapat mengubah situasi tersebut. Apabila delirium terjadi akibat

penggunaan alkohol atau obat terlarang atau penggunaan berlebihan obat

yang diresepkan, klien dapat merasa bersalah, malu, dan terhina atau

berpikir saya adalah orang jahat; saya lakukan hal ini pada diri saya

sendiri.. hal ini menandakan kemungkinan masalah konsep diri dalam

jangka panjang.

Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri

Klien delirium paling sering mengalami gangguan siklus tidur-bangun.

Hal ini dapat mencakup sulit tidur, mengantuk pada siang hari, agitasi di

malam hari, atau bahkan pola terjaga siang hari/tidur malam hari yang biasa

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 45


menjadi terbalik secara komplet (DSM-IV-TR, 2000). Kadang-kadang klien

dapat juga gagal untuk menyadari atau mengabaikan isyarat internal tubuh,

seperti rasa lapar, haus, atau keinginan untuk berkemih atau defekasi.

II. ANALISA DATA

Diagnosis keperawatan utama untuk klien yang mengalami delirium adalah:

1. Risiko cidera

2. Konfusi akut

Diagnosis tambahan yang biasanya dipilih berdasarkan pengkajian klien

adalah :

1. Perubahan Persepsi Sensori

2. Perubahan Proses Pikir

3. Gangguan Pola Tidur

4. Risiko Kekurangan Volume Cairan

5. Resiko Perubahan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh.

III. IDENTIFIKASI HASIL

Hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup:

1. Klien akan bebas dari cidera

2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.

3. Klien akan mempertahankan keseimbangan keseimbangan aktivitas dan

istirahat yang adekuat

4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang ade

5. Klien akan kembali ketingkat fungsi optimal

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 46


IV. INTERVENSI

1. Meningkatkan keamanan klien

Ajarkan klien untuk meminta bantuan dalam melakukan aktivitas

(bangun daru tempat tidur, pergi ke kamar mandi).

Lakukan pengawasan yang ketat untuk menjamin keamanan selama

aktivitas ini.

Cepat berespons terhadap panggilan klien untuk meminta bantuan.

2. Mengatasi kebingungan klien

Bicara dengan klien dengan sikap yang tenang, suara yang pelan dan

jelas, menggunakan kalimat yang sederhana.

Berikan waktu yang cukup bagi klien untuk memahami dan berespons.

Izinkan klien untuk mengambil keputusan sesuai kemampuannya.

Berikan isyarat verbal orientasi ketika berbicara dengan klien.

Gunakan sentuhan supportif jika tepat.

3. Mengendalikan lingkungan untuk mengurangi kelebihan sensori

Minimalkan suara berisik di lingkungan (televisi, radio).

Pantau respons klien terhadap pengunjung; jelaskan kepada keluarga

dan teman bahwa klien dapat memerlukan kunjungsn yang tenang satu

per satu.

Validasi ansietas dan rasa takut klien, tetapi jangan kuatkan mispresepsi

klien.

4. Meningkatkan tidur dan nutrisi yang tepat

Pantau pola eliminasi dan tidur.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 47


Pantau asupan makanan dan cairan; berikan bantuan atau dorongan

untuk makan dan minum yang cukup.

Berikan bantuan ke kamar mandi secara periodik apabila klien tidak

meminta.

Cegah tidur siang untuk membantu tidur pada malam hari.

Dorong melakukan olahraga pada siang hari, seperti duduk dikursi,

berjalan dikoridor, atau aktivitas lain yang dapat klien lakukan.

5. Memberikan penyuluhan pada klien atau keluarga

Pantau kondisi kesehatan kronis secara cermat.

Kunjungi dokter secara teratur.

Periksa kedokter sebelum menggunakan obat yang tidak diresepkan

Hindari penggunaan obat penenang dan alkohol

Pertahankan diet yang bergizi

Tidur yang cukup

V. EVALUASI

Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya

mengembalikan klien ke tingkat fungsi sebelumnya. Klien dan pemberi

perawatan atau keluarga perlu memahami oraktik perawatan kesehatan yang

penting untuk mencegah rekuensi delirium. Hal ini, mencakup pemantauan

kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat-obatan yang cermat, atau

berhenti menggunakan alkohol atau obat lain.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 48


Gambaran kasus klinis : delirium

Pada suatu sore di bulan agustus yang panas dan lembap, petugas 911

menerima telepon yang meminta ambulans untuk seorang wanita tua yang

mengalami kolaps di trotoar daerah pemukiman. Menurut tetangga yang

berkumpul ditempat kejadian, wanita tua tersebut telah berjalan-jalan di

sekitar daerah itu sejak pagi-pagi sekali. Tidak ada seorang pun yang

menganalnya dan beberapa tetangga mencoba mendekatinya untuk

menawarkan bantuan atau memberikan petunjuk. Wanita tua itu tidak mau

atau tidak mau menyebutkan nama atau alamatnya; kebanyakan bicaranya

kacau dan sulit dimengerti. Ia tidak membawa dompet atau identitas apapun.

Akhirnya ia kolaps dan tampak tidak sadar sehingga mereka menghubungi

layanan kedaruratan.

Wanita itu dibawa ke ruang kedaruratan. Ia berkeringat sangat banyak dan

mengalami demam 103,2F dan dehidrasi berat. Terapi intravena mulai

dilakukan untuk mengganti cairan dan elektrolit. Selimut dingin dipakai

untuk menurunkan suhu tubuhnya dan ia dipantau secara ketat selama

beberapa jam kemudian. Ketika wanita itu mulai sadar, ia kebingungan dan

tidak dapat memberikan informasi yang berguna tentang dirinya. Bicaranya

tetap kacau dan membingungkan. Beberapa kali ia mencoba untuk turun

dari tempat tidur dan mencabut slang intravenanya sehingga restrein

digunakan untuk mencegah cedera dan memungkinkan terapi terus

berlanjut.

Pada akhir hari kedua dirumah sakit, ia dapat memberikan nama, alamat,

dan beberapa keadaan sekitar kejadian secara akurat. Ia ingat bahwa ia

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 49


sedang berkebun di halaman belakangnya pada siang hari dan merasa sangat

panas. Ia ingat berpikir bahwa ia harus kembali ke dalam rumah untuk

mengambil minuman dingin dan beristirahat. Itu merupakan hal terakhir

yang ia ingat.

Rencana asuhan keperawatan untuk klien delirium

Diagnosis keperawatan konfusi akut

Awitan mendadak sekelompok perubahan global

dan sementara serta gangguan dalam perhatian,

kognisi, aktivitas psikomotor, tingkat kesadaran,

dan/atau siklus tidur/bangun.

Data pengkajian

Penilaian yang buruk

Gangguan kognitif

Kerusakan memori

Daya tilik kurang atau terbatas

Kehilangan kendali diri

Tidak mampu menyadari bahaya

Ilusi

Halusinasi

Perubahan mood

Kriteria hasil

Klien akan : - bebas dari cedera

- Meningkatkan kontak realitas

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 50


- Mengalami distres yang minimal terkait dengan

kebingungan

Implementasi

Intervensi keperawatan Rasional

1. Jangan membiarkan klien memikul 1. Keamanan klien merupakan suatu

tanggung jawab atas keputusan atau prioritas. Klien mungkin tidak

tindakan apabila klien berada dalam mampu membedakan secara akurat,

keadaan tidak aman. tindakan atau situasi yang potensial

membahayakan.

2. Apabila diperlukan batasan 2. Klien mempunyai hak untuk

perilakua atau tindakan klien, mendapatkan informasi tentang

jelaskan batasan, konsekuensi, dan restriksi dan alasan batasan

alasannya dengan jelas, dalam batas diperlukan.

kemampuan klien untuk

memahaminya.

3. Libatkan klien dalam membuat 3. Kepatuhan terhadap terapi

rencana atau keputusan sesuai meningkat apabila klien terlibat

kemampuannya untuk berpartisipasi. secara emosional di dalamnya.

4. Berikan umpan balik faktual 4. Klien harus menyadari perilakunya

terhadap mispersepsi, waham, atau sebelum klien dapat mengambil

halusinasi klien. tindakan untuk memodifikasi

perilaku tersebut.

5. Sampaikan kepada klien dengan 5. Ketika diberikan umpan balik

cara yang sesuai fakta bahwa orang dengan cara yang tidak

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 51


lain tidak terlibat dalam interpretasi mengahkimi, klien dapat meras

klien. perasaannya tervalidasi, sementara

menyadari bahwa orang lain tidak

berespons terhadap stimulus yang

sama dengan cara yang sama.

6. Kaji klien setiap hari atau lebih 6. Klien yang mengalami masalah

sering apabila diperlukan untuk organik cenderung sering

mengetahui tingkat fungsinya. mengalami fluktuasi kemampuan.

7. Izinkan klien untuk mengambil 7. Pengambilan keputusan

keputusan sesuai kemampuannya. meningkatkan partisipasi,

kemandirian, dan harga diri klien.

8. Bantu klien untuk menyusun 8. Aktivitas yang rutin atau yang

kegiatan rutin harian yang menjadi bagian kebiasaan klien

mencakup hygiene, aktivitas dan tidak membutuhkan keputusan yang

sebagainya. terus menerus tentang apakah

melakukan tugas tertentu atau tidak.

2.4 PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian

Agression is harsh physical or verbal action that reflect rage, hostility,

and potential for physical or verbal destructiveness (Varcarolis,2006:490).

Agresi adalah sikap atau perilaku kasar atau kata-kata yang menggambarkan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 52


perilaku amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau

dengan kata- kata.

Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi

oleh seseorang, yang di tunjukkan dengan perilaku actual melakukan

kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lai maupun lingkungan, secara

verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lainsecara fisik

maupun psikologis. (Berkowitz, 2000).

Penganiayaan lansia adalah perilaku semena- mena terhadap lansia

anggota keluarga atau orang-orang yang merawat mereka. Penganiayaan

tersebut mencakup penganiayaan fisik dan seksual, penganiayaan psikologis,

pengabaian diri, pengabaian, eksploitasi financial, menolak terapi medis

yang adekuat.

Individu yang menganiaya lansia hampi selalu merupakan orang yang

merawat lansia tersebut, atau lansia bergantung pada mereka dalam beberapa

hal. Kebanyakan kasus penganiayaan lansia terjadi ketika salah satu lansia

merawat pasangannya. Tipe penganiayaan pasangan ini biasanya terjadi

selama bertahun- tahun setelah disabilitas membuat pasagannya yang

dianiaya tidak mampu merawat dirinya sendiri. Apabila penganiaya adalah

anak yang sudah dewasa, anak lelaki memiliki kemungkinan dua kali lebih

besar sebagai pelaku dari pada anak perempuan

B. Gambaran Klinis

Korban dapat mengalami fraktur atau memar, tidak memiliki kacamata

atau alat bantu dengar yang mereka butuhkan, tidak medapatkan makanan,

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 53


cairan, atau obat-obatan, atau mungkin di restrein dikursi atau tempat tidur.

Penganiaya dapat menggunakan sumber financial korban untuk

kesenangannya sendiri, sementara lansia tidak dapat membeli makanan dan

obat- obatan. Perawatan medis itu sendiri tidak diberikan pada lansia yang

menderita penyakit akut atau kronis. Pengabaian diri adalah kegagalan

lansia untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

C. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

1. Faktor Predisposisi

a. Teori Biologik

1) Neurologik factor, beragam kompnen dari sistem syaraf seperti

synap, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis, mempunyai peran

terminalis yang mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat

rangsangan dari pesan pesan yang akan mempengaruhi sifat

agresif. Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku bermusuhan dan respon agresif.

2) Genetic factor, adanya factor gen yan diturunkan melalui orang tua,

menjadi potensi perilaku agresif . menurut riset Kazuo Murakami

(2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang

sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi olehh factor

eksternal.

3) Cyrcardian Rhytm (irama sikardian tubuh),memegang peranan pada

individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia

mengalami peningkatan cortisol treutama pada jam-jam sibuk seperti

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 54


menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar

jam 9 dan jam !3. pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi

untuk bersifat agresif.

4) Biochemistry factor (Faktor biokimia tubuh )seperti neurotransmitter

di otak (epineprin, norepineprine, dopamine, asetilkolin, dan

serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui

sistem persyarafan daam tubuh, adanya stimulasi dari luar tubuh

yang dianggap mengancam atau membahayakan dihantar mellui

neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui sebuah efferent.

Peningkatan hormone androgen dan oreepineprine serta penurunan

serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat

menjadi factor predisposisi terjadinya perilaku agresif.

5) Brain area disorder, gangguan pada sistem limbic dan lobus

temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit

ensefalitis, epilepsy ditemikan sangat berpengaruh terhadap perilaku

agresif dan tindak kekerasan.

b. Teori psikologik

1) Teori psikoanalisa

Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh

kembang seseorang (life span history).teoriini menjelaskan bawa

adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak

tidak dapat mendapat kasih saying dan pemenuhan kebutuhan air

susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 55


bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya

ketidakpercayaan adanya lingkungannya. Tidak terpenuhinya rasa

nyaman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan

membuat konsep diriyang rendah.

2) Imitation, modeling, and information processing theory

Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam

lingkungan yang menolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan

perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan skitar

memungkinkan individu meniru perilaku tersebut

3) Learning theory

Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap

lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon seseorang

saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana orang marah.

c. Teori sosiokultural

Dalam buaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,

sesaji atau kototan kerbau di keratin, serta ritual-ritualyang cenderung

mengarah pada kemusrikan secara tidak langsung turut memupuksikap

agresif dan ingin menang sendiri.kontrol masyarakat yang rendah dan

kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian

masalah dalam masyarakat merupakan factor predisposisi terjadinnya

perilaku kekerasan.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 56


d. Aspek religlusitas

Dalam tujuan religlusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan

dorongan dan bisikan system yang sangat menyukai kerusakan agar

manusia menyesal (devil support), semua bentuk kekerasan adalah

bisikan setan melalui pembuluh darah ke jantung, otak, dan organ vital

manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa

kebutuhan dirinya terancam dan harus dipenuhi tanpa meibatkan akal.

2. Faktor Presipitasi

Factor-faktor pencetus perilaku kekerasa sering berkaitan dengan :

a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri ataisinbol solidaritas

seperti dalam sebuah konser, penonton, sepak bola, genk sekoah,

perkelahian missal, dsb

b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social

ekonomi.

c. Kesuitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta

tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d. Ketidaksiapan ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

menempatkan dirinya sebagai serang yang dewasa.

e. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu menontrol emosi saat menghadapi

frusta.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 57


f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,

perunahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga.

D. Rentang Respon Marah

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan

marah yang dimanifestasikan dalam bentuk komunikasi dan proses

penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan

sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia tidak setuju, tersinggung,

merasa tidak diangap, merasa tidak diturut atau diremehkan. Rentang

respon marah individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada

respon yang sangat tidak normal (maladaptif).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Klien mampu klien gagal klien merasa Klien perasaan

mengungkapka mencapai tidak dapat mengekspresika marah dan

n marah tanpa tujuan mengungkapka n secara fisik, bermusuha

menyalahkan kepuasan / n perasaanya, tapi masih n yang

orang lain dan saat marah tidak berdaya terkontrol, sangat kuat

memberikan dan tidak dan menyerah mendorong dan hilang

kelegaan dapat orang lain control,

menemuka dengan ancaman disertai

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 58


n alternatif amuk,

merusak

lingkungan.

E. Pengkajian Perilaku Asertif, Pasif, dan Agresif

Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai prilaku yang

ditampilkan klien. Hali ini dapat dianalisa dari perbandingan berikut :

Asertif Pasif Asertif Agresif

Isi pembicaraan Negatif, Positif Menyombongkan

merendahkan menawarkan diri , diri, merendahkan

diri, Misalnya : misalnya : orang lain

Biasakah saya Saya mampu, misalnya :

melakukan hal saya bisa, anda Kamu pasti tidak

itu? boleh, anda dapat bisa, kamu selalu

Bisakah anda melanggar, kamu

melakukannya ? tidak pernah

menurut, kamu

tidak akan bisa

Tekanan suara Lambat, sedang Keras ngotot

mengeluh

Posisi Badan Menundukkan Tegap dan santai Kaku, condong

kepala kedepan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 59


Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak

dengan sikap jarakyang nyaman akan menyerang

mengabaikan orang lain

Penampilan Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,

dapat tenang posisi menyerang

Kontak mata Sedikit/ sama Mempertahankan Mata melotot dan

sekali tidak kontak mata sesuai dipertahankan.

dengan hubungan

F. Pengkajian Mekanisme Koping Klien

Perawat perlu mengidentifikasikan mekanisme koping klien, sehingga

dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang

konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang

umu digunakan adalah mekaisme pertahanan ego seperti displacement(dapat

mengungkapkan kemarahan pada objrlyang salah, misalnya pada saat marah

pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul

tembok. Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan

kesalahan diri sendiripada orang lain yang dianggap berkaitan. Mekanisme

koping lainnya adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak

marah dan tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannya kepada orang

terdekat atau ekspress feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan

ditekan sampai ia melupakannya.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 60


Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka

berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang

dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak

berakhir dapat menyebabkan perasan harga diri rendah sehingga sulit untuk

bergaul dengan orang lain.

G. Diagnosa Keperawatan

1. Perilaku Kekerasan

2. Resiko Mencderai Diri Sendiri, orang lain dan lingkungan

3. Perubahan Persepsi Sensori : halusinansi

4. Harga Diri Rendah Kronis

5. Isolasi Sosial

6. Berduka Disfungsional

7. Inefektif proses terapi

8. Koping keluarga inefektif

H. Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda da gejala perilaku

kekerasan :

1. Fisik

a. Muka merah dan tegang

b. Mata melotot/pandangan tajam

c. Tangan mengepal

d. Rahang mengatup

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 61


e. Wajah memerah dan tegang

f. Postur tubuh kaku

g. Pandangan tajam

h. Mengatupkan rahang dengan kuat

i. Mengepalkan tangan

j. Jalan mondar-mandir

2. Verbal

a. Bicara kasar

b. Suara tinggi, membentak atau berteriak

c. Mengancam verbal atau fisik

d. Mengumpat dengan kata-kata kotor

e. Suara keras

f. Ketus

3. Perilaku

a. Melempar atau memukul benda/orang lain

b. Menyerang orang lain

c. Merusak lingkungan

d. Amuk/agresif

4. Emosi

Tidakadekuat, tidak nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak

berdaya, bermusuhan,. Mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan an

meuntut.

5. Intelektual

Mendominasi, cerewet. Kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 62


6.Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, Mengkritik pendapat orang lain,

menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.

7.Social

Menarik diri, pengasigan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8.Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

I. Tindakan Keperawatan

1. Bina hubungan saling percaya

Dalam memebina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar

klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat:

a. Mengcapkan salam terapeutik

b. Berjabat tangan

c. Menjelaskan tujuan interaksi

d. Membuat kontrak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu dengan

klien.

2. Diskusikan bersama klien mengenai penyebab perilaku kekerasan saat ini

dan yang lalu.

3. Diskusikan perasaan klien jikaterjadi penyebab perilaku kekerasan:

a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara social

c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 63


4. Diskusikan bersama klien yag biasa dilakukan pada saat marah secara

verbal terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan.

5. Diskusikan dengan klien akibat perilakunya.

6. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasa secara fisik :

distraksi melalui pekerjaan seperti membersihkan lantai, membuat batako,

olah raga, dan sebagainya.

7. Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara

asertif.

8. Diskuskan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara

spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakian pasien

2.5 DEPRESI PADA LANSIA

A. Pengertian Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yag sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan

dan Sadock, 1998). Depresi adalah suatu perasaan sedih dan pesimis yang

berhubungan dengan suatu penderitaan. Dapat berubah serangan yang

ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang dalam (Nugroho,

2000). Menurut Hudak & Gallo (1996), gangguan depresi merupakan

keluhan umum pada lanjut usia dan merupakan penyebab tindakan bunuh

diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 64


Depresi adalah gangguan alam perasaan yang ditandai oleh kesedihan,

harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, perasaan kosong (Keliat,1996).

Sedangkan menurut Hawari (1996), depresi adalah bentuk gangguan bentuk

gangguan kejiwaan pada alam perasaan (mood), yang ditandai kemurungan,

kelesuan, ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa.

B. Tanda dan Gejala Depresi pada Lansia

Samiun (2006) menggambarkan gejala-gejala depresi pada lansia:

a. Kognitif

Sekurang-kurangnya ada 6 proses kognitif pada lansia yang

menunjukkan gejala depresi. Pertama, Individu yang mengalami depresi

memiliki self-esteem yang sangat rendah. Mereka berfikir tidak adekuat,

tidak mampu, merasa dirinya tidak berarti, merasa rendah diri dan merasa

bersalah terhadap kegagalan yang dialami. Kedua, Lansia selalu pesimis

dalam menghadapi masalah dan segala sesuatu yang dijalaninya menjdi

buruk dan kepercayaan terhadap dirinya yang tidak adekuat. Ketiga,

Memiliki motivasi yang kurang dalam mejalani hidupnya, selalu meminta

bantuan dan melihat semuanya gagal dan sia-sia sehingga merasa tidak

ada gunanya berusaha. Keempat, Membesar-besarkan masalah dan selalu

pesimistik menghadapi masalah. Kelima, Proses berpikirnya menjadi

lambat, performance intelektualnya berkurang. Keenam, Generalisasi dari

gejala depresi, harga diri rendah, pesimisme dan kurangnya motivasi

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 65


b. Afektif

Lansia yang mengalami depresi merasa tertekan, murung, sedih, putus

asa, kehilangan semangat dan muram. Sering merasa terisolasi, ditolak

dan tidak dicintai.

c. Somatik

Masalah somatik yang sering dialami lansia yang mengalami depresi

seperti pola tidur yang terganggu (insomnia), gangguan pola makan dan

dorongan seksual berkurang. lansia lebih rentan terhadap penyakit karena

sistem kekebalan tubuhnya melemah, selain karena aging process juga

karena orang yang mengalami depresi menghasilkan sel darah putih yang

kurang (Schleifer et all, 1984; Samiun, 2006)

d. Psikomotor

Gejala psikomotor pada lansia depresi yang dominan adalah retardasi

motor. Sering duduk dengan terkulai dan tatapan kosong tanpa ekspresi,

berbicara sedikit dengan kalimat datar dan sering menghentikan

pembicaraan karena tidak memilki tenaga atau minat yang cukup untuk

menyelesaikan kalimat itu.

Dalam pengkajian depresi pada lansia menurut Sadavoy et all (2004)

gejala-gejala Depresi dirangkum dalam SIGECAPS yaitu gangguan pola

tidur (sleep) pada lansia yang dapat berubah keluhan sukar tidur, mimpi

buruk dan bangun dini dan tidak bisa tidur lagi, penurunan minat dan

aktivitas (interest), rasa bersalah dan menyalahkan diri (guilty), merasa

cepat lelah dan tidak mempunyai tenaga (energy), penurunan konsentrasi

dan proses pikir (concentration), nafsu makan menurun (appetite),

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 66


gerakan lambat dan sering duduk terkulai (psychomotor) dan penelantaran

diri serta ide bunuh diri (suicidaly).

Sedangkan menurut Kelliat (1996) perilaku yang berhubungan dengan

depresi meliputi beberapa aspek seperti :

a. Afektif

Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,

kemurungan, rasa bersalah, ketidakdayaan, kepetusasaan, kesepian, harga

diri rendah, kesedihan.

b. Fisiologik

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,

gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan

berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.

c. Kognitif

Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan

minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri, pikiran yang

deskrutif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.

d. Perilaku

Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,

intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontalitas, sangat tergantung,

kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik

diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 67


Menurut PPDGJ III (Maslim, 1997), tingkatan depresi ada 3 berdasarkan

gejala gejala yaitu :

1) Depresi Ringan

Gejala:

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya

aktivitas

c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

e. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu

f. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukanya

2) Depresi Sedang

Gejala:

a. Kehilangan minat dan kegembiraan

b. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya

aktivitas

c. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

d. Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis

g. Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 68


h. Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan

dan urusan tumah tangga

3) Depresi Berat

Gejala:

a. Mood depresif

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yg nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunya aktivitas

d. Konsentrasi dan perhatian yang kurang

e. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

f. Pandangan masa depan yang suram dan pesimitis

g. Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

h. Tidur tenganggu disertai waham, halusinasi

i. Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

C. Penyebab Depresi pada Lanjut Usia

Menurut Stuart dan Sundeen (1998), faktor penyebab depresi adalah :

a. Faktor predisposisi :

1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi gangguan transmisi gangguan

afektif melalui riwayat keluarga dan keturunan.

2. Teori agresi menyerang kedalam, menunjukkan bahwa depresi terjadi

karena perasaan marah yang ditunjukkan kepada diri sendiri.

3. Teori kehilangan obyek, menunjukkan kepada perpisahan traumatika

individu dengan benda atau yang sangat berarti.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 69


4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri

yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan

dan penilaian seseorang terhadap stressor.

5. Model kognitif, menyatakan bahwa depresi merupakan masalah

kognitif yang didominasi olehevaluasi negatif seseorang terhadap diri

seseorang, dan masa depan seseorang.

6. Model ketidakberadayaan yang dipelajari (learned helplessness),

menunjukkan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi

tetapi keyakinan, bahwa seseorang tidak mempunyai kendali, terhadap

hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang

respon yang tidak adaptif.

7. Model perilaku, berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang

mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan

positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

8. Model biologik, menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang

terjadi selama depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi

endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik dalam irama

biologis.

b. Stressor Pencetus

Ada 4 sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam

perasaan (depresi) menurut Stuart dan Sundeen (1998), yaitu :

1. Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk

kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan, atau harga diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 70


Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep kehilangan,

maka persepsi seseorang merupakan hal yang sangat penting.

2. Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini seiring dilaporkan sebagai

pendahulu episode, depresi dan mempunyai dampak terhadap

masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan

menyelesaikan masalah.

3. Peran dan ketegangan peran telah dilaporkan mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

4. Perubahan fisiologik diakobatkan oleh obat-obatan atau berbagai

penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan gangguan

keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam

perasaan. Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi

dan penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan. Kebanyakan

penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga seiring disertai depresi.

Menurut Townsed (1998), penyebab depresi adalah gabungan dari

faktor predisposisi (teori biologis terdiri dari genetik dan biokimia) dan

faktor pencetus (teori psikososial terdiri dari psikoanalisis. Kognitif, teori

pembelajaran, teori kehilangan objek).

Menurut Mangoenprasodjo (2004):

a. Faktor biologik

Usia lanjut mengalami kebilangan dan kerusakan banyak sel syaraf

maupun zat neurotransmitter, resiko genetik maupun adanya penyakit

tertentu (kanker, diabetes, post stroke dll) memudahkan terjadinya

depresi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 71


b. Faktor psikologik

Rasa rendah diri atau kurang percaya diri, kurang rasa keakraban dan

ketidakberdayaan karena menderita penyakit kronis.

c. Faktor sosial

Berkurangnya interaksi sosial, kesepian berkabung, kemiskinan.

D. Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia

Depresi daapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap

lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai

dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus

dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat

dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia.

Salah satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan di berbagai

tempat, baik oleh peneliti maupun klinis adalah Geriatric Depression Scale

(GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yasavage pada tahun 1983 dengan

indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan

dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Alat ini terdiri

dari 30 point pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi lansia. GDS

ini menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan

menjawab Ya atau Tidak setiap pertanyaan, yang memerlukan waktu

sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat

psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan

dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 72


depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk

depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan

evaluasi psikiatri terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya

merupakan alat penapisan.

Spesifikasi rancangan pernyataan perasaan (mood) depresi sebagai berikut :

Parameter Butir soal Favorable Unfavorable

Minat aktifitas 2, 12, 20, 28 27

Perasaan sedih 16, 25 9, 15, 19

Perasaan sepi dan bosan 3, 4

Perasaan tidak berdaya 10, 17, 24

Perasaan bersalah 6, 8, 11, 18, 23 1

Perhatian/konsentrasi 14, 26, 30 29

Semangat atau harapan 13, 22 5, 7, 21

terhadap masa depan

Spesifikasi rancangan kuesioner GDS

Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan favourable untuk jawaban

ya dan nilai 0 untuk jawaban tidak sedangkan untuk pernyataan

unfavourable, jawaban tidak diberi nilai 1 dan jawaban ya diberi nilai 0.

Assasment Tool Geriatric Depression Scale (GDS) untuk mengkaji depresi

pada lansia sbb :

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 73


No Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah bapak/ibu sekarang merasa puas dengan

kehidupannya ?

2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan

atau kesenangan akhir-akhir ini ?

3. Apakah bapak/ibu seiring merasa hampa/kosong di

dalam hidup ini ?

4. Apakah bapak/ibu seiring merasa bosan

5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang

baik di masa depan ?

6. Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang

mengganggu terus menerus ?

7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap

saat ?

8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan

terjadi pada anda ?

9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu

10. Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat

apa-apa ?

11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah ?

12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah

daripada keluar dan mengerjakan sesuatu ?

13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 74


depan ?

14. Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering pelupa ?

15. Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu

sekarang ini menyenangkan ?

16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa ?

17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini

18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa

lalu ?

19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggemberikan ?

20. Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan

yang baru ?

21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat ?

22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada

harapan ?

23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang yang lebih baik

keadaannya daripada bapak/ibu ?

24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal sepele ?

25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis ?

26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi ?

27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur

dipagi hari ?

28. Apakah bapak/ibu suka berkumpul dipertemuan sosial ?

29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 75


keputusan ?

30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam

memikirkan sesuatu seperti dulu ?

E. Upaya Penanggulangan Depresi pada Lansia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat

perlu ditekankan pendekatan yang mencakup fisik , psikologis, spiritual, dan

sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan

menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu

pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah dalam bidang kesehatan

jiwa (mental health) disebut pendekatan eclectic holistik, yaitu suatu

pendekatan yang tidak tertuju pada kondisi fisik saja, tetapi juga mencakup

aspek psychological, psikososial, spiritual, dan lingkungan yang

menyertainya. Pendekatan holistik adalah pendekatan yang menggunakan

semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh

dan menyeluruh (Hawari, 1996).

Ada beberapa upaya penganggulangan depresi dengan electic holistic

approach, diantaranya :

a. Pendekatan Psikodinamik

Fokus pendekatan psikodinamik adalah penangaanan terhadap

konflik-konflik berhubungan dengan kehilangan dan stres. Upaya

penanganan depresi dengan mengidentifikasi kehilangan dalam stres yang

menyebabkan depresi, mengatasi, dan mengembangkan cara-cara

menghadapi kehilangan dan stressor dengan psikoterapi yang bertujuan

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 76


untuk memulihkan kepercayaan diri (self confidence) dan memperkuat

ego. Menurut Kaplan Et all (1997), pendekatan ini tidak hanya untuk

menghilangkan gejala, tetapi juga untuk mendapatkan perubahan struktur

dan karakter kepribadian yang bertujuan untuk perbaikan kepercayaan

pribadi, keintiman, mekanisme mengatasi stressor, dan kemampuan untuk

mengalami berbagai macam emosi.

Pendekatan keagamaan (spiritual) dan budaya sangat dianjurkan

pada lansia. Pemikiran-pemikiran dari ajaran agama apapun mengandung

tuntunan bagaimana dalam kehidupan di dunia ini manusia tidak terbebas

dari rasa cemas, tegang, depresi, dan sebagianya. Demikian pula dapat

ditemukan dalam doa-doa yang pada intinya memohon pada Tuhan agar

dalam kehidupan ini manusia diberi ketenangan, kesejahteraan dan

keselamatan baik di dunia dan di akhirat (Hawari, 1996).

b. Pendekatan Perilaku Belajar

Penghargaan atas diri yang kurang akibat dari kurangnya hadiah dan

berlebihannya hukman atas diri dapat di atasi dengan pendekatan perilaku

belajar. Caranya dengan identifikasi aspek-aspek lingkungan yang

merupakan sumber hadiah dan hukuman. Kemudian diajarkan

keterampilan dan strategi baru untuk mengatasi, menghindari, atau

mengurangi pengalaman yang menghukum, seperti assertive training,

latihan keterampilan sosial, latihan relaksasi, dan latihan manajemen

waktu. Usaha berikutnya adalah peningkatan hadiah dalam hidup dengan

self-reinforcement, yang diberikan segera setelah tugas dapat diselesaikan.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 77


Menurut Samiun (2006), ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian hadiah dan hukuman yaitu :

1. Tugas

2. Teknik yang diberikan terperinci

3. Spesifik untuk aspek hadiah dan hukuman dari kehidupan tertentu dari

individu.

c. Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah pandangan dan pola pikir

tentang keberhasilan masa lalu dan sekarang dengan cara mengidentifikasi

pemikiran negatif yang mempengaruhi suasana hati dan tingkah laku,

menguji individu untuk menentukan apakah pemikirannya benar dan

menggantikan pikiran kepercayaan (believe) individu yang terbentuk dari

rangkaian verbalisasi diri (self-talk) terhadap peristiwa/pengalaman yang

dialami yang menentukan emosi dan tingkah laku diri.

Menurut Kaplan et all (1997), upaya pendekatan ini adalah

menghilangkan episode depresi dan mencegah rekuren dengan membantu

mengidentifikasi dan uji kognisi negatif, mengembangkan cara berpikir

alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan

perilaku yang baru dan penguatan perilaku dan pemikiran yang positif.

d. Pendekatan Humanistik Eksistensial

Tugas utam pendekatan ini adalah membantu individu menyadari

bahwa keberadaannya di dunia ini dengan memperluas kesadaran diri.

Menemukan dirinya kembali dan bertanggung jawab terhadap arah

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 78


hidupnya. Dalam pendekatan ini, individu yang harus berusaha membuka

pintu menuju dirinya sendiri, melonggarkan belenggu determinstik yang

menyebabkan terpenjara secara psikologis (Corey, 1993; samiun, 2006).

Dengan mengeksplorasi alternatif ini membuat pandangan menjadi real,

individu menjadi sadar siapa dia sebelumnya, sekarang dan lebih mampu

menetapkan masa depan.

e. Pendekatan Farmakologis

Dari berbagai jenis upaya untuk gangguan depresi ini, maka terapi

psikofarma (farmakoterapi) dengan obat anti depresan merupakan pilihan

alternatif. Hasil terapi dengan obat anti depresan adalah baik dengan

dikombinasikan dengan upaya psikoterapi.

F. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Untuk melakukan pengkajian pada lansia dengan depresi, pertama -

tama anda harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.

Untuk dapat membina hubungan saling percaya dapat dilakukan hal - hal

sebagai berikut :

1. Selalu mengucapkan salam kepada pasien (misal : Assalamuallaikum

Wr.Wb).

2. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan anda serta sampaikan

bahwa anda akan merawat pasien.

3. Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 79


4. Jelaskan tujuan anda merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan .

5. Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama

aktivitas tersebut dilakukan.

6. Bersikap empati dengan cara :

Duduk bersama pasien, lakukan kontak mata, beri sentuhan dan

tunjukkan perhatian.

Bicara lambat, bahasa sederhana dan beri waktu bagi pasien untuk

berpikir dan menjawab.

Bersikap hangat, ekspresikan pengharapan pada pasien.

Berikan dukungan kepada pasien ketika pasien mampu melakukan

sesuatu.

Saat mengkaji pasien lansia dengan depresi, anda dapat

menggunakan teknik mengobservasi perilaku pasien dan wawancara

langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang anda lakukan

terutama untuk mengkaji data objektif sebagai berikut :

1. Apakah pasien sukar tidur atau sering terbangun pada malam hari?

2. Apakah pasien sering mengurung diri dan tidak mau berinteraksi

dengan orang lain ?

3. Apakah pasien sering mengatakan tidak ada artinya hidup?

4. Apakah pasien mengatakan merasa kesepian ?

5. Apakah pasien tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa dia

lakukan ?

6. Apakah pasien sering menangis?

Pengkajian Fokus

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 80


a. Data subjektif :

Penolakan untuk bersosialisasi dengan sesama lansia.

Inisiatif menurun.

Aktivitas menurun

Penurunan nafsu makan

Susah tidur atau insomnia

Kurang memeperhatikan perawatan diri

b. Data objektif :

Menarik diri dari lingkungan klien merasa bersalah dan tetekan

Suka menyendiri

Menolak ikut serta dalam perawatan

Kebersihan tidak terjada

Pandangan kosong

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data-data yang ditemukan pada saaat pengkajian, makan

diagnosis keperawatan yang kita ambil sebagai contoh adalah

Ketidakberdayaan

Resiko bunuh diri

Gangguan pola tidur

3. Intervensi Keperawatan

Lansia Depresi dengan Ketidakberdayaan

a. Tindakan keperawatan untuk pasien

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 81


Tujuan tindakan :

1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan

dirinya.

2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan

masalahnya

Tindakan keperawatan :

1) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap

perawatan dirinya.

2) Bantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.

3) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

4) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.

5) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.

b. Tindakan untuk keluarga

Tujuan :

1) Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

pasien.

2) Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan

kemampuannya.

Tindakan keperawatan :

1) Diskusikan dengan keluarga tentang kemampuan yang pernah

dimiliki pasien.

2) Bersama keluarga memilih kemampuan yang dapat dilakukan

pasien saat ini.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 82


3) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap

kemampuan yang masih dimiliki pasien.

4) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan

sesuai kemampuan yang dimiliki.

5) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan

kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

6) Jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan anti depresi, anti

psikotik dan anti ansietas dengan :

Ajarkan prinsip lima benar minum obat (benar obat,

pasien,cara, dosis, waktu).

Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada lansia dengan

depresi.

Jelaskan akibat bila obat tidak dikonsumsi sesuai program.

Jelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari

efek samping obat.

Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat.

Lansia Depresi dengan Resiko Bunuh Diri

a. Tindakan untuk pasien

Tujuan :

1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri.

2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang

konstruktif.

Tindakan Keperawatan :

1) Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 83


2) Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri.

3) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab

timbulnya ide bunuh diri.

4) Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang

konstruktif.

5) Bantu pasien memilih cara yang paling tepat untuk menyelesaikan

masalah secara konstruktif

6) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.

7) Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di

lingkungannya.

b. Tindakan Untuk Keluarga

Tujuan :

1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri

pada pasien.

2) Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang aman untu

mencegah perilaku bunuh diri.

3) Keluarga mampu membantu pasien menggunakan cara penyelesaian

masalah yang sehat.

Tindakan Keperawatan :

1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku pasien

saat muncul ide bunuh diri.

2) Diskusikan dengan keluarga tentang cara mencegah perilaku bunuh

diri pada pasien.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 84


3) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua

benda-benda yang berpotensi membahayakan pasien (benda

tajam,tali pengikat,ikat pinggang, dan benda-benda lain yang

terbuat dari kaca).

4) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri.

5) Lakukan pengawasan secara terus-menerus.

6) Anjurkan keluarga meluangkan waktu lebih banyak bersama

lansia.

7) Mendiskusikan dengan keluarga cara penyelesaian masalah yang

baik/positif yang pernah dimiliki pasien.

8) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien menggunakan cara-cara

positif/baik dalam menyelesaikan masalah.

9) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan

cara penyelesaian masalah yang positif yang telah digunakan oleh

pasien

Lansia dengan Gangguan Pola Tidur

a. Tindakan untuk pasien

Tujuan :

1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur

2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur

Tindakan Keperawatan :

1) Bersama pasien mengindentifikasi penyebab gangguan pola tidur.

2) Diskusikan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tidur.

3) Kurangi tidur pada siang hari.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 85


4) Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur.

5) Hindarkan minum yang mengandung kafein.

6) Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk

memenuhi kebutuhan tidurnya.

b. Tindakan untuk keluarga

Tujuan :

1) Keluarga mengidentifikasi orang tua Bapak/Ibu dan gejala

gangguan pola tidur.

2) Keluarga membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan

tidur.

Tindakan Keperawatan :

1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola

tidur pada pasien.

2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang

untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

3) Jelaskan pada keluarga jika lansia mendapat terapi pengobatan

4) Jelaskan prinsip lima benar minum obat (benar obat, pasien, cara,

dosis, waktu).

5) Jelaskan pentingnya penggunaan obat sesuai anjuran dokter.

6) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.

7) Jelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari efek

samping.

8) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 86


4. Penatalaksanaan

Lansia Depresi dengan Ketidakberdayaan

a. Tindakan keperawatan untuk pasien

1) Memberi kesempatan bagi pasien untuk bertanmggung jawab

terhadap perawatan dirinya.

2) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.

3) Memberikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.

4) Menanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.

5) Menyepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.

b. Tindakan untuk keluarga

1) Mendiskusikan dengan keluarga tentang kemampuan yang pernah

dimiliki pasien.

2) Bersama keluarga memilih kemampuan yang dapat dilakukan

pasien saat ini.

3) Menganjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap

kemampuan yang masih dimiliki pasien.

4) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan

kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.

5) Menganjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan

kegiatan sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

6) Menjelaskan pada keluarga tentang obat-obatan anti depresi, anti

psikotik dan anti ansietas dengan :

Mengajarkan prinsip lima benar minum obat (benar obat,

pasien,cara, dosis, waktu).

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 87


Menjelaskan pentingnya penggunaan obat pada lansia dengan

depresi.

Menjelaskan akibat bila obat tidak dikonsumsi sesuai program.

Menjelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari

efek samping obat.

Menjelaskan cara mendapatkan obat atau berobat.

Lansia Depresi dengan Resiko Bunuh Diri

a. Tindakan keperawatan untuk pasien

1) Mendiskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri.

2) Membuat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri.

3) Membantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab

timbulnya ide bunuh diri.

4) Mengajarkan beberapa alternative cara penyelesaian masalah yang

konstruktif.

5) Membantu pasien memilih cara yang paling tepat untuk

menyelesaikan masalah secara konstruktif.

6) Memberi pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan

tepat.

7) Menganjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada

di lingkungannya.

b. Tindakan Untuk Keluarga

1) Mendiskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku

pasien saat muncul ide bunuh diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 88


2) Mendiskusikan dengan keluarga tentang cara mencegah perilaku

bunuh diri pada pasien.

3) Menciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan

semua benda-benda yang berpotensi membahayakan pasien (benda

tajam,tali pengikat,ikat pinggang, dan benda-benda lain yang

terbuat dari kaca).

4) Mengantisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri.

5) Melakukan pengawasan secara terus-menerus.

6) Menganjurkan keluarga meluangkan waktu lebih banyak bersama

lansia.

7) Mendiskusikan dengan keluarga cara penyelesaian masalah yang

baik/positif yang pernah dimiliki pasien.

8) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien menggunakan

cara-cara positif/baik dalam menyelesaikan masalah.

9) Menganjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap

penggunaan cara penyelesaian masalah yang positif yang telah

digunakan oleh pasien.

Lansia dengan Gangguan Pola Tidur

a. Tindakan untuk pasien

1) Bersama pasien mengindentifikasi penyebab gangguan pola tidur.

2) Mendiskusikan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan tidur.

3) Mengurangi tidur pada siang hari.

4) Memberikan minum air hangat/susu hangat sebelum tidur.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 89


5) Menghindarkan minum yang mengandung kafein.

6) Memberikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk

memenuhi kebutuhan tidurnya.

b. Tindakan untuk keluarga

1) Mendiskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala

gangguan pola tidur pada pasien.

2) Menganjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang

tenang untuk memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

3) Menjelaskan pada keluarga jika lansia mendapat terapi

pengobatan.

4) Menjelaskan prinsip lima benar minum obat (benar obat, pasien,

cara, dosis, waktu).

5) Menjelaskan pentingnya penggunaan obat sesuai anjuran dokter.

6) Menjelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.

7) Menjelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk menghindari

efek samping.

8) Menjelaskan cara mendapatkan obat atau berobat.

6) Evaluasi

Mengukur keberhasilan Asuhan Keperawatan yang anda lakukan dapat

dilakukan dengan menilai kemampuan pasien dan keluarga.

Evaluasi terhadap masalah ketidakberdayaan

a. Kemampuan Pasien :

1) Pasien mempu berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 90


2) Pasien mampu melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan

masalah.

b. Kemampuan Keluarga :

1) Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki

pasien.

2) Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang

dimiliki.

Evaluasi terhadap masalah risiko bunuh diri

a. Kemampuan pasien :

1) Pasien mampu mengungkapkan ide bunuh diri.

2) Pasien mampu mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri.

3) Pasien mampu mendemonstrasikan cara menyesaikan masalah

yang konstruktif.

b. Kemampuan Keluarga :

1) Keluarga mampu mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh

diri.

2) Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang aman untuk

mencegah perilaku bunuh diri.

3) Keluarga mampu membantu pasien menetapkan cara-cara yang

positif untuk mengatasi masalah.

Evaluasi terhadap masalah gangguan pola tidur

a. Kemampuan pasien :

1) Pasien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 91


2) Pasien mampu menciptakan cara yang tepat untuk memenuhi

kebutuhan tidur.

b. Kemampuan Keluarga :

1) Keluarga mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur yang

dialami pasien.

2) Keluarga mampu menyediakan lingkungan lingkungan yang

nyaman untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur pasien.

3) Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan

tidur.

2.6 POST POWER SYNDROME

A. Pengertian

Arti dari syndrome itu adalah kumpulan gejala. Power adalah

kekuasaan. Jadi, post power syndrome kira-kira adalah gejala-gejala pasca

kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orang-orang yang

mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah

tidak menjabat lagi seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi

yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang

diartikan post power syndrome.

Post power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana penderita

hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (entah jabatannya

atau karirnya, kecerdasannya, kepemimpinannya atau hal yang lain) dan

seakan-akan tidak bisa memandang realita atau kenyataan yang ada saat

ini.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 92


Jadi dapat disimpulkan bahwa post power sindrome adalah gejala

kejiwaan yang kurang stabil yang muncul tatkala seseorang turun dari

kekuasaan atau jabatan tinggi yang dimilikinya sebelumnya.

B. Etiologi Post Power Syndrome

a. Faktor eksternal

Kejadian traumatik merupakan penyebab terjadinya post power

syndrome. Apabila seseorang tidak mampu menerima keadaan yang

dialaminya, maka seseorang akan menderita post power. Pensiun dini dan

PHK adalah salah satu faktor tersebut. Bila orang yang mendapatkan

pensiun dini tidak bisa menerima keadaan bahwa tenaganya sudah tidak

digunakan lagi, walaupun menurutnya dirinya masih bisa memberi

kontribusi yang signifikan kepada perusahaan, post-power syndrome akan

dengan mudah menyerang. Apalagi bila ternyata usianya sudah termasuk

usia kurang produktif dan ditolak ketika melamar ke perusahaan lain, post-

power syndrome yang menyerangnya akan semakin parah.

Kejadian traumatik juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya

post-power syndrome. Misalnya kecelakaan yang dialami oleh seorang

pelari, yang menyebabkan kakinya harus diamputasi. Bila dia tidak

mampu menerima keadaan yang dialaminya, dia akan mengalami post-

power syndrome. Dan jika terus berlarut-larut, tidak mustahil gangguan

jiwa yang lebih berat akan dideritanya.

Post-power syndrome hampir selalu dialami terutama orang yang

sudah lanjut usia dan pensiun dari pekerjaannya. Hanya saja banyak orang

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 93


yang berhasil melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan

dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu, dimana

seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang ada, ditambah dengan

tuntutan hidup yang terus mendesak, dan dirinya adalah satu-satunya

penopang hidup keluarga, resiko terjadinya post-power syndrome yang

berat semakin besar.

Beberapa kasus post-power syndrome yang berat diikuti oleh

gangguan jiwa seperti tidak bisa berpikir rasional dalam jangka waktu

tertentu, depresi yang berat, atau pada pribadi-pribadi introfert (tertutup)

terjadi psikosomatik (sakit yang disebabkan beban emosi yang tidak

tersalurkan) yang parah.

b. Faktor Internal

Menurut Turner & Helms (1983) menyatakan bahwa terdapat beberapa

penyebab faktor internal bagi pekembangannya PPS pada diri seseorang

yang kehilangan jabatan yaitu:

1) Kehilangan harga diri karena dengan hilangnya jabatan seseorang

merasa kehilangan perasaan memiliki atau dimiliki, artinya dengan

jabatan seseorang akan menjadi bagian penting dari institusi sehingga

juga merasa dimiliki oleh institusi dengan jabatan pula seseorang

merasa lebih yakin diri, karena diakui kemampuanya. Kecuali itu

orang tersebut juga merasa puas akan kepemilikan kekuasaan yang

terkait dengan jabatan yang dia emban.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 94


2) Kehilangan latar belakang kelompok eksklusif, misalnya kelompok

manager, kelompok kepala seksi, dan lain lain yang memberikan

perasaan kebanggaan tersendiri.

3) Kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu. Jabatan

memberikan perasaan berarti yang menunjang peningkatan

kepercayaan diri seseorang.

4) Kehilangan orientasi kerja. Dengan jabatan yang jelas, maka seseorang

memiliki kerangka pelaksanaan tugas yang jelas dan powerful, yang

berpengaruh terhadap kontak sosial pula.

5) Kehilangan sebagian sumber penghasilan yang terkait dengan jabatan

yang dipegang.

Penderita Post Power Syndrome juga bisa mendadak menjadi agresif

dengan peningkatan intensitas aktifitas yang tidak terkendali demi

tercapainya pengakuan akan eksistensi diri dari lingkungan dimana orang

tersebut berada. Kondisi psikis yang sedemikian tegangnya akan

berpengaruh terhadap ketegangan serta gangguan fungsi syaraf otonom

yang berpengaruh pada gangguan fisiologis berupa gangguan metabolisme

tubuh, sehingga penyertaan reaksi somatisasi berupa aneka keluhan fisik

pun tidak terhindarkan. Biasanya iklim relasi dalam keluarga pun menjadi

terganggu karena kecenderungan orang penderita post power syndrome

menjadikan keluarga sebagai ajang pelampiasaan kekuatan kekuatan

terdahulu terhadap anak buah saat memangku jabatan.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 95


Penyebab pensiun diantaranya :

1. Sudah mencapai usia pensiun

2. Diberhentikan dengan tidak hormat

3. PHK

4. Pensiun Dini

5. Sakit berkepanjangan

6. Permintaan Sendiri

7. Penyederhanaan Organisasi

8. Tidak cakap jasmani dan rohani

9. Kalah populer

10. Dokter tua

11. Sesuai dengan masa jabatan

Dampak atau akibat yang akan terjadi oleh penderita power syndrome

pada keluarga ataupun kerabat dekat biasanya akan menjadi:

a. Otoriter

b. Dominan

c. Sulit diajak kompromi dalam relasi dengan anggota keluarga, sehingga

sering meluncur bentakan, makian, serta kemarahan tanpa kendali yang

ditunjukan kepada anggota keluarga bila merasa tidak dipatuhi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 96


C. Gejala Post Power Syndrome

1. Gejala fisik

Misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya dibandingkan

waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban), berkeriput,

dan menjadi pemurung, sakit-sakitan, dan tubuhnya menjadi lemah.

2. Gejala emosi

Misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin

menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan

sebagainya.

3. Gejala perilaku

Misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola

kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat

yang lain.

Gejala-gejala post power syndrome (Setiabudhi, 2000), seperti:

a. Kesedihan yang tidak juga hilang, cemas, hampa.

b. Kehabisan energi, lelah berkepanjangan

c. Kehilangan kesenangan dan daya tarik kegiatan rutin

d. Gangguan tidur

e. Gangguan makan

f. Kesulitan konsentrasi

g. Perasaan bersalah

h. Cepat tersinggung, marah

i. Sering menangis

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 97


Menurut Tri Mardhany 2003 menyimpulkan bahwa perbandingan sikap

menghadapi masa pensiun pada pensiunan yang mengalami PPS dan non PPS

secara signifikan mengalami perbedaan. Non PPS menyikapi masa pensiun

secara positif dan menyadari usianya telah lanjut. Sedangkan PPS menyikapi

masa pensiun dengan menyangkalnya. Penyangkalan ini karena mereka yang

mengalami PPS memiliki orientasi pada bekerja dan jabatan yang disandang.

Berikut adalah hasil studi Tri Mardhany dalam skripsinya yang berjudul

Makna hidup pada pensiunan yang mengalami post power syndrome dengan

yang tidak mengalami post power syndrome (Fakultas Psikologi UI, 2003)

dalam tabel berikut:

Perbedaan Sikap dan Makna Hidup antara Pensiun PPS dan Non PPS:

PPS NON PPS

Sikap Terhadap Pensiun

Kesiapan Tidak ada Sudah Ada Persiapan

Pengetahuan Tidak ada Mencari Informasi

Tingkah Laku Menolak Menerima

Pikiran Positif Menganggur Istirahat sebagai pekerja

Pikiran Negatif Kehilangan Pekerjaan, Tidak Ada

Emosi Marah, Sedih, Stress Mawas Diri

Makna Hidup

Kehormatan dan

Makna Kerja Kekuasaan Tanggung Jawab

Makna Derita Kehilangan Kerja, uang Tidak Ada

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 98


Perkembangan Menjadi Tua

Stagnasi Generativitas

Putus Asa Integrasi Diri

Masa Pensiun

Fase honeymoon Bersenang-senang Untuk hal yang berguna

Fase disenchantment Membosankan Merasa puas

Fase reorientation Masih mencari aktivitas Aktivitas sosial

Fase stability Aktivitas belum cocok Menyenangi aktivitas

Fase termination Menjadi perhatian keluarga Puas dan bahagia

D. Faktor Yang Dapat Memperparah Post Power Syndrom

1. Pekerja yang mempunyai keluarga besar dan banyak anak

2. Pekerja yang mempunyai keluarga besar dan baru saja kehilangan salah

satu anggota keluarganya.

3. Bila dalam keluarga pekerja ada yang menderita penyakit kronis atau

sakit-sakitan sehingga menguras pikiran, tenaga, dan materi.

4. Seorang pensiunan yang masih ada beban tanggungan karena anak-

anaknya belum ada yang menikah walaupun sudah bekerja.

5. Bila ada anggota keluarga yang terkena obat-obatan terlarang.

6. Keluarga yang mempunyai anak yang Drop Out dari sekolahnya /

kuliahnya.

7. Situasi ekonomi yang kurang baik.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 99


E. Tipe Kepribadian Yang Rentan Terhadap Post Power Syndrome

1. Seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai

kekurang tangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya menjadi

pegangan, penunjang bagi ketidak tangguhan fungsi kepribadian secara

menyeluruh.

2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan

menganggap pekerjaan sebagai satu satunya kegiatan yang dinikmati dan

seolah menjadi istri pertama nya. Orang seperti ini akan sangat

mengabaikan pemanfaatan masa cuti dengan cara kerja, kerja dan kerja

secara terus- menerus.

3. Seseorang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang

permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.

4. Seseorang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena

kurangnya harga diri. Jadi kalau ada jabatan, dia merasa lebih diakui oleh

orang lain.

5. Seseorang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada

kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap

orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-

galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya.

F. Fase penyesuaian diri pada saat pensiun

Penyesuaian diri pada saat pensiun merupakan saat yang sulit, dan terdapat

tiga fase proses pensiun:

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 100


1. Preretirement Phase (fase pra pensiun)

Fase ini bisa dibagi pada 2 bagian lagi yaitu remote dannear dan

remote phase . Pada remote phase, masa pensiun masih dipandang

sebagai suatu masa yang jauh.Biasanya fase ini dimulai pada saat orang

tersebut pertama kali mendapat pekerjaan dan masa ini berakhir ketika

orang terebut mulai mendekati masa pensiun. Sedangkan pada dannear

phase, biasanya orang mulai sadar bahwa mereka akan segera memasuki

masa pensiun dan hal ini membutuhkan penyesuaian diri yang baik.

Namun pada saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang mulai

memberikan program persiapan masa pensiun.

2. Retirement Phase (fase pensiun)

Masa pensiun ini sendiri terbagi dalam 4 fase besar, yaitu:

a. Tahapan pertama yakni honeymoon phase. Periode ini biasanya

terjadi tidak lama setelah orang memasuki masa pensiun. Sesuai

dengan istilah honeymoon (bulan madu), maka perasaan yang muncul

ketika memasuki fase ini adalah perasaan gembira karena bebas dari

pekerjaan dan rutinitas. Biasanya orang mulai mencari kegiatan

pengganti lain seperti mengembangkan hobi. Kegiatan inipun

tergantung pada kesehatan, keuangan, gaya hidup dan situasi

keluarga. Lamanya fase ini tergantung pada kemampuan seseorang.

Orang yang selama masa kegiatan aktifnya bekerja dan gaya hidupnya

tidak bertumpu pada pekerjaan, biasanya akan mampu menyesuaikan

diri dan mengembangkan kegiatan lain yang juga menyenangkan.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 101


b. Tahapan kedua yakni disenchatment phase. Pada fase ini pensiunan

mulai merasa depresi, merasa kosong. Untuk beberapa orang pada

fase ini, ada rasa kehilangan baik itu kehilangan kekuasaan, martabat,

status, penghasilan, teman kerja, aturan tertentu. Pensiunan yang

terpukul pada fase ini akan memasuki reorientation phase, yaitu fase

dimana seseorang mulai mengembangkan pandangan yang lebih

realistik mengenai alternatif hidup. Mereka mulai mencari aktivitas

baru.

c. Tahapan ketiga yaitu stability phase. Fase dimana mereka mulai

mengembangkan suatu set kriteria mengenai pemilihan aktivitas,

dimana mereka merasa dapat hidup tentram dengan pilihannya.

3. End Of Retirement (fase pasca masa pensiun)

Biasanya fase ini ditandai dengan penyakit yang mulai menggerogoti

seseorang, ketidak-mampuan dalam mengurus diri sendiri dan keuangan

yang sangat merosot. Peran saat seorang pensiun digantikan dengan

peran orang sakit yang membutuhkan orang lain untuk tempat

bergantung.

G. Cara Mengelola Agar Terhindar Dari Post Power Syndrom

1. Harus menyadari dengan pikiran jernih bahwa setiap pekerja pada suatu

saat pasti akan merasakan masa pensiun, serta segala kekuasaan dan

jabatan yang tinggi adalah karunia Tuhan yang pasti akan diambil

kembali.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 102


2. Jangan merasa bahwa jabatan yang membuat anda dihargai dan

dihormati.

3. Jangan merasa bangga dengan pekerjaan, atau posisi yang anda miliki,

apalagi menjadi angkuh / sombong hingga memandang orang lain lebih

rendah.

4. Kesehatan juga harus dijaga dengan baik. Jauhkan diri dari alkhohol,

junk food, dan makanan berlemak serta harus mengurangi porsi

makanan secara bertahap.

5. Rajin berolahraga sesuai dengan kondisi tubuh dan umur anda agar

kesehatan dan semangat tetap terjaga

6. Mengikuti kegiatan yang bersifat sosial, seperti klub sepeda atau

kegiatan lain yang dapat membuat hati senang.

7. Menyalurkan hobi lama, menyanyi, berdansa, atau apa saja yang anda

sukai yang dapat menghibur dan menyenangkan hati anda.

8. Hubungan seks antara suami-istri merupakan salah satu cara untuk

mengelola Post Power Syndrom karena dapat melepaskan zat kimia A

centicolin di dalam otak.

9. Mempunyai hewan kesayangan dapat mempengaruhi detak jantung dan

tekanan darah.

10. Berhentilah membenci orang lain, ampunilah orang, berfikir positif,

lupakanlah kegagalan masa lalu dan tataplah masa depan yang cerah.

11. Bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarga merupakan kegiatan

yang penting bagi pensiunan

12. Merawat tanaman ada gerakan otot tubuh dan curahan pikiran.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 103


13. Jika fisik dan mental masih fit dan sehat, anda dapat bekerja kembali

sesuai profesi yang disukai.

14. Menekuni agama, rajin beribadah, berserah diri kepada Allah dan

selalu berdoa agar diberi ketabahan lahir batin dalam menghadapi

cobaan

H. Cara Penanganan Pada Penderita Post Power Syndrome

1. Cara Penanganan Eksternal

a) Dukungan dan pengertian dari orang-orang tercinta sangat membantu

penderita. Bila penderita melihat bahwa orang-orang yang dicintainya

memahami dan mengerti tentang keadaan dirinya, atau

ketidakmampuaanya mencari nafkah, ia akan lebih bisa menerima

keadaannya dan lebih mampu berfikir secara dingin. Hal itu akan

mengembalikan kreatifitas dan produktifitasnya, meskipun tidak sehebat

dulu. Akan sangat berbeda hasilnya jika keluarga malah mengejek dan

selalu menyindirnya, menggerutu, bahkan mengolok-oloknya.

b) Disamping itu, dukungan lingkungan terdekat, dalam hal ini keluarga,

dan kematangan emosi seseorang sangat berpengaruh pada terlewatinya

fase post-power syndrome ini. Seseorang yang bisa menerima kenyataan

dan keberadaannya dengan baik akan lebih mampu melewati fase ini

disbanding dengan seseorang yang memiliki konflik emosi.

c) Bila seorang penderita post-power syndrome dapat menemukan

aktualisasi diri yang baru, hal itu sangat menolong baginya. Misalnya

seorang manajer terkena PHK, tetapi bisa beraktualisasi diri di bisnis baru

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 104


yang dirintisnya (agrobisnis misalnya), ia akan terhindar dari resiko post-

power syndrome.

2. Cara Penanganan Internal

1) Sejak menerima jabatan, seseorang tetap menjaga jarak emosional yang

wajar antara diri dan jabatan tersebut, artinya memang karier setinggi

mungkin tetap harus kita jangkau dan menjadi cita cita demi kepuasan

batin, namun bila karier telah dicapai melalui kesempatan menduduki

jabatan tertinggi, tempatkanlah jabatan tersebut dalam posisi wajar.

2) Cadangkanlah sisa energi psikis bagi alternatife fokus lain. Dengan

demikian bila setatus formal dalam bentuk jabatan hilang, masih ada

focus lain bagi penyaluran energi psikis yang sehat.

3) Tanamkanlah dalam diri bahwa jabatan hanya bersifat sementara.

Memang dalam pelaksanaan jabatan diperlukan sikap serius dan

sungguh sungguh, namun tetap sadarilah bahwa sifat sementara dalam

menjabat tetap berlaku. Tidak ada jabatan yang dapat diemban seumur

hidup. Pasti akan tiba saatnya beristirahat dan menikmati masa istirahat

tersebut dengan cara yang sehat baik mental maupun fisik.

I. Pencegahan Post Power Syndrom

a. Usaha usaha yang bersifat preventif adalah suatu usaha yang dilakukan

dengan mengembangakan sikap dan kebiasaan hidu yang positf baik dalam

menjalankan tugas tugas hidup sehari hari maupun dalam bergaul

dengan orang lain. Dengan sikap dan kebiasaan hidup positif yang sama

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 105


manusia juga dapat mempertahankan bahkan meningkatkan

kebahagiaannya.

b. Usaha yang bersifat perseveratif atau developmental adalah suatu usaha

yang dilakukan dengan cara selalu membuka diri terhadap kesempatan dan

ajakan untuk semakin tumbuh dan berkembang. Jika terpaksa terjerumus ke

dalam gangguan tertentu , ia harus cukup terbuka untuk meminta dan

menerima pertolongan dari orang lain yang mampu menunjukannya jalan

untuk keluar dari penderitaannya .

c. Usaha yang bersifat kuratif adalah suatu usaha dimana kita harus selalu

bersikap positif dan gembira menghadapi aneka tantangan hidup besar

maupun kecil,berat maupun ringan.

J. Fungsi Keluarga Dalam Postpower Syndrome

Keluarga mempunyai pengaruh yang paling besar ketika terjadinya Post

Power Syndrome yang terjadi pada seseorang, berikut ini merupakan alasan

mengapa unit keluarga harus menjadi fokus sentral dari perawatan pada

seseorang yang menderita Post Power Syndrome.

1. Dalam unit keluarga, disfungsi apa saja yang mempengaruhi satu atau

lebih anggota keluarga, dan dalam hal tertentu, seringkali akan

mempengaruhi anggota keluarga yang lain dan unit ini secara keseluruhan.

2. Ada semacam hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan

anggotanya, bahwa peran dari keluarga sangta penting bagi setiap aspek

perawatan kesehatan anggota keluarga secara individu, mulai dari strategi-

strategi hingga fase rehabilitasi.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 106


3. Dapat mengangkat derajat kesehatan keluarga secara menyeluruh, yang

mana secara tidak langsung mengangkat derajat kesehatan dari setiap

anggota keluarga.

4. Dapat menemukan faktor faktor resiko.

5. Seseorang dapat mencapai sesuatu pemahaman yang lebih jelas terhadap

individu individu dan berfungsinya mereka bila individu individu

tersebut dipandang dalam konteks keluarga mereka.

6. Mengingat keluarga merupakan sistem pendukung yang vital bagi

individu-individu, sumber dari kebutuhan-kebutuhan ini perlu dinilai dan

disatukan kedalam perencanaan tindakan bagi individu-individu.

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 107


BAB 3

PENUTUP

3.1 Simpulan

Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan

kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan

pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan

sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan

perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji

kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan

intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya

atau pemberi pelayanan lain.

Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia

untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan

pasien. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek

pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-

macam kelompok seperti orientasi, remotivasi, kehilangan dan kelompok

sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan

psikoterapi.

3.2 Saran

1. Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang asuhan

keperawatan gerontik dengan gangguan psikososial

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 108


2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang

berkaitan dengan masalah psikososial pada lansia.

3.3 Kritik

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 109


DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Marifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Mass, Meridean L. 2011. Asuhan Keperawatan Geriatrik Diagnosis NANDA,

Kriteria Hasil NOC, Intervensi NIC. Jakarta : EGC.

Nugroho, wahjudi h. 2008. Keperawatan gerontik dan geriatrik. Jakarta : EGC.

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/medianers/article/view/736/pdf diakses pada

hari Selasa, 20 November 2012 pukul 03. 55 WIB

http://hatyascenter.blogspot.com/2011/03/post-power-syndrom-pada-lansia.html

diakses pada hari Selasa, 20 November 2012 pukul 03. 48 WIB

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan08/204312036/bab1.pdf diakses

pada hari Selasa, 20 November 2012 pukul 04. 06 WIB

http://quantum-nursing.blogspot.com/2010/01/keperawatan-gerontik.html diakses

pada hari Selasa, 20 November 2012 pukul 04. 08 WIB

http://d.scribd.com/docs/1ed84rrnm9by0455uoku.pdf diakses pada hari Selasa, 20

November 2012 pukul 04. 09 WIB

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK GANGGUAN PSIKOSIS PADA LANSIA 110

Anda mungkin juga menyukai