Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Anatomi dan Fisiologi Makula

Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal superior
dan inferior dengan diameter 5,5 mm. Makula adalah suatu daerah cekungan di sentral
berukuran 1,5 mm; kira-kira sama dengan diameter diskus; secara anatomis disebut juga dengan
fovea. 4,5 Secara histologis, makula terdiri dari 5 lapisan, yaitu membran limitan interna, lapisan
fleksiformis luar (lapisan ini lebih tebal dan padat di daerah makula karena akson sel batang dan
sel kerucut menjadi lebih oblik saat meninggalkan fovea dan dikenal sebagai lapisan serabut
Henle), lapisan nukleus luar, membran limitan eksterna, dan sel-sel fotoreseptor. Sel batang dan
kerucut merupakan sel fotoreseptor yang sensitif terhadap cahaya. Sel-sel ini memiliki 2 segmen
yaitu segmen luar dan segmen dalam. Segmen luar (terdiri dari membran cakram yang berisi
pigmen penglihatan) berhubungan dengan epitel pigmen retina. Sel epitel pigmen retina akan
memfagositosis secara terus menerus membran cakram, sisa metabolisme segmen luar yang telah
difagositosis oleh epitel pigmen retina disebut lipofusin. Sel epitel pigmen retina memiliki
aktivitas metabolisme yang tinggi; dengan bertambahnya usia, pigmen lipofusin makin
bertambah, akibatnya akan mengganggu pergerakan nutrien dari pembuluh darah koroid ke epitel
pigmen retina dan sel fotoreseptor.
Selain pemeriksaan klinis melihat gambaran fundus, pemeriksaan lain adalah dengan
kartu Amsler (Amsler grid), foto fundus dengan fundus fluorescein angiography (FFA),
indocyanine green angiography (ICGA) dan optical coherence tomography (OCT).

1) Funduskopi

Pada pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop direk atau indirek akan terlihat di
daerah makula berupa drusen, kelainan epitel pigmen retina seperti hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi yang berhubungan dengan drusen pada kedua mata, neovaskularisasi koroid,
perdarahan sub-retina, dan lepasnya epitel pigmen retina.

2) Kartu Amsler

Pada awal AMD neovaskular dapat terlihat distorsi garis lurus (metamorfopsia) dan
skotoma sentral. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk pemantauan oleh penderita sendiri
sehingga tindakan dapat dilakukan secepatnya.

3) Fundus fluorescein angiography (FFA)

Pemeriksaan FFA merupakan gold standard bila dicurigai CNV. Gambaran FFA dapat
menentukan tipe lesi, ukuran dan lokasi CNV, sehingga dapat direncanakan tindakan
selanjutnya. FFA juga digunakan sebagai penuntun pada tindakan laser dan sebagai pemantauan
dalam menentukan adanya CNV yang menetap atau berulang setelah tindakan laser.
Dari gambaran FFA, dapat ditentukan beberapa tipe lesi, yaitu (a) CNV Klasik: gambaran
hiperfluoresin berbatas tegas pada fase pengisian awal arteri, dan pada fase lambat tampak
kebocoran fluoresin sehingga batasnya menjadi kabur, (b) CNV Tersamar (Occult): pada fase
lambat terlihat gambaran hiperfluoresin granular dengan batas tidak tegas, (c) Predominan
klasik: lesi klasik lebih dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar, dan (d) Minimal klasik: lesi
klasik kurang dari 50% dibandingkan dengan tipe tersamar.

4) Indocyanine green angiography (ICGA)

ICGA sangat lambat mengisi kapiler koroid sehingga struktur koroid dapat terlihat lebih
detail. Hal ini memberi gambaran yang baik pada kelainan koroid dan menghilangkan blokade
yang terjadi pada FFA, sehingga sering digunakan dalam diagnosa CNV tersamar.

5) Optical coherence tomography (OCT)

Teknik imaging dengan potongan sagital dua dimensi resolusi tinggi dapat
memperlihatkan gambaran perubahan setiap lapisan retina. Dapat menilai secara kuantitatif
ketebalan makula, akan tetapi masih perlu evaluasi manfaatnya dalam menentukan CNV.

2.9 Tatalaksana
Tujuan pengobatan ARMD neovaskuler adalah untuk mempertahankan tajam penglihatan
yang ada dan menurunkan risiko penurunan tajam penglihatan yang lebih berat. Tindakan laser
bertujuan untuk merusak CNV tanpa menyebabkan kerusakan jaringan yang berarti.

1) Fotokoagulasi laser

Laser argon hijau atau kripton merah dapat digunakan. Laser kripton merah lebih sedikit
diabsorpsi oleh pigmen xantofil dibandingkan laser argon hijau, sehingga memungkinkan
dilakukan lebih dekat dengan daerah sentral fovea. Besarnya spot adalah 100-200 m dengan
durasi 0,1-0,5 detik.

Menurut Macular Photocoagulation Study (MPS) penderita yang akan menjalani laser dibagi
dalam 3 kelompok:

a. CNV ekstra-fovea: laser akan sangat efektif karena tidak mempengaruhi tajam
penglihatan.
b. CNV juksta-fovea: CNV akan melebar ke daerah foveal avascular zone (FAZ) tetapi
jarang sampai ke daerah pusat makula. Karena risikonya cukup tinggi, terapi laser masih
kontroversial.
c. CNV sub-fovea: karena CNV di sub-fovea, fotokoagulasi laser berisiko menyebabkan
kehilangan tajam penglihatan permanen. Beberapa kasus jika diseleksi dengan benar
dapat juga diterapi bila ukurannya kecil dan penderita disiapkan untuk risiko penurunan
tajam penglihatan sesudah terapi.

2) Photodynamic therapy ( PDT)

PDT adalah teknik pengobatan mengaktifkan zat verteporfin menggunakan sinar laser
(fotosensitizer). Terapi ini tidak merusak EPR, fotoreseptor, dan koroid karena laser yang
digunakan tidak menimbulkan panas dan zat aktif hanya bekerja pada jaringan CNV. Hal ini
karena vertoporfin berikatan dengan low density lipoprotein (LDL) yang banyak terdapat pada
sel endotel pembuluh darah yang sedang berproliferasi. PDT merupakan pilihan terapi CNV sub-
fovea tipe klasik dan predominan klasik. Terapi ini dapat diulang setiap 3 bulan bila masih
terlihat kebocoran. Hindari pajanan matahari secara langsung selama 24-48 jam setelah injeksi
vertoporfin.
3) Transpupillary thermotherapy (TTT)

TTT merupakan terapi iradiasi rendah dengan sinar laser inframerah (810 nm) sehingga
panas yang dihasilkan tidak merusak jaringan dan dapat digunakan pada CNV subfovea dengan
lesi okult.

TTT merupakan tantangan bagi operator untuk menentukan power yang akan digunakan
karena setelah TTT tidak terlihat perubahan warna pada retina sehingga tidak diketahui apakah
telah terjadi suatu oklusi atau belum.

4) Terapi anti-angiogenesis

Anti-angiogenesis dapat digunakan untuk terapi CNV karena dapat menghambat vascular
endothelial growth factor (VEGF) sehingga CNV menjadi regresi dan juga mencegah
terbentuknya CNV baru.

Dapat digunakan secara primer atau tambahan pada saat terapi laser. Saat ini anti VEGF
yang sedang berkembang ialah ranibizumab, pegabtanib sodium, dan bevacizumab intravitreal,
yang dikatakan dapat menstabilkan visus atau meningkatkan tajam penglihatan secara temporer.

Sering pula anti-angiogenesis dikombinasikan dengan anti-inflamasi (dexamethasone)


intravitreal dan dapat pula dikombinasikan setelah PDT.

5) Radiasi

Beberapa penelitian kecil mengungkapkan terapi radiasi dapat menstabilkan AMD


eksudatif atau meregresi CNV. Radiasi okuler dengan sinar proton dosis rendah <20 gray dalam
200 centigray relatif aman dilakukan pada CNV subfovea.

6) Pembedahan

a. Translokasi macula

Merupakan pengobatan yang menjanjikan, karena dapat memperbaiki tajam penglihatan


sampai tingkat dapat membaca dan mengendarai mobil. Meskipun demikian tindakan ini juga
mengandung risiko. Translokasi makula merupakan suatu tindakan pembedahan memindahkan
neurosensoris retina fovea dari daerah neovaskularisasi subfovea ke daerah EPR membran Bruch
kompleks koriokapilaris yang masih sehat sehingga CNV dapat diterapi dengan fotokoagulasi
laser. Pemindahan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sel fotoreseptor.

Tindakan ini dapat dilakukan apabila visusnya relatif masih baik, perdarahannya belum terlalu
lama, dan sebelumnya belum pernah dilakukan tindakan laser.

b. Transplantasi EPR

Beberapa peneliti melakukan eksisi CNV atau pengangkatan jaringan fibrovaskuler


subfovea, yang kemudian dilanjutkan dengan transplantasi EPR.

7) Pendidikan dan Rehabilitasi

Pendidikan pada penderita berusia 50 tahun ke atas yang pada makulanya terdapat drusen
sangat perlu, agar mereka mampu memantau sendiri penglihatan sentralnya menggunakan kartu
Amsler. Penderita gangguan penglihatan sentral permanen dapat memanfaatkan sisa
penglihatannya dengan menggunakan alat bantu optik seperti lensa, teleskop, kaca pembesar,
kaca mikroskopis (kacamata baca positif tinggi) atau alat bantu elektronik (CCTV/ close circuit
television). Selain itu, dapat digunakan alat bantu non-optik seperti buku dengan cetakan huruf
besar, tiposkop, pencahayaan tambahan untuk membantu membaca dan memodifi kasi
lingkungan dengan pemberian warna yang kontras di dalam rumah.

Anda mungkin juga menyukai