Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sklerosis Multipel atau Multiple sclerosis (MS) pertama kali ditemukan pada

tahun 1882 oleh Sir Agustus Deste dari Inggris, akan tetapi Cruveilhier & Charcot

memberi gambaran lebih terperinci tentang adanya plak dan sclerosis pada susunan

saraf pusat. Multiple Sclerosis (MS) adalah penyakit autoimun kronik yang

menyerang mielin otak dan medula spinalis sehingga menyebabkan kerusakan myelin

dan juga akson yang mengakibatkan gangguan transmisi konduksi saraf.4

Di Indonesia penyakit ini tergolong jarang jika dibandingkan dengan penyakit

neurologis lainnya. MS lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki

dengan rasio 2:1. Umumnya penyakit ini diderita oleh mereka yang berusia 20-50

tahun. MS bersifat progresif dan dapat mengakibatkan kecacatan. Sekitar 50%

penderita MS akan membutuhkan bantuan untuk berjalan dalam 15 tahun setelah

onset penyakit.4

Penyebab MS sampai saat ini belum diketahui. Keterlibatan faktor genetik

dan non-genetik seperti infeksi virus, metabolisme dan faktor lingkungan diduga

berperan dalam mencetuskan respon imun yang merusak susunan saraf pusat.

Sehingga untuk mendiagnosis penyakit ini masih sulit dan diperlukan adanya

pemeriksaan laboratorium dalam membantu menegakkan diagnosis.4

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Neuron adalah sel saraf yang

merupakan unit dasar sistem saraf dan berfungsi untuk menghantarkan impuls yang

membawa informasi dari lingkungan. Neuron berbeda-beda dalam ukuran dan

bentuknya tergantung pada tugas khusus yang harus dilakukannya, namun scara

umum setiap neuron terdiri dari badan sel (perikarion/soma), nucleus (inti sel), akson,

dendrite, dan tombol terminal. Setiap neuron memiliki sebuah badan sel yang berisi

nucleus yang didalamnya terdapat kromosom (DNA). Dari badan sel menjulur

prosesus-prosesus (tonjolan) yang disebut akson dan dendrite. Akson merupakan

prosesus yang menghantarkan impuls dari badan sel ke tombol terminal dan

jumlahnya biasanya satu. Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak yang disebut

Myelin.6

Myelin merupakan suatu konduktor yang mempunyai cara kerja menghalangi

ion natrium dan ion kalium melintasi membrane neuronal dengan hampir sempurna.

Selubung myelin tidak continue sepanjang saraf, dan terdapat celah yang tidak

memiliki myelin, dinamakan nodus ranvier. Tonjolan saraf pada susunan saraf pada

susunan saraf pusat dan tepi dapat bermyelin atau tidak. Serabut saraf yang yang

mempunyai selubung myelin dinamakan serabut bermyelin, dan didalam SSP

2
dinamakan masa putih (substansia alba). Serabut yang tak bermielin dinamakan

serabut tak bermielin dan terdapat pada substansia kelabu (substansia grisea).

Transmisi impuls saraf disepanjang serabut myelin lebih cepat dari transmisi

disepanjang serabut tak bermielin.10

2.2 Perbedaan Serabut Saraf Dengan Myelin dan Tanpa Myelin

Terdapat beberapa jenis serabut saraf. Beberapa isyarat sensorik perlu

dihantarkan ke susunan saraf pusat dengan sangat cepat, jika tidak informasi ini akan

menjadi tidak berguna. Pada ujung yang lain, beberapa jenis informasi sensorik,

seperti yang menggambarkan pegal yang lama, tidak perlu dihantarkan dengan cepat,

sehingga cukup serat yang menghantarkan sangat lambat. Serat saraf mempunyai

semua ukuran, dari diameter 0,2-20 mikron sampai dengan diameter yang lebih besar

mempunyai kecepatan hantaran yang lebih besar. Batas kecepatan hantaran adalah

0,5-120 meter per detik.5

Klasifikasi umum serat saraf meliputi seraf saraf sensorik dan motorik,

termasuk serat saraf otonom. Dalam klasifikasi umum, serat ini dibagi menjadi jenis

A dan C, dan serat jenis A dibagi lagi menjadi serat , , , dan . Serat jenis A

merupakan serat saraf spinalis yang bermielin dan khas. Serat jenis C merupakan

serat saraf tak bermielin dan sangat kecil yang menghantarkan impuls pada kecepatan

rendah dan jumlahnya lebih dari setengah saraf sensorik pada kebanyakan saraf

perifer dan juga semua serat otonom postganglion.5

Dalam klasifikasi serat sensorik, serat ini dibagi menjadi kelompok Ia, Ib, II,

III, dan IV. Serat grup I adalah terbesar dan serat grup IV adalah yang terkecil,

3
merupakan serat tak bermielin yang sama seperti serat jenis C dalam klasifikasi

umum.5

2.3 Multiple Sclerosis

2.3.1 Definisi

Multiple sclerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan sumsum

tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab

utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan oleh banyak

faktor, terutama proses autoimun. Focal lymphocytic infiltration atau sel T bermigrasi

keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi menembus sawar darah otak (blood brain

barrier) secara terus-menerus menuju lokasi dan melakukan penyerangan pada

antigen myelin pada sistem saraf pusat seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi.

Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada myelin

(demyelinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degenerative. Akibat

demyelinasi, neuron menjadi kurang efisien dalam potensial aksi. Transmisi impuls

yang disampaikan oleh neuron yang terdemyelinisasi akan menjadi buruk. Akibat

kebocoran impuls tersebut, terjadi kelemahan dan kesulitan dalam mengendalikan

otot atau kegiatan sensorik tertentu di berbagai bagian tubuh.9

4
Gambar 2.1 Perbedaan Neuron Normal dan Neuron Demyelinisasi

2.3.2 Epidemiologi

Menurut National Multiple Sclerosis Society, kira-kira 400.000 orang

Amerika tercatat menderita MS, dan pada setiap minggunya sekitar 200 orang

didiagnosis MS. Di seluruh dunia, MS mungkin diderita 2.5 juta individu. Umumnya

serangan terjadi dalam dekade ketiga dan keempat, walaupun penyakit ini bisa mulai

dalam masa anak-anak dan juga di atas usia 60 tahun. Secara keseluruhan MS terjadi

lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan adalah kira-

kira 2:1. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah 60 tahun. Usia rata-

rata timbulnya gejala adalah 30 tahun, dengan kisaran antara 18 tahun hingga 40

tahun pada sebagian besar pasien. Ciri khas perjalanan multiple sclerosis adalah

serangkaian serangan terbatas yang menyerang bagian susunan saraf pusat yang

berlainan. Masing-masing serangan kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat

pengurangan, namun keseluruhan gambaran adalah suatu keadaan yang makin

memburuk.3,4

5
Multiple sclerosis secara dominan menyerang orang kulit putih, informasi

terakhir cenderung menunjukkan bahwa MS adalah suatu penyakit bawaan dan

mungkin dapat ditularkan. Adanya bukti bahwa hubungan antara HLA system

(Human Leukocyte Antigen) dan multiple sklerosis menunjukkan suatu kerentanan

genetik terhadap penyakit itu.3

Gambar 2.2 Persebaran Multiple Sclerosis

2.3.3 Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi dari kelainan tersebut masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme

penting yang menjadi penyebab timbulnya bercak MS yaitu autoimun, infeksi, dan

herediter. Meskipun bukti yang meyakinkan kurang, faktor makanan dan paparan

toksin telah dilaporkan ikut berkontribusi juga. Mekanisme ini tidak saling berdiri

sendiri melainkan merupakan gabungan dari berbagai faktor.7

Mekanisme autoimun diduga terjadi melalui penurunan aktifitas limfosit T-

supresor pada sirkulasi pasien penderita MS serta adanya molecular mimicry antara

antigen dan MBP (myelin basic protein) yang mengaktifkan klon sel T yang spesifik

terhadap MBP (MBP specific T-cell clone). Limfosit T4 menjadi autoreaktif pada

6
paparan antigen asing yang strukturalnya mirip dengan MBP. Tidak hanya beberapa

virus dan peptida bakteri saja yang memiliki kesamaan struktural dengan MBP, tetapi

beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat mengaktifkan MBP-spesifik T-sel klon

pada pasien MS.7

Beberapa infeksi virus diketahui menyebabkan demyelinasi pada manusia

diantaranya progressive multifocal leukoencephalopathy yang disebabkan oleh

papilloma virus JC, subakut sclerosing panencephalitis oleh virus campak. Pada MS

studi serologis awal sulit ditafsirkan. Namun, banyak pasien MS terdapat elevasi titer

CSF terhadap virus campak dan herpes simpleks (HSV), tetapi ini juga tidak

spesifik.8

Hal terpenting dari peran mielin pada proses transmisi dapat terlihat dengan

mengamati hal yang terjadi jika tidak lagi terdapat mielin di sana. Pada orang-orang

dengan multiple sklerosis, lapisan mielin yang mengelilingi serabut saraf menjadi

hilang. Sejalan dengan hal itu, orang tersebut perlahan-perlahan kehilangan

kemampuan mengontrol otot-ototnya dan akhirnya tidak mampu sama sekali.1

Gambar 2.3 Kerusakan Mielin Pada Serabut Saraf

7
Sifat dasar gangguan yang menyebabkan multiple sclerosis tidak diketahui

dengan pasti. Bukti-bukti terbaru mendukung teori bahwa MS adalah penyakit

autoimun, mungking berkaitan dengan pemicu lingkungan yang tidak dapat

ditentukan seperti infeksi virus. Hipotesis ini berasal dari observasi bahwa infeksi

virus biasanya menyebabkan peradangan yang melibatkan produksi interferon

gamma, yaitu suatu zat kimia yang diketahui dapat memperburuk MS. Sejumlah virus

telah diajukan sebagai agen penyebab yang mungkin pada multiple sklerosis.

Beberapa peneliti menduga virus campak (rubeola). Berbagai antibodi campak telah

ditemukan dalam serum dan cairan serebrospinalis (CSF) pasien MS, dan bukti yang

ada mengesankan antibody ini dihasilkan dalam otak. Teori lain menduga bahwa

faktor genetik tertentu menyebabkan beberapa orang lebih peka terhadap invasi

susunan saraf pusat dengan berbagai virus lambat. Virus yang lambat memiliki

masa inkubasi yang lama dan hanya mungkin berkembang dengan keadaan defisiensi

atau imun yang abnormal. Antigen histokompabilitas tertentu ( HLA-A3, HLA-A7)

telah ditemukan lebih sering pada pasien multiple sklerosis dibandingkan dengan

subjek yang terkontrol. Adanya antigen ini mungkin berkaitan dengan defisiensi

pertahanan imunologis dalam melawan infeksi virus.1

2.3.4 Faktor Resiko

Beberapa keadaan yang biasanya dianggap sebagai faktor pencetus adalah

kehamilan, infeksi (khususnya dengan demam), stress emosional, dan cedera.

Penyembuhan sempurna biasanya terjadi setelah serangan pertama. Remisi biasanya

timbul dalam waktu 1 hingga 3 bulan dengan serangan yang berturut-turut. Namun

8
pada akhirnya penyembuhan tidak terjadi secara sempurna, dan pasien diwarisi

kerusakan permanen tambahan setelah serangan penyakit tersebut.1

2.3.5 Manifestasi Klinis

Gambar 2.4 Manifestasi Klinis Multiple Sclerosis

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada Multiple Sclerosis (MS) adalah: 7,8

a. Gangguan visual

Neuritis optik (retrobulbar) merupakan gangguan visual khas yang merupakan

tanda onset multipel sklerosis. Patologi dasarnya adalah demielinisasi inflamasi pada

satu atau kedua nervus optik. Gejala neuritis optik unilateral meliputi :

Nyeri disekitar salah satu mata terutama saat mata bergerak

Penglihatan kabur dan dapat berlanjut menjadi kebutaan total monookular

Hilangnya penglihatan warna

9
Selain gangguan ketajaman penglihatan dan warna, pemeriksaan dapat

menunjukan :

Diskus optikus membengkak, dan kemerahan pada funduskopi jika area

demielinisasi inflamasi terletak langsung dibelakang papil nervus optikus

Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma sentral pada mata yang terkena

Defek pupil aferen relative

Neuritis optik biasanya akan membaik setelah beberapa minggu atau bulan,

walaupun pasien tetap memiliki ganggguan penglihatan pada mata yang terkena, dan

funduskopi umumnya menunjukkan diskus optikus yang pucat karena atrofi nervus

optikus. Pembengkakan diskus optikus pada fase akut jika bilateral harus dibedakan

dari edema papil yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial walaupun

kadang tampak serupa. Pada edema papil, biasanya ketajaman penglihatan lebih baik

dan defek lapang pandang pada awal edema papil adalah berupa pembesaran bintik

buta fisiologis. Episode neuritis optik tidak selalu menunjukkan bahwa pasien

selanjutnya akan mengalami multiple sclerosis tetapi mungkin saja hanya merupakan

penyakit monofasik, terutama pada anak dan jika bilateral.

Gangguan visual lainnya saat onset MS meliputi diplopia yang sering disertai

vertigo dan mual, sehingga merupakan indikasi adanya plak batang otak.

Pemeriksaan pada keadaan ini dapat menunjukkan oftalmoplegia internuklear. Dapat

juga terjadi ataksia serebelar.

10
b. Gejala dari gangguan batang otak

Trigeminal neuralgia terjadi pada 1,5% pasien MS dan 300 kali lebih banyak

terjadi dalam kelompok ini dibandingkan di dalam populasi umum. Trigeminal

neuralgia dua kali lipat terjadi bilateral pada pasien MS dibandingkan dari poplulasi

pada umumnya. Seringkali nyeri muncul di antara serangan paroksismal, dan bisa

saja nyeri terjadi diluar dari distribusi syaraf trigeminal, kelumpuhan nervus fasialis,

atau gejala lain yang menyertai tanda gejala pada lesi pontine. MS-related trigeminal

neuralgia memberikan respon terhadap pengobatan dengan prostaglandin E analog.

Ketulian mendadak atau serangan akut vertigo dapat menyerupai suatu krisis

vestibular akut, bisa juga merupakan tanda dari multipel sklerosis yang kurang sering

terjadi.

c. Gejala gangguan serebelar

Tanda dan gejala serebelar terdapat pada kasus. Gerakan ataksia sering kali

merupakan tanda yang menonjol yang terutama mengenai gaya berjalan pasien, yang

tidak hanya spesifik tetapi juga ataksik. Yang terutama berkesan dan sangat

karakteristik pada multiple sclerosis adalah tremor intensi yang menyertai gerakan

volunter misalnya finger to nose test. Tremor menunjukan suatu lesi dari nukleus

dentatus yang mengenai serabut-serabut eferennya. Disdiadokokinesia dan dismetria

pada gerakan dapat ditemukan, biasanya disertai oleh tanda-tanda spastisitas dan

refleks di tendon yang meningkat. Gangguan bicara dideskripsikan sebagai irama

yang tidak beraturan dan eksplosif.

11
d. Gejala ekstrapiramidal

Lebih dari 80% dari pasien multiple sclerosis menderita gejala kejang

paraparesis dengan gejala bilateral traktus piramidal dan hiperrefleksi. Jika gejala

kejang paraparesis muncul dalam waktu yang lama, diagnosis dari MS harus

dipertanyakan. Paraparesis progresif mungkin saja hanya satu-satunya gejala MS,

terutama pada onset akhir penyakit, dan cenderung menjadi progresif dalam beberapa

kasus. Tidak adanya refleks kulit abdominal dapat menjadi tanda dari kejang

paraparesis. Hal ini tidak memiliki nilai informatif sebagai satu temuan terisolasi,

refleks ini tidak dimiliki oleh 20% orang dewasa normal, tetapi menjadi signifikan

jika muncul bersama dengan refleks dinding abdominal yang berlebihan.

e. Fenomena mirip bangkitan

Timbulnya serangan epileptik pada MS sudah berulang-ulang diajukan dan

diabaikan. Penelitian menemukan pada kelompok pasien MS yang diteliti ternyata

epilepsi 4 kali lebih sering dibandingkan populasi umum. Serangan batang otak

paroksismal harus membangkitkan kecurigaan adanya MS terutama pada pasien

muda. Kelainan ini dapat terjadi sebagai tanda penyakit yang timbul, dengan cara

yang sama seperti serangan berupa kehilangan tonus otot yang menyebabkan pasien

jatuh atau seperti distonia paroksismal. Sebagian serangan berulang yang berlangsung

selama 15-45 detik, disertai oleh disartria paroksismal dan ataksia.

f. Gangguan mental

Pasien dengan MS tidak jarang memperlihatkan euforia yang tidak sesuai dan

kurangnya menyadari penyakitnya. Semakin lama perjalanan penyakit maka semakin

mungkin timbul perubahan psikoorganik terutama pada kasus-kasus dengan

12
perjalanan penyakit yang panjang, dapat menimbulkan demensia pada pasien.

Gangguan mental dapat merupakan gejala dari MS, biasanya berkaitan dengan

kelainan batang otak, gambaran psikotik dapat merupakan tanda dini dari penyakit

ini. Pada stadium yang lebih dini, tanda kelainan mental dapat ditemukan pada kira-

kira 3% kasus.

g. Gangguan miksi

Pada saat pertama kali masuk rumah sakit, sekitar 20% pasien

memperlihatkan gangguan ini. Yang paling sering adalah dorongan yang tidak

terkontrol untuk miksi, yang dapat menimbulkan ngompol. Bentuk lain dari

inkontinensia kurang sering ditemukan.

h. Gangguan Sensorimotorik

Manifestasi sensorik dan motorik umumnya menunjukkan lesi pada medulla

spinalis atau hemisfer serebri. Contohnya, pasien mengalami paraparesis spastik

asimetris dan atau parestesia, anestesia suhu, dan disestesia pada anggota gerak. Lesi

pada kolumna posterior medula spinalis servikal dapat menyebabkan gejala yang

hampir patognomonik yaitu sensasi kesemutan yang menjalar ke lengan atau tungkai

saat fleksi leher (Fenomena Lhermitte). Pada beberapa pasien, gejala motorik,

sensorik, atau visual terkadang lebih buruk setelah mandi air panas (Fenomena

Uhthoff ).

Gangguan sensorik terdapat kira-kira pada 50% pasien-pasien dengan

penyakit yang dini. Kadang-kadang gejala yang timbul berupa sensasi yang spontan

abnormal (parestesia) atau sebagai perasaan abnormal setelah menggores kulit dari

13
ekstremitas (disestesia). Tangan kadang-kadang dapat memperlihatkan astereognosia

yang berat.8

Kriteria diagnostik yang umum dipakai adalah kriteria McDonald yang

merupakan kriteria MS dengan konsep asli tahun 2001 dan revisi terakhir tahun 2010.

Kriteria McDonald menekankan adanya pemisahan menurut waktu/disseminated in

time (dua serangan atau lebih) dan pemisahan oleh ruang/disseminated in space (dua

atau lebih diagnosa topis yang berbeda). Seseorang dinyatakan definite menderita MS

bila terjadi pemisahan waktu dan ruang yang dibuktikan secara klinis atau bila bukti

secara klinis tidak lengkap tetapi didukung oleh pemeriksaan penunjang (MRI, LCS

atau VEP).

2.3.6 Klasifikasi

Multiple sclerosis diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Relapsing Remitting MS (RRMS)

Tipe ini ditandai dengan episode relaps atau eksaserbasi yang diikuti dengan

episode remisi (perbaikan). Sekitar 85% pasien MS memiliki tipe RRMS, 65% di

antaranya akan berkembang menjadi tipe MS (SPMS).

2. Secondary Progressive MS (SPMS)

Banyak pakar yang menganggap SPMS merupakan bentuk lanjut dari RRMS

yangberkembang progresif. Secondary Progressive pada tipe ini, episode remisi

makin berkurang dan gejala menjadi makin progresif.

3. Primary Progressive MS (PPMS)

PPMS diderita oleh 10-15% pasien MS dengan rasio perempuan:laki-laki=1:1.

Gejala yang timbul tidak pernah mengalami fase remisi.

14
4. Primary Relapsing MS (PRMS)

Bentuk PRMS adalah yang paling jarang. Pasien terus mengalami perburukan

dengan beberapa episode eksaserbasi di antaranya. Tidak pernah ada fase remisi

atau bebas dari gejala.

Gambar 2.5 Klasifikasi Multiple Sclerosis Berdasarkan Perjalanan Penyakit

15
2.3.7 Kriteria Diagnosis

Gambar 2.6 Kriteria Mc Donald Revisi 2010

Pemisahan secara waktu maksutnya adalah terjadinya dua serangan atau lebih

dimana jarak antara dua serangan minimal 30 hari dan satu episode serangan minimal

berlangsung 24 jam. Sedangkan pemisahan oleh ruang adalah terdapatnya dua atau

lebih gejala neurologis obyektif yang mencerminkan dua lesi yang diagnosis topisnya

berbeda.

16
Kriteria definite (disseminated in space) MRI harus meliputi 3 dari 4 kriteria:

1. Adanya 1 lesi yang besar atau minimal 9 lesi yang kecil

2. Minimal 1 lesi infratentorial

3. Minimal 1 lesi juxtakortikal

4. Minimal 3 lesi periventrikel.

Selain itu pada MRI dapat terlihat gambaran atrofi korteks yang didahului

oleh pembesaran ventrikel.

Gambar 2.7 MRI Otak Wanita 25 Tahun dengan Relapsing-Remitting MS

Pemeriksaan oligoclonal band dari cairan serebrospinalis atau LCS sangat

membantu diagnosis MS. Sensitifitas pemeriksaan ini dikatakan dapat mencapai 95%

dan bila terdapat peningkatan oligoclonal band pada LCS maka hanya dibutuhkan 2

lesi pada MRI untuk memenuhi kriteria disseminated in space.

17
Pemeriksaan VEP (visual evoked potential) merupakan pemeriksaan

penunjang yang cukup sensitif (dibandingkan pemeriksaan evoked potential lain)

untuk MS dimana terjadi pemanjangan latensi VEP yang disebabkan adanya

demyelinisasi pada nervus optikus. VEP secara dini dapat mendeteksi kelainan

meskipun pada pasien MS yang secara klinis belum terdapat gejala klinis neuritis

optika.

2.3.8 Penatalaksanaan

Multiple sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi

tidak mematikan. Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda

perkembangan penyakit ini dan mengurangi sebaran, intensitas dan durasi gejala.2

a. Relaps akut:

Metyl prednisolon per infus 1 gram/hari selama 7-10 hari, kemudian po (per oral)

prednison 80 mg selama 4 hari kemudian tapering off 40, 20, 10 mg masing-

masing 4 hari. Tujuan pemberiannya adalah :

Mengurangi keparahan dan durasi relaps dengan menurunkan inflamasi

Untuk mengurangi kerusakan akibat serangan.

Penggunaan steroid jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan

beberapa efek samping pada pemberian jangka panjang serta mungkin tidak lagi

berefek jika diberikan jangka panjang.

b. Pencegahan relaps

Interferon diproduksi oleh sel-sel untuk merespon berbagai virus. Sel-sel ini

diberi nama sesuai kemampuan mereka untuk menghambat replikasi virus,

18
mengurangi respon peradangan, termasuk mencegah kerusakan pada neuron. Ada

tiga jenis interferon, yaitu alfa, beta, dan gamma. Inferon B yaitu efektif untuk

mencegah relaps pada MS, cara pemberian injeksi subkutan, obat ini untuk

penderita 2 atau lebih serangan pada 2 tahun pertama. Sekarang digunakan

intravenous IgG dengan dosis 0,4 gr/koagulan/hari selama 5 hari, kemudian

dibooster 0,4 gr/koagulan/hari setiap 2 bulan dalam 2 tahun.

c. Kronik progresif dapat diberikan immunosupresan misalnya azahioprin,

methotrexate, cyclophosphamide tetapi hasilnya tidak memuaskan.

d. Terapi simptomatis:

Bangkitan dapat diberi carbamazepin

Nyeri karena neuralgia trigeminal diberikan carbamazepin, fenitoin,

gabapentin, baclofen + amitriptilin

Spastisitas diberi baclofen

Kelemahan umum dapat diberikan anti kolinergik misal ditropan, propantelin

2-3 x/hari

Gangguan emosi dan pseudobulber dapat diberikan amitriptilin 25 mg pada

waktu malam.

Perjalanan penyakit MS terdiri dari 4:

1. Relaps dan remiting sekitar 25 %

2. Chronic/progresif (sekunder progresif) sekitar 40%

3. Chronic/progresif dari onset sekitar 15%

4. Benign MS 20%.

19
2.3.9 Prognosis

Jika tidak diobati maka lebih dari 30% pasien dengan MS akan memiliki cacat

fisik yang signifikan dalam waktu 20-25 tahun setelah onset. Kurang dari 5-10% dari

pasien memiliki fenotipe MS klinis ringan, di mana tidak ada cacat fisik yang

signifikan terakumulasi meskipun berlalu beberapa dekade setelah onset (kadang-

kadang terlepas dari lesi baru yang terlihat pada MRI). Pemeriksaan rinci dalam

banyak kasus mengungkapkan beberapa tingkat kerusakan kognitif.2

Pasien laki-laki dengan MS progresif primer memiliki prognosis terburuk,

dengan respon yang kurang menguntungkan untuk pengobatan dan cepat

menimbulkan kecacatan. Insiden yang lebih tinggi dari lesi sumsum tulang belakang

di MS progresif primer juga merupakan faktor dalam perkembangan pesat dari

kecacatan.2

Harapan hidup dipersingkat hanya sedikit pada orang dengan MS, dan tingkat

kelangsungan hidup terkait dengan kecacatan. Kematian biasanya terjadi akibat

komplikasi sekunder (50-66%), seperti penyebab paru atau ginjal, tetapi juga dapat

disebabkan oleh komplikasi utama, bunuh diri, dan menyebabkan tidak berhubungan

dengan MS. Marburg varian dari MS adalah bentuk akut dan klinis fulminan penyakit

yang dapat menyebabkan koma atau kematian dalam beberapa hari.2

20
BAB 3

KESIMPULAN

Multiple sclerosis (MS) adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan

medulla spinalis yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab

utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan oleh banyak

faktor terutama proses imun.

Gambaran klinis yang khas dari MS yaitu serangan yang berulang terjadi pada

interval yang tidak teratur dan lokasi serangan tersebar di seluruh SSP. Pada saat

yang sama tanda-tanda penyakit dapat ditemukan, yang menunjukkan fokus-fokus

demielinisasi pada berbagai lokasi misalnya atrofi optik disertai paraplegia dan

serangan yang berturut-turut pada penyakit ini dapat menyebabkan kelainan berbagai

sistem.

Diagnosis MS didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan neurologis yang

ditemukan serta dengan menggunakan beberapa pemeriksaan penunjang. Multiple

sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi tidak mematikan.

Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda perkembangan penyakit ini

dan mengurangi sebaran, intensitas serta durasi gejala.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Banwell, Brenda, et al. Multiple sclerosis in children: clinical diagnosis,


therapeutic strategies, and future diagnosis direction. Lancet Neurol. 2007;
6:887-902.
2. Brenda, banwell, et al. Therapies for multiple sclerosis:considerations in the
pediatric patient. Nat Rev Neurol. 2011; 7: 109-122.
3. Chamberlin, Stacey L. Narins, Bringham. 2005. The Gale Encyclopedia of
Neurological Disorders vol.2. Detroit: Thompson Gale..
4. Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi edisi ke-8. Jakarta: Erlangga
Medical Series.
5. Guyton
6. Marieb, Eliane N, PhD. Essential of Human Anatomy and Physiology Second
Edition. Benjamin/ Cumming Publishing Co: California. 1985.
7. M. Herdon, M.D, Robert. 2002. Multiple Sclerosis Immunology, Pathology, and
Pathophysiology. New York: Demos.
8. Mumenthaler, Mark. Mattle, Heinrich. Taub, Elsan. Neurology fourth edition.
Switzerland: Thieme.2004.
9. Price Sylvia A., Wilson Lorraine M. 2005. Multipel Sklerosis. Patofisiologi :
konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. Hal.
1145-1147
10. Quarles RH., Macklin WB., Morell, Pierre. Myelin formation, Structure and
Biochemistry. American society for neurochemistry: Elsevire. 2006.

22

Anda mungkin juga menyukai