Anda di halaman 1dari 10

GIZI BURUK

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya dibawah
standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian yaitu gizi buruk karena kekurangan
protein atau kwashiorkor, gizi buruk karena kekurangan karbohidrat atau kalori yang disebut
marasmus dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita dengan
manifestasi klinis berupa membusungnya perut. Keadaan gizi anak balita dapat diketahui lewat
pemantauan pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun. Apabila
pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut WHO maka dapat dikatakan
gizi anak tersebut adalah baik. Apabila pertambahannya dibawah standar, maka dapat dikatakan
anak tersebut bergizi kurang dan bersifat kronis. Apa bila pertambahannya jauh dibawah standar
dapat dikatakan gizinya adalah buruk.

Terdapat 3 tipe gizi buruk yaitu marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Perbedaan
ketiganya didasari oleh manifestasi klinis yang terjadi.

Marasmus

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya
adalah

Muka tampak tua (berkerut)

Tidak tampak lemak dan otot di bawah kulit

Iga gambang dan perut cekung

Otot paha mengendor (baggy pant)

Rambut mudah patah dan tampak kemerahan

Anak sering tampak cengeng dan rewel

Gangguan kulit

Gangguan pencernaan

Pembesaran hati

Kwashiorkor

Perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis

Rambut tipis kemerahan dan mudah patah

Wajah membulat dan sembab

Pandangan mata anak sayu

Pembesaran hati, pada pemeriksaan fisik teraba kenyal dengan pinggiran tajam dan permukaan licin
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas yang dapat berubah menjadi coklat
kehitaman dan mudah terkelupas

Marasmik-Kwashiorkor

Pada penderita dapat ditemukan penurunan berat badan > 60% dari normal dengan manifestasi
klinis seperti kwashiorkor yaitu edema, kelainan rambut serta kelainan kulit.

Patofisiologi gizi buruk

Gizi buruk terutama pada balita dapat terjadi karena anak sulit makan (anorexia), pengaturan
makanan dan lingkungan yang kurang terpadu serta faktor ekonomi orang tua.

Rambut mudah rontok dapat terjadi karena kurangnya protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E.
Keempat elemen tersebut merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga dapat
mengalami rabun senja yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin A dan protein. Turgor atau
elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air. Pada pasien dapat juga ditemukan refleks patella
negatif yang disebabkan karena kurangnya aktin-miosin pada tendon patella dan terjadinya
degenerasi sarafmotorik akibat kekurangan protein, Cu dan Mg yang menyerupai gejala pada
gangguan neurotransmiter.

Hepatomegali dapat terjadi karena kekurangan protein yang mengarah pada penurunan
pembentukkan lipoprotein. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan LDL dan HDL, yang kemudian
menyebabkan lemak pada hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan sehingga akhirnya lemak
tersebut tertimbun di hepar.

Tanda khas pada kwashiorkor adalah pitting edema, yaitu edema yang jika ditekan akan sulit kembali
seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan onkotik
intravaskular menurun, mengakibatkan terjadinya ekstravasasi plasma ke interstisial dimana
seharusnya plasma masuk ke intrasel.

penyebab utama marasmus adalah kurang

kalori protein yang dapat terjadi karenadiet yang tidak cukup, kebiasaan makan

yang tidak tepatseperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan

metabolik atau malformasi kongenital.

Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang

sedikit, , pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari

ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng

yang terlalu encer.

b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmusterutama infeksi enteral


misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis

kongenital. . Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit

Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus.

Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian

ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat

e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang

cukup

f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,

galactosemia, lactose intolerance

g.Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila

penyebab maramus yang lain disingkirkan

h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang

kurang akan menimbulkan marasmus

Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya

marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan

penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu

yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi

berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus


TB PARU
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya

sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak,

yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak

0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal

ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi

segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam

waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,

bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi

akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna.

Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB

tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi

dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25

tahun setelah infeksi primer.

Gejala sistemik/umum:

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam

seperti influenza dan bersifat hilang timbul

Penurunan nafsu makan dan berat badan

Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan


kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,

suara nafas melemah yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai

dengan keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang

pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di

atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam

tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau

diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang

kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.

Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru

dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan

serologi/darah.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering

digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC

dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1

tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 2

4 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut

dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin

kurang spesifik.
BRONKOPNEUMONIA
2.5. Patogenesis Bronkopneumonia19,21

Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan

tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya

infeksi penyakit.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan

nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

2.5.1. Stadium I/Hiperemia (4 12 jam pertama/kongesti)

Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan

permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel

mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal

ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga

terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di

antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen

dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan

sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


2.5.2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus

terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat

minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat, yaitu selama 48 jam.

2.5.3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 8 hari)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi

di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah

tidak lagi mengalami kongesti.

2.5.4. Stadium IV/Resolusi (7 11 hari)

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali ke strukturnya semula.

Hubungan dengan status gizi

Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi

adalah kelompok bayi dan balita.30 Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap

pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh : umur, keadaan fisik, kondisi

kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan

aktivitasnya.31
Status gizi pada balita berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan

melihat kriteria yaitu : Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur

(TB/U), Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB).32

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk

terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara

gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat

pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak

dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh balita terhadap

infeksi.31

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.

Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah

terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.31

Menurut hasil penelitian Widodo (2007) di Tasikmalaya dengan

menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status gizi

berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013) dan

diperoleh nilai OR=6,041 (CI 95%=1,067-22,713), maka balita yang mengalami

pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang

dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan

tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil

risiko pneumonia.29

Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran

Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada

Tidaknya Tanda Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan

Tindakan. 25

2.8.1. Klasifikasikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur <2 bulan


a. Bronkopneumonia berat, adanya nafas cepat (fast breating) yaitu frekuensi

pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat

pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).

b. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding

dada.

2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan <5 tahun

a. Bronkopneumonia sangat berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai

nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

b. Bronkopneumonia berat, adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai adanya

nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2
bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak umur 1 - <5

tahun adalah 40 kali atau lebih permenit.

c. Bukan bronkopneumonia, batuk tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding

dada.

Anda mungkin juga menyukai