Kriteria Diagnostik Anorexia Nervosa Kriteria diagnostik anoreksia nervosa menurut PPDGJ-
III (1993, h. 90) :
a. Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja, dipacu dan atau
dipertahankan oleh penderita.
b. Untuk suatu diagnosis yang pasti, dibutuhkan semua hal-hal seperti dibawah ini :
1) Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik yang berkurang
maupun yang tak pernah dicapai), atau Quetelets Body-Mass Index adalah 17,5 atau
kurang (Quetelets Body-Mass Index = berat [kg] / tinggi [meter]). Pada penderita pra-
pubertas bisa saja gagal mencapai berat badan yang diharapkan selama periode
pertumbuhan.
5) Jika onset terjadinya pada masa pra-pubertas, perkembangan pubertas tertunda, atau
dapat juga tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak perempuan buah dadanya tidak
berkembang dan terdapat amenore primer; pada anak laki-laki genitalnya tetap kecil). Pada
penyembuhan, pubertas kembali normal, tetapimenarche terlambat.
Menurut Kaplan dkk (1997, h.179-180) faktor biologis, sosial dan psikologis merupakan
faktor-faktor yang terlibat sebagai penyebab anoreksia nervosa.
a. Faktor Biologis
Opiat endogen mungkin berperan terhadap penyangkalan rasa lapar pada pasien anoreksia
nervosa. Penelitian terdahulu menunjukkan penambahan yang dramatik pada beberapa pasien yang
diberikan antagonis opiat. Kelaparan menyebabkan banyak perubahan biokimiawi. Fungsi tiroid juga
tertekan. Kelainan tersebut dikoreksi dengan pemberian makan kembali. Kelaparan juga
menyebabkan amenore, yang mencerminkan kadar hormonal (luteinizing, follicle-stimulating, dan
gonadotropinreleasing hormones). Beberapa penderita anoreksia nervosa menjadi amenorik
sebelum penurunan berat badan yang bermakna. Beberapa penelitian tomografi (CT) menemukan
pembesaran rongga cairan serebrospinalis (pembesaran sulkus dan ventrikel) pada penderita
anoreksia nervosa selama kelaparan, suatu temuan yang dibalikkan oleh penambahan berat badan.
Pada suatu penelitian tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography ) metabolisme
nukleus kaudatus adalah lebih tinggi pada keadaan anoretik dibandingkan setelah pemberian
makan.
b. Faktor Sosial
c. Faktor Psikologis
Anoreksia nervosa tampaknya merupakan suatu reaksi terhadap kebutuhan pada remaja
untuk menjadi lebih mandiri dan meningkatkan fungsi sosial dan seksualnya. Penderita anoreksia
nervosa biasanya tidak memiliki rasa otonomi dan kemandirian. Banyak penderita anoreksia nervosa
merasakan tubuhnya sebagai di bawah pengendalian orang tua. Kelaparan yang diciptakan sendiri
(self-starvation) mungkin merupakan usaha untuk meraih pengakuan sebagai orang yang unik dan
khusus. Hanya melalui tindakan disiplin diri yang tidak lazim, seorang anoretik dapat
mengembangkan rasa otonomi dan kemandirian.
Klinisi psikoanalitik setuju bahwa seorang anoretik tidak mampu berpisah secara psikologis
dengan ibunya. Tubuh mungkin dirasakan seakan-akan ia dihambat oleh introyeksi ibu yang suka
mencampuri dan tidak empati. Kelaparan mungkin memiliki arti bawah sadar untuk menghentikan
pertumbuhan obyek internal yang suka mencampuri dan dengan demikian menghancurkannya.
Banyak anoretik merasa bahwa hasrat oral adalah tamak dan tidak dapat diterima, dengan demikian
hasrat tersebut secara proyektif dipungkiri. Anoretik berespon terhadap penolakan untuk makan
dan menjadi bingung tentang apakah ia sebenarnya makan. Ia lalu dapat memandang orang tua
sebagai seseorang yang memiliki dorongan yang tidak dapat diterima dan dapat secara proyektif
mengingkarinya.