Anda di halaman 1dari 43

LEMBAR PENGESAHAN

Nama /NIM : Nadya Hambali (406151061)


Vini Fortunata (406151072)
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Kesehatan Geriatri
Periode Kepaniteraan Klinik : 17 Juli 19 Agustus 2017
Judul : Katarak, Glaukoma, dan Retinopati Diabetes
Diajukan : 22 Juli 2017
Pembimbing : dr. Suryani

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL: .


Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Panti Werda Kristen Hana
Mengetahui,

Kepala Instalasi Ilmu Geriatri Pembimbing


Panti Werda Kristen Hana

dr. Noer Saelan Tadjudi, Sp. KJ dr. Suryani Subadri

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
anugerah-Nya referat berjudul Katarak ,Glaukoma, dan Retinopati Diabetes ini dapat
diselesaikan.
Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Ilmu Geriatri di Panti Werda Kristen Hana periode 15 Juli 19 Agustus 2017.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Suryani Subadri selaku pembimbing dalam pembuatan referat ini.
2. dr. Noer Saelan, Sp. KJ selaku Kepala SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RSK Jiwa Dharma Graha
3. dr. Is, dr. Lina selaku dokter pengajar dan paramedis maupun staf di Panti Werda Kristen Hana
serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan referat, membimbing
dan menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam penyelesaian referat ini yang tidak dapat
saya sebutkan satu per satu.
Tim penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu saran dan kritik sangat diharapkan untuk
menyempurnakan referat ini.
Akhir kata semoga referat ini berguna baik bagi kami sendiri, rekan-rekan di tingkat
klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, serta semua pihak yang
membutuhkan.

Jakarta, Juli 2017

Tim Penyusun

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................................1


KATA PENGANTAR ....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................6
2.1 Katarak ...................................................................................................................................6
2.1.1 Definisi ..........................................................................................................................6
2.1.2 Etiologi ..........................................................................................................................7
2.1.3 Patofisiologi ...................................................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi ......................................................................................................................8
2.1.5 Manifestasi ..................................................................................................................12
2.1.6 Diagnosa ......................................................................................................................14
2.1.7 Komplikasi ..................................................................................................................14
2.1.8 Penatalaksanaan ...........................................................................................................14
2.1.9 Pencegahan dan Prognosis ..........................................................................................16
2.2 Glaukoma .............................................................................................................................17
2.2.1 Definisi ........................................................................................................................17
2.2.2 Klasifikasi ....................................................................................................................18
2.2.3 Etiologi ........................................................................................................................18
2.2.4 Insidensi .......................................................................................................................19
2.2.5 Patogenesis ..................................................................................................................19
2.2.6 Gejala Klinis ................................................................................................................19
2.2.7 Diagnosis .....................................................................................................................20
2.2.8 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................22
2.2.9 Penatalaksanaan ...........................................................................................................25
2.2.10 Prognosis .....................................................................................................................28
BAB 3 KESIMPULAN ...............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................36

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 4
BAB 1

PENDAHULUAN

Dengan semakin bertambahnya usia, terjadi proses alami yang tidak dapat dihindari. Proses
alami ditandai dengan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan
mempertahankan fungsi normalnya. Banyak organ yang terganggu fungsinya akibat proses
penuaan ini, salah satunya adalah mata. Kelainan mata yang banyak dialami oleh orang berusia
lanjut seperti katarak, glaukoma, dan retinopati diabetes.

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. Katarak terjadi
perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.

Pada tahun 2002, World Health Organization memprediksi katarak sebagai penyebab
kebutaan yang dapat disembuhkan pada 17 juta (47,8%) dari 37 juta kebutaan di seluruh dunia.
Diprediksi pada tahun 2020 mencapai 40 juta.

Selain katarak, glaukoma adalah penyakit mata yang juga sering timbul pada lansia.
Glaukoma merupukan penyebab kebutaan kedua setelah katarak. Di Indonesia, glaukoma diderita
oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya, glaukoma diderita pada orang berusia lanjut,
tingkat resiko meningkat sekitar 10% pada orang usia diatas 50 tahun.

Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan
oleh ahli oftalmologi, tetapi besar masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik
mengharuskan adanya kerjasama dengan bantuan dari semua petugas kesehatan.

Pada pasien diabetes, salah satu komplikasi mikrovaskular pada mata adalah retinopati
diabetes. Kelainan ini disebabkan oleh penimbunan glukosa dan fruktosa yang merusak pembuluh
darah halus pada retina. Pada retinopati diabetes proliferatif 50% pasien biasanya buta sesudah 5
tahun, regresi spontan dapat pula terjadi. Maka pemeriksaan funduskopi rutin diperlukan untuk
mencegah perkembangan kelainan ini.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katarak

2.1.1 Definisi Katarak1,3,4


Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut blur dimana seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, proses penuaan.
Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita
katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan
ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak
dibagian tengah lensanya.

Gambar 1. Katarak Pada Lensa


Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara instan,
melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu secara tetap atau
penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun
dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan
lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina,
atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 6
2.1.2 Etiologi4
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula
terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi:
a. Faktor keturunan
b. Cacat bawaan sejak lahir
c. Masalah esehatan, misalnya diabetes
d. Pengguanaan obat tertentu, khususnya steroid
e. Gangguan pertumbuhan
f. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama
g. Asap rokok
h. Operasi mata sebelumnya
i. Trauma (kecelakaan) pada mata
j. Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui

2.1.3 Patofisiologi3,4
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis.
Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di
subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut
semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopia
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 7
2. Epitel
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleu, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa,
sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan
disbanding normal.
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi
foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.

2.1.4 Klasifikasi Katarak3,4


A. Menurut kejadian
1. Katarak Developmental
2. Katara Degeneratif
B. Menurut Umur
1. Katarak kongenital
2. katarak juvenil
3. katarak senil
C. Menurut Konsistensi
1. Katarak cair
2. Katarak lunak
3. Katarak keras
D. Menurut lokasi kekeruhannya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 8
1. Katarak nukleus
2. Katarak kortikal
3. Katarak subskapular
E. Menurut warna
1. Katarak nigra ( Hitam)
2. Katarak rubra (Merah)
3. Katarak Brusnesecent (coklat)
F. Menurut bentuk kekeruhan
1. Katarak pungtata
2. Katarak stelata
3. Katarak linier

KATARAK DEGENERATIF4
Katarak degenerative (senil) adalah semua kekeruhan yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia 50 tahun ke atas. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara
pasti.

Gambar 2. Katarak Senilis


Perubahan lensa pada usia lanjut :
o Kapsul : menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk
lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular.
o Epitel: sel epitel pada equator bertambah berat dan besar, bengkak dan vakuolisasi
mitokhondria yang nyata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 9
o Serat lensa : lebih iregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown slerosis
nucleus , sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus lensa, korteks tidak
bewarna.
Kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senil sebaiknya disingkarkan penyakit
mata lokal dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak
komplikata.
Secara klinis katarak senilis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :
Stadium Insipien
Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium
ini bisa normal atau 6/6 6/20. Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 5/6.
Kekeruhan terutamaterdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji
(jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedangkan aksis masih terlihat
jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang nyata bila pupil dilebarkan.

Stadium Imatur
Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada
stadium ini 6/60 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan
bagian belakang nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar
dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan
berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini,
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada daerah yang
terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang eruh dan daerah
yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut
shadow test (+).

Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa
menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena daya biasnya
bertambah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan
mencembungnya lensa iris terdorong kedepan, menyebabkan sudut bilik mata

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 10
depan menjadi lebih sempit, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sebagai
penyulitnya.

Stadium Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga semua sinar yang
melalui pupil dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa. Kekeruhan seluruh
lensa yang bila lama akan mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada stadium ini
1/300. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (shadow
test (-) ). Di pupil tampak lensa seperti mutiara.

Stadium Hipermatur
Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, bewarna kuning dan kering.
Visus pada stadium ini 1/300 1/~. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila proses kekeruhan berjalan
lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak
dapat keluar, maka korteks akan memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu
disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat.
Keadaan ini disebut katarak morgagni.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 11
Perbedaan stadium katarak senil :

Tabel 1. Stadium Maturitas pada Katarak

2.1.5 Manifestasi Klinik3,4


Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya,pasien melaporkan
penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai derajat
tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif biasanya
meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun,

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 12
dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan.
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata

Gambar 3. Perbandingan penglihatan normal dan katarak

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 13
2.1.6 Diagnosa3,4
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai,
seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui kemampuan
melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi
pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap
penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga
struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus
diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik,
atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari
intergritas bagian belakang harus dinilai.

2.1.7 Komplikasi4
Bila katarak dibiarkan maka akan terjadi komplikasi berupa glaucoma dan uveitis.
Glaukoma adalah peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf optik
dan kebutaan bila tidak teratasi. Uveitis adalah inflamasi salah satu struktur traktus uvea.

2.1.8 Penatalaksanaan3,4
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi
(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara
umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,
ECCE, dan phacoemulsifikasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 14
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari
mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE
tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang
masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah
glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat
timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi
yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-
hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 15
Gambar 4. Mekanisme Facoemulsification

2.1.9 Pencegahan dan Prognosis


Pencegahan katarak ditujukan pada faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Dokter harus
menggunakan steroid pada dosis terapeutik yang paling kecil dan dihentikan saat keadaan pasien
sudah memungkinkan. Pasien yang menggunakan steroid jangka panjang (topikal atau sistemik)
harus diskrining untuk katarak. Pasien disarankan untuk berhenti merokok, menghindari paparan
sinar ultraviolet dengan menggunakan kacamata saat berada diluar ruangan, dan menghindari
trauma pada mata dengan cara menggunakan kacamata atau alat pelindung mata pada pekerja
industri. Kemungkinan dari penggunaan antioksidan untuk memberikan efek proteksi terhadap
katarak telah diteliti, tetapi hasilnya tidak bersifat konklusif.
Prognosis katarak adalah baik dengan lebih dari 95% pasien mengalami perbaikan visual
setelah dilakukan operasi. Prognosis visual pada pasien anak yang mengalami katarak dan
menjalani operasi tidak sebaik pada pasien dengan katarak yang berhubungan dengan umur.
Prognosis untuk perbaikan kemampuan visual paling buruk pada katarak kongenital unilateral
yang dioperasi dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang bersifat progresif
lambat. Prognosis pasien dengan katarak sekunder biasanya baik dengan laser YAG.4

2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 16
Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh
peninggian tekanan intraokular dan degenerasi papil saraf optik serta dapat menimbulkan skotoma
(kehilangan lapangan pandang).2
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi yang dinyatakan dengan tekanan air raksa.2
Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan ditandai
dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. 2,3

Gambar 5: Glaukoma

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Vaughen untuk glaucoma adalah sebagai berikut: 1,2

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 17
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka (glaucoma simpleks)
- Glaukoma sudut sempit
2. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
3. Glaukoma sekunder
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- Bedah
- Rubeosis
- Steroid dan lainnya
4. Glaukoma absolut

2.2.3 Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini disebabkan:
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil
(glaukoma hambatan pupil)
Glaukoma sudut terbuka etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang
merupakan penyebab glaukoma.2,3Glaukoma ini didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat
bawaan glaukoma, seperti:3
1. Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan anatomis bilik
mata yang menyempit.
2. Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan (
goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan
yang paling sering berupa trabekulodisgenesis dan goniodisgenesis.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 18
Glaukoma sudut terbuka sering terjadi setelah usia 40 tahun, tetapi kadang terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan pada penderita diabetes
atau miopia. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi dan biasanya penyakit ini lebih berat jika
diderita oleh orang kulit hitam.2,3,4

2.2.4 Insidensi
Di Indonesia, glaukoma diderita oleh 3% dari total populasi penduduk. Umumnya
penderita glaukoma telah berusia lanjut. Pada usia 50 tahun, tingkat resiko menderita glaukoma
meningkat sekitar 10 %. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa mereka
menderita penyakit tersebut. 5
Glaukoma sudut terbuka adalah bentuk glaukoma yang tersering dijumpai, sekitar 0,4-
0,7% orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan
mengidap glaukoma sudut terbuka.1

2.2.5 Patogenesis
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada keadaan
fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan dengan sudut ini
didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, garis Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi
terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal
schlemn yang menampung cairan mata ke salurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas belakang
sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula mengisi
kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan uvea.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 19
Gambar 6. Aliran akueous humor
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus humor)
bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabekular meshwork. Akueus
humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil menuju
ke bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum,
mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada glaukoma kronik
sudut terbuka, hambatannya terletak pada jaringan trabekulum maka akan terjadi penimbunan
cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi. Pada glaukoma akut
hambatan terjadi karena iris perifer menutup sudut bilik depan, hingga jaringan trabekulum tidak
dapat dicapai oleh akueus.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 20
Gambar 7. Patogenesis sumbatan pada glaukoma
2.2.6 Gejala Klinis
Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena berkembang tanpa ditandai
dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita glaukoma tidak menyadari
bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya nanti diketahui disaat penyakitnya sudah
lanjut dan telah kehilangan penglihatan.2,5,7
Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak diketahui bila mulainya,
karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya mata sebelah terasa berat, kepala pening
sebelah, kadang-kadang penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh
adanya halo dan memerlukan kacamata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya.
Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai keadaan glaukomanya sudah berat. 3 Pada
akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang menyebabkan penderita sulit melihat
benda-benda yang terletak di sisi lain ketika penderita melihat lurus ke depan.4
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila jalan keluar akuos humor tiba-tiba tertutup, yang
akan menyebabkan rasa sakit yng berat dengan tekanan bola mata yang tinggi. Hal ini merupakan
keadaan darurat yang gawat. Penglihatan berkabut dan menurun, enek dan muntah, hal ini sekitar
sinar, mata cerah dan mata terasa bengkak.2

2.2.7 Diagnosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 21
Pada anamnesa tidak khas, seperti mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah,
kadang-kadang penglihatan kabur. Pasien tidak mengeluh adanya halo dan memerlukan
kaca mata koreksi untuk presbiopia lebih kuat dibanding usianya.3
Pemeriksaan Tonometri6
Pemeriksaan lapang pandangan 6
Pada glaukoma yang masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan,
tetapi lapang pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma.
Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas.
Pemeriksaan oftalmoskopi 6
Pada glaukoma sudut terbuka, didalam saraf optik didapatkan kelainan degenerasi yang
primer, yaitu disebabkan oleh insufisiensi vaskuler.
Pemeriksaan gonioskopi 6
Pada glaukoma sudut terbuka sudutnya normal. Pada stadium yang lanjut, bila telah timbul
goniosinechiae (perlengketan pinggir iris pada kornea atau trabekula) maka sudut dapat
tertutup.
Tes provokasi 6
tes minum air kenaikan tensi 8-9 mmHg, mencurigakan, 10 mmHg pasti patologis
tes steroid kenaikan 8 mmHg menunjukkan glaukoma
pressure congestive test kenaikan 9 mmHg atau lebih, mencurigakan. Sedangkan
11 mmHg pasti patologis.
2.2.8 Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tekanan bola mata 3,6,8
Pemeriksaan tekanan bola mata yang dilakukan dengan tanometer dinamakan tonometri.
Tindakan ini dapat dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya.
Pengukuran tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas 20
tahun pada saat pemeriksaan fisik medik secara umum. Beberapa alat tonometer seperti alat
tonometer Schiotz dan tonometer aplanasi Goldman.

a. Tonometri Schiotz

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 22
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan bola mata
dinilai secara tidak langsung dengan teknik melihat daya tekan alat pada kornea karena itu
dinamakan juga tonometri indentasi Schiotz.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan posisi horizontal dan mata
ditetesi dengan obat anestesi topikal atau pantokain 0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke suatu
titik di langit-langit, atau penderita diminta melihat lurus ke salah satu jarinya, yang diacungkan,
di depan hidungnya. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan penderita. Dengan ibu jari tangan kiri
kelopak mata digeser ke atas tanpa menekan bola mata; jari kelingking tangan kanan yang
memegang tonometer, menyuai kelopak inferior. Dengan demikian celah mata terbuka lebar.
Perlahan-lahan tonometer diletakkan di atas kornea.
Tonometer Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedang mata yang lainnya
berfiksasi pada satu titik di langit-langit kamar penderita. Jarum tonometer akan menunjuk pada
suatu angka di atas skala.

b. Tonometer Aplanasi
Cara mengukur tekanan intraokular yang lebih canggih dan lebih dapat dipercaya dan
cermat bias dikerjakan dengan Goldman/Draeger.
Pasien duduk di depan lampu celah. Pemeriksaan hanya memerlukan waktu beberapa detik
setelah diberi anestesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan untuk mamapakan daerah kornea
yang sempit.
Setelah mata ditetesi dengan anestesi dan flouresein, prisma tonometer aplanasi di taruh
pada kornea. Mikrometer disetel untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar sepasang
setengah lingkaran yang simetris berpendar karena flouresein tersebut. Ini menunjukkan bahwa di
semua bagian kornea yang bersinggungan dengan alat ini sudah papak (teraplanasi). Dengan
melihat melalui mikroskop lampu celah dan dengan memutar tombol, ujung dalam kedua setengah
lingkaran yang berpendar tersebut diatur agar bertemu yang menunjukkan besarnya tekanan
intraokular. Dengan ini selesailah pemeriksaan tonometer aplanasi dan hasil pemeriksaan dapat
dibaca langsung dari skala mikrometer dalam mmHg.

c. Tonometri Digital

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 23
Pemeriksaan ini adalah untuk menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu dengan
memakai ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus (tonometer). Dengan menekan bola
mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di dalam bola mata. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Penderita disuruh melihat ke bawah
Kedua telunjuk pemeriksa diletakkan pada kulit kelopak tarsus atas penderita
Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedang telunjuk lain menekan bola mata.
Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menyatakan tekanan
mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah
daripada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau dinilai
seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini
memerlukan pengalaman pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif.

2.Gonioskopi 3,6,8
Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata,
juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing. Dengan
gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau
glaukoma sudut tertutup.

3.Oftalmoskopi 3,6
Oftalmoskopi, pemeriksaan ke dalam mata dengan memakai alat yang dinamakan
oftalmoskop. Dengan oftalmoskop dapat dilihat saraf optik di dalam mata dan akan dapat
ditentukan apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optik. Saraf optik dapat dilihat
secara langsung. Warna serta bentuk dari mangok saraf optik pun dapat menggambarkan ada atau
tidak ada kerusakan akibat glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat : 8
Kelainan papil saraf optik, atrofi
Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 24
Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar.

2.2.9 Penatalaksanaan
I. Medikamentosa 6
Glaukoma primer merupakan masalah terapi pengobatan. Pemberian pengobatan
medikamentosa harus dilakukan terus-menerus, karena itu sifat obat-obatnya harus mudah
diperoleh dan mempunyai efek sampingnya sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita
dan keluarga, bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat ini hanya
menurunkan tekanan intraokularnya, tetapi tidak menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya
sedikit-sedikit. Tidak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi glaukoma.

Obat-obat yang dipakai :


1.Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar outflow
a. Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd 1 tetes sehari
b. Eserin -1/2 %, 3-6 dd 1 tetes sehari
Kalau dapat pemberiannya disesuaikan dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan pada waktu
tekanan intraokular menaik. Eserin sebagai salep mata dapat diberikan malam hari.
Efek samping dari obat-obat ini; meskipun dengan dosis yang dianjurkan hanya sedikit yang
diabsorbsi kedalam sirkulasi sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen. Dengan dosis yang
lebih tinggi dapat menyebabkan: keringat yang berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, hipotensi.

2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor akueus


Epinefrin 0,5%-2%, 2 dd 1 tetes sehari.
Efek samping : pingsan, menggigil, berkeringat, sakit kepala, hipertensi.

3. Beta-blocker, menghambat produksi humor akueus.


Timolol maleat 0,25-0,5% 1-2 dd tetes, sehari.
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop, halusinasi, kambuhnya asma, payah jantung
kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita hamil, harus dipertimbangkan dulu masak-masak
sebelum memberikannya. Pemberian pada anak belum dapat dipelajari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 25
Obat ini tidak atau hanya sedikit, menimbulkan perubahan pupil, gangguan visus, gangguan
produksi air mata, hiperemi. Dapat diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis yang lebih
tinggi dari 0,5% dua kali sehari satu tetes, tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokular yang
lebih lanjut.

4. Carbon anhydrase inhibitor (penghambat karbonanhidrase), menghambat produksi humor


akueus.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet ( diamox, glaupax).
Pada pemberian obat ini timbul poliuria
Efek samping : anoreksi, muntah, mengantuk, trombositopeni, granulositopeni, kelainan ginjal.
Obat-obat ini biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat dikombinasi. Kalau tidak
berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau prosentase obatnya, ditambah dengan obat
tetes yang lain atau tablet.
Monitoring semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu dikelola
oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.

II. Operasi 8
Prinsip operasi : fistulasi, membuat jalan baru untuk mengeluarkan humor akueus, oleh karena
jalan yang normal tak dapat dipakai lagi.
Pembedahan pada glaukoma :
1. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan memberi anestesi lokal kadang-
kadang sedikit obat tidur.
Dengan memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga terbentuk suatu
lubang. Melalui celah sclera yang dibentuk cairan mata akan keluar sehingga tekanan bola mata
berkurang, yang kemudian diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai
penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk sementara pasien paska bedah
glaukoma dilarang bekerja berat.

2. Trabekulektomi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 26
Teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini
cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat atau salurannya
diperluas.
Bedah trabekulektomi membuat katup sklera sehingga cairan mata keluar dan masuk di
bawah konjungtiva. Untuk mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit. Setelah pembedahan perlu
diamati 4-6 minggu pertama. Untuk melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan.

3. Bedah filtrasi dengan implan


Saat ini dikenal operasi dengan menanam bahan penolong pengaliran.
Pada keadaan tertentu adalah tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum sehingga
perlu dibuatkan saluran buatan (artificial) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan
keluar.

4. Siklodestruksi
Tindakan ini adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke
dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di
badan siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Jarang dilakukan karena biasanya tindakan bedah
utama adalah bedah filtrasi.

2.2.10 Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, tablet, operasi laser
atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah kerusakan penglihatan lebih

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 27
lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat
kesuksesan pencegahan kerusakan mata.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 28
1. Retinopati Diabetik
a. Definisi
Retinopati diabetika adalah suatu miroangiopati yang mengenai arteriola
prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang lebih
besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes
melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi
kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami
kebocoran.8 Kondisi tersebut lambat laun dapat menyebabkan penglihatan buram
bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat berat, seorang penderita diabetes
dapat menjadi buta permanen sekalipun dilakukan usaha pengobatan.2
b. Faktor Resiko
Kerusakan pembuluh darah retina disebabkan oleh tingginya kadar gula
darah dalam waktu lama. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya
penglihatan. Akan tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata
lengkap oleh dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata
yang dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada
gejala gangguan penglihatan. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat
kerusakan pada pembuluh darah retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah
menjaga stabilitas kadar gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur.2
c. Patogenesis
i. Struktur Normal Retina dan Fisiologinya
Pemahaman mengenai retinopati diabetes sebaiknya dimulai dengan
pemahaman mengenai retina secara fisiologis untuk bisa mengerti efek dari
diabetes. Retina adalah lapisan yang transparan tersusun dari jaringan saraf
yang terletak antara lapisan epitel berpigmen di retina dan humor vitreus.
Fungsi penglihatan normal tergantung pada komunikasi utuh antara
persarafan, glial, mikroglial, vaskular dan epitel berpigmen dari retina.
Fungsi dasar retina adalah menangkap foton, mengubah energi fotokimia
menjadi energi listrik, menggabungkan potensial aksi dan mengirimnya ke
lobus oksipital otak dimana potensial aksi tersebut akan dibaca dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 29
diterjemahkan menjadi gambar yang dimengerti. Retina disekat dari sistem
sirkulasi oleh sistem perdarahan retina dan barier cairan retina dan
mendapat supply nutrisi dari sirkulasi retina dan khoroid dan juga dari
ciliary body dengan cara difusi melalui vitreous gel. Fungsi ini merupakan
keunikan dari retina secara anatomi dan fisiologi yang menyebabkannya
secara efisien menyangga keadaan stres metabolik.8
ii. Fisiologi Retina yang Menyebabkannya Mudah Menjadi Komplikasi
Diabetes
Struktur retina yang unik memberi fungsi fisiologi yang unik jika
dibandingkan dengan sistem saraf yang lain karena kebutuhan akan
transparency dan kebutuhan ini ada hubungannya dengan diabetes.
Sebagai contoh, axon retina tidak dilapisi myelin, karena myelin adalah
opak dan menghalangi transmisi cahaya. Saraf yang tidak bermyelin
membutuhkan energi lebih banyak untuk menjaga potensial membran.
Kedua, kepadatan pembuluh darah dalam menyerap cahaya rendah,
sehingga tekanan oksigen dalam retina relatif hipoksia dengan pO2 hanya
25 mm. pO2 retina menurun dari luar retina ke dalam. Ketiga, bagian dalam
retina mempunyai mitokondria lebih sedikit yang mengandung penyerap
cahaya heme-based protein sitokrom dari rantai transport elektron. Sel
Muller relatif kaya mitokondria dan ditemukan di daerah pO2 yang lebih
tinggi di lapisan plexiform dan sel ganglion tetapi tidak banyak di lapisan
nuclear. Bagian dalam retina menggunakan glikolisis, cara yang kurang
efisien menghasilkan ATP dibandingkan fosforilasi oksidatif yang dominan
di bagian luar retina dimana pO2 adalah 80 mmHg. Walaupun vaskularisasi
jarang dan pO2 rendah, retina memiliki permintaan metabolic yang tinggi.
ATP dibutuhkan untuk fototransduksi dalam menjaga gradien ion melintasi
sel membran, untuk neurotransmisi sinap, untuk mengisi fotoreseptor
bagian luar segmen membran dan untuk transport protein dan
neurotransmiter anterograde dan retrograde melalui axon ke saraf optik dan
badan lateral genikulat thalamus. Kombinasi permintaan metabolik yang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 30
tinggi dan minimalnya vaskularisasi menyebabkan terbatasnya kemampuan
bagian dalam retina dalam adaptasi terhadap stres metabolik diabetes.
Bagian luar retina menerima oksigen dan nutrien dengan cara difusi dari
koroid melalui epithel berpigmen dan secara relatif jarang terkena pada
awal diabetes.
Fungsi metabolik hampir sama dengan otak yang terbagi glia dan
neuron. Di glia bagian dalam retina, metabolisme glukosa terjadi melalui
glikolisis dimana sel-sel di luar retina secara penuh melalui fosforilasi
oksidative. Di bagian dalam retina, substrat metabolik seperti glukosa
mengalir dari endothelium pembuluh ke astrocyte melalui neuron. Di
bagian luar retina substrat menjangkau sel Muller dan fotoreseptor dari
koroid melalui epithel berpigmen. Sel glial penting dalam fungsi neuronal
karena sel ini mengubah glukosa yang tersirkulasi ke retina untuk produksi
ATP dan menyediakan senyawa-senyawa perantara seperti laktat. Fungsi
anatomi retina diilustrasikan pada gambar 1:8

Gambar 5. Fungsi anatomi retina.


iii. Teori Enzim katalisis aldose reduktase .
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol .
Bila kadar glukosa intraselular meningkat , hal ini akan meningkatkan pula

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 31
kadar sorbitor intraselular, yang kemudian akan menghambat sintesis mio-
inositol yang terdapat pada glomerular dan jaringan saraf . Penurunan kadar
mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-inositidin, yang
kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan memperburuk
kerusakan mikrovaskular . Retinopati diabetika dapat menyebabkan
kebutaan melalui beberapa mekanisme, yaitu :12
Sumbatan mikrovaskular
Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap sumbatan
mikrovasklar adalah penebalan menbran basalis kapiler, kerusakan
dan proliferasi sel endotel kapiler, perubahan sel darah merah yang
menyebabka penurunan kemampuan transport oksigen dan
peningkatan agregasi trombosit. Konsekuensi dari adanya kapiler
retina nonperfusi kapiler ini adalah iskemik retina yang
menyebabkan hipoksia retina. Pada awalnya daerah nonperfusi
kapiler ini terjadi pada retina midperifer. Terdapat dua efek utama
dari hipoksia retina, yaitu :
Arteriovena shunts : Intra retinal mikrovaskular abnormal
(IRMA)
Neovaskularisasi, yang disebabkan zat vasoformatif akibat
daerah retinal hipoksia
Kebocoran mikrovaskular
Hilangnya sel sel perisit kapiler retina Diabetes Melitus
diperkirakan menyebabkan distensi dinding kapiler serta hilangnya
blood retinal barier, yang menimbulkan kebocoran plasma darah.
Distensi lokal menimbulkan mikroaneurisma. Konskuensi dari
adanya peningkatan permeabilitas vaskular adalah perdarahan retina
dan edema retina.
Perdarahan kedalam rongga Vitreus, sehingga menutupi jalannya
sinar.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 32
Pembentukan jaringan parut dirongga vitreus sehingga dapat
menyebabkan ablasio retina.
iv. Teori protein Aminoguanidin
Aminoguanidin (suatu fraksi dari protein esensial), melalui
mekanisme yang masih terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan ternyata
dapat memperlambat pertambahan mikroaneurisma dan penumpukan
deposit protein pada kapiler kapiler di retina.
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari
gangguan metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan
gula darah sampai ketinggian tertentu, mengakibatkan keracunan sel sel
tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut
glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan irreversibel dari
molekul glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein.13
Dalam keadaan normal , proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9% ,
sedang pada penderita diabetes mencapai 20% .(4) Glikosilase ini dapat
mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat
menyebabkan meningkatnya viskositas darah , gangguan aliran darah, yang
dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan
gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan
yang diurusnya. Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh
pembuluh darah retina, yang dapat diamati dengan melakukan :10
fundus fluorescein angiography
pemotretan dengan menggunakan film berwarna
oftalmoskop langsung dan tak langsung
biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya
menebal dan mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan
ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan.
Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk
mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 33
sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop.
Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati
diabetika.10 Pada keadaan lanjut, mikroaneurisma didapatkan sama
banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler yang abnormal
maupun aneurisma menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema,
eksudat, perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma.12
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila
terdapat di daerah makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang
hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama akan menyebabkan
degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula, ketajaman
penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan
semula meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan.11
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh
karena pecahnya mikroaneurisma . Kebocoran lipoprotein, tampak sebagai
eksudat keras, menyerupai lilin berkelompok yang berbentuk lingkaran di
daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna putih kekuning
kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk
dengan kadar lemak darah yang tinggi.10
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah , dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan
pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi, disusul dengan daerah
iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral . Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru .
Akibat hipoksi timbul eksudat lunat yang disebut cotton wool patch , yang
merupakan bercak nekrose.12

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 34
Gambar 6. Skema Patofisiologi Retinopati Diabetik

d. Gejala dan Tanda


Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika antara lain
obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler
retina dan mikroaneurisma yaitu berupa tonjolan dinding kapiler. Dua hal tersebut
merupakan tanda awal dari retinopati diabetika.9
Gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes paling sering
dihubungkan dengan edema makular, iskemi makular, membran epiretinal yang
mengubah atau menaikkan makula, perdarahan vitreous yang mengaburkan media
ocular. Sebagai contoh, kebocoran kapiler retina akan menyebabkan edema
makular dan diketahui secara klinis kebocoran ini menyebabkan gangguan
penglihatan. Bagaimana mekanisme seluler edema makular bisa menyebabkan
gangguan penglihatan belum bisa dijelaskan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 35
Gambar 7. Gambaran retina penderita DM

Dari perspektif optik, sista makular menghamburkan cahaya yang masuk ke


retina tetapi tidak bisa fokus ke fotoreseptornya, sehingga menurunkan kualitas
image. Dari bahasan seluler, fungsi penglihatan akan menurun jika cairan
terakumulasi dalam retina dimana akan terjadi:8
mengubah konsentrasi ion ekstraseluler membutuhkan potensial aksi
secara fisik menekan neuron retina
pengaruh pertukaran glutamat dan glutamin secara normal antara sel glia dan
neuron membutuhkan neurotransmitter
neuron semakin lemah terhadap adanya excitotoxicity asam amino, antibodi,
atau sel inflamasi yang mencapai retina karena adanya kebocoran. Sumbatan
kapiler dekat fovea juga menyebabkan neuron retina terjadi kerusakan iskemi.
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan
fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat,
perdarahan yang terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat
menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini
masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler ,
gangguan visus pasti menyusul.5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 36
e. Klasifikasi
Pada prinsipnya retinopati diabetik secara klinis dibagi menjadi tipe non-
proliferatif san tipe proliferatif.11
i. Retinopati Diabetika Non Proliferatif
Retinopati diabetika Non proliferatif ringan
Gejala :
Mikroaneurisma
Perdarahan intra retina ringan sedang kurang dari 4 kwadran
Hard eksudat
Edema makula
Kelainan fovea avaskular zone pada FFA
Retinopati Non proliferatif sedang
Gejala :
Soft eksudat
Perdarahan intra retina sedang berat pada 4 kwadran
Venous beading ( dilatasi vena fokal )
Intra retina mikrovaskular abnormal ( IRMA )

Gambar 8.
Retinopati diabetik
tipe nonproliferatif sedang
Ket :
(1) Perdarahan flame-
shaped;
(2) Soft exudates;
(3) Cotton wool spots;
(4) Mikroaneurisma

Retinopati Non prolifertif berat


Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 37
Gejala : salah satu dari gejala dibawah ini :
Perdarahan intra retina hebat pada ke 4 kwadran
Venous beading pada 2 kwadran
IRMA sedang berat pada 1 kwadran
Retinopati Non proliferatif sangat berat
Gejala : dua dari gejala dibawah ini :
Perdarahan intra retina hebat pada ke 4 kwadran
Venous beading pada 2 kwadran
IRMA sedang berat pada 1 kwadran
ii. Retinopati Diabetika Proliferatif
Retinopati diabetika proliferatif dini ( Early PDR )
Gejala: Sudah mulai terlihat adanya neovaskularisasi
Retinopati diabetika proliferatif resiko tinggi ( High risk PDR )
Gejala :
Neovaskularisasi pada diskus ( NVD ) lebih dari 1/3 1/2 daerah
diskus, atau
NVD dan perdarahan preretina /vitreous, atau
Neovaskularisasi retina ( NVE ) lebih dari 1/2 daerah diskus dan
perdarahan preretina/vitreous.
Retinopati didiagnosa secara klinis dengan tanda-tanda ophthalmoskopik
seperti mikroaneurisma, perdarahan dan spot cotton-wool, tetapi defek fungsional
akan muncul lebih dahulu.8
Daniel Vaughan membagi retinopati diabetes menjadi stadium:10
I. Mikroaneurisma , yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan
secara histologis didapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena
dilapisan nuklear luar.
II. Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin , tersebar , dan
terletak dilapisan pleksiform luar .

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 38
III. Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola
terminal.
IV. Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah . Perdarahan
nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina.
V. Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca.
Disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan timbulnya
jaringan fibrotik dan neovaskularisasi.
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus
diderita . Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati , namun
sekali timbul , tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi
jalannya keadaan ini.11
f. Penatalaksanaan
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang''''sangat efektif
dalam mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya,
bahkan orang dengan retinopathy maju memiliki kesempatan 90 persen dari
menjaga visi mereka ketika mereka mendapatkan perawatan sebelum retina rusak
parah. Ketiga pengobatan tersebut yaitu bedah laser, injeksi triamcinolone ke
dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses,
mereka tidak menyembuhkan diabetes retinopati. Perhatian harus dilakukan dalam
perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya jaringan
retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada
beberapa pasien itu menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada
edema makula. Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari hipertensi
terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam pengelolaan diabetes retinopati.
Cara terbaik untuk menangani retinopati diabetik adalah untuk memonitor
waspada. Pada tahun 2008 ada obat lain (misalnya kinase inhibitor dan anti-VEGF)
yang tersedia.
i. Laser photocoagulation

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 39
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk
perawatan retinopati diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal
retinopati proliferatif.
ii. Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan
laser), digunakan untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR).
Tujuannya adalah untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan
harapan mengurangi permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan
iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan
untuk menghancurkan pembuluh darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal
ini telah ditunjukkan untuk mengurangi resiko kehilangan penglihatan berat
untuk mata pada risiko dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk
mematikan mata. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah
di belakang mata untuk mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk
menghadap mesin laser sementara dokter memegang lensa khusus untuk mata.
Dokter dapat menggunakan laser titik tunggal atau laser memindai pola untuk
dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur. Selama prosedur, pasien dapat
melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan sensasi
menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah perawatan laser, pasien harus
disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam sementara murid-murid masih
melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu, meskipun tidak
boleh ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka
setelah operasi ini, tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien.
Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi warna dan penglihatan pada malam
hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk
perdarahan baru, serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 40
berarti bahwa beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi
penglihatan.
iii. Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika
disuntikkan dalam rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan
retina pada makula) disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam
peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang
berlangsung sampai tiga bulan, yang memerlukan suntikan berulang untuk
menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi injeksi triamcinolone
intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi steroid dan endophthalmitis.
iv. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata
disebut vitrectomy untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy
dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus
vitreous keruh dan menggantinya dengan larutan garam.
Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera
setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari
seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent
diabetes, yang mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari
pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal.
Dokter membuat sayatan kecil di sclera, atau putih mata. Selanjutnya,
alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk menghapus vitreous dan masukkan
larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat pulang segera setelah
vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit semalam.
Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus
memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk
melindungi mata. Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap
infeksi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 41
BAB 3

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 42
1. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th edition. Interna
Publishing.

2. Darmajo B. 2014. Geriatri, 5th edition. Jakarta: FK UI

3. Kane RL, Ouslander JG, et al. 2009. Essentials of Clinical Geriatrics, 6th edition. McGrraw
Hill.

4. Halter J.B, Ouslander J.G, et al. 2009. Hazzards Geriatric Medicine and Gerontology, 6th
edition. USA: McGraw-Hill Company.

5. Setiabudhi T, Hardiwinoto. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

6. Stanley, Mickey, Patricia G.B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, 2th edition.

Jakarta: EGC

7. Cassel C.K, Leipzig R.M, et al. Geriatric Medicine, 4th edition. New York: Springer-Verlag

8. Tamher dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriarti


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 17 Juli 19 Agustus 2017 Page 43

Anda mungkin juga menyukai