Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Emboli paru merupakan satu dari banyak penyakit pada vaskuler paru. Emboli paru dapat
terjadi karena substansi yang tidak larut masuk ke dalam vena sistemik, terbawa aliran darah dan
menyumbat di pembuluh darah pulmoner.1 Secara terminologi, emboli paru atau lebih tepatnya
tromboemboli paru merupakan suatu trombus atau multipel trombus dari sirkulasi sistemik, masuk ke
sirkulasi paru sehingga menyumbat satu atau lebih arteri pulmonalis di bronkus.2,3
Antara 60% - 90% penyebab emboli paru berasal dari vena ektremitas bawah dan pelvis.4
Munculan klinik sangat bervariasi, bisa menyebabkan kematian mendadak, tergantung ukuran emboli
dan kondisi klinik dasar pasien.2,4 Emboli paru ditemukan lebih dari 60% dari hasil diotopsi dan juga
sering terjadi misdiagnosis.2
Di Amerika Serikat, perkiraan insiden emboli paru sekitar 630.000 kasus pertahun, dengan jumlah
kematian kasus 200.000 kasus dan kebanyakan kasus (71%) tidak terdiagnosis.3 Angka kematian
mendekati 15% dari semua kasus kematian di rumah sakit karena emboli paru pada umur lebih dari 40
tahun.5
Zvezdin dkk melakukan penelitian mengenai analisis post mortem penyebab kematian dini pada pasien
yang dirawat dengan penyakit paru obstruktif kronik. Penelitian ini mendapatkan 20,9% penyebab
kematian karena tromboemboli paru. 6
Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya emboli paru, seperti faktor herediter
( seperti defisiensi protein C, defisiensi protein S dll ) dan faktor yang didapat (seperti umur > 40
tahun, perokok, keganasan dll).4
Menegakkan diagnosis emboli paru merupakan sebuah tantangan yang sulit. Tanda klinis yang
muncul seperti dispnea atau nyeri dada tidak spesifik dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain
seperti infark miokard atau pneumonia. Banyak pasien dengan penyakit tromboemboli mempunyai
gejala tidak spesifik dan diagnosis lebih sulit lagi jika disertai penyakit gagal jantung kongestif atau
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).4,7 Dalam menegakkan diagnosis emboli paru memerlukan
keterampilan mengintegrasikan data klinis dan laboratorium serta kebijakan penilaian tentang perlu
atau tidak dilakukan tindakan diagnosis invasif.1
Sensitifitas dan spesifisitas manifestasi klinis emboli paru masih rendah dan tidak ada uji klinis
yang sederhana.8 Konfirmasi diagnosis dengan tes objektif hanya sekitar 20% pasien. Emboli paru
bahkan bisa tanpa gejala dan kadang didiagnosis dengan prosedur diagnosis yang dilakukan untuk
tujuan lain. 9
Dengan latar belakang diatas maka dalam referat ini akan dibahas bagaimana prosedur
diagnosis dan penatalaksanaan emboli paru.

BAB II
GAMBARAN UMUM EMBOLI PARU

2.1. ETIOLOGI
Penyebab emboli paru terbanyak adalah trombus terutama berasal dari vena dalam.2,4 Material lain
juga bisa masuk sirkulasi darah seperti sel atau fragmen tumor, lemak, cairan amnion, udara dan benda
asing.2
Berbagai faktor resiko dapat menyebabkan terjadinya emboli paru, seperti faktor herediter trombofilia
dan faktor yang didapat. Faktor herediter trombofilia ini sekitar 24 - 37% dari semua tromboemboli
vena. Herediter trombofilia merupakan akibat defek dari faktor inhibitor koagulan (antitrombin, protein
C, protein S), peningkatan level atau fungsi faktor koagulan (activated protein C resistance, factor V
leiden mutation, prothrombin gene mutation, elevated factor VIII levels). Faktor resiko yang didapat
lebih banyak ditemukan daripada herediter. Faktor yang didapat seperti bedah atau trauma, umur,
kehamilan, keganasan, obesitas, kontrasepsi hormon, immobilisasi yang lama, gagal jantung kongestif,
aterosklerotis kardiovaskuler, PPOK dan varises. 4

2.2. PATOFISIOLOGI
Ruldoph Virchow yang pertama kali mendeskripsikan fenomena emboli dan trombus pada
tahun 1856 dan mengidentifikasi tiga faktor yang berperan utama dalam terjadinya emboli paru yang
disebut Virchows Triad yaitu : dikutip dari 2,3,10
a. Stasis aliran darah vena
b. Hiperkoagulabel
c. Trauma vaskuler yang menyebabkan kerusakan endotelium
Beberapa faktor resiko terjadinya emboli paru berdasarkan Virchows Triad seperti :3
1. Stasis aliran vena : immobilisasi, tirah baring, anestesi, gagal jantung kongestif, Cor Pulmonale,
PPOK
2. Hiperkoagulabel : keganasan, sindrom nefrotik, terapi estrogen, heparin induced
thrombositopenia, dessiminated intravascular coagulation, defesiensi protein C, defesiensi Protein S,
defisiensi antitrombin III
3. Kerusakan endotel vaskuler : trauma, bedah
Efek fisiologik dan konsekuensi klinis dari emboli paru sangat bervariasi, mulai asimptomatis sampai
kolaps hemodinamik dan kematian. Faktor utama yang menentukannya adalah : 3
1. Ukuran dan lokasi emboli
2. Adanya penyakit kardiopulmonari yang bersamaan
3. Pelepasan mediator humoral sekunder dan respon hipoksik vaskuler
4. Kecepatan perbaikan emboli

Hipoksemia merupakan akibat yang umum terjadi pada emboli paru. Obstruksi pembuluh darah paru
mengakibatkan hambatan aliran darah dari vena sistemik mencapai kapiler paru. Hal ini menyebabkan
peningkatan shunting intra pulmoner, ketidaksamaan ventilasi-perfusi (V/Q) dan penurunan kadar O2
vena. Selanjutnya, shunting dan peningkatan ruang rugi alveolar dapat terjadi akibat perdarahan
alveolar atau atelektasis yang berhubungan dengan berkurangnya surfaktan. Konstriksi bronkiolus
terminal dapat meningkatkan ruang rugi alveolar akibat dari hipokapnia dan pelepasan substansi
vasokonstriktor dari agregasi platelet dan sel mast. Walaupun terjadi peningkatan ruang rugi alveolar,
pasien dengan emboli paru biasanya terjadi hipokapnia. Hal ini diduga karena hipoksia yang
disebabkan oleh stimulasi reflek fagal intrapulmoner dengan menghasilkan hiperventilasi. Akhirnya
terjadi hipoksemia merupakan petunjuk peningkatan simpatik sehingga menyebabkan vasokontriksi
sistemik. Pasien yang tidak mempunyai penyakit kardiopulmoner akan memberi respon kompensasi
dengan meningkatkan venous return dan stroke volume. Kemudian, emboli akan meningkatkan tekanan
atrium kanan.3,4,10
Emboli paru bisa menyebabkan terjadinya infark paru (walaupun kasusnya jarang), karena terjadi
kerusakan parenkim paru. Infark terjadi sekitar 20% karena kerusakan aliran arteri bronkial dan saluran
nafas yang nyata.3,11
Respon hemodinamik terhadap emboli paru berhubungan dengan cadangan hemodinamik dan respon
adaptasi kompensasi. Setelah melewati jantung kanan, trombus/embolus menyumbat arteri pulmonalis
utama atau bagian distal percabangannya sampai menyebabkan perubahan hemodinamik. Emboli paru
akut merangsang pelepasan substansi vasoaktif yang kemudian menghasilkan peningkatan resistensi
vaskuler paru dan afterload ventrikel kanan. Karena peningkatan afterload ventrikel kanan,
menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kanan sehingga terjadi dilatasi ventrikel kanan
dan hipokinesis yang akhirnya menyebabkan disfungsi ventrikel kanan, regurgitasi trikuspidal, dan
gagal ventrikel kanan.4,5,10
Jika tidak ada penyakit kardiopulmonari sebelumnya, obstruksi < 20% pembuluh darah paru
mengakibatkan gangguan hemodinamik yang minimal. Ketika obstruksi 30 40%, kenaikan tekanan
ventrikel kanan sudah terjadi tapi curah jantung masih dipertahankan melalui peningkatan denyut
jantung dan kontraktilitas miokard. Mekanisme kompensasi mulai gagal bila obstruksi arteri
pulmonalis melebihi 50 60%. Curah jantung mulai berkurang dan tekanan atrium kanan meningkat
sehingga terjadi gangguan hemodinamik yang nyata.3

BAB III
DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis emboli paru merupakan sebuah tantangan yang sulit. Tanda klinis yang
muncul seperti dispnea atau nyeri dada tidak spesifik dan dapat merupakan manifestasi penyakit lain
seperti infark miokard atau pneumonia. Banyak pasien dengan penyakit tromboemboli mempunyai
gejala tidak spesifik dan diagnosis lebih sulit lagi jika disertai penyakit gagal jantung kongestif atau
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).4,7 Emboli paru bahkan bisa tanpa gejala dan kadang
didiagnosis dengan prosedur diagnosis yang dilakukan untuk tujuan lain. 9

3. 1. Manifestasi Klinis :
Emboli paru bisa dipikirkan bila ditemukan satu dari tiga sindrom klinik, yaitu: 3
a. Dispnea
b. Nyeri pleura atau hemoptisis
c. Kollap sirkulasi
Dispnea merupakan gejala yang sering muncul (walaupun ada sekitar 25% yang tidak muncul dispnea),
diikuti dengan nyeri pleura, hemoptisis. Gejala lain seperti pembengkakan atau nyeri tungkai.3,12
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takipnea (frekuensi nafas > 20 kali/menit), takikardi, ronki,
deman.7,12
Mengenai gejala dan tanda emboli paru dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 dari dua sumber berbeda.
Tes probabiliti dapat digunakan untuk menilai kemungkinan emboli paru. Ada 2 macam tes yang biasa
digunakan yaitu sistem skor menurut Wells dan Genewa seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 1. Frekuensi gejala dan tanda emboli paru akut dikutip dari 4
Gejala Frekuensi (%)
- Dispnea 73
- Nyeri pleuritik 66
- Batuk 37
- Leg swelling 33
- Batuk darah 13
- Mengi 6
Tanda Frekuensi (%)
- Frekuensi nafas 20x/menit 70
- Ronki 51
- Frekuensi jantung 100 x/menit 30
- Bunyi jantung 3 atau 4 26
- Suhu > 38,5 C 7
__________________________________________________________________________________
Tabel 2. Frekuensi gejala dan tanda emboli paru dikutip dari 3
Emboli Paru Masif (%) Emboli Paru sub Masif (%)
- Dispnea 85 82
- Nyeri pleura 64 85
- Batuk 53 52
- Batuk darah 23 40
- Takipne 95 87
- Takikardi 48 38
- Bunyi P2 meningkat 58 45
- Ronki 57 60
- Plebitis 36 26
__________________________________________________________________________________

Tabel 3. Sistem skoring Wells dan Genewa untuk menilai kemungkinan Emboli Parudikutip dari 4
Skor Wells Poin Skor Genewa Poin
- Adanya riwayat VTE* 1,5 - Adanya riwayat VTE* 2
- Denyut Jantung - Denyut jantung
>100x/menit 1,5 >100x/menit 1
- Setelah tindakan - Setelah tindakan bedah 3
bedah atau imobilsasi 1,5
- Gejala DVT** 3 - Umur (tahun)
- Alternatif diagnosis 60 - 79 1
lain sedikit 3 80 2
- Hemoptisis 1 - PaCO2
- Keganasan 1 <36 mmHg 2
36 - 38,9 1
- PaO2
<48,7 mmHg 4
48,7 - 59,9 3
60 - 71,2 2
71,3 - 82,4 1
-Atelektasis 1
-Elevasi diafragma 1
________________________________________________________________________________
*Venous Thromboemboli
**Deep Venous Thromboemboli

Penilaian berdasarkan sistem skor Wells, kemungkinan untuk terjadinya emboli paru adalah:
1. Jika poin < 2 : kemungkinan klinik rendah
2. Jika poin 2 - 5 : Kemungkinan klinik sedang
3. Jika poin > 6 : kemungkinan klinik tinggi
Penilaian berdasarkan sistem skor Genewa, kemungkinan untuk terjadinya emboli paru adalah :
1. Jika poin 0 - 4 : kemungkinan klinik rendah
2. Jika poin 5 - 8 : kemungkinan klinik sedang
3. Jika poin 9 : kemungkinan klinik tinggi
Pemilihan sistem skor ini tergantung dari klinisi dan ketersediaan fasilitas pendukung diagnosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Douma dkk tahun 2011 yang membandingkan 4 cara sistem skor untuk
menentukan emboli paru yaitu skor Wells, skor Genewa yang direvisi, skor Wells yang disederhanakan
dan skor revisi Genewa yang disederhanakan yang dikombinasikan dengan pemeriksaan D-dimer.
Penelitian ini merupakan studi kohor prospektif di 7 rumah sakit di Belanda pada 807 pasien yang
dicurigai emboli paru. Hasil penelitian ini didapatkan prevalensi emboli paru sekitar 23%, dan ke
empat cara sistem skor yang digunakan hampir sama dalam menyingkirkan emboli paru dengan
mengkombinasikan dengan hasil D-dimer yang normal.13

Anda mungkin juga menyukai