Anda di halaman 1dari 29

REFARAT

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2017
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MENGUKUR DENYUT JANTUNG JANIN

OLEH :
NURUL NABILAH AZRA BINTI NOR AZLAN C 111 12 863

SUPERVISOR :
DR. dr ELIZABET C JUSUF, Sp OG (K), M.KES

PEMBIMBING :
dr MULIATI ARIF

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nurul Nabilah Azra binti Nor Azlan C 111 12 863

Telah menyelesaikan referat dengan judul Mengukur denyut jantung janin dalam rangka
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Obstetsri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Agustus 2017,

Mengetahui,

Residen Pembimbing , Dosen Pembimbing,

dr. Muliati Arif Dr. dr. Elizabet C Jusuf, Sp OG (K), M.Kes

i
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN SAMPUL ,

LEMBAR PENGESAHAN...i

DAFTAR ISI. ii

DAFTAR GAMBAR..iii

PENDAHULUAN..1

TINJAUAN PUSTAKA..... .. 3

KESIMPULAN ............................................................................... 22

DAFTAR PUSAKA ..... 23

ii
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Kematian ibu per 100 000 kelahiran hidup1

GAMBAR 2. Faktor mempengaruhi Denyut jantung janin...5

GAMBAR 3. Kalasifikasi variabilitas...12

GAMBAR 4. Mekanisme deselerasi dini..14

GAMBAR 5. Perjalanan deselerasi dini..14

GAMBAR 6. Mekanisme Deselerasi Lambat..15

GAMBAR 7. Perjalanan Deselerasi Lambat..16

GAMBAR 8. Mekanisme Deselrasi Variabel.16

GAMBAR 9. Perjalanan Deselrasi Variabel..17

GAMBAR 10. Prolonged Deceleration..18

GAMBAR 11. Terminologi CTG19

GAMBAR 12. Interpretasi Non Stress Test...21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) merupakan indikator
yang digunakan untuk mengukur status kesehatan ibu pada suatu wilayah. Kematian ibu
adalah kamatian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah kehamilan akibat
semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penangananya, tetapi
bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera, di setiap 100.000 kelahiran hidup.1

World Health Organization (WHO) memperkirakan terdapat 216 kematian ibu setiap
100.000 kelahiran hidup akibat komplikasi kehamilan dan persalinan tahun 2015. Jumlah
total kematian ibu diperkirakan mencapai 303.000 kematian di seluruh dunia. MMR di negara
berkembang mencapai 239/100.000 kelahiran hidup, 20 kali lebih tinggi dibandingkan negara
maju. Negara berkembang menyumbang sekitar 90 % atau 302.000 dari seluruh total
kematian ibu yang diperkirakan terjadi pada tahun 2015. Indonesia termasuk salah satu negra
berkembang sebagai penyumbang tertinggi angka kematian ibu di dunia. Penurunan AKI di
Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228. Namun
demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi
359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan penurunan menjadi
305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar
Sensus (SUPAS) 2015.1

Gambar 1. Menunjukkan jumlah kematian ibu per 100 000 kelahiran hidup di
Indonesia dari tahun 1991-2015 (Dikutip dari kepustakaan 1)

1
Gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari : (1) Pelayanan kesehatan
ibu hamil, (2) Pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan ibu hamil, (3)
pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu nifas, (5)
pelayanan/penanganan komplikasi kebidanan, dan (6) pelayanan kontrasepsi.1

Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia
kehamilan ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trimester pertama,
trimester kedua, dan trimester ketiga.Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus
memenuhi elemen pelayanan sebagai berikut :1

1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;


2. Pengukuran tekanan darah;
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA);
4. Pengukuran tinggi fundus uteri;
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai
status imunisasi;
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling,
termasuk keluarga berencana);
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah
dilakukan sebelumnya); dan
10. Tatalaksana kasus

Oleh karena itu, pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin) dilakukan sebagai salah satu
acuan untuk mengetahui kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung
janin dalam rahim.2

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mekanisme Pengaturan Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin diatur oleh banyak faktor, yaitu sistem saraf simpatis, sistem saraf
para simpatis, baroreseptor, kemoreseptor, susunan saraf pusat (SSP), sistem pengaturan
hormonal, dan Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,
stretchreceptors dan pusat pengaturan.2,3,4,5

1. Sistem Saraf Simpatis


Distribusi saraf simpatis sebagian besar berada di dalam miokardium. Stimulasi saraf
simpatis, misalnya dengan obat beta-adrenergik, akan meningkatkan frekuensi DJJ,
menambah kekuatan kontraksi jantung, dan meningkatkan volume curah jantung. Dalam
keadaan stress, ssistem saraf simpatis berfungsi mempertahankan aktivitas pemompaan
darah. Inhibisi saraf simpatis, misalnya dengan obat propranolol, akan menurunkan
frekuensi DJJ dan sedikit mengurangi variabilitas DJJ. 3,4,5
2. Sistem saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis terutama terdiri dari serabut nervus vagus yang berasal dari
batang otak. Sistem saraf ini akan mengatur nodus SA, nodus VA, dan neuron yang
terletak di antara atrium dan ventrikel jantung. Stimulasi nervus vagus, misalnya dengan
asetil kolin akan menurunkan frekuensi DJJ; sedangkan inhibisi nervus vagus, misalnya
dengan atropin, akan meningkatkan frekuensi DJJ3,4,5.
3. Baroreseptor
Reseptor ini letaknya pada arkus aorta dan sinus karotid. Bila tekanan darah meningkat,
baroreseptor akan merangsang nervus vagus dan nervus glosofaringeus pada batang otak.
Akibatnya akan terjadi penekanan aktivitas jantung berupa penurunan frekuensi DJJ dan
curah jantung. 2,3,4
4. Kemoreseptor
Kemoreseptor terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perifer yang terletak di daerah karotid
dan korpus aortik; dan bagian sentral yang terletak di batang otak. Reseptor ini berfungsi
mengatur perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan serebro-
spinal. Bila kadar oksigen menurun dan karbondioksida meningkat, akan terjadi refleks
dari reseptor sentral berupa takikardia dan peningkatan tekanan darah. Hal ini akan
memperlancar aliran darah, meningkatkan kadar oksigen, dan menurunkan kadar

3
karbondioksida. Keadaan hipoksia atau hiperkapnia akan mempengaruhi reseptor perifer
dan menimbulkan refleks bradikardia. Interaksi kedua macam reseptor tersebut akan
menyebabkan bradikardi dan hipotensi. 2,3,5
5. Susunan Saraf Pusat
Aktivitas otak meningkat sesuai dengan bertambahnya variabilitas DJJ dan gerakan janin.
Pada keadaan janin tidur, aktivitas otak menurun, dan variabilitas DJJ-pun akan
berkurang. 2,3,4 ,5
6. Sistem Pengaturan Hormonal
Pada keadaan stress, misalnya hipoksia intrauterine, medulla adrenal akan mengeluarkan
epinefrin dan nor-epinefrin. Hal ini akan menyebabkan takikardia, peningkatan kekuatan
kontraksi jantung dan hipertensi. 2,3,4
7. Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor, stretchreceptors dan
pusat pengaturan.
Akselerasi DJJ dimulai bila ada sinyal aferen yang berasal dari salah satu tiga sumber,
yaitu: (1) proprioseptor dan ujung serabut saraf pada jaringan sendi; (2) serabut saraf
nyeri yang terutama banyak terdapat di jaringan kulit; dan (3) baroreseptor di aorta
askendens dan arteri karotis, dan stretch receptors di atrium kanan. Sinyal-sinyal tersebut
diteruskan ke cardioregulatory center (CRC) kemudian ke cardiac vagus dan saraf
simpatis, selanjutnya menuju nodus sinoatrial sehingga timbullah akselerasi DJJ.2

4
Gambar 2. Faktor yang mempengaruhi denyut jantung janin (Dikutip dari
kepustakaan 2)

2.2 Metode Pengukuran Denyut Jantung Janin


Frekuensi denyut jantung janin rata-rata sekitar 140 denyut per menit (dpm) dengan
variasi normal 20 dpm di atas atau di bawah nilai rata-rata. Jadi, nilai normal denyut jantung
janin antara 120 -160 dpm.5
Frekuensi jantung janin dapat dikaji secara melalui dua metode: (1) auskultasi dan (2)
Electronic Fetal Monitoring.6
2.2.1 Auskultasi Denyut Jantung Janin
Auskultasi intermitten digunakan jika jantung janin di auskultasi pada interval tertentu
dengan stetoskop janin monoaural (Pinard) atau alat Doppler. Frekuensi denyut jantung janin
lebih cepat dari denyut jantung orang dewasa ialah 120-160 per menit. DJJ dihitung secara
penuh dalam satu menit dengan memperhatikan keteraturan serta frekuensinya.,7,8,9,10
Pada fase laten, DJJ dipantau setiap 1 jam sedang pada fase aktif setiap 30 menit.
Pemantauan DJJ dilakukan pada saat his dan di luar his. Doppler dapat digunakan selama
kontraksi, tetapi mendengarkannnya selama kontraksi dengan stetoskop monoaural (Pinard)
tidak nyaman bagi ibu dan bunyi jantung saat kontraksi dapat tidak didengar. Dengan
stetoskop Pinard, bidan dapat mendengarkan frekuensi jantung untuk kembali ke nilai dasar.

5
Dapat terjadi beberapa deselerasi bersama kontraksi yang dapat pulih dengan cepat yang
terjadi akibat kompresi tali pusat atau kompresi kepala janin, dan hal ini merupakan kejadian
yang normal. Jika deselerasi terdengar pada kala satu persalinan dengan menggunakan
stetoskop Pinard atau Doppler, dapat diindikasikan dilakukannya pemantauan elektronik
untuk menjadi tingkat deselerasi.7,10,11
Adanya iregularitas (aritmia) atau frekuensi dasar yang abnormal (takhikardia: 160
180 dpm atau bradikardia: 100120 dpm), apalagi bila gawat janin (DJJ <100 dpm atau >180
dpm) harus segera ditindaklanjuti untuk mencari kausanya.8,10,11

2.2.1.1 Stetoskop Janin Monoral (Pinard Horn)


Stetoskop janin monoral atau Pinard Horn adalah alat yang digunakan untuk mendengar
denyut jantung janin sepanjang kehamilan. Ia merupakan sejenis stetoskop yang diciptakan
oleh Dr Adolphe Pinard, seorang spesialis obstetric Perancis di kurun 19. Stetoskop ini sering
dibuat dari kayu atau besi dan berongga. Ukurannya sekitar 8 inci panjangnya. Fungsinya
mengamplifikasi suara. Bagian yang lebar dari stetoskop diletakkan di perut ibu hamil dan
operator mendengar DJJ di bagian ujung yang lain.7,10

Dalam menggunakan alat funduscope ini, sebelum menggunakan funduscope lakukan


pemeriksaan leopold terlebih dahulu pada ibu hamil pada usia kehamilan sekitar 16 minggu.
Jika pemeriksaan leopold sudah dilakukan dan sudah menemukan bagian punggung
janin di sebelah kanan / kiri ibu pada pemeriksaan leopold 2 biasa dikenal dengan puka
( punggung kanan ) / puki ( punggung kiri ). Letakkan funduscope pada perut ibu sesuai
dengan posisi puka / puki pada janin, dengarkan detak jantung janin sambil memegang
tangan ibu untuk merasakan nadi ibu, jika kecepatan djj sama dengan nadi ibu berarti itu
bukan djj tapi nadi ibu.8,10,11

2.2.1.2 Fetal Doppler

Fetal doppler adalah alat diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi denyut
jantung bayi yang menggunakan prinsip pantulan gelombang elektromagnetik. Prinsip
Doppler pertamakali diperkenalkan oleh Cristian Jhann Doppler dari Australia pada tahun
1842. Sedangkan untuk fetal dopler sendiri diciptakan pada tahun 1958 oleh Dr Edward
H.Hon, yakni sebuah Doppler monitor janin atau Doppler monitor denyut jantung janin
dengan transduser genggam ultrasound yang digunakan untuk mendeteksi detak jantung dari
janin. Edward menggunakan Efek Doppler untuk memberikan stimulasi terdengar dari detak

6
jantung. Untuk perkembangan selanjutnya, alat ini menampilkan denyut jantung janin per
menit. Penggunaan alat ini dikenal sebagai auskultasi doppler. Alat ini sangat berguna untuk
mengetahui kondisi kesehatan janin, dan aman digunakan dan bersifat non invasif.

Doppler juga merupakan alat yang digunakan untuk mendengarkan detak jantung janin
selama masih ada didalam kandungan. Doppler biasanya terdapat di ruang kebidanan untuk
membantu perawat dalam untuk mengetahui kondisi jantung janin dalam kandungan ibu. 10,11

Fetal Doppler hanya menggunakan teknik auskultasi tanpa teknik pencitraan seperti pada
velocimetri Doppler maupun USG. Untuk fetal Doppler, agar bisa menangkap suara detak
jantung, transduser ini memancarkan gelombang suara kearah jantung janin. Gelombang ini
dipantulkan oleh jantung janin dan ditangkap kembali oleh transduser. Jadi, transduser
berfungsi sebagai pengirim gelombang suara dan penerima kembali gelombang pantulnya
(echo). Pantulan gelombang inilah yang diolah oleh Doppler menjadi sinyal suara. Sinyal
suara ini selanjutnya diamplifikasikan. Hasil terakhirnya berupa suara cukup keras yang
keluar dari mikrofon.11

2.2.2 Electronic Fetal Monitoring (EFM) / Cardiotocography (CTG)

Kardiotokografi (KTG) adalah seperangkat alat elektronik yang dapat dipergunakan


dalam memantau kesejahteraan janin melalui penilaian denyut jantung janin (DJJ), kontraksi
uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan. Kesejahteraan janin menggambarkan
kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan
amnion yang cukup4.

Pemantauan dapat dilakukan dengan 2 cara:

1. Pengukuran eksternal
Dengan menggunakan alat yang dipasang pada dinding perut ibu, terdapat 2 elektroda:
elektroda jantung yang ditempatkan tepat di tempat terdengarnya denyut jantung janin dan
elektroda kontraksi yang ditempatkan untuk mengukur tegangan dinding perut, yang
merupakan cara pengukuran tekanan intra uterus secara tidak langsung. Ketua elektroda
dipasang dengan menggunakan suatu sabuk, untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
sebelumnya digunakan jeli dengan tujuan menghilangkan pengaruh udara. Cara
pengukuran ini harus lebih cermat, karena dapat dikacaukan oleh denyut aorta ibu. Cara
eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal maupun intranatal, praktis,

7
aman ( mencegah terjadinya ruptur membran dan invasi uterus), dengan nilai prediksi
positif yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.7,8,10

2. Pengukuran internal
Cara ini lebih invasif, alat pemantau dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu dan
membutuhkan dilatasi serviks, dan memasukkan kateter bertekanan serta menempelkan
elektroda spiral ke kulit kepala janin. Elektroda bipolar diletakkan pada kulit janin
bagian terdepan secara langsung. Pengukuran internal lebih tepat dan mungkin lebih
dipilih pada keadaan tertentu dimana diperkirakan akan terjadi persalinan yang
terkomplikasi.7,10

Syarat Pemeriksaan Kardiotokografi

Sebelum melakukan pemeriksaan kardiotokografi, perlu diperhati beberapa perkara4 :

1. Janin hidup dengan usia kehamilan 28 minggu.


2. Ada persetujuan tindak dari pasien (secara lisan).
3. Punktum maksimum denyut jantung janin (DJJ) dan tinggi fundus uteri diketahui.
4. Peralatan dalam keadaan baik dan siap pakai.
5. Prosedur pemasangan alat dan pengisian data pada komputer (pada KTG
terkomputerisasi) sesuai buku petunjuk dari pabrik.

Sebelum melakukan interpretasi KTG harus mengetahui bagaimana kondisi ibu dan janin,
peralatan yang dipakai, dan sarana pendukung lainnya yang berkaitan dengan PKJ. Hal
terpenting adalah identifikasi semua faktor yang berkaitan dengan risiko hipoksia pada janin.
NICHD (2008) merekomendasikan penerapan Tiga Kategori dalam interpretasi DJJ sebagai
berikut :8,10,11

Kategori I

Kategori satu adalah kondisi normal dari pemantauan DJJ dan menggambarkan status
asam basa janin saat pemantauan dalam keadaan normal. Kategori I dapat dipantau pada
pemeriksaan rutin asuhan antenatal dan tidak memerlukan tatalaksana khusus.8,10,11

Kategori II

Kategori II tidak memprediksi adanya abnormalitas status asam basa janin, saat ini
belum ditemukan bukti yang adekuat untuk mengkasifikasikan kategori ini menjadi Kategori

8
I atau Kategori III. Kategori II memerlukan evaluasi dan pemantauan lanjut serta reevaluasi
dan mencari faktor-faktor yang berkaitan dengan keadaan klinis. Pada beberapa keadaan
diperlukan uji diagnostic untuk memastikan status kesejahteraan janin atau melakukan
resusitasi intrauterine pada hasil Kategori II ini. 8,10,11

Kategori III

Kategori III berkaitan dengan abnormalitas status asam basa pada saat pemantauan
janin tersebut dilakukan. Kategori III memerlukan evaluasi yang baik (akurat). Pada kondisi
ini, tindakan yang dilakukan tidak terbatas hanya untuk memberikan oksigenasi bagi ibu,
merubah posisi ibu, menghentikan stimulasi persalinan, atasi hipotensi maternal, dan
penatalaksanaan takhisistol, tetapi juga dilihat situasi klinis yang terjadi pada waktu itu. Bila
Kategori III tidak dapat diatasi, pertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (persalinan).
8,10,11

Kontraksi Uterus

Kontraksi uterus adalah jumlah kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau dalam 30 menit.
Pada saat yang sama juga dilakukan penilaian terhadap lama kontraksi, intensitas (amplitudo),
bentuk, dan relaksasi diantara dua kontraksi.8

Beberapa batasan berikut ini berkaitan dengan kontraksi uterus, yaitu8 :

1. Kontraksi Uterus Normal : terdapat lima kontraksi atau kurang dalam 10 menit, rata-
rata dipantau selama 30 menit pemeriksaan.
2. Takhisistol : terdapat lebih dari 5 kontraksi dalam 10 menit, rata-rata dipantau selama
30 menit pemeriksaan.
3. Catatan : istilah hiperstimulasi dan hiperkontraktilitas sudah tidak dipergunakan lagi.
Takhisistol harus selalu dikualifikasikan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan
dengan deselerasi DJJ. Istilah takhisitol dipergunakan pada persalinan spontan atau
dengan induksi. Respons klinis terhadap takhisistol dapat berbeda tergantung apakah
kontraksi tersebut timbul spontan atau akibat induksi persalinan.

9
Terminologi Kardiotokografi

Frekuensi dasar (Baseline)

Frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 160 dpm teratur. Definisi frekuensi dasar DJJ
menurut NICHD adalah nilai rata-rata DJJ yang dipantau selama 10 menit, dengan
peningkatan 5 dpm. Bila perubahan tersebut < 5 menit, keadaan ini disebut perubahan
periodik atau berkala (periodic changes).8,10,13

Bradikardia

Batasan bradikardia adalah frekuensi dasar DJJ < 110 dpm. Secara umum, bradikardia
dengan frekuensi antara 80 110 dpm yang disertai variabilitas moderat (5 25 dpm)
menunjukkan oksigenasi yang baik tanpa asidemia. Penurunan DJJ tersering sebagai respons
akibat peningkatan tonus vagal.7,8,10,12,13

Takhikardia

Batasan takhikardia adalah frekuensi dasar DJJ > 160 dpm. Takhikardi menggambarkan
peningkatan rangsang simpatis dan atau penurunan rangsang parasimpatis, dan secara umum
berkaitan dengan hilangnya variabilitas. Faktor-faktor yang berkaitan atau menjadi etiologi
takhikardia adalah:4,13

1. Hipoksia janin
2. Demam pada ibu
3. Obat-obatan parasimpatolitik
4. Atropin
5. Hydroxyzine hydrochloride (Atarax atau Vistaril)
6. Phenothiazines
7. Hiperthiroid pada ibu
8. Anemia janin
9. Sepsis Janin
10. Gagal jantung janin
11. Khorioamnionitis
12. Obat-obatan simpatomimetik beta

10
Variabilitas

Interval DJJ pada janin yang sehat menunjukkan gambaran yang tidak uniform
(nonuniformity), dikenal sebagai variabilitas beat to beat. Variabilitas tersebut
menggambarkan fungsi simpatis dan parasimpatis dan disebut sebagai variabilitas jangka
pendek (short term variability atau STV). STV tidak dapat dilihat oleh mata, tetapi dinilai
oleh sistem komputer dalam peralatan KTG tersebut. Komputer menilai dalam interval rata-
rata setiap 20 30 milidetik atau 2 3 dpm bila dikonversi ke dalam frekuensi DJJ. Bila
variabilitas berkurang, maka nilai rata-rata interval beat to beat menjadi 1 dpm. Variabilitas
yang kita lihat pada kertas KTG adalah variabilitas jangka panjang (long term variability atau
LTV). Fluktuasi LTV DJJ memiliki siklus 3 5 per menit dengan amplitudo 5 20 dpm.
LTV berkurang bila variabilitasnya < 5 dpm. Druzen dkk (1979) menyatakan bahwa sistem
parasimpatis lebih berperan dalam pengaturan STV sedangkan sistem parasimpatis lebih
berperan pada pengaturan LTV.9,10,13

11
Gambar 3. Klasifikasi baseline fetal heart rate variability: 1. Undetectable, absent
variability.2.Minimal variability, 5 bpm. 3.Moderate (normal) variability, 6 to 25 bpm.
4.Marked variability, > 25 bpm. 5.Sinusoidal pattern. (Dikutip dari kepustakaan 13)

Perubahan Periodik

Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselrasi DJJ yang bersifat transien yang kembali
ke frekuensi dasar semula atau frekuensi dasarnya menjadi berubah. Pada umumnya,
perubahan periodic ini terjadi sebagai respon terhadap kontraksi uterus atau gerakan janin.
Takhikardia, bradikardia, dan variabilitas memengaruhi perubahan frekuensi dasar DJJ.3,4,13

12
Akselerasi

Akselerasi adalah peningkatan DJJ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Adanya akselerasi DJJ
dapat dipakai sebagai petanda bahwa janin tidak sedang dalam kondisi depresi atau
asidosis.10,13

Deselerasi

Deselerasi adalah penurunan DJJ 15 dpm dari frekuensi dasar DJJ. Deselerasi dapat
disebabkan oleh kompresi kepala, kompresi umbilicus, atau insufisiensi uteroplasenta.
Terdapat empat jenis deselerasi yaitu deselerasi dini, lambat, variabel dan lama (prolonged
decelerations).4,9,10,13

Deselerasi dini

Penekanan pada kepala janin dapat menyebabkan penurunan frekuensi DJJ, hal ini
disebabkan oleh perubahan local aliran darah serebral akibat stimulasi pusat vagal. Deselerasi
dini tidak berkaitan dengan hipoksia atau asidosis.4

13
Gambar4. Mekanisme deselerasi dini (Dikutip dari kepustakaan 4)

Gambar 5. menunjukkan perjalanan Deselerasi Dini. (Dikutip dari kepustakaan 13)

14
Deselerasi Lambat

Deselerasi lambat adalah penurunan frekuensi DJJ 15 dpm, deselarasi terjadi setelah
tercapainya puncak kontraksi uterus. Deselerasi lambat terjadi akibat terganggunya sirkulasi
uteroplasenta di daerah rongga intervilus.

Gambar 6. menunjukkan mekanisme deselerasi lambat (Dikutip dari kepustakaan 4)

15
Gambar 7. menunjukkan perjalanan deselerasi lambat (Dikutip dari kepustakaan 13)

Deselerasi Variabel

Deselerasi variable seringkali menunjukkan adanya obstrusi sirkulasi umbilikus. Pada kala
dua dapat terlihat gambaran deselerasi variabel sebagai akibat kompresi kepala. Deselerasi
varoabel juga dapat disebabkan oleh regangan umbilikus, suhu dingin, dan peningkatan
tekanan pO2 pada saat bayi mulai bernafas. 4,9,10,13

Gambar 8. menunjukkan mekanisme deselarasi variable (Dikutip dari kepustakaan 4)

16
Gambar 9. menunjukkan perjalanan deselerasi variable (Dikutip dari kepustakaan 13)

Deselerasi lama (prolonged decelerations) :

Deselerasi lama adalah deselerasi DJJ lebih dari dua menit, seringkali disertai penurunan
variabilitas dan berkaitan dengan insufisiensi uteroplasenta. 4,9,10,13

17
Gambar 10. menunjukkan prolonged deceleration. (Dikutip dari kepustakaan 13)

18
Gambar 11. menunjukkan terminology KTG (Dikutip dari kepustakaan 13)

2.2.2.1 Non Stress Test ( NST)

NST adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi pada


umur kehamilan 32 minggu. Menurut American Pregnancy Association, NST dilakukan
pada umur kehamilan lebih atau sama dengan 28 minggu. Sebelum usia 28 minggu, janin
belum cukup berkembang untuk memberikan respons terhadap tes. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut
jantung janin dengan gerakan janin yang dirasakan oleh ibu. 4,8,9,10,13

19
Indikasi NST: semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk,
antara lain:

Kondisi ibu:10

1. Hipertensi kronis
2. Diabetes mellitus
3. Anemia berat ( Hb < 8 gr % atau Ht < 26 %)
4. Penyakit vaskuler kolagen
5. Gangguan fungsi ginjal
6. Penyakit jantung
7. Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
8. Penyakit dengan kejang
Kondisi janin:10

1. Pertumbuhan janin terhambat


2. Kelainan kongenital minor
3. Aritmia jantung
4. Isoimunisasi
5. Infeksi janin
6. Pernah mengalami kematian janin dalam rahim yang tidak diketahui penyebabnya
Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan: 10

1. Kehamilan multipel
2. Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan
3. Polihidramnion
4. Oligohidramnion
5. Plasentasi abnormal
6. Solusio plasenta
7. Kehamilan lewat waktu

20
Hasil reaktif, bila8,10,12:

1. Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit


2. Variabilitas denyut jantung janin 6 -25 permenit
3. Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5 gerakan atau lebih
dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan minimal 15 dpm selama minimal 15 detik
Hasil tidak reaktif, bila8,10,12:

1. Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit


2. Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit
3. Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
4. Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan rangsang dari luar
Ada juga hasil yang meragukan (non reassuring), keadaan ini interpretasinya sukar,
dapat disebabkan oleh pemakaian obat yang mendepresi susunan saraf pusat. Pada keadaan
hasil yang meragukan dimana pasien sudah dipastikan tidak sedang dalam pengaruh obat,
dianjurkan agar NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak membaik, dilakukan
pemeriksaan uji beban kontraksi ( OCT). 8,10,12

Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila tidak berulang dan
lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak menunjukkan keadaan janin yang buruk
dan tidak memerlukan intervensi obstetri. Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1
menit pada pemeriksaan NST biasanya berhubungan dengan keadaan janin yang buruk. 8,10,12

21
Gambar 12. menunjukkan intepretasi Non Stress Test ( Dikutip dari kepustakaan 10)

22
BAB 4

KESIMPULAN
Pemeriksaan DJJ (Denyut Jantung Janin) dilakukan sebagai salah satu acuan untuk
mengetahui kesehatan ibu dan perkembangan janin khususnya denyut jantung janin dalam
Rahim. Nilai normal frekuensi denyut jantung janin antara 120 -160 dpm. Denyut jantung
janin diatur oleh banyak faktor, yaitu: (1) sistem saraf simpatis, (2) sistem saraf para simpatis,
(3) baroreseptor, (4) kemoreseptor, (5) susunan saraf pusat (SSP), (6) sistem pengaturan
hormonal, dan (7) Sistem kompleks proprioseptor, serabut saraf nyeri, baroreseptor,
stretchreceptors dan pusat pengaturan.
Frekuensi jantung janin dapat dikaji secara melalui dua metode: (1) auskultasi dan (2)
Electronic Fetal Monitoring (EFM). Auskultasi atau Intermittent Auscultation dapat
dilakukan menggunakan stetoskop janin monoral (Pinnard Horn) dan Fetal Doppler.
Electronic Fetal Monitoring adalah pemeriksaan cardiotocography yang dapat dilakukan
secara eksternal dan internal. Cara kerjanya adalah penilaian denyut jantung janin (DJJ),
kontraksi uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan.
Non Stress Test (NST) adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan
kardiotokografi pada umur kehamilan 32 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan perubahan denyut jantung janin dengan
gerakan janin yang dirasakan oleh ibu.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2015 Indonesia:
Kementerian Kesahatan Republik Indonesia; 2016. Pg 103-5
2. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds: Is the non-stress test still useful? [Online].; 2005
[cited 2017 August 12. Available from:
http://contemporaryobgyn.modernmedicine.com/contemporary-
obgyn/news/clinical/obstetrics-gynecology-womens-health/grand-rounds-non-stress-test-
st.
3. Manuaba IBG. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. 3rd
ed. Sari LA, editor. Jakarta: EGC; 2000. Pg 380-390
4. Abadi A. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. 1st ed. Hariadi R, editor. Surabaya: Himpunan
Kedokteran Fetomaternal dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004. Pg
170-191
5. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009. Pg 222-234
6. Harrison J. Auscultation: the art of listening. [Online].; 2004 [cited 2017 August 11.
Available from: https://www.rcm.org.uk.
7. The Royal College of Midwives. Intermittent Auscultation (IA). London.2012
8. Dutta D. DC Dutta's Textbook of Obstetrics including Perinatology. 8th ed. Konar H,
editor. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2006. Pg 692-8
9. NICE. .Fetal Monitoring during Labor. Intrapartum cara pathway;2017
10. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC). Fetal Health
Surveillance: Antepartum and Intrapartum Consensus Guideline. The Journal of
Obstetrics and Obstetrics Canada. 2007 September; 29(9)
11. Colin Deane. Doppler Ultrasound : Principle and Practice.Diploma in Fetal Medicine
dan ISUOG Educational Series. 2002
12. Ayres-de-Campos D, Spong CY, Chandraharan E. FIGO Consensus Guidelines On
Intrapartum Fetal Monitoring. In FIGO; 2008. p. 1-14
13. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.,
editors. William's Obstetrics. 24th ed. San Fransisco: McGraw-Hill Education; 2014

24
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL, et al.,
editors. William's Obstetrics. 24th ed. San Fransisco: McGraw-Hill Education; 2014.

2. Harrison J. Auscultation: the art of listening. [Online].; 2004 [cited 2017 August 11.
Available from: https://www.rcm.org.uk.

3. Ferrara L, Manning F. Grand Rounds: Is the non-stress test still useful? [Online].; 2005
[cited 2017 August 12. Available from:
http://contemporaryobgyn.modernmedicine.com/contemporary-
obgyn/news/clinical/obstetrics-gynecology-womens-health/grand-rounds-non-stress-test-
st.

4. Manuaba IBG. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. 3rd
ed. Sari LA, editor. Jakarta: EGC; 2000.

5. Abadi A. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. 1st ed. Hariadi R, editor. Surabaya: Himpunan
Kedokteran Fetomaternal dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia; 2004.

6. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2009.

7. Dutta D. DC Dutta's Textbook of Obstetrics including PErinatology. 8th ed. Konar H,


editor. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2006.

8. Ayres-de-Campos D, Spong CY, Chandraharan E. FIGO CONSENSUS GUIDELINES


ON INTRAPARTUM FETAL MONITORING. In FIGO; 2008. p. 1-14.

9. Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada (SOGC). Fetal Health


Surveillance: Antepartum and Intrapartum Consensus Guideline. The Journal of
Obstetrics and Obstetrics Canada. 2007 September; 29(9).

10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2015 Indonesia:
Kementerian Kesahatan Republik Indonesia; 2016.

25

Anda mungkin juga menyukai