Anda di halaman 1dari 19

STATUS PASIEN

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RS MATA dr. YAP YOGYAKARTA

A. Identitas pasien
Nama : Tn. Rahman
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pugung Lol - Blok A No. 167 Sleman

B. Anamnesis
Autoanamnesis : 16 April 2012
Keluhan utama : Bola mata kiri terlihat bergulir ke arah luar
(juling) dan penglihatan menjadi kabur dan
tidak fokus sejak 1 tahun terakhir.
Keluhan tambahan : Sering pusing bila lama membaca dan
menonton televisi, melihat benda seperti
double.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan bola mata kiri terlihat bergulir ke arah luar
sejak kurang lebih 10 tahun (usia 20 tahun). Pasien mulai menyadari kedua
matanya tidak simetris dari pengakuan teman-temannya. Keluhan ini tidak dialami
pasien sejak ia kecil, pasien mengatakan kedua bola matanya masih simetris saat
ia kecil dan menjelang remaja, menjelang dewasa ia baru menyadari bahwa kedua
matanya tidak simetris. Karena merasa tidak ada keluhan pada mata kirinya pasien
membiarkannya saja dan tidak pernah mencoba berobat dan mengobati mata
kirinya. Namun kurang lebih 3 tahun pasien mulai merasakan keluhan pada mata
kirinya, mula-mula ia mengatakan mata kirinya bila digunakan untuk melihan
menjadi kurang fokus, benda yang dilihat seperti menjadi double dan mata kiri
menjadi sedikit kabur bila digunakan untuk menonton atau membaca lama.
1 tahun terakhir pasien mengatakan keluhan pada mata kirinya menjadi
semakin memberat, mata kiri semakin tidak fokus untuk melihat, benda yang
dilihat menjadi double dan menjadi semakin kabur sehingga sangat menggangu
Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 1
pasien dalam melakukan aktifitas kesehariannya, pasien juga mengeluh menjadi
sering pusing setelah lama membaca atau menonton televisi. Keluhan ini hanya
dialami mata kiri saja, mata kanan tidak ada keluhan. Keluhan tidak disertai
dengan mata merah, nyeri, mengganjal dan berair. Pasien menyangkal keluhan
yang dialami terjadi didahului oleh penyakit mata lainnya. Pasien juga
mengatakan mata tidak pernah terbentur atau terpukul. Karena keluhan dirasakan
semakin memberat akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke Poliklinik Mata
RS Mata dr. YAP, Yogyakarta.

Riwayat penyakit dahulu


-
Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga tidak ada yang menderita juling atau pun keluhan yang sama
dengan pasien.

C. Pemeriksaan fisik
1. Status generalis
Kondisi umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5 C
Pernafasan : 20 x/menit
Kepala : Normocephal
THT : Tidak diperiksa
Leher : Tidak diperiksa
Jantung/paru : Tidak diperiksa
Abdomen : Tidak diperiksa

2. Status ofthalmologikus
Keterangan OD OS

Visus

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 2


Tajam penglihatan 6/6 6/36 f
Koreksi Tidak ada S + 1,37 C 1,5 aksis 176
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia pupil 38 mm
Kaca mata Tidak ada

Kedudukan bola mata


Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Eksotropia
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Keterlambatan gerak ke
arah temporal, atas, dan
bawah
Tes Hirschberg Normal 400 XT
Uji tutup buka mata Eksotropia
bergantian
Uji tutup mata Normal Eksotropia
Uji buka mata Normal Eksotropia

Super silia
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris

Palpebra superior
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropin Tidak ada Tidak ada
Blefaropasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fisura palpebra 12 mm 12 mm
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropin Tidak ada Tidak ada
Blefaropasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 3


Keterangan OD OS

Sikatriks Tidak ada Tidak ada


Fisura palpebra 12 mm 12 mm
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva tarsalis superior/inferior


Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva bulbi
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada

Sistem lakrimalis
Punctum lakrimalis Terbuka Terbuka
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Skelra
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada

Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arcus seniles Ada Ada
Edema Tidak ada Tidak ada

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 4


Tes Placido Konsentris Konsentris

Bilik mata depan


Kedalaman Cukup dalam Cukup dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Negatif Negatif

Iris
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kriptae Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

Pupil
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm

Keterangan OD OS

Refleks cahaya langsung Positif Positif


Refleks cahaya tidak Positif Positif
langsung

Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Negatif Negatif

Badan kaca
Kejernihan Jernih Jernih

Fundus okuli
- Papil

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 5


Bentuk Bulat Bulat
Batas Tegas Tegas
Warna Kuning kemerahan Kuning kemerahan
- Makula lutea
Refleks Positif Positif
Edema Tidak ada Tidak ada
- Retina
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
CD ratio 0,3 0,3
Ratio AV 2:3 2:3
Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Palpasi
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli 20 16
Tonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Keterangan OD OS

Kampus visi
Tes konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

D. Resume
Pasien laki-laki usia 32 tahun, datang dengan keluhan bola mata kiri
terlihat bergulir ke arah luar sejak kurang lebih 10 tahun. Awalnya tidak ada
keluhan, teteapi 3 tahun terakhir pasien mulai merasakan keluhan pada mata
kirinya, mula-mula ia mengatakan mata kirinya bila digunakan untuk melihan
menjadi kurang fokus, benda yang dilihat seperti menjadi double dan mata kiri
menjadi sedikit kabur bila digunakan untuk menonton atau membaca lama.
Keluhan semakin memberat dalam 1 tahun terakhir. Keluhan tidak ada saat pasien
anak-anak sampai remaja, mulai muncul saat dewasa.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tajam penglihatan okuli dekstra 6/6, dan
okuli sinistra 6/36 f (S + 1,37 C 1,5 aksis 176). Pergerakan bola mata, terdapat
keterlambatan gerak ke arah temporal, atas dan bawah pada okuli sinistra. Tes
Hirschberg, okular sinistra 40 eksotropia. Uji tutup buka mata bergantian :
eksotropia. Uji tutup mata eksotropia pada okuli sinistra.
E. Diagnosa kerja

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 6


OD : Emetrop
OS : Eksotropia

F. Diagnosa banding
Tidak ada

G. Anjuran pemeriksaan
Maddox test.
Uji krimsky.
Uji prisma vertikal

H. Penatalaksanaan
OS Rencana Operasi : Resesi RL 10, Reseksi RM +/- 8 (GA)
Cek Laboratorium pre OP
Pre OP : LFX 4 x ODS
Tobroson 4 x ODS
Injeksi Adona 1 ampul
Konsul dokter retina

TINJAUAN PUSTAKA
STRABISMUS
A. Definisi

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 7


Strabismus (Mata juling) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
penyimpangan abnormal dari letak satu mata terhadap mata yang lainnya,
sehingga garis penglihatan tidak paralel dan pada waktu yang sama, kedua mata
tidak tertuju pada benda yang sama.

B. Etiologi
Strabismus disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara otot-otot mata. Hal ini
dapat terjadi berkaitan dengan:
Masalah, ketidakseimbangan, atau trauma pada otot-otot penggerak mata
Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
Kelainan saraf

C. Klasifikasi deviasi mata


1. Menurut manifestasi
Berdasarkan manifestasinya, deviasi mata terbagi menjadi deviasi mata
bermanifestasi (heterotropia) dan laten (heteroforia). Heterotropia adalah suatu
keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata di mana kedua
penglihatan tidak berpotong pada titik fiksasi. Sedangkan heteroforia adalah
penyimpangan sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi
dengan reflek fusi. Berikut ini akan dibahas satu persatu.
a. Heterotropia
1). Esotropia
Esotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek yang
menjadi pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju arah yang
lain, yaitu hidung. Strabismus jenis ini dibagi menjadi dua bagian,
yaitu paretik (akibat paresis satu atau lebih otot ekstraokular) dan non
paretik.

Gambar 1. Esotropia
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)
Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 8
Nonparetik
a) Nonakomodatif
Infantilis
Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi
konvergen telah bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya
bersifat comitant yaitu sudut deviasi kira-kira sama dalam
semua arah pandangan dan biasanya tidak dipengaruhi oleh
akomodasi. Dengan demikian, penyebab tidak berkaitan dengan
kesalahan refraksi atau bergantung pada parese otot
ekstraokular.
Didapat
Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2
tahun.
b) Akomodatif
Esotropia ekomodatif terjadi apabila terjadi mekanisme akomodasi
fisiologis normal disertai respon konvergensi berlebihan tetapi
divergensi fusional yang relatif insufisien untuk menahan mata
tetap lurus.
c) Akomodatif parsial
Dapat terjadi mekanisme campuran yakni sebagian
ketidakseimbangan otot dan sebagian ketidakseimbangan
akomodasi.

Paretik (incomitant)
Pada strabismus incomitant selalu terdapat satu atau lebih otot
ekstraokular yang paretik. Paresis biasanya mengenai satu atau kedua
otot rektus lateralis, biasanya akibat kelumpuhan saraf abdusen.

Strabismus Konvergens Nonparalitik Akomodatif (Konkomitan Akomodatif)

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 9


Dinamakan juga esotropia, dimana mata berdeviasi kearah nasal. Kelainan ini
berhubungan dengan hipermetropia atau hipermetropia yang disertai astigmat.
Tampak pada umur muda, antara 1- 4 tahun, dimana anak mulai
mempergunakan akomodasinya untuk melihat benda-benda dekat seperti
mainan atau gambar-gambar. Mula-mula timbul periodik, pada waktu
penglihatan dekat atau bila keadaan umumnya terganggu, kemudian menjadi
tetap, baik pada penglihatan jauh ataupun dekat.
Kadang-kadang dapat menghilang pada usia pubertas. Anak yang hipermetrop,
mempergunakan akomodasi pada waktu penglihatan jauh, pada penglihatan
dekat akomodasi yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Akomodasi dan
konvergensi erat hubungannya dengan penambahan akomodasi
konvergensinya pun bertambah pula. Pada anak dengan hipermetrop ini, mulai
terlihat esoforia periodik pada penglihatan dekat, disebabkan rangsangan
berlebihan untuk konvergensi. Lambat laun kelainan deviasi ini bertambah
sampai fiksasi binokuler untuk penglihatan dekat tak dapat dipertahankan lagi,
dan terjadilah strabismus konvergens untuk dekat. Kemudian terjadi pula
esotropia pada penglihatan jauh.

Gejala dan tanda esotropia


Juling ke dalam
Kelainan refraksi biasanya sphere
positif, namun dapat sphere negatif bahkan emetropia.

2). Eksotropia
Eksotropia adalah keadaan dimana satu mata berfiksasi pada objek
yang menjadi pusat perhatian sedangkan mata yang lain menuju ke
arah lain yaitu ke arah luar (eksodeviasi). Anak-anak tertentu
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya eksotropia.
Adapun yang mempunyai resiko tersebut diantaranya anak yang
mengalami gangguan perkembangan saraf, prematur atau berat lahir
rendah dan anak dengan riwayat keluarga juling serta adanya anomaly
ocular atau sistemik.

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 10


Gambar 2. eksotropia (emedicine)
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)

Etiologi :
1. Herediter : autosomal dominan
2. Didapat : kelainan refraksi, kekeruhan pada media mata,
abnormalitas retina, kelainan saraf (nervus 3, 4, 6)

Strabismus Divergen Nonparalitik Akomodatif


(Eksotropi Konkomitan Akomodatif)
Mata berdeviasi kearah temporal. Hubungannya dengan miopia. Sering
juga didapat, bila satu mata kehilangan penglihatannya sedang mata
yang lain penglihatannya tetap baik, sehingga rangsangan untuk
konvergensi tak ada, maka mata yang sakit berdeviasi keluar.
Strabismus divergens biasanya mulai timbul pada waktu masa remaja
atau dewasa muda, lebih jarang terjadi. Dapat dimulai dengan :
1. Kelebihan divergensi
2. Kelemahan konvergensi.
Pada miopia mulai dengan kelemahan akomodasi pada jarak dekat,
orang miop hanya sedikit atau tidak memerlukan akomodasi, sehingga
menimbulkan kelemahan konvergensi dan timbulah kelainan
eksotropia untuk penglihatan dekat sedang untuk penglihatan jauhnya
normal, tetapi pada keadaan yang lebih lanjut, timbul juga eksotropia
pada jarak jauh. Bila penyebabnya divergens yang berlebihan, yang
biasanya merupakan kelainan primer, mulai tampak sebagai eksotropia
untuk jarak jauh. Tetapi lama kelamaan kekuatan konvergensi
melemah, sehingga menjadi kelainan yang menetap, baik untuk jauh
maupun dekat.

Gejala dan tanda


Pada kebanyakan kasus awalnya
bersifat intermiten dengan onset umumnya pada usia di bawah 3
tahun
Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 11
Deviasi menjadi manifest, terutama
saat lelah, melamun, atau sakit
Pasien dapat menutup satu mata bila
terpapar cahaya terang sekali
Bila bersifat intermiten jarang
ditemukan ambliopia
Kelainan refraksi biasanya sphere
negatif
Penglihatan ganda kadang-kadang
dikeluhkan penderita yang juling intermiten.
3). Hipertropia
Deviasi vertikal lazimnya diberi nama sesuai mata yang tinggi, tanpa
memandang mata mana yang memiliki penglihatan lebih baik dan yang
diugunakan untuk fiksasi. Hipertropia lebih jarang dijumpai daripada
deviasi horizontal dan biasanya didapat setelah lewat masa anak-anak.

Gambar 3. Hipertropia
(Diunduh dari http://images.emedicinehealth.com)

b. Heteroforia
Heteroforia merupakan kelainan deviasi yang laten, mata mempunyai
kecenderungan untuk berdeviasi ke salah satu arah, yang dapat diatasi oleh
usaha otot untuk mempertahankan penglihatan binokular. Contoh:
eksoforia dan esoforia. Penyebab heteroforia dibagi menjadi penyebab
refraktif dan nonrefraktif. Penyebab refraktif, misalnya pada hipermetropia
dan miopia. Sedangkan penyebab non refraktif, foria tampak pada keadaan
neurastenia, anemia, penderita debil, infeksi lokal.

Temuan klinis

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 12


Gejala klinis dapat berupa diplopia atau astenopia (kelelahan mata). Gejala
yang timbul pada astenopia memiliki bermacam bentuk. Dapat timbul rasa
berat, lelah atau tidak enak pada mata. Mudah lelah, penglihatan kabur,
dan diplopia, terutama setelah pemakaian mata berkepanjangan, dapat juga
terjadi.
Pemeriksaan:
Cover and uncover test untuk membedakan foria dari tropia.
Kekuatan duksi untuk mengetahui letak kelainan otot.
Pemeriksaan refraksi.
2. Menurut sudut deviasi
a. Inkomitan (Paralitik)
Sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus disebabkan oleh
kelumpuhan otot penggerak bola mata. Kelumpuhan otot dapat mengenai
satu otot atau beberapa otot.
Tanda-tanda:
Gerak mata terbatas pada daerah di mana otot yang
lumpuh bekerja.
Deviasi.
Jika mata digerakkan ke arah otot yang lumpuh bekerja, mata yang
sehat akan menjurus ke arah ini dengan baik, sedangkan mata yang
sakit tertinggal.
Diplopia terjadi pada otot yang lumpuh.
Vertigo, mual-mual.
Diagnosa berdasarkan:
- Keterbatasan gerak
- Deviasi
- Diplopia
1). Abdusen palcy
Sering terdapat pada orang dewasa yang mendapat trauma kepala,
tumor, atau peradangan dari susunan saraf serebral.
Tanda-tanda:
- Gangguan pergerakkan bola mata ke arah luar

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 13


- Diplopia homonim, yang menjadi lebih hebat bila mata digerakkan
ke arah luar.
2). Kelumpuhan N. III
Tanda-tanda
- Ptosis
- Bola mata hampir tidak dapat bergerak atau terdapat keterbatasan
bergerak ke atas, nasal, dan sedikit ke arah bawah.
- Mata berdeviasi ke temporal, sedikit ke bawah
- Sedikit eksoftalmus
- Crossed diplopia.
Penyebab:
Kelainan dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri ke otot.
Kelainan dapat berupa eksudat, perdarahan, periostitis, tumor, trauma,
perubahan pembuluh darah. Pada umunya disebabkan oleh lues yang
dapat menyebabkan tabes, ensafelitis, infeksi akut, diabetes melitus,
penyakit sinus. Terjadinya dapat secara tiba-tiba, tetapi perjalanan
penyakitnya selalu menahun.

b. Nonkomitan (Non paralitik)


Sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi, mengikuti gerak mata
yang sebelahnya pada semua arah dan selalu berdeviasi dengan kekuatan
yang sama. Deviasi primer (deviasi pada mata yang sakit) sama dengan
deviasi sekunder (deviasi pada mata yang sehat).

D. Pemeriksaan

1. Anamnesa
Dalam mendiagnosis strabismus diperlukan anamnesis yang cermat, perlu
ditanyakan usia pasien saat ini dan usia pada saat onset strabismus, jenis
onsetnya, jenis deviasi, fiksasi dan yang tidak kalah penting yakni adanya
riwayat strabismus dalam keluarga.
2. Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen.
3. Penentuan kelainan refraksi

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 14


Perlu dilakukan penentuan kesalahan refraksi sikloplegik dengan retinoslopi.
Obat standar untuk menghasilkan sikloplegia total pada anak berusia kurang
dari dua tahun adalah atropin yang dapat diberikan sebagai tetes atau salep
mata 0,5% atau 1% dua kali sehari selama 3 hari.
4. Inspeksi
Dapat memperlihatkan apakah strabismus yang terjadi konstan atau intermitan,
bervariasi atau konstan. Adanya ptosis dan posisi kepala yang abnormal juga
dapat diketahui.
5. Uji strabismus
a. Uji Hirschberg
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya dengan jarak sekitar 33
cm, maka akan terlihat refleks sinar pada permukaan kornea. Pada mata
yang normal, refleks sinar terletak pada kedua mata sama-sama di tengah
pupil. Bila refleks cahaya terletak di pinggir pupil, maka deviasinya 15.
Bila di antara pinggir pupil dan limbus, deviasinya 30. Bila letaknya di
limbus, deviasinya 45.

Gambar 4. Uji Hirschberg


(Diunduh dari http://www.vision-training.com)

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 15


b. Uji Krimsky
Pasien melakukan fiksasi terhadap suatu cahaya. Sebuah prisma yang
ditempatkan didepan mata yang berdeviasi dan kekuatan prisma yang
diperlukan untuk membuat refleks cahaya terletak di tengah merupakan
ukuran sudut deviasi.
c. Uji tutup mata
Uji ini dilakukan untuk pemeriksaan jauh dan dekat, dan dilakukan dengan
menyuruh mata berfiksasi pada satu objek. Bila telah terjadi fiksasi, mata
kiri ditutup dengan lempeng penutup. Dalam keadaan ini mungkin terjadi:
Mata kanan bergerak berarti mata tersebut mempunyai juling yang
manifest. Bila mata kanan bergulir ke nasal berarti terjadi eksotropia.
Dan sebaliknya, bila bergulir ke temporal berarti terjadi esotropia.
Mata kanan bergoyang, mungkin terjadi ambliopia.
Mata kanan tidak bergerak, mata dalam kondisi terfiksasi.

d. Uji tutup mata berganti


Bila satu mata ditutup dan kemudian mata yang lain maka bila kedua mata
berfiksai normal maka matayang dibuka tidak bergerak. Bila terjadi
pergerakan pada mata yang baru dibuka berarti terdapat foria atau tropia.

e. Uji tutup buka mata


Uji ini sama dengan uji tutup mata, dimana yang dilihat adalah mata yang
ditutup. Mata yang ditutup dan diganggu fusinya sehingga mata yang
berbakat juling akan menggulir.

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan terapi adalah pemulihan efek sensori yang merugikan
(misal: ambliopia), memperbaiki kedudukan bola mata, dan mendapatkan
penglihatan binokuler yang dapat dicapai dengan terapi medis atau bedah.

1. Terapi medis
Terapi oklusi
Merupakan terapi ambliopia yang utama. Mata yang baik ditutup untuk
merangsang mata yang mengalami ambliopia.

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 16


Alat optik
Kacamata yang diresepkan secara akurat merupakan alat optil terpenting
dalam pengobatan strabismus. Klarifikasi citra retina yang dihasilkan oleh
kacamata memungkinkan mata menggunakan fusi alamiah sebesar-
besarnya.
Ortoptik

2. Terapi bedah
Prinsip operasi adalah melakukan reseksi pada otot yang terlalu lemah atau
melakukan resesi otot yang terlalu kuat.

Hubungan Hipermetropia dengan Strabismus (eksotropia)

Sampai sekarang belum diketahui pasti adanya hubungan yang bermakna


antara eksotropia dan kelainan refraksi hipermetropia, namun diperkirakan
akibat perbedaan derajat hyperopia pada satu mata lebih tinggi dari yang
lainnya, dan mata yang pertama tidak dipergunakan sehingga mata cenderung
menggulir kearah tempora (eksotropia).
Namun dalam penelitian deskriptif non eksperimental yang dilakukan pada
pasien strabismus Rumah Sakit Mata DR. YAP Yogyakarta dari tahun 2003
sampai dengan 2004. Jumlah penderita strabismus di bagian Rawat Jalan VI
Rumah Sakit Mata DR. YAP Yogyakarta pada 1 Januari tahun 2003 sampai
dengan 31 Desember 2004 adalah 84 kasus, dengan jumlah kasus Strabismus
Tipe Esotropia sebanyak 31 orang, jumlah kasus Strabismus Tipe Eksotropia
sebanyak 40 orang dan jumlah Strabismus tipe lain-lain sebanyak 13 orang.
Berdasarkan diagnosis kelainan refraksi, pada Strabismus Tipe Esotropia,
frekuensi kasus tertinggi terdapat pada kelainan refraksi Hipermetropia yaitu
sebanyak 18 orang (58%), sedangkan pada Strabismus Tipe Eksotropia,
frekuensi kasus tertinggi terdapat pada kelainan refraksi Miopia dan
Hipermetropia dengan jumlah yang sama, yatu masing-masing sebanyak 15
orang (38%). Berdasarkan jenis kelamin, pada Strabismus Tipe Esotropia,
jumlah penderita laki-laki lebih banyak daripada jumlah penderita perempuan
yaitu sebanyak 17 orang (54,84%) sedangkan pada Strabismus Tipe
Eksotropia, jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada jumlah
Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 17
penderita laki-laki yaitu sebanyak 22 orang (55%). Berdasarkan umur, pada
Strabismus Tipe Esotropia, jumlah penderita terbanyak terdapat pada golongan
umur 1-4 tahun berjumlah 10 orang (33%) sedangkan pada Strabismus Tipe
Eksotropia, jumlah penderita terbanyak terdapat pada golongan umur 5-14
tahun sebanyak 14 orang (34%).

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 18


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta.2009.

2. Gunawan, Wasisdi dkk. Strabismus. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu


Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.2007.

3. James, Bruce dkk. Lecture Notes Oftalmologi. 9th edition. Erlangga.


Jakarta. 2006.

4. V-Pattern Esotropia and Exotropia.


Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1199825-overview.
Diakses tanggal 18 April 2012
5. Acquired Exotropia.
Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/1199004-overview.
Diakses tanggal 18 April 2012

Ilmu Penyakit Mata/Strabismus Page 19

Anda mungkin juga menyukai