PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Ligamentum
Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral yang
melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea intertrochanterica di
2
sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu
berdiri.
Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang
berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior ossis pubis
dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea intertrochanterica.
Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale yang
berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo acetabuli.
Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara memutar caput
femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada
articulatio coxae.
Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum ini
melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris dan melalui
dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli.
Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan dibungkus membrana sinovial.1,2
3
b. Perdarahan
Cabang-cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia
femoris medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria obturatoria.2
c. Persyarafan
Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris, nervus obturatorius (bagian
anterior) nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus
gluteus superior.2
d. Gerakan
Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius, mdan
juga mm. Adductores.
Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring
Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh
m. Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis
Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus adductor
brevis serta serabut serabut adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini
dibantu oleh musculus pectineus dan m.gracilis.
Rotasi lateral
Rotasi medial
Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.2
2.2.2 Klasifikasi
a. Dislokasi Panggul Kongenital
4
Terminologi dislokasi panggul kongenital sebenarnya telah diganti dengan
terminologi developmental dysplasia of the hip (DDH). Kelainan yang tercakup di
dalamnya meliputi displasia asetabulum, subluksasi, dan dislokasi.3
Epidemiologi
Insidensi ketidakstabilan yang dilaporkan adalah 1,5 per 1000 kelahiran
hidup Biasanya anak perempuan lebih sering terkena daripada anak laki-laki,
rasionya kira-kira 8:1. Lebih dari separuh kasus bersifat bilateral dibanding
unilateral.3
Etiologi
Faktor genetik
Faktor genetik pasti berperan pada etiologi, karena dislokasi kongenital
cenderung berlangsung dalam keluarga atau bahkan seluruh populasi
(misalnya masyarakat yang tinggal di negara pesisir pantai utara dan timur
Mediterania).4
Faktor hormonal
Tingginya kadar estrogen, progesteron, dan relaksin pada ibu dalam
beberapa minggu terakhir kehamilan) dapat memperburuk kelonggaran
ligamentum pada bayi. Hal ini dapat menerangkan jarangnya terjadi
ketidakstabilan panggul pada bayi prematur, yang lahir sebelum hormon-
hormon ini mencapai puncaknya. 4
Malposisi intrauterin
Posisi sungsang dengan kaki yang berextensi) dapat mempermudah
terjadinya dislokasi; ini berhubungan dengan lebih tingginya insidensi pada
bayi yang merupakan anak sulung; dimana versi spontan lebih sedikit
kemungkinannya untuk terjadi. Dislokasi unilateral biasanya mempengaruhi
panggul kiri; hal ini sesuai dengan presentasi verteks (oksiput anterior kiri)
dimana panggul kiri berdekatan dengan sakrum ibu, sehingga posisinya
beradduksi.4
Faktor postnatal
Faktor postnatal dapat berperan dalam menetapnya ketidakstabilan neonatal
dan gangguan perkembangan asetabulum. Dislokasi sering terjadi pada
orang Indian Amerika Utara yang membedong bayinya dan
menggendongnya dengan posisi kaki bayi rapat, panggul dan lutut
sepenuhnya berekstensi, dan masyarakat Cina Selatan dan Afrika
5
menggendong bayi di punggungya dengan posisi kaki bayi berabduksi lebar.
Terdapat juga bukti dari percobaan bahwa extensi lutut dan panggul secara
serentak menyebabkan dislokasi panggul selama perkembangan awal.5
Patologi
Saat kelahiran, meskipun tidak stabil, bentuk panggul mungkin normal,
namun kapsulnya biasanya teregang secara berlebihan.6
Ketika masa bayi, beberapa perubahan terjadi, beberapa di antaranya
mungkin menunjukkan displasia primer pada asetabulum dan/atau femur
proximal, tetapi kebanyakan di antaranya muncul karena adaptasi terhadap
ketidakstabilan menetap dan pembebanan sendi secara abnormal.6
Caput femoris mengalami dislokasi di bagian posterior, tetapi dengan
ekstensi panggul, caput tersebut awalnya berada di posterolateral dan kemudian
superolateral dari acetabulum. Soket tulang rawan terletak dangkal dan anteversi.
Caput femoris yang bertulang rawan berukuran normal, namun inti tulangnya
muncul terlambat dan osifikasi tertunda selama masa kanak-kanak.6
Kapsul teregang dan ligamentum teres menjadi panjang dan hipertrofi. Di
bagian superior, acetabulum labrum dan tepi kapsul dapat didorong ke dalam
soket oleh caput femoris yang mengalami dislokasi. Limbus fibrocartilaginosa ini
dapat menghalangi usaha reduksi tertutup caput femoris.
Setelah mulai menyangga tubuh, perubahan-perubahan ini terjadi lebih
hebat. Acetabulum dan collum femoris tetap anteversi dan tekanan dari caput
femoris menyebabkan terbentuknya soket palsu di antara tepi acetabulum dan otot
psoas, memberikan gambaran jam pasir (hourglass). Seiring waktu, otot-otot yang
berada di sekelilingnya akan beradaptasi dengan cara memendek.
6
maka kita harus sangat berhati-hati dan pemeriksaan harus dilakukan lebih dari
satu kali.7,8,9
Pada neonatus, terdapat beberapa cara untuk menguji ketidakstabilan
panggul. Dalam uji Ortolani, pemeriksa memegang paha bayi dengan posisi ibu
jari berada di sisi medial paha dan jari-jari lainnya diletakkan pada trochanter
mayor, kemudian panggul difleksikan hingga 90 dan diabduksi secara perlahan-
lahan. Normalnya, abduksi berjalan lancar hingga 90 . Pada dislokasi kongenital,
pergerakan biasanya terhambat, namun jika trochanter mayor diberikan tekanan,
maka akan terdengar bunyi halus ketika dislokasi tereduksi dan kemudian panggul
akan berabduksi penuh (sentakan ke dalam). Jika abduksi berhenti di tengah jalan
dan tidak ada sentakan ke dalam, maka kemungkinan terdapat suatu dislokasi
yang tidak dapat tereduksi.
Uji Barlow dilakukan dengan cara yang sama dengan uji Ortolani, namun
pada uji ini, ibu jari pemeriksa ditempatkan pada lipat paha dan kemudian
dilakukan usaha untuk mengungkit caput femoris masuk dan keluar dari
acetabulum ketika abduksi dan adduksi. Jika caput femoris normalnya berada
dalam posisi reduksi, tetapi dapat keluar dari sendi dan dapat masuk lagi, maka
panggul tersebut digolongkan sebagai panggul yang dapat mengalami dislokasi
(tidak stabil).7,8
7
apakah panggul berhasil direduksi dan stabil, tereduksi tapi tidak stabil,
mengalami subluksasi atau dislokasi. 7,8,9
Berbeda dengan kepercayaan yang beredar di masyarakat, terlambatnya
berjalan bukanlah gambaran khas dislokasi, walau demikian anak-anak yang
belum dapat berjalan pada usia 18 bulan, diagnosis dislokasi harus disingkirkan.
Pincang atau gaya berjalan Trendelenburg atau waddling (gaya berjalan dimana
langkah pendek-pendek dan bergoyang ke kanan-kiri seperti bebek) dapat menjadi
tanda dislokasi yang terlewatkan. 7,8,9
Pada kasus yang terlambat dikenali. Seorang ibu yang jeli akan melihat
ketidaksimetrisan, panggul yang berbunyi klik, atau kesulitan ketika
memakaikan popok karena terbatasnya abduksi. Bila dislokasi bersifat unilateral,
lipatan kulit akan tampak asimetris dan kaki sedikit pendek dan bereksorotasi; ibu
jari yang diletakkan di lipat paha dapat merasakan ketiadaan caput femoris. Bila
dislokasi bersifat bilateral, maka terdapat celah perineal abnormal yang lebar dan
abduksi berkurang. 7,8,9
Pencitraan
Ultrasonografi secara luas telah menggantikan radiografi untuk pencitraan
panggul neonatus. Pada saat kelahiran, acetabulum dan caput femoris merupakan
tulang rawan, sehingga tidak terlihat pada pemeriksaan X-ray biasa. Pemeriksaan
X-ray berguna setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan dan penilaian dilakukan
dengan menggambar garis untuk menetapkan tiga indeks geometrik.10
Tata Laksana
3-6 BULAN PERTAMA
8
Jika tersedia fasilitas ultrasonografi, semua bayi baru lahir dengan latar
belakang berisiko tinggi untuk mengalami ketidakstabilan panggul harus diperiksa
menggunakan USG. Jika pemeriksaan menunjukkan bahwa panggul telah
tereduksi dan memiliki garis cartilago yang normal, tidak diperlukan tata laksana,
namun anak tersebut tetap harus diawasi selama 3-6 bulan. Jika terdapat displasia
acetabulum atau ketidakstabilan panggul, maka panggul dibebat dalam posisi
fleksi dan abduksi. Pemeriksaan ultrasonografi diulang hingga panggul stabil dan
anatomi kembali normal atau telah diputuskan untuk dilakukan terapi yang lebih
agresif.6,7
Jika tidak tersedia fasilitas ultrasonografi, kebijakan yang paling sederhana
adalah menganggap semua bayi dengan latar belakang berisiko tinggi (riwayat
keluarga atau kelahiran sungsang dengan ekstensi), atau dengan uji Ortolani atau
uji Barlow positif, harus dicurigai dan merawatnya dengan popok dobel atau
abduction pillow selama 6 minggu pertama. Pada stadium tersebut, mereka
diperiksa kembali: bayi yang panggulnya stabil diperbolehkan bebas namun tetap
dalam pengawasan sekurang-kurangnya selama 6 bulan; bayi yang mengalami
ketidakstabilan menetap diterapi dengan pembebatan abduksi yang lebih formal
sekurang-kurangnya selama 6 bulan hingga panggul stabil dan pemeriksaan X-ray
memperlihatkan bahwa acetabular roof berkembang dengan memuaskan
(biasanya 3-6 bulan). 6,7
Terdapat dua kelemahan untuk pendekatan ini: 1)sensitivitas uji klinis tidak
cukup tinggi untuk meyakinkan bahwa semua kasus dapat dikenali; dan 2) dari
panggul yang tidak stabil saat lahir, 80-90% akan stabil secara spontan dalam 2-3
minggu, sehingga lebih bijaksana untuk tidak memulai pembebatan. Hal ini
mengurangi sedikit risiko (namun bermakna) akan terjadinyanekrosis epifisis
yang menyertai setiap bentuk pembebatan pada neonatus. Maka, jika panggul
dapat mengalami dislokasi, tetapi tidak mengalami dislokasi, bayi tidak diberi
terapi, melainkan diperiksa ulang setiap minggu; jika setelah 3 minggu panggul
tetap tidak stabil, maka bebat abduksi dipasang. 6,7
Jika panggul telah mengalami dislokasi pada pemeriksaan yang pertama,
dengan hati-hati panggul ditempatkan pada posisi reduksi dan dilakukan
pembebatan abduksi. Reduksi dipertahankan hingga panggul stabil; ini dapat
9
berlangsung hanya beberapa minggu, namun tindakan yang paling aman adalah
mempertahankan bebat hingga pemeriksaan X-ray menunjukkan acetabular roof
yang baik. 6,7
Tujuan pembebatan adalah mempertahankan panggul agar berfleksi dan
berabduksi; posisi ekstrim dihindari dan sendi-sendi harus dimungkinkan untuk
melakukan sedikit gerakan dalam bebat. Untuk bayi yang baru lahir, popok dobel
atau abduction pillow yang empuk cukup membantu.
Von Rosen harness adalah suatu bebat lunak yang berbentuk H yang
bermanfaat karena mudah digunakan (kelemahannya adalah mudah terlepas).
Pavlik harness lebih sulit dipakaikan tetapi lebih banyak memberi kebebasan bagi
pemakainya. 6,7
10
dengan operasi dan tetap direduksi hingga perkembangan acetabulum
memuaskan. 6,7
Reduksi tertutup. Cara ini cocok untuk anak di atas usia 3 bulan dan dilakukan
di bawah anestesi umum, disertai dengan arthrogram untuk mengkonfirmasi
reduksi konsentrik. Reduksi tertutup merupakan cara ideal, namun memiliki risiko
rusaknya pasokan darah pada caput femoris dan menyebabkan terjadinyanekrosis.
Untuk memperkecil risiko ini, reduksi dilakukan bertahap; traksi dilakukan pada
kedua kaki. Jika panggul tidak tereduksi, maka cara ini harus ditinggalkan dan
pendekatan operasi harus dipilih pada usia kira-kira 1 tahun. 6,7
Pembebatan. Pembebatan panggul yang direduksi secara konsentrik ditahan
dalam plaster spica (gips) dalam keadaan 60 fleksi, 40 abduksi, dan 20 endorotasi.
Setelah 6 minggu, spica diganti dan stabilitas panggul dinilai di bawah anestesi
umum. Jika posisi dan stabilitas memuaskan, maka spica dipertahankan hingga 6
minggu berikutnya. Setelah plaster spica dilepas, panggul dibiarkan tidak terbebat
atau dipakaikan bebat abduksi yang dapat dilepas-pasang yang dipertahankan
hingga 6 bulan, bergantung hasil pemeriksaan radiologi yang menunjukkan
perkembangan acetabulum yang memuaskan. 6,7
Operasi. Jika di setiap tahap reduksi konsentrik masih belum tercapai, maka
diperlukan operasi terbuka. Tendon psoas dibagi; lapisan yang menghambat
(kapsul yang berlebihan atau ligamentum teres yang menebal) dibuang dan
panggul direduksi. Biasanya panggul stabil pada 60 fleksi, 40 abduksi, dan 20
endorotasi. Spica dipasang dan panggul dibebat seperti yang dijelaskan di atas.
Jika stabilitas hanya dapat dicapai dengan melakukan endorotasi, maka osteotomi
korektif subtrochanter perlu dilakukan baik pada saat reduksi terbuka atau 6
minggu kemudian. Pada anak yang lebih muda biasanya hal ini memberi hasil
yang baik
11
Traksi. Meskipun reduksi tertutup tidak berhasil, suatu periode traksi (jika perlu
dikombinasi dengan tenotomi psoas dan adductor) akan membantu melonggarkan
jaringan dan membawa caput femoris ke bawah ke arah acetabulum.
Artrografi. Suatu artrogram pada tahap ini akan memperjelas anatomi panggul
dan memperlihatkan apakah terdapat suatu limbus atau displasia acetabulum yang
nyata.
Operasi. Kapsul sendi dibuka di bagian anterior, setiap limbus yang berada di
dalam dibuang dan caput femoris ditempatkan pada acetabulum. Biasanya
diperlukan osteotomi derotasi yang dipertahankan dengan plate dan screw. Pada
saat yang bersamaan, segmen kecil dari femur proximal dapat dibuang untuk
mengurangi tekanan pada panggul.11
Jika terdapat displasia acetabulum yang nyata, maka diperlukan juga beberapa
bentuk acetabuloplasty baik rekonstruksi perikapsular pada acetabular floor
(operasi Pemberton) atau suatu osteotomi inominata yang memposisikan kembali
seluruh tulang inominata dan acetabulum. 6,7
Pembebatan. Setelah operasi, panggul ditahan dalam plaster spica selama 3 bulan
dan kemudian dibiarkan bebas untuk pemulihan pergerakan. Anak tersebut tetap
berada di bawah pengawasan klinis dan radiologi untuk memastikan panggul
tersebut telah tereduksi dan sedang berkembang dengan memuaskan. 6,7
12
Dislokasi bilateral memberikan deformitas dan gaya berjalan waddling yang
simetris sehingga tidak terlalu mencolok; risiko intervensi operasi juga meningkat
karena kegagalan pada satu sendi akan membuat deformitas yang asimetris.
Oleh karena itu, pada kasus ini, sebagian besar ahli bedah menghindari
operasi pada anak usia di atas 6 tahun, kecuali jika panggul terasa sangat sakit
atau deformitas berat. Pasien yang tidak diterapi berjalan dengan bergoyang-
goyang namun tidak ada keluhan. 6,7
13
reduksi gagal: apakah dislokasi merupakan bagian dari kondisi umum atau
gangguan neuromuskular yang disertai dengan ketidakseimbangan otot 6,7
Nekrosis Avaskular. Komplikasi yang paling ditakuti dari terapi adalah iskemia
dari caput femoris yang imatur. Hal ini dapat terjadi pada setiap tingkatan usia dan
terapi dan mungkin disebabkan oleh cedera vaskular atau obstruksi dari reduksi
dan pembebatan yang terlalu kuat. Pencegahan adalah terapi yang terbaik: reduksi
manipulatif yang dipaksa tidak diperbolehkan; traksi harus dilakukan dengan
lembut dan pada posisi netral; posisi abduksi yang ekstrim harus dihindari;
tenotomi adductor harus mendahului reduksi tertutup; jika kesulitan maka reduksi
terbuka lebih dipilih. 6,7
Ketika terjadi nekrosis avaskular, maka tidak ada tata laksana yang efektif
kecuali menghindari manipulasi dan menopang berat tubuh hingga epifisis pulih.
Pada kasus yang ringan, tidak terjadi deformitas residual, atau seburuk-buruknya
dapat terjadi deformitas collum femoris yang dapat dikoreksi dengan osteotomi.
Pada kasus yang berat, dapat terjadi displasia acetabulum, pemendekkan collum
femoris, dan permukaan caput femoris menjadi rata sehingga diperlukan koreksi
bedah. 6,7
Epidemiologi
Dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas, dislokasi panggul
traumatika makin sering ditemukan. Dislokasi panggul ini dapat terjadi pada
14
semua kelompok usia. Dislokasi panggul posterior merupakan dislokasi yang
paling sering terjadi. Dislokasi panggul posterior terjadi sebanyak 90% dari kasus,
sedangkan dislokasi panggul anterior terjadi sebanyak 10% dari seluruh kasus
dislokasi panggul traumatik.
Klasifikasi
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu
1. Dislokasi posterior
2. Dislokasi anterior
Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi
posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan kejadian
dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah kecelakaan lalu
lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput femoris didorong dengan paksa
ke arah anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.
3. Dislokasi pusat (central).
d. DISLOKASI POSTERIOR
Mekanisme Cedera
Empat dari lima dislokasi panggul traumatik adalah dislokasi posterior.
Biasanya dislokasi ini terjadi dalam kecelakaan lalu lintas bila seseorang
yang duduk di dalam mobil terlempar ke depan sehingga lutut terbentur
pada dashboard. Femur terdorong ke atas dan caput femoris keluar dari
acetabulum, seringkali terjadi fractur pada acetabulum (fractur-
dislokasi).11,13
15
- Trochanter mayor dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi
terlihat menonjol.
- Lutut ekstremitas yang mengalami dislokasi tampak menumpang di paha
sebelahnya.
Dislokasi tipe ischiatic:
- Panggul fleksi.
- Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di ekstremitas yang mengalami
dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya.
- Ekstremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim.
- Trochanter mayor dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi
terlihat menonjol.
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat keluar dari
acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap acetabulum atau
caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser. Foto oblik dapat
digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT scan adalah cara terbaik
untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap fragmen tulang.15
16
Gambar 2.6 Radiologi Dislokasi Panggul Posterior
Tata Laksana
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.
Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya Dislokasi.
Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup, namun jika reduksi
tertutup gagal sebanyak 2 kali maka harus dilakukan reduksi terbuka untuk
mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut.16 Sebelum melakukan
reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Indikasi reduksi tertutup:
- Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur.
- Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis.
Kontraindikasi reduksi tertutup:
- Dislokasi panggul terbuka.
Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi
dislokasi panggul posterior sederhana (tipe I Epstein).17
Manuver Allis
17
Teknik Whistler
Panggul yang mengalami dislokasi direlokasikan menggunakan lengan
operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang mengalami
dislokasi ketika bahu operator diangkat. Tangan operator bertumpu pada
paha kontralateral. Seorang asisten atau tangan lain operator melakukan
kontratraksi pada tibia atau fibula.
Traksi longitudinal
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten
melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi longitudinal
18
Gambar 2.8 Traksi Longitudinal
Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislokasi dapat direduksi dengan cara membujuk pasien
untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang mengalami dislokasi ke
arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan kemudian lakukan traksi lembut
ketika asisten memandu caput femoris kembali ke posisi semula dengan
melakukan tekanan di sebelah anterior.
Teknik fulcrum
Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator diletakkan di
bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislokasi. Lutut operator
digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit caput femoris agar
kembali masuk ke acetabulum.
19
Pasien dibaringkan dalam posisi supine. Operator berdiri di sisi panggul
yang mengalami dislokasi. Extremitas bawah pasien difleksikan hingga
panggul dan lutut membentuk sudut 90 .
20
terampil di bidang ini, panggul direduksi tertutup seperti diuraikan di atas.
Jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tetap tidak tereduksi, maka
reduksi terbuka dan fiksasi internal tetap diperlukan. Pada kasus tipe II,
traksi dipertahankan selama 6 minggu.14
Fraktur-dislokasi tipe III diterapi secara tertutup, tetapi mungkin terdapat
fragmen yang bertahan dan fragmen-fragmen ini harus dibuang dengan
operasi terbuka. Traksi dipertahankan selama 6 minggu.14
Fraktur-dislokasi tipe IV dan V pada awalnya diterapi dengan reduksi
tertutup. Fragmen caput femoris dapat secara otomatis berada pada
tempatnya, dan ini dapat dipastikan dengan CT-scan pasca reduksi. Jika
fragmen tetap tidak tereduksi, terapi operasi diindikasikan: fragmen yang
kecil dibuang, namun fragmen yang besar harus diganti; sendi dibuka, caput
femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan
countersunk screw. Pasca operasi, traksi dipertahankan selama 4 minggu
dan pembebanan penuh ditunda selama 12 minggu. 16
Komplikasi
21
Dini17
Cedera nervus ischiadicus. Syaraf ini kadang-kadang mengalami cedera,
namun biasanya membaik lagi. Jika setelah mereduksi dislokasi, lesi nervus
ischiadicus dan fraktur acetabulum yang tidak tereduksi terdiagnosis, maka
nervus harus dieksplorasi dan fragmennya dikoreksi ke tempat asalnya
(disekrupkan pada posisinya). Penyembuhan sering membutuhkan waktu
beberapa bulan, dan sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan
pergelangan kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai (foot drop).
Cedera pembuluh darah. Kadang-kadang arteri gluteus superior robek dan
mungkin terdapat banyak perdarahan. Jika keadaan ini dicurigai, maka harus
dilakukan arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu diligasi.
Fraktur corpus femoris. Bila ini terjadi bersamaan dengan dislokasi
panggul, dislokasi biasanya terlewatkan. Maka harus digunakan pedoman
bahwa pada setiap fraktur corpus femoris, bokong dan trochanter per
palpasi, dan panggul harus dilakukan pemeriksaan X-ray. Sekalipun
tindakan pencegahan ini tidak dilakukan, suatu dislokasi harus dicurigai bila
fragmen proximal pada fraktur melintang pada batang terlihat beradduksi.
Reduksi dislokasi ini jauh lebih sulit, tetapi manipulasi tertutup yang
perlahan harus tetap dicoba. Jika cara ini gagal, maka reduksi terbuka harus
dicoba, dan pada saat yang sama, femur dapat difiksasi dengan
intramedullary nail.
Lambat17
Nekrosis avaskular. Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu
sekurang-kurangnya pada 10% dislokasi panggul traumatik. Jika reduksi
ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya meningkat menjadi 40%.
Nekrosis avaskular terlihat pada pemeriksaan X-Ray sebagai peningkatan
kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang-
kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-kadang jauh lebih lama (sampai 2
tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang. Jika caput femoris
menunjukkan tanda-tanda fragmentasi, mungkin diperlukan operasi. Jika
terdapat segmen nekrotik yang kecil, osteotomi penjajaran tulang
(realigment) merupakan metode terpilih. Sebaliknya, pada pasien yang lebih
22
muda, pilihannya adalah antara penggantian caput femoris dengan prostesis
bipolar atau artrodesis panggul. Pada pasien berusia di atas 50 tahun,
penggantian panggul keseluruhan adalah pilihan yang lebih baik.
Miositis osifikans. Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan
dengan beratnya cedera. Karena sulit diramalkan, Komplikasi ini sulit
dicegah. Gerakan tidak boleh dipaksa dan pada cedera yang berat, masa
istirahat dan pembebanan mungkin perlu diperpanjang.
Dislokasi yang tak tereduksi. Setelah beberapa minggu, dislokasi yang tak
diterapi jarang dapat direduksi dengan manipulasi tertutup dan diperlukan
reduksi terbuka. Insidensi kekakuan atau nekrosis avaskular sangat
meningkat dan di kemudian hari pasien dapat memerlukan pembedahan
rekonstruktif.17
Osteoartritis. Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh (1)
kerusakan cartilago pada saat dislokasi, (2) adanya fragmen yang bertahan
dalam sendi, atau (3) nekrosis iskemik pada caput femoris.
e. DISLOKASI ANTERIOR
Mekanisme Cedera
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur
dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau
bahkan kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat
pada punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus, dan punggung ke
depan.17
Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah
ke foramen obturatorium atau pubis. Dislokasi pubis jarang terjadi jika
dibandingkan dengan dislokasi obturator dan sangat sulit untuk direduksi.
Mekanisme dislokasi ini adalah hiperekstensi dan exorotasi yang berlebihan
sehingga memaksa caput femoris keluar dari sendi melalui robekan kapsul
sendi di bagian anterior.
23
Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit fleksi. Kaki tidak
memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris
bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang
mengalami dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir
membentuk sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan
panggul tidak dapat dilakukan.17
24
Gambar 2.11 radiologi dislokasi panggul anterior
Tata laksana
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.
Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi.
Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
neurovaskular.
Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk
mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berfleksi
ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan
tata laksana pada dislokasi posterior. 17
25
Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction
selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif
sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien
diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada sisi
yang mengalami dislokasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif
terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan
kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan
aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera.
Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan
rekam perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan
pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis
avaskular dari caput femoris.16
Komplikasi
Nekrosis avaskular adalah Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi
panggul anterior dan terjadi pada 10% kasus. Persediaan darah pada caput
femoris sangat terganggu sekurang-kurangnya pada 10% dislokasi panggul
traumatik. Jika reduksi ditunda lebih dari beberapa jam, angkanya
meningkat menjadi 40%. Nekrosis avaskular terlihat pada pemeriksaan X-
Ray sebagai peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak
ditemukan sekurang-kurangnya selama 6 minggu, dan kadang-kadang jauh
lebih lama (sampai 2 tahun), tergantung pada kecepatan perbaikan tulang.
Dalam minggu-minggu awal, radiosintigrafi dapat memperlihatkan tanda-
26
tanda iskemia tulang. Jika caput femoris menunjukkan tanda-tanda
fragmentasi, mungkin diperlukan operasi. Jika terdapat segmen nekrotik
yang kecil, osteotomi penjajaran tulang (realigment) merupakan metode
terpilih. Sebaliknya, pada pasien yang lebih muda, pilihannya adalah antara
penggantian caput femoris dengan prostesis bipolar atau artrodesis panggul.
Pada pasien berusia di atas 50 tahun, penggantian panggul keseluruhan
adalah pilihan yang lebih baik.
Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada posisi
normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan minimal
masih dapat dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari
ada tidaknya cedera pelvis dan abdomen.17
Pemeriksaan Radiologi
Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser ke medial dan
lantai acetabulum mengalami fraktur.15
Tata Laksana
Pada kasus dislokasi panggul central tetap harus diusahakan untuk
melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim panggul. Meskipun
osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan, paling tidak anatomi yang
normal akan memudahkan pembedahan rekonstruktif.16
Dislokasi central yang disertai dengan fraktur kominusi pada lantai
acetabulum kadang-kadang dapat direduksi dengan manipulasi di bawah
anestesi umum. Ahli bedah menarik paha dengan kuat dan kemudian
27
mencoba mengungkit keluar caput dengan mengadduksi paha,
menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu. Jika cara ini berhasil,
traksi longitudinal dipertahankan selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan
X-ray untuk memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian
acetabulum yang menahan beban.
Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan lateral dapat
mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu. Pada semua metode ini, gerakan
perlu dimulai secepat mungkin. Bila traksi dilepas, pasien diperbolehkan
bangun dengan kruk penopang. Penahanan beban diperbolehkan setelah 8
minggu. Hasilnya terhadap fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan
pada penampilan X-ray, tetapi semua gerakan kecuali fleksi dan ekstensi
tetap sangat terbatas, dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali
jika pergeseran hanya terjadi sedikit.
Indikasi Operasi16
- Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2mm di dalam kubah
acetabulum.
- Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan
artikulasi sendi pada dinding posterior.
- Ketidakstabilan klinis pada fleksi 90 .
- Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup.
Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera
untuk menunggu kondisi pasien agar stabil. Idealnya reduksi terbuka dan
fiksasi internal fraktur acetabulum seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari
setelah cedera. Reduksi anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati
waktu tersebut karena pembentukan hematoma, kontraktur jaringan lunak,
dan pembentukan callus awal.
28
Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced dari rangka di
atas kepala.
Panggul dan lutut sedikit difleksikan
Berikan beban seberat 20-25 lbs.
Komplikasi
Dini16,
Seperti halnya pada fraktur pelvis lain, dapat terjadi cedera viseral dan syok
hebat.
Cedera nervus ischiadicus dapat terjadi ketika terjadinya fraktur atau pada
saat operasi. Meskipun pada saat operasi, syaraf ini dilindungi, namun tidak
ada kepastian mengenai prognosisnya.
Trombosis vena iliofemoral dapat terjadi dan bersifat serius dan beberapa
klinik menggunakan profilaksis antikoagulan.
Lambat
Kekakuan sendi, dengan atau tanpa osteoartritis sering terjadi. Jika
penggantian panggul keseluruhan dipertimbangkan, perlu dipastikan bahwa
fraktur acetabulum telah menyatu, jika tidak maka mangkuk dapat terlepas
Pada pasien muda, lebih baik dilakukan artrodesis.
Nekrosis avaskular pada caput femoris dapat terjadi meskipun caput femoris
tidak benar-benar mengalami dislokasi.
Formasi tulang heterotropik. Osifikasi periarticular biasa terjadi pada cedera
jaringan lunak yang berat. Antisipasi dapat dilakukan dengan pemberian
profilaksis indometasin.
Prognosis
Setelah dislokasi panggul, fungsi panggul yang baik masih dapat kembali
asalkan tidak terjadi nekrosis avaskular atau artritis traumatik dari caput
femoris. Reduksi awal telah terbukti sebagai cara terbaik untuk mencegah
nekrosis avaskular dengan cara mempersingkat waktu terganggunya
sirkulasi caput femoris. Dalam tinjauan Stewart dan Milford dalam 128
kasus fraktur-dislokasi, mereka tidak mendapatkan hasil yang baik pada
29
kasus dislokasi yang direduksi lebih dari 24 jam. Mereka melaporkan
nekrosis avaskular pada 15,5% kasus yang diterapi dengan reduksi tertutup
dan pada 40% kasus yang diterapi dengan reduksi terbuka.36 Dalam
laporannya mengenai 262 kasus dislokasi dan fraktur-dislokasi, Brav
menemukan kejadian nekrosis avaskular sebesar 17,6% pada panggul yang
direduksi dalam waktu 12 jam setelah cedera dan 56,9% pada panggul yang
direduksi setelah 12 jam. Hougard dan thomsen melaporkan nekrosis
avaskular sebesar 4% pada panggul yang direduksi dalam waktu 6 jam dan
58% pada panggul yang tetap mengalami dislokasi selama lebih dari 6 jam.
Penundaan weight bearing memberikan dampak yang kecil dalam
perkembangan nekrosis avaskular. Brav, dalam laporan mengenai 523
pasien, menemukan insiden nekrosis avaskular sebesar 25,7% pada
kelompok pasien yang memulai menopang berat tubuh sebelum 12 minggu
dan 26,6% pada kelompok pasien memulai menopang berat tubuh setelah 12
minggu.
DAFTAR PUSTAKA
30
1. Thompson, J.C. Netters Concise Atlas Orthopaedic Anatomy. USA: Icon
Learning System LLC. 2002; p168-174
2. Ellis, H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for Students and Junior
Doctors, 11ed. London: Blackwell Publishing. 2006; p226-229
3. Salter RB. Congenital Abnormalities. Dalam: Salter RB. Textbook of
Disorders and Injuries of the Musculosceletal System.
4. Lavelle DG. Fractures and dislocations of the hip. Dalam: Canale ST, Beaty
JH. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11. Philadelphia: Elsevier;
2009. Hal 3286-98.
5. Guyton JL, Perez EA. Fractures of acetabulum and pelvis. Dalam: Canale
ST, Beaty JH. Campbells Operative Orthopaedics. Edisi ke-11.
Philadelphia: Elsevier; 2009. Hal 3309-30.
6. Catterall A. Assessment of adolescent acetabular dysplasia. In Recent
Advances in Orthopaedics 6 (ed. A. Catterall), Churchill Livingstone,
Edinburgh; 1992
7. Harcke T, Kumar J. The role of ultrasound in the diagnosis and management
of congenital dislocation and dysplasia of the hip. J Bone Joint Surg; 1993.
73A: 6228.
8. Jones DA. Principles of screening and congenital dislocation of the hip. Ann
R Coll Surg Engl; 1994. 76: 24550.
9. Yamamuro T, Ishida K. Recent advances in the prevention, early diagnosis
and treatment of congenital dislocation of the hip in Japan. Clin Orthop
Relat Res; 1984. 184: 3440.
10. Wynne-Davies R. Acetabular dysplasia and familial joint laxity: two
aetiological factors in congenital dislocation of the hip. J Bone Joint Surg;
1970. 52B: 70416
11. Nayagam S. Injuries of the Hip and Femur. Dalam: Solomoan L, Warwick
D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedic and Fractures. Edisi ke-9.
London; 2010.
12. Epstein HC: Posterior fracture-dislocation of the hip: long-term follow-up, J
Bone Joint Surg 56A:1103, 1974.
13. Drake RL, Vogl W, Mitchell A. Grays Anatomy for Student. Edisi ke-1.
Philadelphia: Elsevier; 2005. Hal 48-58
31
14. Cornwall R, Radomisli TE: Nerve injury in traumatic dislocation of the hip,
Clin Orthop Relat Res 377:84, 2000
15. Tornetta P III, Mostafavi HR. Hip Dislocation: Current Treatment
Regimens. J Am Acad Orthop Surg; 1997. 5(1): 2736.
16. Canale ST, Manugian AH: Irreducible traumatic dislocations of the hip, J
Bone Joint Surg; 1979. 61A:7.
17. Goddard NJ: Classification of traumatic hip dislocation, Clin Orthop Relat
Res; 2000. 377:11.
32