Anda di halaman 1dari 30

I.

DEFINISI

Kekurangan kalori protein adalah defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapat

masukan makanan yang cukup bergizi, atau asupan kalori dan protein kurang dalam waktu

yang cukup lama (Ngastiyah, 1997).

Kurang kalori protein (KKP) adalah suatu penyakit gangguan gizi yang dikarenakan adanya

defisiensi kalori dan protein dengan tekanan yang bervariasi pada defisiensi protein maupun

energi (Sediatoema, 1999).

II. KLASIFIKASI KKP

Berdasarkan berat dan tidaknya, KKP dibagi menjadi:

v KKP ringan/sedang disebut juga sebagai gizi kurang (undernutrition) ditandai oleh adanya

hambatan pertumbuhan.

v KKP berat, meliputi:

Kwashiorkor

Marasmus

Marasmik-kwashiorkor.
1. Kwashiorkor

a. Pengertian

w Adalah bentuk kekurangan kalori protein yang berat, yang amat sering terjadi pada anak

kecil umur 1 dan 3 tahun (Jelliffe, 1994).

w Kwashiorkor adalah suatu sindroma klinik yang timbul sebagai suatu akibat adanya

kekurangan protein yang parah dan pemasukan kalori yang kurang dari yang dibutuhkan

(Behrman dan Vaughan, 1994).

w Kwashiorkor adalah penyakit gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan

perlemahan hati yang disebabkan karena kekurangan asupan kalori dan protein dalam

waktu yang lama (Ngastiyah, 1997).

b. Etiologi

Penyebab utama dari kwashiorkor adalah makanan yang sangat sedikit mengandung protein

(terutama protein hewani), kebiasaan memakan makanan berpati terus-menerus, kebiasaan

makan sayuran yang mengandung karbohidrat.

Penyebab kwashiorkor yang lain yaitu:

w Adanya pemberian makanan yang buruk yang mungkin diberikan oleh ibu karena alasan:

miskin, kurang pengetahuan, dan adanya pendapat yang salah tentang makanan.
w Adanya infeksi, misalnya:

- Diare akan mengganggu penyerapan makanan.

- Infeksi pernapasan (termasuk TBC dan batuk rejan) yang menambah kebutuhan tubuh akan

protein dan dapat mempengaruhi nafsu makan.

w Kekurangan ASI.

c. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda Klinik kwashiorkor berbeda pada masing-masing anak di berbagai negara, dan

dibedakan menjadi 3, yaitu:

1) Selalu ada

Gejala ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan diagnosa pada anak umur 1-3 tahun

karena kemungkinan telah mendapat makanan yang mengandung banyak karbohidrat.

a Kegagalan pertumbuhan.

a Oedema pada tungkai bawah dan kaki, tangan, punggung bawah, kadang-kadang muka.

a Otot-otot menyusut tetapi lemak di bawah kulit disimpan.


a Kesengsaraan

Sukar diukur, dengan gejala awal anak menjadi rewel diikuti dengan perhatian yang kurang.

2) Biasanya ada

Satu atau lebih dari tanda ini biasanya muncul, tetapi tidak satupun yang betul-betul

memerlukan diagnosis.

a Perubahan rambut

Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan, mendekati putih), lurus, jarang halus,

mudah lepas bila ditarik.

a Warna kulit lebih muda

a Tinja lebih encer

Akibat gangguan penyerapan makanan, terutama gula.

a Anemia yang tidak berat

Jika berat biasanya ada kemungkinan infeksi cacing atau malaria.


3) Kadang-kadang ada

Satu atau lebih dari gejala berikut kadang-kadang muncul, tetapi tidak ada satupun yang

betul-betul membentuk diagnosis.

- Ruam/bercak-bercak berserpih.

- Ulkus dan retakan.

- Tanda-tanda vitamin

Misalnya luka di sudut mulut, lidah berwarna merah terang karena kekurangan riboflavin.

- Pembesaran hati

Akibat perlemahan hati.

(Menurut Jelliffe, 1994)

Tanda-tanda yang lain yaitu:

- Secara umum anak nampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah terserang. Pada tahap

lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.

- Pertumbuhan yang terhambat, berat badan dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan
dengan berat badan baku. Jika ada edema anasarka maka penurunan berat badan tidak

begitu mencolok.

- Edema

- Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan tipis dan

lembek.

- Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare.

- Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.

- Kelainan kulit: kering, bersisik dengan garus-garis kulit yang dalam dan lebar, disertai

denitamin B kompleks, defisiensi eritropoetin dan kerusakan hati.

- Anak mudah terjangkit infeksi akibat defisiensi imunologik (diare, bronkopneumonia,

faringotonsilitis, tuberkulosis).

- Defisiensi vitamin dan mineral.

Defisiensi vitamin A, riboflavin (stomatitis angularis), anemia defisiensi besi dan anemia

megaloblastik.

(Markum, AH, 1999)


d. Patofisiologi

Defisiensi protein

Gangguan metabolik

Asam amino esensial

Produksi insulin

Asam amino dalam serum

Hepar

Produksi albumin

Gangguan pembentukan beta-lipoprotein

Timbunan lemak

Edema

2. Marasmus

a. Pengertian
w Marasmus adalah penyakit yang timbul karena kekurangan energi (kalori) sedangkan

kebutuhan protein relatif cukup (Ngastiyah, 1997).

w Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang ekstrem

(Sediaoetama, 1999).

b. Etiologi

Penyebab marasmus yang paling utama adalah karena kelaparan. Kelaparan biasanya terjadi

pada kegagalan menyusui, kelaparan karena pengobatan, kegagalan memberikan makanan

tambahan.

c. Manifestasi Klinik

Tanda-tanda marasmus dibedakan menjadi 2, yaitu:

1) Selalu ada

Tanda-tanda ini selalu ada dan seluruhnya membutuhkan diagnosa:

- Gangguan perkembangan

- Hilangnya lemak di otot dan di bawah kulit.


2) Kadang-kadang ada

- Mencret/diare atau konstipasi.

- Perubahan pada rambut, seperti pada kwashiorkor.

- Tanda-tanda dari defisiensi vitamin.

- Dehidrasi.

(Jelliffe, 1994)

Tanda dan Gejala yang lain yaitu:

a) Anak menjadi cengeng, sering bangun tengah malam.

b) Turgor kulit rendah dan kulitnya nampak keriput.

c) Pipi terlihat kempot.

d) Vena superfisialis tampak lebih jelas.

e) Ubun-ubun besar cekung.

f) Tulang dagu dan pipi kelihatan menonjol.


g) Mata tampak besar dan dalam.

h) Sianosis.

i) Ekstremitas dingin.

j) Perut buncit/cekung dengan gambaran usus jelas.

k) Atrofi otot.

l) Apatis.

m) Bayi kurus kering.

d. Patofisiologi

Defisiensi kalori

Energi

Pemenuhan kebutuhan kurang

Sintesis glukosa
Metabolit esensial

Cadangan protein

Asam amino

Homeostatik

3. Marasmik Kwashiorkor

a. Pengertian

w Marasmik kwashiorkor merupakan kelainan gizi yang menunjukkan gejala klinis

campuran antara marasmus dan kwashiorkor. (Markum, 1996)

w Marasmik kwashiorkor merupakan malnutrisi pada pasien yang telah mengalami

kehilangan berat badan lebih dari 10%, penurunan cadangan lemak dan protein serta

kemunduran fungsi fisiologi. (Graham L. Hill, 2000).

w Marasmik kwashiorkor merupaan satu kondisi terjadinya defisiensi, baik kalori, maupun

protein. Ciri-cirinya adalah dengan penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak

subkutan dan dehidrasi. (http.www.yahoo.com. Search engine by keywords: malnutrisi pada

anak)
b. Etiologi

Penyebab dari marasmik kwashiorkor sama pada marasmus dan kwashiorkor.

c. Patofisiologi

Perubahan cairan tubuh, lemak, mineral dan protein

Pertumbuhan terhenti

Berat badan turun

Cairan tubuh meningkat

Sistem hemotopatik

Mukosa usus

Selasiner

Hati

Otak
Edema

Apatis

III. ETIOLOGI

Penyebab langsung dari KKP adalah defisiensi kalori protein dengan berbagai tekanan,

sehingga terjadi spektrum gejala-gejala dengan berbagai nuansa dan melahirkan klasifikasi

klinik (kwashiorkor, marasmus, marasmus kwashiorkor).

Penyebab tak langsung dari KKP sangat banyak sehingga penyakit ini disebut sebagai

penyakit dengan causa multifactoral.

Berikut ini merupakan sistem holistik penyebab multifactoral menuju ke arah terjadinya KKP.

Ekonomi negara rendah

Pendidikan umum kurang

Produksi bahan pangan rendah

Hygiene rendah

Pekerjaan rendah
Pasca panen kurang baik

Sistem perdagangan dan distribusi tidak lancar

Daya beli rendah

Persediaan pangan kurang

Penyakit infeksi dan investasi cacing

Konsumsi kurang

Absorpsi terganggu

Utilisasi terganggu

KKP

Pengetahuan gizi kurang

Anak terlalu banyak

Kwashiorkor Marasmus

Marasmic kwashiorkor
(Sediaoetoma, A. Djaeni, 1999)

IV. MANIFESTASI KLINIK

Tanda-tanda dari KKP dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. KKP Ringan

- Pertumbuhan linear terganggu.

- Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun.

- Ukuran lingkar lengan atas menurun.

- Maturasi tulang terlambat.

- Ratio berat terhadap tinggi normal atau cenderung menurun.

- Anemia ringan atau pucat.

- Aktifitas berkurang.

- Kelainan kulit (kering, kusam).


- Rambut kemerahan.

1. KKP Berat

- Gangguan pertumbuhan.

- Mudah sakit.

- Kurang cerdas.

- Jika berkelanjutan menimbulkan kematian

(Pudjiadi, 1990)

V. EPIDEMIOLOGI

Penyakit KKP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak

dibawah umur 5 tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang.

Berdasarkan hasil penyelidikan di 254 desa di seluruh Indonesia, Tarwotjo, dkk (1999),

memperkirakan bahwa 30 % atau 9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi kurang,

sedangkan 3% atau 0,9 juta diantara anak-anak balita menderita gizi buruk. Berdasarkan

Rekapitulasi Data Dasar Desa Baru UPGK 1982/1983 menunjukkan bahwa prevalensi

penderita KKP di Indonesia belum menurun. Hasil pengukuran secara antropometri pada

anak-anak balita dari 642 desa menunjukkan angka-angka sebagai berikut: diantara 119.463

anak balita yang diukur, terdapat status gizi baik 57,1%, gizi kurang 35,9%, dan gizi buruk
5,9%.

Tingginya prevalensi penyakit KKP disebabkan pula oleh faktor tingginya angka kelahiran.

Menurun Morley (1968) dalam studinya di Nigeria, insidensi kwashiorkor meninggi pada

keluarga dengan 7 anak atau lebih. Studi lapangan yang dilakukan oleh Gopalan (1964) pada

1400 anak prasekolah menunjukkan bahwa 32% diantara anak-anak yang dilahirkan sebagai

anak keempat dan berikutnya memperlihatkan tanda-tanda KKP yang jelas, sedangkan anak-

anak yang dilahirkan terlebih dahulu hanya 17% memperlihatkan gejala KKP. Ia

berkesimpulan bahwa 62% dari semua kasus kekurangan gizi pada anak prasekolah terdapat

pada anak-anak keempat dan berikutnya.

Mortalitas KKP berat dimana-mana dilaporkan tinggi. Hasil penyelidikan yang dilakukan pada

tahun 1955/1956 (Poey, 1957) menunjukkan angka kematian sebanyak 55%, 35% diantara

mereka meninggal dalam perawatan minggu pertama, dan 20% sesudahnya.

Menurut WHO, 150 juga anak berumur di bawah 5 tahun menderita KKP dan 49% dari 10,4

juga anak berumur di bawah 5 tahun meninggal karena KKP yang kebanyakan terjadi di

negara-negara yang sedang berkembang.

VI. KOMPLIKASI

1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia)

Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena

cahaya).
Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).

2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis.

Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1

menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.

3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis)

Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2

menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan

mata.

4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.

5. Defisiensi Vitamin B12

Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat

menyebabkan anemia pernisiosa.

6. Defisit Asam Folat

Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia,

trombositopenia.
7. Defisiensi Vitamin C

Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan

untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam

pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan

dentin.

8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium

Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh

kembang anak.

9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.

10. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat

Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif

sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang

menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini.

VII. PENATALAKSANAAN

Prinsip pengobatan MEP adalah:


1) Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologik tinggi, tinggi

kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.

2) Makanan harus dihidangkan dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap.

3) Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah.

Protein yang diperlukan 3-4 gr/kg/hari, dan kalori 160-175 kalori.

4) Antibiotik diberikan jika anak terdapat penyakit penyerta.

5) Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan gizi terhadap

keluarga.

Dalam keadaan dehidrasi dan asidosis pedoman pemberian cairan parenteral adalah sebagai

berikut:

1) Jumlah cairan adalah 200 ml/kgBB/hari untuk kwashiorkor atau marasmus kwashiorkor,

dan 250 ml/kg BB/hari untuk marasmus.

2) Jenis cairan yang dipilah adalah Darrow-glukosa aa dengan kadar glukosa dinaikkan

menjadi 10% bila terdapat hipoglikemia.

3) Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama,

kemudian sisanya diberikan dalam waktu 16-20 jam berikutnya.


Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan kandungan protein yang

dianjurkan adalah 3,0-5,0 gr/kg BB dan jumlah kalori 150-200 kkal/kg BB sehari.

Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara 35 mg/hari pada anak kecil dan

315 mg/hari pada anak besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan pemberian KCL oral

sebanyak 75-150mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2 mEq/kg BB/hari); bila terdapat tanda

hipokalemia diberikan KCl secara intravena dengan dosis intramuskular atau intravena dalam

bentuk larutan MG-sulfat 50% sebanyak 0,4-0,5 mEq/kgBB/hari selama 4-5 hari pertama

perawatan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KEKURANGAN KALORI PROTEIN (KKP)

I. PENGKAJIAN

1. Pemeriksaan Fisik

1) Kaji tanda-tanda vital.

2) Kaji perubahan status mental anak, apakah anak nampak cengeng atau apatis.

3) Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan kerusakan fungsi

hati, pankreas dan usus.

4) Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan keelastisan kulit dan

membran mukosa.
5) Pengamatan pada output urine.

6) Penilaian keperawatan secara berkelanjutan pada proses perkembangan anak.

7) Kaji perubahan pola eliminasi.

Gejala : diare, perubahan frekuensi BAB.

Tanda : lemas, konsistensi BAB cair.

8) Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari.

Gejala : mual, muntah.

Tanda : penurunan berat badan.

9) Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati tingkah laku anak

melalui rangsang.

2. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan anemia ringan sampai sedang, umumnya berupa
anemia hipokronik atau normokromik.

- Pada uji faal hati tampak nilai albumin sedikit atau amat rendah, trigliserida normal, dan

kolesterol normal atau merendah.

- Kadar elektrolit K rendah, kadar Na, Zn dan Cu bisa normal atau menurun.

- Kadar gula darah umumnya rendah.

- Asam lemak bebas normal atau meninggi.

- Nilai beta lipoprotein tidak menentu, dapat merendah atau meninggi.

- Kadar hormon insulin menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, merendah

maupun meninggi.

- Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan indeks

hidroksiprolin menurun.

- Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai dengan kasus

perlemakan berat.

- Kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat.

- Kadar imunoglobulin A sekretori rendah.


- Penurunan kadar berbagai enzim dalam serum seperti amilase, esterase, kolin esterase,

transaminase dan fosfatase alkali. Aktifitas enzim pankreas dan xantin oksidase berkurang.

- Defisiensi asam folat, protein, besi.

- Nilai enzim urea siklase dalam hati merendah, tetapi kadar enzim pembentuk asam amino

meningkat.

2) Pemeriksaan Radiologik

Pada pemeriksaan radiologik tulang memperlihatkan osteoporosis ringan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan inadekuatnya intake

makanan.

Intervensi:

- Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari.

Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal.

- Berikan makanan sedikit-sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat.


Rasional: Meningkatkan nafsu makan dan memampukan pasien untuk mempunyai pilihan

terhadap makanan yang dapat dinikmati.

- Timbang berat badan anak tiap hari.

Rasional: Pengawasan kehilangan nutrisi dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi.

- Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan

tepat.

Rasional: Mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan

masukan.

- Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.

Rasional: Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan

makanan dapat dipantau.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inadekuatnya asupan

cairan.

Intervensi:

- Catat karakteristik muntah


- Awasi tanda vital, status membran mukosa, turgor kulit.

Rasional: Sebagai indikator inadekuatan volume sirkulasi.

- Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan.

Rasional: Memberikan pedoman dalam pemberian cairan.

- Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat.

Rasional: Mengganti cairan untuk masukan kalori yang berdampak pada keseimbangan

elektrolit.

- Identifikasi rencana untuk meningkatkan atau mempertahankan keseimbangan cairan

optimal, misalnya: jadwal masukan cairan.

Rasional: Untuk memperbaiki ketidakseimbangan cairan.

- Beriakan cairan parenteral sesuai indikasi.

Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.


Intervensi:

- Obervasi adanya kemerahan, pucat, ekskoriasi.

- Gunakan krim kulit 2 kali sehari setelah mandi, pijat kulit, khususnya di daerah di atas

penonjolan tulang.

Rasional: Melicinkan kulit dan menurunkan gatal. Pemijatan sirkulasi pada kulit, dapat

meningkatkan tonus kulit.

- Pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas.

Rasional: Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada

jaringan.

- Tekankan pentingnya masukan nutrisi/cairan adekuat.

Rasional: Perbaikan nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan malnutrisi.

Intervensi:

- Pantau vital sign, perhatikan peningkatan suhu, takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh, menandakan adanya proses inflamasi atau infeksi, oleh

karena itu, membutuhkan evaluasi atau pengobatan lebih lanjut.

- Amati adanya eritema atau cairan luka.

Rasional: Indikator infeksi lokal.

- Berikan antiseptik, antibiotik sistemik.

Rasional: Menurunkan proses infeksi lokal.

III. EVALUASI

1. Masukan kalori, protein adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan dan nafsu

makan meningkat.

2. Haluaran urine adekuat.

3. Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tidak menunjukkan adanya edema.

4. Kulit halus, elastisitas baik, rasa gatal hilang.

5. Suhu tubuh turun.

6. Pertumbuhan tidak terhambat, tidak ada perubahan pigmen pada rambut atau kulit.
7. Anak ceria, tidak apatis dan tidak cengeng.

DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus. 1990. Kapita Selekta Pediatri, Edisi II. Jakarta: EGC.

Hill, Graham L. 2000. Buku Ajar Nutrisi Bedah. Jakarta: Farmamedia.

Jelliffe, DB. 1994. Kesehatan Anak di Daerah Tropis, Edisi IV. Jakarta: Bumi Aksara.

Markum. 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Jakarta: FKUI.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta: EGC.

Sandra R. 1990. Nursing Care of Children and Families, 2nd Edition. California: A Division of

the Benjamin Cummings Publishing Company.


Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Hipokrates.

Wongs and Whaley. 1995. Nursing Care of Infant and Children 5th Edition. Missouri:

Westline Industrial Drive.

http.www.yahoo.com. Search engine by keywords: malnutrisi pada anak. Accesed at April

7th 2005, 8.00 pm.

Lampiran: Sandra R. 1990. Nursing Care of Children and Families, 2nd Edition. California: A

Division of the Benjamin Cummings Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai