Anda di halaman 1dari 5

FDS.

Angin Segar Bagi Budaya Literasi


Gelombang protes mengalir deras ketika Mendikbud baru, bapak Muhajir, menggulirkan
tentang konsep FDS (Fullday school) yang akan diterapkan di seluruh Indonesia. Tudingan
bahwa FDS akan mencetak generasi stress karena harus belajar sepanjang hari semakin
menambah resah. Sekolah-sekolah di Indonesia dipandang belum layak menyelenggarakan FDS
karena kendala fasiitas yang tidak sama dengan sekolah-sekolah FDS rujukan di luar negeri. Di
Negara-negara yang menyelenggarakan FDS telah difasilitasi tempat untuk tidur siang dan
makan siang, waktu Istirahatnya pun lebih dari 5 kali bahkan di finlandia para siswa istirahat
selama 15 menit setelah 45 menit pembelajaran di kelas. Hal itu terjadi karena pakar pendidikan
mereka meyakini bahwa kemampuan paling baik dari anak didiknya dalam menyerap ilmu yang
baru saja diajarkan akan datang ketika mereka mengistirahatkan otak kemudian memulai
kembali fokus baru. Tapi seperti apa sih konsep FDS ala Indonesia?

Dalam sebuah wawancara media nasional, mendikbud menjelaskan bahwa full day
school bukan berarti para siswa belajar selama sehari penuh di sekolah. Program ini memastikan
siswa dapat mengikuti kegiatan-kegiatan penanaman pendidikan karakter, misalnya mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler. Jadi, pembelajaran dilaksanakan sampai setengah hari, selanjutnya
dapat diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler. Tentunya konsep FDS ini perlu meninjau karakter
kurikulum yang sedang diterapkan yaitu kurikulum 2013 yang beban belajarnya sekarang harus
dilaksanakan ekstra jam alias menyentuh jam sore. Namun mari kita berbaik sangka terhadap tim
ahli kurikulum dan perangkat-perangkat Kemendikbud. Yang lebih penting kita sikapi adalah
konsep pembelajaran menyenangkan di kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggaran setiap jam
pembelajaran formal usai. Tentunya kita bisa mulai membuat konsep estrakurikuler yang turut
mendukung program-program Kemendikbud salah satunya adalah memberantas buta literasi
untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia.

Yah, harus diakui pendidikan di Indonesia secara umum saat ini masih mengalami
banyak masalah. Mutu pendidikan Indonesi dinilai sangat tertinggal, salah satu parameternya
adalah skor PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009, dimana dari
total 65 negara dan wilayah yang masuk survei PISA, Indonesia menduduki ranking ke-64 atau
hanya lebih tinggi satu peringkat dari Peru. PISA menguji kemampuan siswa di tiga bidang yaitu
matematika, membaca, dan sains. Artinya walaupun Indonesia telah memberantas buta huruf
namun budaya literasi yaitu membaca dan menulis masih minim. Bisa membaca tapi tidak mau
membaca diistilahkan dengan aliterasi. Tentunya kegiatan estrakurikuler setiap usai sekolah
formal sesuai konsep FDS dapat digunakan sebagai salah satu rancangan program memberantas
aliterasi. Secara teori, kegiatan yang melibatkan membaca,menulis dan ketrampilan bahasa
cenderung lebih baik dilakukan menjelang sore hari. Mengapa begitu?
Pakar-pakar psikologi modern University of California yaitu Simon Folkard dan
Timothy Monk menjelaskan dalam Jurnal mengenai memori dan kognitif bahwa Ritme
sirkardian, menurut mereka, mengatur aktivasi kedua belahan otak yaitu hemisfer kanan dan
hemisfer kiri. Ritme sirkadian adalah proses biologis yang berpatokan pada siklus 24 jam atau
siklus pagi-malam yang mempengaruhi sistem fungsional tubuh manusia. Jam sirkadian otak
mengatur tidur, pola makan, suhu tubuh, produksi hormon, regulasi level glukosa dan insulin,
produksi urin, regenerasi sel, dan aktivitas biologis lainnya

Gambar 1. Ritme sikardian


Penjelasan tersebut dilanjutkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh J. Oakhill
sorang peneliti dari University of Sussex. Hasil penelitian J. Oakhill menunjukkan bahwa
hemisfer kiri lebih dominan pada pagi hari sedangkan hemisfer kanan lebih dominan pada sore
hari. Hemisfer kiri berhubungan dengan kekuatan memori literal yang mencakup fakta, nama,
angka dan rumus sedangkan hemisfer kanan berhubungan dengan kekuatan memori inferensial
yang mencakup puisi, fiksi dan percakapan. Artinya kegiatan yang berhubungan dengan literasi
efektif di sore hari dan sangat mungkin dilaksanakan sebagai kegiatan ekstrakurikuler setiap jam
sekolah formal usai sesuai konsep FDS.
Kegiatan membaca dan menulis dapat dikemas dalam bentuk karya Ilmiah Remaja
(KIR), klub puisi, sanggar cerpen, Grup Kliping 3 Dimensi, klub jurnalistik, Perkumpulan Disain
Web Remaja bahkan sanggar teater sekolah dapat dinjeksi dengan kegemaran membaca dan
menulis. Keuntungan lainnya adalah guru bahasa dapat bekerja sama dengan tim pelati
ekstrakurikuler mereka untuk melaksanakan tugas tidak terstruktur yang bersinergi dengan
kegiatan ekstrakurikuler mereka. Memang adakalanya para generasi bangsa ini perlu dikarantina
dan dipaksa mencintai budaya literasi. Yang paling sederhana memang harus dijebak dengan
kegiatan ekstrakurikuler di jam sekolah FDS. Jadi sebelum apriori dengan minimnya fasilitas
untuk FDS mari kita lihat angin segar menumbuhkan budaya cinta literasi dalam FDS ini.
Menimbang-nimbang fasilitas sebenarnya budaya literasi bisa kok dibuat heboh tanpa
mahal. Tidak semua harus terkoneksi internet dan duduk manis di ruangan full rak buku. Ajak
para geng eskul itu mengenal alam di sekitar sekolah. Kita bisa meniru ide Study cave atau goa
belajar yang terletak di Solitary Beauty Peak, Guilin, RRC. Gua belajar ini adalah gua alami
yang di dalamnya banyak terpahat puisi-puisi jaman dinasti Song. Di pintu masuknya tertulis
Membaca buku lebih berharga dari segalanya. Goa dan taman indah jaman dinasti Song ini
menyatu dengan area kampus Guilin. Digambarkan bahwa para sastrawan pada saat itu
mengukir bait-demi bait karya mereka bahkan membacakan beberapa puisi karya mereka. Para
mahasiswa Guilin ini menikati area goa sebagai ladang ide dan memupuk mood membaca dan
menghasilkan karya tulis. Di Indonesia beberapa pemerkasa sekolah alam pun membuat rumah-
rumah pohon untuk membaca santai dan menghirup udara segar sambil mulai menuliskan apa-
apa yang telah mereka baca hari ini. Setiap daerah pun akan memiliki karakter geografis untuk
menyesuaikan inovasi-inovasi tempat membaca dan menulis yang asyik bagi siswa-siswi. Jika
yang ada hanya pohon besar, ajak mereka menikmati semilir angin sambil mencari inspirasi.
Berada dalam sekat tembok sepertinya kurang asyik untuk menikmati budaya literasi.

Gambar. Study Cave. Goa Pecinta Literasi Bagi Mahasiswa Universitas Guilin, RRC
Sesungguhnya konsep yang bagus jika tanpa perencanaan yang matang akan kurang
sesuai harapan. Maka menjelang FDS digulirkan tidak ada ruginya para stake holder merangkul
para pembina ekstrakurikuler untuk membuat program-program yang mendukung peningkatan
budaya membaca dan menulis. Keterlibatan para guru bahasa juga akan membuat program-
program ekstrakurikuler ini lebih sinergi dengan goal kurikulum. Lintas matpel pun dapat
memperkaya gaya berliterasi. Guru seni budaya dan guru IT dapat berkolaborasi membuat eskul
membuat komik dengan materi edukasi. Siswa peserta eskul membuat komik mau tidak mau
harus membaca literature tertentu untuk membuat skrip komiknya. Guru seni budaya dan IT
yang melatih teknik pembuatan komiknya. Hasil dari komik-komik mereka akan menjadi
publikasi ilmiah yang menyenangkan bagi teman-teman seusia mereka. Eskul DKV (disain
Komunikasi Visual) akan semakin marak dengan hadirnya peserta eskul teater atau klub bahasa.
Mereka harus membaca untuk mencari ide membuat dokumenter bertema satra budaya atau
bahkan pengetahuan alam.

Gambar 3.Contoh komik edukasi kolaborasi tim eskul jurnalistik dengan eskul seni dan IT
Dengan durasi panjang berada di lingkungan sekolah dan nyaris menyita sebagian besar
waktu hidup mereka maka perancangan ekstrakurikuler harus memiliki pencapaian yang dapat
terarah dan terukur. Masing-masing sekolah dapat membuat target publikasi yang harus dicapai
per bulan atau pertahun dari masing-masing ekstrakurikuler. Menejemen sekolah dapat memberi
target rata-rata berapa kumpulan cerpen, publikasi ilmiah dari KIR, komik-komik edukasi, file
dokumentasi kegiatan teater sekolah atau file fim-film pendek bertema sastra atau science.
Publikasi-publikasi tersebut dapat dipublikasi melalui jaringan youtube atau website sekolah.
Tabungan karya-karya literasi ini akan mejadi asset sekolah untuk aneka perlombaan baik skala
daerah maupun internasional. Singkat kata, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Anda mungkin juga menyukai