Anda di halaman 1dari 5

SAYEMBARA TERTULIS NASIONAL

KETUA UMUM APKASI ISRAN NOOR


MENDENGARKAN ASPIRASI OTONOMI DAERAH

SISTEM POLITIK UANG DALAM PELAKSANAAN DEMOKRASI


OTONOMI DAERAH

Disusun Oleh :
Nama : Ariyastuti (Kelas XI IPA 6)

SMA NEGERI 1 SLAWI

2013
Sistem Politik Uang dalam Pelaksanaan Demokrasi Otonomi Daerah

a. Nama : Ariyastuti (Kelas XI IPA 6)


b. Alamat : Desa Bulakpacing RT 02/RW 08, Kec. Dukuhwaru, Kab. Tegal
c. Tempat/Tgl Lahir : Tegal, 29 Januari 1997
d. Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Slawi
e. Alamat Sekolah : Jalan KH. Wahid Hasyim 1, Kotak Pos 6, Telp. (0283) 491164
......................................SLAWI, 52415 Kabupaten Tegal

Sistem Politik Uang dalam Pelaksanaan Demokrasi Otonomi Daerah

Otonomi Daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus


kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom adalah satuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu dan berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam menjalankan roda
pemerintahannya, pemerintah daerah (daerah otonom) terdiri dari atas kepala daerah dan
perangkat daerah. Ruang lingkup terkecil dari pemerintah daerah otonom adalah pemerintah
desa. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah desa terdiri dari unsur kepala desa beserta perangkat
desa dan BPD ( wakil dari masyarakat desa).

Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam
pemilihan kepala desa yang memimpin sebuah desa, dilakukan pemilihan umum (pemilu) setiap
6 tahun sekali. Menurut Pembukaan UUD 1945 BAB VIIB tentang PEMILIHAN UMUM Pasal
22E ayat 1, bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Langsung, berarti dalam pemilihan umum pemilih harus menggunakan hak
pilihnya secara langsung dengan kata lain tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan
umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara (sesuai
dengan syarat-syarat yang sudah ditentukan). Bebas berarti dalam pelaksanaan pemilihan umum,
pemilih bebas memilih sesuai hati nuraninya tanpa ada tekanan dan paksaan dari orang lain.
Rahasia berarti suara yang telah diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si
pemilih itu sendiri. Jujur berarti dalam pelaksanaan pemilihan umum harus menjunjung tinggi
nilai kejujuran, tidak boleh berbuat kecurangan. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilu dan pemilih, tanpa pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau
pemilih tertentu. Dewasa ini, yang terjadi dalam demokrasi daerah otonom dalam memilih wakil
rakyat yang duduk sebagai pemimpin pemerintah daerah desa (kepala desa) adalah dengan
menggunakan sistem politik uang. Dengan adanya politik uang ini, berarti sudah jelas sekali
melanggar asas-asas penyelenggaraan pemilihan umum, yakni melanggar asas bebas, rahasia,
dan jujur. Dengan kata lain, sistem politik uang melanggar ketentuan peraturan yang tercantum
dalam peraturan perundang-undangan, khususnya dalam Pembukaan UUD 1945 BAB VIIB
tentang PEMILIHAN UMUM Pasal 22E ayat 1. Sistem politik uang awalnya dilakukan oleh
beberapa orang yang telah ditunjuk dari salah satu pihak calon kepala desa (biasanya disebut
kader) caranya dengan menghimpun massa (masyarakat) secara sembunyi-sembunyi, yaitu
dengan memberikan sejumlah uang kepada masing-masing pemilih (membeli hak pilih atau
suara massa), kemudian pemilih atau masyarakat dipaksa untuk memilih calon kepala desa yang
telah ditentukan, dalam hal ini jelas sekali ada pelanggaran asas bebas. Jadi, seolah-olah apabila
berniat mendaftarkan diri sebagai calon kepala desa harus mampu secara materi untuk membeli
hak pilih atau suara massa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa suara yang nantinya
digunakan dalam pelaksanaan pemilu tidak lagi bersifat rahasia. Dari sisi kejujuran, membeli hak
suara massa atau pemilih termasuk perbuatan curang. Akan tetapi, walaupun sudah sangat jelas
terjadi banyak pelanggaran dalam pelaksanaan demokrasi otonomi daerah, nampaknya tidak ada
tindakan dari pihak pemerintah pusat maupun pihak lain untuk menyelesaikan masalah
pelanggaran ini. Walaupun desa sebagai bagian dari daerah otonom memiliki kewenangan sendiri
untuk mengatur, mengurus, bahkan untuk menyelesaikan masalah-masalah setempat, bukan
berarti dari pemerintah pusat tidak boleh campur tangan untuk meyelesaikan masalah
pelanggaran ini. Karena daerah harus tetap memperhatikan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem politik uang dalam pelaksanaan demokrasi otonomi daerah dapat terjadi karena
berbagai latar belakang atau faktor, antara lain faktor ekonomi, faktor moral (religius), faktor
pendidikan, faktor budaya, dll. Masyarakat pedesaan biasanya mudah tergiur dengan uang,
sehingga mempermudah pihak dari calon kepala desa untuk mencari dan membeli hak suara
rakyat. Dari sisi moral (religius), seharusnya untuk memimpin sebuah desa dibutuhkan figur
kepala desa yang memiliki etika dan tingkah laku (kepribadian) yang baik. Dilihat dari faktor
pendidikan, masyarakat yang berada di daerah pedesaan memiliki tipe budaya politik parokial
yaitu tipe budaya politik yang berciri-ciri tidak menaruh minat terhadap objek politik yang luas,
tidak banyak berharap dari sistem politik di mana dia berada, memiliki kesadaran akan adanya
pusat kekuasaan yang rendah serta biasanya berlangsung dalam masyarakat yang masih
tradisional. Tipe budaya politik parokial berkembang karena dipengaruhi oleh tingkat ekonomi
dan tingkat pendidikan yang rendah. Inilah yang biasanya terjadi pada masyarakat di pedesaan.
Masyarakat di pedesaan banyak yang menjunjung tinggi adat-istiadat. Mungkin penerapan
sistem politik uang sudah berlangsung sekian lama sehingga tetap dipertahankan. Tetapi negara
Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hukum, jadi berbagai tindakan yang melanggar
hukum harus dipertanggung jawabkan. Termasuk juga pelanggaran terhadap asas
penyelenggaraan pemilihan umum. Walaupun misalnya sistem politik uang yang diterapkan
dsalam demokrasi otonomi daerah ini merupakan bagian dari adat-istiadat, bukan berarti adat-
istiadat yang tidak benar harus tetap dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena bagaimanapun, sistem politik uang yang termasuk adat-istiadat ini jelas
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai bagian dari daerah otonom, desa memiliki hak otonom untuk mengatur
kepentingan masyarakat wilayahnya sendiri. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan
aspirasi masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Misalnya : UUD 1945 menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah adalah sebagai berikut :
a. Digunakannya asas-asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
b. Penyelenggaraan asas desentralisasi secara bulat dab utuh yang dilaksanakan di daerah
kabupaten, daerah kota dan desa.
c. Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu. Sedangakan tugas pembantuan adalah penugasan dari
pemerintah daerah atau desa dari pemerintah propinsi kepada kabupaten atau kota serta desa
atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan peraturan daerah. Bagaimanapun sistem politik uang yang terus-
menerus terjadi dalam pelaksanaan demokrasi otonomi daerah harus segera diatasi. Cara
mengatasinya adalah dengan melakukan berbagai tindakan. Salah satunya dengan memberikan
pembinaan karakter bangsa yang berpedoman pada dasar negara kita yaitu Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Pembinaan ini dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun
pihak lain kepada pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa beserta perangkat desa dan
warga-warganya. Mungkin kita berpikir bahwa pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilihan
umum terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah pusat. Dalam masalah ini kita tidak
boleh menyalahkan pemerintah pusat. Walaupun dalam menyeleggarakan pemerintahannya,
pemerintah desa itu mendapatkan pengawasan dari pemerintah pusat, akan tetapi bukan berarti
semua kepentingan pemerintah desa menjadi kepentingan pemerintah pusat. Pemberantasan
sistem politik uang dapat ditempuh dengan cara mempertegas hukum yang berlaku, karena
Negara Indonesia adalah negara hukum (rumusan Pembukaan UUD 1945 pasai 1 ayat 3).
Penegasan hukum dilakukan dengan cara mensosialisasikannya kepada warga masyarakat. Selain
dengan penegasan hukum, juga dapat ditempuh dengan kesadaran masyarakat akan hukum yang
tinggi. Seperti yang kita ketahui, bahwa kesadaran hukum masyarakat Indonesia rendah karena
mayoritas masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian (agraris). Kesadaran hukum yang
rendah dilatar belakangi dengan tingkat pendidikan yang rendah, tingkat ekonomi yang rendah.
Dengan demikian, diharapkan Sistem Politik Uang dalam Pelaksanaan Demokrasi Otonomi
Daerah akan sedikit teratasi dan berkurang atau mungkin bahkan sistem politik uang ini akan
hilang dan tidak diterapkan lagi sehingga proses penyelenggaraan pemilihan umum di berbagai
tingkat, khususnya di tingkat desa untuk memilih kepala desa, akan berjalan dengan benar-benar
Luberjurdil.

Anda mungkin juga menyukai