Anda di halaman 1dari 2

Bonus Demografi

Suka atau tidak suka serta diharap atau tidak diharap, bonus demografi niscaya akan diperoleh
bangsa Indonesia di rentang tahun 2020-2030. Di masa tersebut kita akan menikmati berkah berupa
jumlah penduduk usia produktif yang meningkat tajam. Sehingga beban tanggungan penduduk yang berusia
produktif (dependency ratio) menjadi kecil, antara 0,4 0,5. Artinya setiap 100 penduduk usia produktif
hanya menanggung 40 - 50 penduduk non produktif.

Dependency ratio menunjukan perbandingan berapa banyak usia non produktif (anak kecil dan
lansia) yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif (15-64 tahun). Rasio ini merupakan
indikator demografi ekonomi. Jika kian tinggi rasionya, maka beban yang ditanggung penduduk produktif
untuk membiayai penduduk non produktif kian tinggi. Begitu pula sebaliknya.

Di masa bonus demografi yang akan memuncak sekitar 10-15 tahun lagi, beban tanggungan
menjadi lebih sedikit ketimbang tahun 2010. Sekarang ini 100 penduduk usia produktif menanggung 50-
60 usia non produktif. Sedangkan tahun 1971, tiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 80
penduduk usia non produktif.

Tanda-tanda datangnya bonus demografi sudah muncul sejak beberapa tahun ini. Tingkat kelahiran
di Indonesia menurun, diikuti oleh meningkatnya jumlah penduduk usia produktif. Berdasarkan estimasi
para ahli, porsi penduduk usia produktif pada 2020 akan mencapai 69% dari total populasi.

Menurut pakar demografi, Profesor Sri Murtiningsih Adiutomo, periode bonus demografi itu
merupakan Window of Opportunity yang nantinya sulit terulang kembali di masa depan. Bangsa
Indonesia berkesempatan besar memacu produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang pengaruh
kesejahteraannya bisa terasa hingga berpuluh-puluh tahun kemudian.

Fase yang disebut sebagai window of opportunity (jendela kesempatan) ini tidak akan menjadi
jendela yang bermanfaat apabila tidak ada upaya untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Dibutuhkan peran semua elemen bangsa untuk bersama menggerakkan kemajuan serta menabung (saving)
kebaikan.

Selewat tahun 2035, generasi produktif tersebut mulai menginjak usia tua (non produktif).
Sementara generasi di bawahnya yang akan memasuki masa produktif jumlahnya tidak terlalu banyak,
dikarenakan angka kelahiran telah terlanjur menurun. Masa-masa tersebut, mengakibatkan porsi usia non
produktif (terutama lansia) yang harus ditanggung oleh usia produktif menjadi bertambah. Kondisi ini mirip
negara Jepang sekarang ini. Kemakmuran yang dirasakan mereka menyebabkan jumlah lansia sangat
banyak, sementara jumlah usia produktifnya terbatas (sekitar 25%). Akibatnya mereka harus mengundang
tenaga-tenaga muda dari negara lain guna menggerakkan mesin perekonomiannya.

Melihat skenario di atas, maka di saat bonus demografi itu singgah, perlu membuat lompatan-
lompatan kemajuan. Segala inovasi dan perkembangan yang dicapai tersebut diharapkan menjadi modal
dan tabungan jika bonus demografi itu berlalu. Oleh karena itu dalam menyongsong kedatangannya perlu
ada penyiapan sumber daya manusia agar menjadi terdidik dan terampil. Kemenakertrans dalam hal ini
memiliki tugas memfasilitasi terwujudnya generasi terampil lewat pelatihan-pelatihan tenaga kerja yang
dilakukannya.

Selain itu, hingga kini masih ada ketimpangan dependency ratio antar daerah. Sebagai contoh rasio
ketergantungan tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebesar 0,73 dan rasio terendah di DKI Jakarta
sebesar 0,36. Artinya ada beberapa daerah yang jumlah usia produktifnya di atas rata-rata nasional
(kebanyakan di pulau Jawa) dan ada pula yang berada di bawahnya. Maka peran Kemenakertrans untuk
menggalakkan program transmigrasi sangat diharapkan guna pemerataan gerak pembangunan.

Bonus Demografi akan lebih dirasakan lagi di seluruh lapisan masyarakat jika pertumbuhan
ekonomi yang tinggi disertai juga dengan terciptanya lapangan kerja yang banyak. Jumlah penduduk
Indonesai kini yang mencapai 240 juta, mengakibatkan angka PDB nya mendekati US$ 1 triliun dan
menempati peringkat ke-15 dunia. Namun PDB per kapita kita sekarang ini hanyalah US$ 4.000 atau
peringkat 105 dunia. Untuk itu dalam perluasan lapangan kerja harus ada banyak pilihan yang ditawarkan
sehingga mampu menyasar ke seluruh lapisan masyarakat. Dari yang berpendidikan tinggi hingga yang
rendah harus sama-sama memiliki akses mendapatkan penghidupan sesuai kemampuannya masing-masing.

Bila bonus demografi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal, akan terjadi ledakan
pengangguran usia produktif. Maka sebaiknya persiapan menyongsong bonus demografi itu harus dimulai
dari sekarang, agar pada waktunya kita tidak panen persoalan tapi kesejahteraan.

Nama : Tisa Febriyanti

NIM : 051711133055

Prodi : Pendidikan Apoteker

Anda mungkin juga menyukai