c. Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja di rumah setidaknya 2 hari seminggu pada komputer yang
terhubung ke kantor employer. (Erat terkait dengan istilah virtual office, yaitu bekerja dari
rumah secara relatif permanen.)
Departemen kependudukan U.S mengatakan terjadi peningkatan 25% pekerja yang bekerja
dari rumah dari tahun 1999 sampai 2005, dan 20% meningkat dalam pekerja yang bekerja
yang bekerja secara eksklusif dari rumah. Survey terbaru dari 5000 profesional HR
menemukan bahwa 35% organisasi mengizinkan karyawannya untuk telecommuting
mengatakan setidaknya sebagian dari waktu dan 21% full-time. Organisasi ternama yang
secara aktif menggiatkan telecommuting ini adalah seperti AT&T, IBM, American Express, Sun
Microsystems, dan sejumlah badan pemerintahan US lainnya.
Jenis pekerjaan yang bagaimana yang dapat melakukan telecommuting? Terdapat tiga
kategori jenis pekerjaan yang dapat melakukan telecommuting yaitu: routine information-
handling tasks (tugas-tugas rutin yang bersifat penanganan informasi), mobile activities, dan
professional and other knowledge-related tasks. Penulis, pengacara, analis, dan karyawan
yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada komputer atau telepon seperti
telemarketer, perwakilan customer-service, agen pemesanan, dan product-support specialist
dapat menerapkan telecommuting ini dalam melakukan pekerjaannya. Sebagai
telecommuters, mereka dapat mengakses informasi pada komputer mereka di rumah dengan
mudah seperti di kantor perusahaan.
Kelebihan dari telecommuting ini adalah produktivitas yang lebih tinggi, berkurangnya
turnover, meningkatkan semangat, dan mengurangi biaya ruang kantor. Terdapat hubungan
positif antara telecommuting dan pengawas penilaian kinerja, tetapi hubungan antara
telecommuting dan turunnya niat turnover belum dibuktikan dalam penelitian sampai saat
ini. Kelemahan utama pada telecommuting ini adalah kurangnya manajemen pengawasan
langsung pada karyawan. Di tempat kerja yang berfokus pada kerja tim hari ini,
telecommuting dapat mempersulit koordinasikan kerja sama tim dan dapat mengurangi
transfer pengetahuan dalam organisasi. Dari sudut pandang karyawan, telecommuting dapat
menawarkan banyak peningkatan dalam fleksibilitas dan kepuasan kerja, tetapi bukan tidak
adanya kerugian. Bagi karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi, justru telecommuting
dapat meningkatkan perasaan terisolasi dan mengurangi kepuasan kerja karyawan tersebut.
Dan semua telecommuters rentan terhadap out of sight, out of mind effect. Karyawan yang
tidak ada di meja mereka, yang ketinggalan meeting, dan yang tidak berinteraksi di tempat
kerja informal dalam sehari- harinya berada pada posisi yang kurang menguntungkan ketika
datang masa kenaikan gaji dan promosi.
4. Socialization and Orientation
Menurut Sedarmayanti (2010:119), proses sosialisasi adalah proses yang membantu
organisasi mempertemukan kebutuhannya akan karyawan baru yang produktif, tempat
bertemunya antara budaya organisasi dengan kepribadian individu (karyawan) melalui metode
formal dan informal. Sedangkan, menurut Simamora (2004 : 269), terdapat aspek lain dari
orientasi dan bahkan barangkali lebih penting: sosialisasi karyawan baru. Departemen sumber
daya manusia berupaya mengintegrasikan pendatang-pendatang baru kedalam organisasi dan
memungkinkan sosialisasi berlangsung. Sosialisasi (socialization) adalah proses
berkesinambungan dimana para karyawan mulai memahami dan menerima nilai-nilai, norma,
dan keyakinan yang dianut oleh orang-orang lainnya di dalam organisasi.
Menurut Sedarmayanti (2008 : 119), proses sosialisasi diperlukan karena terdapat
perbedaan antara kepribadian individu karyawan dan budaya atau nilai organisasi. Proses
sosialisasi efektif dapat mempercepat waktu penyesuaian karyawan dengan budaya organisasi.
Proses sosialisasi membantu organisasi mempertemukan kebutuhannya akan karyawan baru
yang produktif, tempat bertemunya antara budaya organisasi dengan kepribadian individu
(karyawan) melalui metode formal, seperti program orientasi dan program informal lainnya.
Sosialisasi membawakan tiga macam informasi, yaitu:
1) Informasi umum tentang pekerjaan biasa sehari-hari.
2) Tinjauan tentang sejarah, tujuan, operasi, dan produk atau jasa organisasi, serta bagaimana
sumbangan kerja karyawan terhadap kebutuhan organisasi dan
3) penyajian terinci, mungkin lewat brosur, mengenai kebijaksanaan organisasi, aturan kerja dan
tunjangan untuk karyawan.
Sosialisasi biasanya berlangsung ketika individu pertama kali memasuki sebuah
organisasi. Karyawan baru menjumpai anggota anggota organisasi yang lain, mempelajari
kebijakan yang berhubungan dengan kehadiran dan keterlambatan, dan mendengarkan filosofi
dan tujuan organisasi. Untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan maka
diperlukan pelatihan dan pengembangan.
Tujuan umum dari sosialisasi menurut Simamora (2003 : 269), meliputi 3 aspek, yaitu sebagai
berikut :
1. Penguasaan keahlian dan kemampuan kerja
2. Penerapan perilaku, peran yang tepat.
3. Penyesuaian terhadap norma dan nilai nilai kelompok kerja.
Orientasi adalah aktivitas sumber saya manusia yang memperkenalkan karyawan baru
kepada organisasi dan kepada tugas-tugas yang harus dikerjakan, atasan, dan kelompok kerja
(Ivancevich dalam Marwansyah, 2010:141). Sedangkan dalam pengertian lain Orientasi adalah
prosedur pemberian informasi pokok tentang perusahaan kepada karyawan baru (Dessler dalam
Marwansyah, 2010:141). Menurut H. Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk bisnis yang kompetitif (2008:208), Orientasi adalah usaha membantu para pekerja
agar mengenali secara baik dan mampu beradaptasi dengan suatu situasi atau suatu
lingkungan/iklim bisnis suatu organisasi/perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2010:115), tujuan
orientasi adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan karyawan baru dengan ruang lingkup tempat bekerja, dan kegiatannya.
2. Memberi informasi tentang kebijakan yang berlaku.
3. Menghindarkan kemungkinan timbul kekacauan yang dihadapi karyawan baru, atas tugas atau
pekerjaan yang diserahkan kepadanya.
4. Memberi kesempatan karyawan baru menanyakan hal berhubungan dengan pekerjaannya.
Sedangkan, menurut Nawawi (2008: 212), program orientasi bertujuan untuk :
1. Membantu para pekerja baru untuk mengetahui dan memahami standar pekerjaan, harapan
organisasi, norma-norma, dan tradisi yang dihormati yang berlaku diperusahaan, serta
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang hars dijalankan.
2. Membantu para pekerja baru untuk memahami dan melaksanakan perilaku sosial dalam
kehidupan organisasi sehari-hari.
3. Membantu para pekerja baru untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek teknis
pekerjaan atau jabatan.
Menurut Sedarmayanti (2010:117), manfaat pengaruh orientasi terhadap perilaku
karyawan, antara lain mengurangi perasaan diasingkan, kecemasan dan kebimbangan karyawan.
Mereka dapat menjadi bagian organisasi lebih cepat, merasa lebih yakin dan lebih senang.
Program orientasi membantu seseorang memahami aspek sosial, teknis dan kebudayaan tempat
kerja, mempercepat proses sosialisasi dan penerimaan menjadi kerja sama dalam kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, H. Malayu S.P..2009.Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi.Jakarta:PT. Bumi
Aksara.
Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Kedua. Bandung: Alfabeta.
Robbins, S.P. & Judge, T.A. 2013. Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education.
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manjemen Pegawai
Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Simamora, Henry.2004.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN