Anda di halaman 1dari 8

Organizational Entry

1. Realistic Job Previews (RJP)


Merupakan usaha memberikan gambaran atau penjelasan mengenai realitas pekerjaan.
Hal ini diperlukan sebab ketika seorang pelamar memasuki organisasi, pelamar tersebut akan
memperoleh kesan tentang berbagai hal yang positif atau negatif mengenai organisasi, misalnya
akan mendapatkan gaji yang sangat besar, pekerjaan yang menyenangkan, jam kerja yang ringan,
beban kerja yang tidak berat, dan lain-lain. Maksud dari realistic job preview (RJP) adalah untuk
memberi informasi penting bagi pelamar (positif maupun negatif) tentang organisasi dan posisi
yang mereka lamar, secara terus terang. Informasi tersebut bisa disampaikan melalui interview,
film, sampel pekerjaan, atau group discussion dengan pegawai yang sudah bekerja di dalam
organisasi tersebut.
Pelamar yang merasa menerima pekerjaannya akan mengalami lebih sedikit
kekecewaan. Sehingga, tingkat turnover menurun dan kepuasan kerja meningkat. Dan inilah yang
Premack dan Wanous temukan pada pengujian mendetail pad apenelitian awal mengenai RJP.
Meglino, DeNisi, dan Ravlin menemukan bahwa RJP memberi dampak berbeda pada job
acceptance dan masa jabatan, berdasarkan pengetahuan mereka terhadap pekerjaan.

2. Recruitment and Selection


Menurut Bernardin (2001), rekrutmen adalah catatan hasil yang di produksi (dihasilkan)
atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas aktivitas selama periode tertentu. Hasibuan (2008)
menyatakan bahwa rekrutmen merupakan usaha mencari dan mempengaruhi tenaga kerja, agar
mau melamar lowongan pekerjaan yang ada dalam organisasi. Sedangkan pengertian rekrutmen
menurut Simamora (2004) merupakan serangkaian aktivitas mencari dan memikat pelamar kerja
dengan motivasi, kemampuan, keahlian, dan pengetahuan untuk menutupi kekurangan yang
diidentifikasi dalam perencanaan kepegawaian. Aktifitas rekrutmen dimulai pada saat calon mulai
dicari, dan berakhir pada saat lamaran mereka diserahkan. Hal ini memerlukan keahlian bagi
manajer organisasi untuk jeli dan teliti dalam mengamati tahap demi tahap rekrutmen untuk
mendapatkan calon pegawai yang memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan oleh organisasi
tersebut guna membantu mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan jauh sebelumnya.
Rekrutmen merupakan masalah yang penting bagi sebuah organisasi atau perusahaan dalam hal
pengadaan tenaga kerja. Jika proses rekrutmen berhasil atau dengan kata lain banyak pelamar
yang memasukan lamarannya, maka peluang perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang
baik akan menjadi semakin terbuka lebar, karena perusahaan akan memiliki banyak pilihan yang
terbaik dari para calon pelamar.
Menurut Rivai (2011 : 159) menjelaskan bahwa seleksi adalah kegiatan dalam
manajemen SDM yang dilakukan setelah proses rekrutmen selesai dilaksanakan. Hal ini berati
telah terkumpul sejumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang
dapat ditetapkan sebagai karyawan dalam suatu perusahaan. Proses pemilihan ini yang
dinamakan dengan seleksi.
Selanjutnya, menurut Simamora (2004) mengatakan seleksi adalah proses pemilihan
dari sekelompok pelamar yang paling memenuhi kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia dalam
sebuah perusahaan. Sedangkan menurut Teguh (2009) menjelaskan bahwa seleksi adalah proses
yang terdiri dari beberapa langkah yang spesifik dari beberapa kelompok pelamar yang paling
cocok dan memenusi syarat untuk jabatan tertentu.
Proses seleksi sebagai sarana yang digunakan dalam memutuskan pelamar mana yang
akan diterima. Proses dimulai ketika pelamar melamar kerja dan diakhiri dengan keputusan
penerimaan. Berdasarkan pengertian itu maka kegiatan seleksi itu mempunyai arti yang sangat
strategis dan penting bagi perusahaan. Apabila dilaksanakan dengan prinsip-prinsip manajemen
SDM secara wajar, maka proses seleksi akan dapat menghasilkan pemilihan karyawan yang dapat
diharapkan kelak memberikan kontribusi yang positif dan baik.
Setelah diketahui spesifikasi jabatan atau pekerjaan karyawan yang diperlukan, mak
harus ditentukan sumber-sumber penariakan calon karyawan. Sumber penarikan calon karyawan
bisa berasal dari internal dan eksternal perusahaan.
a. Sumber Internal
Sumber internal menurut Hasibuan (2008) adalah karyawan yang akan mengisi
lowongan kerja yang diambil dari dalam perusahaan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara melakukan mutasi atau memindahkan karyawan yang memenuhi spesifikasi jabatan atau
pekerjaan tersebut. Pemindahan karyawan bersifat vertikal (promosi atau demosi) maupun
bersifat horizontal. Jika masih ada karyawan yang memenuhi spesifikasi pekerjaan, sebaiknya
perusahaan mengambil dari dalam perusahaan khususnya untuk jabatan manajerial. Hal ini
sangat penting untuk memberikan kesempatan promosi bagi karyawan yang ada.
Adapun kebaikan dari sumber internal adalah :
1. Tidak terlalu mahal.
2. Dapat memelihara loyalitas dan mendorong motivasi karyawan yang ada.
3. Karyawan telah terbiasa dengan suasana dan budaya perusahaan.
Sedangkan kelemahan dari sumber internal yaitu :
1. Pembatasan terhadap bakat-bakat.
2. Mengurangi peluang.
3. Dapat meningkatkan puas diri.
Adapun sumber-sumber internal melalui :
1. Penawaran terbuka untuk suatu jabatan (Job Posting Program)
Rekrutmen terbuka ini merupakan sistem mencari pekerjaan yang memiliki
kemampuan tinggi untuk mengisi jabatan yang kosong dengan memberikan
kesempatan kepada semua karyawan yang berminat.
2. Perbantuan Pekerja (Departing Employees)
Rekrutmen ini dapat dilakukan melalui perbantuan pekerja untuk suatu jabatan
dari unit kerja lain.
b. Sumber Eksternal
Menurut Hasibuan (2008) mengatakan bahwa sumber eksternal adalah karyawan yang
akan mengisi jabatan yang lowong yang dilakukan perusahaan dari sumber-sumber yang berasal
dari luar perusahaan. Sumber-sumber eksternal berasal dari :
1. Kantor penempatan tenaga kerja
2. Lembaga-lembaga pendidikan
3. Referensi karyawan atau rekan
4. Serikat-serikat buruh
5. Pencangkokan dari perusahaan lain
6. Nepotisme atau leasing
7. Pasar tenaga kerja dengan memasang ikln melalui media massa
8. Dan sumber-sumber lainnya
3. Work Arrangement
Menurut Robbins (2013) Pendekatan dalam pengaturan kerja meliputi flextime, job sharing
(pembagian kerja), atau telecommuting. Hal ini mungkin sangat berguna bagi pasangan yang dua-
duanya bekerja, orang tua tunggal, dan karyawan yang merawat orang sakit atu orang tua.
a. Flextime
Flextime atau flexible work time, yaitu pengaturan kerja dimana karyawan diharuskan untuk
bekerja dalam jumlah jam tertentu dalam satu minggu namun karyawan dapat dengan bebas
memilih jam kerja mereka dalam batas-batas tertentu. Misalnya masing-masing hari terdiri
dari common core yang biasanya selama 6 jam dengan waktu kerja 8 jam, dengan fleksibilitas
pilihan jam masuk dan jam pulangnya. Common core atau intinya mungkin dimulai dari pukul
9:00 A.M. sampai 3:00 P.M., dengan kantor yang sebenarnya misalnya buka dari pukul 6:00
A.M. dan tutup pada pukul 6:00 P.M. Semua karyawan diharuskan berada di kantor selama
waktu comon core, namun karyawan dapat mengakumulasikan 2 jam lain sebelum, sesudah,
atau sebelum dan sesudahnya. Beberapa program flextime biasanya mengizinkan karyawan
untuk mengumpulkan jam tambahan kerja dan menggantinya ke hari libur setiap bulannya.
Keuntungan yang didapat dengan dibuatnya sistem flextime ini diantaranya adalah dapat
mengurangi absenteeism, meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya lembur,
mengurangi permusuhan terhadap manajemen, mengurangi kemacetan lalu lintas di sekitar
lokasi kerja, penghapusan keterlambatan, dan meningkatkan otonomi dan tanggung jawab
bagi karyawan, dimana dari kesemuanya dapat meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan
itu sendiri.
Flextime dikatakan dapat mengurangi absenteeism dan meningkatkan produktivitas didasari
dengan alasan dimana karyawan dapat mengatur jam kerja mereka sendiri untuk
menyelaraskan dengan tuntutan pribadi, mengurangi keterlambatan dan ketidakhadiran, dan
mereka dapat bekerja pada saat paling produktifnya. Flextime juga dapat membantu
karyawan menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan keluarga.
Namun flextime ini juga memiliki kekurangan yaitu flextime ini tidak dapat diaplikasikan
untuk setiap jenis pekerjaan atau setiap pekerja. Flextime bekerja dengan sangat baik untuk
tugas-tugas administrasi yang interaksi karyawan dengan orang di luar departementnya
terbatas. Namun flextime bukanlah pilihan yang cocok untuk pekerjaan seperti resepsionis,
tenaga penjualan di toko-toko ritel, atau orang-orang yang pekerjaannya merupakan jasa
layanan yang mengharuskan mereka berada di tempat mereka pada waktu yang telah
ditentukan. Karyawan yang memiliki keinginan kuat untuk memisahkan pekerjaan dan
kehidupan keluarga juga kurang cocok dengan diterapkannya flextime. Jadi, secara
keseluruhan pengusaha perlu mempertimbangkan kelayakan baik pekerjaan dan para
pekerja sebelum menerapkan jadwal flextime.
b. Job Sharing
Job sharing atau pembagian kerja mengizinkan dua atau lebih individual untuk membagi
pekerjaan 40 jam per minggu tersebut. Satu orang bisa melakukan pekerjaan dari pukul 8:00
A.M. sampai siang dan yang lainnya dari pukul 1:00 P.M. sampai 5:00 P.M., atau keduanya
bisa bekerja hari penuh tapi bergantian.
Sekitar 19% organisasi-organisasi besar sekarang sudah menawarkan pembagian kerja ini.
Namun pembagian kerja dini banyak juga tidak diadopsi karena cenderung sulit untuk
mencari mitra yang kompatibel untuk berbagi pekerjaan dan karena adanya persepsi historis
negatif individu yang tidak sepenuhnya berkomitmen untuk pekerjaan dan atasan mereka.
Pembagian kerja memungkinkan organisasi untuk menarik bakat lebih dari satu individu
dalam pekerjaan tertentu. Seorang manajer bank yang mengawasi dua job sharers
menggambarkannya sebagai peluang untuk mendapatkan dua kepala (ide/bakat) tapi
"membayar hanya untuk satu". Job sharing ini juga membuka peluang untuk memperoleh
pekerja yang terampil misalnya, perempuan dengan anak-anak dan pensiunan yang mungkin
tidak tersedia secara penuh waktu. Banyak juga perusahaan di Jepang semakin
mempertimbangkan job sharing ini tapi untuk alasan yang sangat berbeda. Karena eksekutif-
eksekutif Jepang sangat enggan untuk memecat orang, pembagian kerja dipandang sebagai
sarana kemanusiaan yang berpotensi untuk menghindari PHK karena kelebihan staf.
Dari sudut pandang karyawan, job sharing dapat meningkatkan fleksibilitas dan
meningkatkan motivasi dan kepuasan ketika pekerjaan dengan waktu kerja 40 jam per
minggunya tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi kekurangan terbesar dari job sharing ini
adalah sulitnya untuk menemukan pasangan karyawan yang kompatibel yang dapat berhasil
mengkoordinasikan seluk-beluk satu pekerjaan.

c. Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja di rumah setidaknya 2 hari seminggu pada komputer yang
terhubung ke kantor employer. (Erat terkait dengan istilah virtual office, yaitu bekerja dari
rumah secara relatif permanen.)
Departemen kependudukan U.S mengatakan terjadi peningkatan 25% pekerja yang bekerja
dari rumah dari tahun 1999 sampai 2005, dan 20% meningkat dalam pekerja yang bekerja
yang bekerja secara eksklusif dari rumah. Survey terbaru dari 5000 profesional HR
menemukan bahwa 35% organisasi mengizinkan karyawannya untuk telecommuting
mengatakan setidaknya sebagian dari waktu dan 21% full-time. Organisasi ternama yang
secara aktif menggiatkan telecommuting ini adalah seperti AT&T, IBM, American Express, Sun
Microsystems, dan sejumlah badan pemerintahan US lainnya.
Jenis pekerjaan yang bagaimana yang dapat melakukan telecommuting? Terdapat tiga
kategori jenis pekerjaan yang dapat melakukan telecommuting yaitu: routine information-
handling tasks (tugas-tugas rutin yang bersifat penanganan informasi), mobile activities, dan
professional and other knowledge-related tasks. Penulis, pengacara, analis, dan karyawan
yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka pada komputer atau telepon seperti
telemarketer, perwakilan customer-service, agen pemesanan, dan product-support specialist
dapat menerapkan telecommuting ini dalam melakukan pekerjaannya. Sebagai
telecommuters, mereka dapat mengakses informasi pada komputer mereka di rumah dengan
mudah seperti di kantor perusahaan.
Kelebihan dari telecommuting ini adalah produktivitas yang lebih tinggi, berkurangnya
turnover, meningkatkan semangat, dan mengurangi biaya ruang kantor. Terdapat hubungan
positif antara telecommuting dan pengawas penilaian kinerja, tetapi hubungan antara
telecommuting dan turunnya niat turnover belum dibuktikan dalam penelitian sampai saat
ini. Kelemahan utama pada telecommuting ini adalah kurangnya manajemen pengawasan
langsung pada karyawan. Di tempat kerja yang berfokus pada kerja tim hari ini,
telecommuting dapat mempersulit koordinasikan kerja sama tim dan dapat mengurangi
transfer pengetahuan dalam organisasi. Dari sudut pandang karyawan, telecommuting dapat
menawarkan banyak peningkatan dalam fleksibilitas dan kepuasan kerja, tetapi bukan tidak
adanya kerugian. Bagi karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi, justru telecommuting
dapat meningkatkan perasaan terisolasi dan mengurangi kepuasan kerja karyawan tersebut.
Dan semua telecommuters rentan terhadap out of sight, out of mind effect. Karyawan yang
tidak ada di meja mereka, yang ketinggalan meeting, dan yang tidak berinteraksi di tempat
kerja informal dalam sehari- harinya berada pada posisi yang kurang menguntungkan ketika
datang masa kenaikan gaji dan promosi.
4. Socialization and Orientation
Menurut Sedarmayanti (2010:119), proses sosialisasi adalah proses yang membantu
organisasi mempertemukan kebutuhannya akan karyawan baru yang produktif, tempat
bertemunya antara budaya organisasi dengan kepribadian individu (karyawan) melalui metode
formal dan informal. Sedangkan, menurut Simamora (2004 : 269), terdapat aspek lain dari
orientasi dan bahkan barangkali lebih penting: sosialisasi karyawan baru. Departemen sumber
daya manusia berupaya mengintegrasikan pendatang-pendatang baru kedalam organisasi dan
memungkinkan sosialisasi berlangsung. Sosialisasi (socialization) adalah proses
berkesinambungan dimana para karyawan mulai memahami dan menerima nilai-nilai, norma,
dan keyakinan yang dianut oleh orang-orang lainnya di dalam organisasi.
Menurut Sedarmayanti (2008 : 119), proses sosialisasi diperlukan karena terdapat
perbedaan antara kepribadian individu karyawan dan budaya atau nilai organisasi. Proses
sosialisasi efektif dapat mempercepat waktu penyesuaian karyawan dengan budaya organisasi.
Proses sosialisasi membantu organisasi mempertemukan kebutuhannya akan karyawan baru
yang produktif, tempat bertemunya antara budaya organisasi dengan kepribadian individu
(karyawan) melalui metode formal, seperti program orientasi dan program informal lainnya.
Sosialisasi membawakan tiga macam informasi, yaitu:
1) Informasi umum tentang pekerjaan biasa sehari-hari.
2) Tinjauan tentang sejarah, tujuan, operasi, dan produk atau jasa organisasi, serta bagaimana
sumbangan kerja karyawan terhadap kebutuhan organisasi dan
3) penyajian terinci, mungkin lewat brosur, mengenai kebijaksanaan organisasi, aturan kerja dan
tunjangan untuk karyawan.
Sosialisasi biasanya berlangsung ketika individu pertama kali memasuki sebuah
organisasi. Karyawan baru menjumpai anggota anggota organisasi yang lain, mempelajari
kebijakan yang berhubungan dengan kehadiran dan keterlambatan, dan mendengarkan filosofi
dan tujuan organisasi. Untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan maka
diperlukan pelatihan dan pengembangan.
Tujuan umum dari sosialisasi menurut Simamora (2003 : 269), meliputi 3 aspek, yaitu sebagai
berikut :
1. Penguasaan keahlian dan kemampuan kerja
2. Penerapan perilaku, peran yang tepat.
3. Penyesuaian terhadap norma dan nilai nilai kelompok kerja.
Orientasi adalah aktivitas sumber saya manusia yang memperkenalkan karyawan baru
kepada organisasi dan kepada tugas-tugas yang harus dikerjakan, atasan, dan kelompok kerja
(Ivancevich dalam Marwansyah, 2010:141). Sedangkan dalam pengertian lain Orientasi adalah
prosedur pemberian informasi pokok tentang perusahaan kepada karyawan baru (Dessler dalam
Marwansyah, 2010:141). Menurut H. Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk bisnis yang kompetitif (2008:208), Orientasi adalah usaha membantu para pekerja
agar mengenali secara baik dan mampu beradaptasi dengan suatu situasi atau suatu
lingkungan/iklim bisnis suatu organisasi/perusahaan. Menurut Sedarmayanti (2010:115), tujuan
orientasi adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan karyawan baru dengan ruang lingkup tempat bekerja, dan kegiatannya.
2. Memberi informasi tentang kebijakan yang berlaku.
3. Menghindarkan kemungkinan timbul kekacauan yang dihadapi karyawan baru, atas tugas atau
pekerjaan yang diserahkan kepadanya.
4. Memberi kesempatan karyawan baru menanyakan hal berhubungan dengan pekerjaannya.
Sedangkan, menurut Nawawi (2008: 212), program orientasi bertujuan untuk :
1. Membantu para pekerja baru untuk mengetahui dan memahami standar pekerjaan, harapan
organisasi, norma-norma, dan tradisi yang dihormati yang berlaku diperusahaan, serta
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang hars dijalankan.
2. Membantu para pekerja baru untuk memahami dan melaksanakan perilaku sosial dalam
kehidupan organisasi sehari-hari.
3. Membantu para pekerja baru untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek teknis
pekerjaan atau jabatan.
Menurut Sedarmayanti (2010:117), manfaat pengaruh orientasi terhadap perilaku
karyawan, antara lain mengurangi perasaan diasingkan, kecemasan dan kebimbangan karyawan.
Mereka dapat menjadi bagian organisasi lebih cepat, merasa lebih yakin dan lebih senang.
Program orientasi membantu seseorang memahami aspek sosial, teknis dan kebudayaan tempat
kerja, mempercepat proses sosialisasi dan penerimaan menjadi kerja sama dalam kelompok.

DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, H. Malayu S.P..2009.Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi.Jakarta:PT. Bumi
Aksara.
Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Kedua. Bandung: Alfabeta.
Robbins, S.P. & Judge, T.A. 2013. Organizational Behavior. New Jersey: Pearson Education.
Sedarmayanti. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia Reformasi Birokrasi dan Manjemen Pegawai
Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.
Simamora, Henry.2004.Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi YKPN

Anda mungkin juga menyukai