Anda di halaman 1dari 14

EPISTEMOLOGI II

MAKALAH

Disusun oleh:
Aulia Fachrani - 120820100552
Cecep Daryus Darusman - 120820100532
Henrita Meilina - 120820100548

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Tugas Kuliah Filsafat Ilmu Program


Studi Magister Managemen Universitas Padjajaran

Pembimbing:

Prof. Dr. Yuyus Suryana, SE, MS

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyusun
Makalah Filsafat Ilmu dengan judul “EPISTEMOLOGI II”.

Didalam makalah ini penulis membahas salah satu cabang dari filsafat yaitu epistemologi
yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah
ini sebagai tugas kuliah Filsafat Ilmu.

Penulis mengucapkan terima kasih pada bapak Prof. Dr. Yuyus Suryana, SE, MS, dan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik-kritik dan saran-saran yang membangun
kesempurnaan penulisan ini.

Hormat Saya

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………................................................................................................................... i


Daftar Isi ……………………………………………………………………………………….... ii
Bab I Pendahuluan ……………………………………………………………………….…….. 1
Bab II Pembahasan ……………………………………………………………………………….3
II.1 Definisi ………………..........................……………………………………………..….3
II.2 Cara kerja epistemologi ……………..…...……………………………………………...4
II.3 Macam-macam epistemologi …………….…...………………………………………...4
II.4 Pandangan Popper tentang epistemologi………….…………….…...…………………6
II.5 Abstrak, Konsep, dan Variabel………….…...…………………………………………8
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………….….....11
BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat adalah mater scientiarum atau induk ilmu pengetahuan. Filsafat disebut induk
ilmu pengetahuan karena memang filsafatlah yang telah melahirkan segala ilmu pengetahuan
yang ada. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi. (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Filsafat berasal dari kata Yunanifilosofia (bahasa Arab:falsafi). Dalam bahasa Yunani
kata filosofia merupakan kata majernuk yang terjadi dari filo (cinta) dan sofia (kebijaksanaan).
Bijaksana berarti pandai (tahu dengan mendalam) atau "ingin ta hu dengan lebih
mendalam". Jadi, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan menggunakan akal
budi (rasio) mengenai sebab-sebab, asas-asas, hukum-hukum, dsb dan segala sesuatu
yang ada di alam semesta tentang kebenaran dan arti dan keberadaannya itu. Tugas utama
filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Dalam garis besarnya filsafat mempunyai tiga cabang besar, yaitu teori hakikat, teori
pengetahuan, dan teori nilai. Teori hakikat membahas semua objek dan hasilnya adala h
pengetahuan, teori pengetahuan membicarakan cara memperoleh pengetahuan, dan teori
nilai membicarakan kegunaan pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan:
- Ontologi adalah teori hakikat yang membicarakan obyek pengetahuan itu sendiri.
- Epistemologi adalah teori pengetahuan yang membicarakan tentang cara
memperoleh pengetahuan.
- Aksiologi adalah teori nilai yang membicarakan kegunaan pengeetahuan itu
sendiri.
1. Ontologi membahas mengenai objek-objek untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek
tersebut dipikirkan secara rnendalam sampai pada hakikatnya, ini sebabnya bagian
ontologi disebut teori hakikat. Bidang ontologi membicarakan objek yang luas sekali
yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan
nilai (yang dicarinya adalah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain dari teori
ini adalah teori tentang keadaan. Hakikat adalah realitas atau kenyataan yang
sebenarnya, yaitu keadaan sesuatu objek yang sebenarnya, bukan keadaan yang bersifat
sementara atau keadaan yang menipu, dan bukan yang berubah-ubah. Ontologi
membicarakan realitas (kenyataan) dari benda-benda, apakah sesuai dengan
penampakannya (wujudnya) atau ada sesuatu yang tersembunyi dibalik penampakan
realitas benda-benda tersebut. Ada beberapa aliran untuk menjawab pertanyaan ini,
antara lain: materialisme, idealisme, dualisme.
2. Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan ilmiah
(ilmu), pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Ketiga pengetahuan tersebut
diperoleh manusia dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat
bantu. Ada beberapa aliran yang membicarakan tentang episternologi ini: aliran atau
paham empirisme, rasionalisme, positivisme, intuisionisme.
3. Aksiologi membicarakan kegunaan pengetahuan itu sendiri bagi manusia atau untuk apa
pengetahuan ilmiah (ilmu) itu digunakan. Kita dapat memulainya dengan melihat
pengetahuan ilmiah sebagai tiga hal: pengetahuan ilmiah sebagai kumpulan teori-teori,
sebagai pandangan hidup, dan sebagai metode pemecahan masalah. Sebagai kumpulan
teori, pengetahuan ilmiah digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran
seperti kita ketahui bahwa dunia ini dibangun atau dibentuk oleh dua kekuatan yaitu
agama dan filsafat. Pengetahuan ilmiah sebagai pandangan hidup penting untuk
dipelajari karena fungsi filsafatnya dapat dijadikan jalan kehidupan, menjadi pedoman
dalam bertindak dalam menghadapi kehidupan. Pengetahuan ilmiah sebagai metodologi
dalam memecahkan masalah. Ada berbagai cara yang ditempuh orang bila ia hendak
menyelesaikan sesuatu masalah. Ada yang memecahkan masalah dengan menggunakan
pengetahuan ilmiah (sains) yang pusat perhatian ada fakta empiris, ada orang
menyelesaikan masalah dengan filsafat dengan menggunakan logika (rasio) atau akal,
dan ada juga menyelesaikan masalah dengan cara mistik. Dengan pengetahuan ilmiah,
orang dapat menyelesaikan masalah secara mendalam dan universal.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori
pengetahuan. Etimologis, istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani,yang terdiri dari
dua kata, yaitu επιστμη — episteme (pengetahuan) dan λογοζ — logos (kata, pikiran,
percakapan, atau ilmu). Jadi, epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan
atau ilmu pengetahuan.
Secara tradisional, yang menjadi pokok persoalan dalam epistemologi ialah sumber,
asal mula, dan sifat dasar pengetahuan; bidang, batas, dan jangkauan pengetahuan; serta
validitas dan reliabilitas (reability) dari berbagai klaim terhadap pengetahuan. Oleh sebab itu,
rangkaian pertanyaan yang biasa diajukan untuk mendalami permasalahan yang dipersoalkan di
dalam epistemologi adalah sebagai berikut: Apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi
sumber dan dasar pengetahuan? Apakah pengetahuan itu berasal dari pengamatan,
pengalaman, atau akal budi? Apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti ataukah hanya
merupakan dugaan? Berikut ini akan dipaparkan secara ringkas beberapa pokok persoalan
yang dipersoalkan di dalam epistemologi.
Epistemologi adalah salah satu disiplin kefilsafatan. Inti dari filsafat adalah
pengetahuan itu, filsafat mengenai pengetahuan tersebut adalah epistemologi.
Disadari bahwa epistemologi sensu stricto (yaitu dalam pengertiannya yang sangat
sempit, epistemologi termasuk ke dalam displin kefilsafatan) dan sensu lato (yakni
dalam pengertiannya yang membahas teori-teori mengenai pengetahuan, kebenaran,
dan kepastian; dan epistemologi spe sial (yang membahas tentang pengetahuannya
pengetahuan khusus tertentu, misalnya tentang sains, sejarah, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, metodologi, statistika, penelitian empirik, metode kefilsafatan, dsb).
Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa objectum materiale dari Epistemologi
Dasar adalah pengetahuan, sedangkan fokus perhatiannya (objectuni fonnale)
ditujukan kepada hal-hal yang mendasar mengenai pengetahuan tersebut. Menyadari
bahwa di dalam pertumbuhan epistemologi itu terjadi pembauran antara kegiatan
kefilsafatan dan kegiatan keilmiahan, maka memang tidaklah begitu mudah untuk
menentukan metodologi tunggal di dalam mendalami hal-hal tentang epistemologi itu.
Metodologi dan pendekatan yang dipergunakan seyogyanya bersifat komplementer
konsentris, dalam semangat dan kesadaran akan relevansinya pendekatan yang sifatnya
multidisipliner.

2.2 Cara kerja epistemologi


Bicara tentang cara kerja atau metode pendekatan epitemologi berarti bicara tentang ciri
khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya menjadi objek
kajian ilmu filsafat, tetapi juga ilmu-ilmu lain, seperti ilmu psikologi kognitif dan sosiologi
pengetahuan.
Ciri khas cara pendekatan filsafat terhadap objek kajiannya tampak dari jenis pertanyaan
yang diajukan dan upaya jawaban yang diberikan. Filsafat berusaha secara kritis mengajukan dan
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum, menyeluruh, dan mendasar.
Filsafat bermaksud secara kritis menggugat serta mengusik pandangan dan pendapat umum yang
sudah mapan. Bukan sekedar cari perkara, tetapi guna merangsang orang untuk berpikir secara
lebih serius dan bertanggung jawab. Tidak asal menerima pandangan dan pendapat umum. Juga
dalam hal pengetahuan.
Misalnya kalau pengetahuan secara umum dianggap sama dengan ilmu pengetahuan, dan
ilmu pengetahuan dianggap identik dengan sains, maka lingkup pengetahuan manusia menjadi
dipersempit. Penyempitan paham pengetahuan seperti ini, sebagaimana terjadi dengan paham
saintisme, jelas telah dan akan mempermiskin kekayaan budaya manusia dan perlu ditanggapi
dengan kritis.

2.3 Macam-macam epistemologi


Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gejala pengetahuan bisa
dibedakan beberapa macam epistemologi.
1. Epistemologi Metafisis
Epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian
metafisika tertentu. Epistemologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang
kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut.
Misalnya Plato meyakini bahwa kenyataan yang sejati adalah kenyataan dalam dunia ide-
ide, sedangkan kenyataan sebagaimana kita alami di dunia ini adalah kenyataan yang
fana dan gambaran kabur saja dari kenyataan dalam dunia ide-ide. Bertitik tolak dari
paham tentang kenyataan seperti itu, Plato dalam epistemologinya memahami kegiatan
mengetahui sebagai kegiatan jiwa mengingat (anamnesis) kenyataan sejati yang pernah
dilihatnya dalam dunia ide-ide. Plato juga secara tegas membedakan antara pengetahuan
(episteme), sebagai sesuatu yang bersifat objektif, universal dan tetap tak berubah, serta
pendapat (doxa), sebagai suatu yang bersifat subjektif, partikular dan berubah-ubah.
Kesulitan yang muncul dengan pendekatan macam ini adalah bahwa epistemologi
metafisis secara tidak kritis begitu saja mengandaikan bahwa kita dapat mengetahui
kenyataan yang ada, dialami dan dipikirkan, serta hanya menyibukkan diri dengan uraian
tentang seperti apa pengetahuan macam itu dan bagaimana diperoleh.

2. Epistemologi Skeptis
Epistemologi macam ini, seperti misalnya dikerjakan oleh Descartes, kita perlu
membuktikan dulu apa yang dapat kita ketahui sebagai sungguh nyata atau benar-benar
tak dapat diragukan lagi dengan menganggap sebagai tidak nyata atau keliru segala
sesuatu yang kebenarannya masih dapat diragukan. Kesulitan dengan metode pendekatan
ini adalah apabila orang sudah masuk sarang skeptisisme dan konsisten dengan sikapnya,
tak gampang menemukan jalan keluar. Apalagi seluruh kegiatan epistemologi sendiri
sebenarnya sejak awal telah mengandaikan bahwa ada pengetahuan dan bahwa manusia
dapat mengetahui sesuatu. Descartes sendiri memang bukan seorang penganut
skeptisisme mutlak atau orang yang sama sekali meragukan kemampuan manusia untuk
mengetahui dan mencapai kebenaran. Skeptisisme Descartes adalah skeptisisme metodis.
Yakni suatu strategi awal untuk meragukan segala sesuatu, justru dengan maksud agar
dapat sampai pada kebenaran yang tidak dapat diragukan lagi.

3. Epistemologi Kritis
Epistemologi ini tidak memprioritaskan metafisika atau epistemologi tertentu, melainkan
berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi,
prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana kita temukan dalam kehidupan,
lalu kita coba tanggapi secara kritis. Sikap kritis diperlukan untuk pertama-tama berani
mempertanyakan apa yang selama ini sudah diterima begitu saja tanpa dinalar atau tanpa
dipertanggungjawabkan secara rasional, dan kemudian mencoba menemukan alasan yang
sekurang-kurangnya masuk akal untuk penerimaan atau penolakannya.
Berdasarkan objek yang dikaji, epistemologi dapat dibagi menjadi dua bagian;
1. Epistemologi Individual
Dalam epistemologi individual, kajian tentang bagaimana struktur pikiran manusia
sebagai individu bekerja dalam proses mengetahui, misalnya dianggap cukup mewakili
untuk menjelaskan bagaimana semua pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh.
Dalam mengembangkan epistemologi individual, filsafat pengetahuan dapat dan perlu
memanfaatkan sumbangan yang diberikan oleh ilmu psikologi kognitis.

2. Epistemologi Sosial
Adalah kajian filosofis terhadap pengetahuan sebagai data sosiologis. Bagi epistemologi
sosial, kepentingan sosial, dan lembaga sosial dipandang sebagai faktor-faktor yang amat
menentukan dalam proses, cara, maupun memperoleh pengetahuan. Dalam upaya ini
filsafat perlu memperhatikan apa yang disumbangkan oleh ilmu-ilmu sosial dan
kemanusiaandalam kajiannya mengenai sistem-sistem sosial dan kebudayaan, khususnya
dalam melihat dampak pengaruhnya bagi pengetahuan manusia.

2.4 Pandangan Popper tentang epistemologi


Mengawali pandangan Popper tentang Epistemologi lebih awal akan dikemukakan di
bawah ini pengertian Epistemologi
Sistemologi atau teori pengetahuan ialah : cabang filsafat yang berurusan dengan
hakekat dan lingkup pengetahuan das ar dari pengandaian -
pengandaiannya serta secara umum dapat diandalkannya penegasan
bahwa orang memiliki pengetahuan. (D.W. Marlyn dalan bukunya
history of epitemoligy)

Diatemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan


(A.R.W Preneska "epistemologi dasar suatu pengantar")

Platemologi merupakan salah satu cabang yang mengkaji secara mendalam dan radikal
tentang anal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas
pengetahuan. (Drs,Sudarmono,SH. ilmu filsafat suatu pengantar)
Oleh popper dikemukakan ciri-ciri pokok Epistemologi sebagai berikut ini:
 Objektif
Karena berusaha menghindarkan Psikologisme yaitu logika pertumbuhan
pengetahuan ilmiah seperti misalnya teori yang dikembangkan oleh Heinrick
Compers. Tidak berfikirdalam citra-citra melainkan dalam problem-problem misalnya
solusi tentatif atasnya. Objektif berarti terdapat dalam dunia nyata dan problem atau
masalah pengetahuan yang merupakan instrurnen menemukan dunia ini.
 R as ional
Berarti bersifat rasionalistis, hanya mungkin dengan pendekatan yang bersifat kritis
yaitu objektif ilmiah didasarkan pada tradisi kritis.
Jadi problem misalnya, teori, kritik
 Kritis
Kritis termasuk niekanisme pertumbuhan, pengetahuan itu sendiri ini berarti
manusia itu bisa salah, manusia hanya bisa mengembangkan ilmunya dengan belajar
dari kesalahan.
Proses ini dipercepat dengan secara sadar mencari kesalahan-kesalahan itu agar
segera dapat menyingkirkannya
 Evolusioner
Prosedur pencarian dan pencarian kesalahan'lebih dikenal dengan istilah reputasi
atas teori-teori yang tidak tangguh mirip dengan teori evolusi Darwin
 Relistis
Yang dimaksudkan ialah terdapat seperti dunia nyata, dunia ini bersifat terbuka,
masa depan tidak tercakup dalam masa laiu dan masa kini walaupun memberikan
batasan yang ketat terhadap masa depan.
Popper menyebutkan dunia itu seperti entitas teoritis yaitu problem, teori, isi pikiran
objektif, argumentasi kritis dan semua bersifat nyata.
 Pluralistis
Tidak seorang pun, entah pencipta teori ataupun orang lain yang mencoba teori
tersebut dapat memahami seluruh teori yang terkandung dalam teori tersebut.

Untuk sampai kepada Epistemologi, pembahasan itu oleh Popper banyak dipengaruhi oleh :
1. Einstein. Teori dianggap gagal bila tidak dapat dipertahankan dalam test tertentu. Perlu
dites secara keras. Pendapat ini bertentangan dengan penganut dogmatis yang teorinya Sikap
iliniah adalah sikap kritis tidak verikatif melainkan perlu test yang keras untuk melakukan penyegaran atau
kritik-kritik terhadap teori-teori tersebut.
2. Karl Buhrer, bahasa mempunyai tiga fungsi yaitu :
a. Ekspresi
b. Stimulatif
c. Deskriptif
Namun oleh Popper ke tiga fungsi itu tidak cukup, perlu ditambahkan satu fungsi lagi yaitu bersifat
argumentatif, ini penting karena basis dari pemikiran yang bersifat kritis itu.
3. Oswald Kulfe (psikolog), ia menolak pikiran Heinrich Compers
Kita tidak berpikir dalam citra-citra akan tetapi problema-problema dan solusi-solusi tentatif atasn ya.

2.5 Abstrak, Konsep dan Variabel


Didalam epistemologi didalam melihat suatu kenyataan dapat diuraikan melalui
beberapa tahap seperti yang tergambarkan melalui bagan di bawah ini:

Alam Nyata (Realita)

Sebagai pengetahuannya

Abstraksi adalah kejadian atau gejala-gejala yang ditangkap oleh indera manusia
dan dijadikan masalah karena belum diketahui (apa, mengapa,
bagaimana) adanya

Konsep adalah istilah atau symbol yang mengandung pengertian singkat dari
fenomena atau abstraksi dari fenomena

Variable adalah variasi sifat, jumlah atau besaran yang mempunyai nilai
kategorial (bertingkat) baik kualitatif maupun kuantitatif sebagai
hasil penelaahan mendasar dari konsep

Proposisi adalah kalimatungkapan yang terdiri dari dua variable atau lebih yang
menyatakan hubungan sebab akibat

Fakta adalah proposisi yang telah teruji secara empiris


Teori adalah jalinan fakta menurut kerangka bermakna

sebagai ilmu
Alam Abstrak (General)

Dari uraian di atas tampak bahwa pengetahuan (knowledge) dengan ilmu (science) itu
berangkai, yang bersifat pengembangan (development), hal ini sesuai dengan unakapan
bahwa ilmu adatah akumufasi dari pengamatan yang tersusun secara sistematis, bersifat
abstrak dan general serta universal, yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena -
fenomena yang terjadi.
Dengan demikian maka anatomi pengetahuan dan ilmu itu bersambungan, yang dimulai
dengan realita yang bersifat lonkrjt, fenomena-fenomena (kejadian-kejadian tertentu dari
realita, konsep (istilah singkat sebagai abstraksi dari fenomena), variabel ( konsep yang
mempunyai sifat, jumlah atau besaran yang bernilai kategorial), proposisi (kalimat atau
ungkapan yang terdiri dari dua variabel atau lebih yang menyatakan kausalitas), fakta
(proposisi-hipotesis yang telah teruji secara empirik), sampai pada teori (jalinan fakta yang
("meaningful construct") dari ilmu tertentu (abstrak, general, atau universal).
Dari bagian skematis di atas dapat diuraikan bahwa fenomena yang ditangkap oleh
indera manusia dari alam nyata itu diabstraksikan pada konsep-konsep (fenomena
menyumbangkan ide, materi atau tenaga pada suatu kegiatan). Penelaahan mendasar dari
konsep-konsep itu akan sampai pada variabel-variabel (yaitu variasi sifat, jumlah atau
besaran yang berniali kategorial). Jika variabel-variabel (dua variabel atau lebih)
digolongkan penentu (determinant) dan golongan yang ditentukan (result, kemudian
dihubungkan korelasi atau relationship terjalin ungkapan atau kalimat yang menyatakan
hubungan sebab akibat; hal ini disebut proposisi. Proposisi itu merupakan kesimpulan
penalaran pikiran yang tingkat kebenarannya masing bersifat sementara (hipotesis). Jika
proposisi teruji (dengan data) secara empiris maka proposisi hipotesis itu menjadi fakta.
Jalinan fakta dalam kerangka penuh arti (meaningful construct) disebut teori. Teori-teori
inilah yang sebenarnya merupakan ilmu (ingat bahwa ilmu penuh dengan teori-teori). Secara
keseluruhan dapat dikatakan bahwa teori itu adalah seperangkat konsep-konsep dan atau
variasi-variasi dan suatu fenomena dan proposisi-proposisi yang berhubungan satu sama
lain dan tersusun secara sistematis, dan bertujuan untuk menjelaskan atau menerangkan
(explanation) dan meramalkan (prediction) ataupun mengendalikan (control) fenomena-
fenomena itu. Kesimpulan teori-teori adalah ilmu yang bersifat general (berlaku umum) dan
abstrak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soewardi, Herman, 1999, Roda Berputar Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul
Tenggelamnya Silvilisasi. Bakti mandiri. Bandung.
2. Nasoetion, Andi Hakim, 1989, Pengantar Filsafat Sains. Lentera Abtar Nusa, Bogor.
3. Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, 2001, Filsafat Ilmu. Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Liberty, Yogyakarta.
4. Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Kanisius. Yogyakarta.
5. J. Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan. Kanisius.
Yogyakarta.
6. EPISTEMOLOGI ILMU http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/1786495-
epistemologi-ilmu/#ixzz1InePY25N
7. suparmanhttp://www.blogger.com/profile/03249547895308622683noreply@blogger.com

Anda mungkin juga menyukai