Anda di halaman 1dari 21

KUNJUNGAN HIPERKES DAN K3 TENTANG

HIGIENE INDUSTRI PADA PT. GONDOLA

DI SUSUN OLEH :
1.dr. Chandra halim
2.dr. Erna A
3.dr. Mauludi
4.dr. Sherly
5.dr. Syailendra
6.dr. Tri waluyo
7.dr. Zaimah oti
Jakarta
2011
BAB 1

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja

yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta

bebas pencemaran lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Seperti

kita ketahui bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa maupun

kerugian material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu proses

produksi secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya berdampak kepada

masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata untuk mencegah dan

mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara maksimal.

Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka kecelakaan, peledakan, kebakaran

dan penyakit akibat kerja pada umumnya disebabkan tidak dijalankannya syarat-syarat K3

secara baik dan benar.

Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian

diamandemen dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah No.

25 Tahun 2000 yang memberikan wewenang operasional sepenuhnya kepada daerah, maka

dalam implementasinya di lapangan muncul berbagai macam penafsiran yang

mengakibatkan terganggunya pelaksanaan pengawasan norma K3 sebagaimana dimaksud

dalam jiwa Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970.

Higiene Perusahaan sendiri adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta prakteknya

yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif &

kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya

dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta lebih lanjut

pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari akibat
bahaya kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Soeripto, Ir., DIH., 1992).

Sedangkan Kesehatan Kerja sendiri mempunyai pengertian spesialisasi dalam ilmu

kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial, dengan

usaha-usaha preventif & kuratif terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan

yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-

penyakit umum.

Pada tamggal 9 Juni 2011, kami telah melakukan kunjungan DUFAN yang bergerak

dbidang hiburan guna melakukan studi banding dan pengamatan higiene industri terhadap

hazard dan manajemen higiene serta penerapannya di lingkungan kerja permainan

Gondola di dufan.

Dalam kunjungan tersebut kami mendapatkan beberapa hal yang menjadi pusat

perhatian kami yang berkaitan dengan higiene dan penerapannya di tempat kerja sehingga

dapat bermanfaat bagi bidang keilmuan kami. Dan bersama ini kami juga mengucapkan

terima kasih atas perkenaan dan arahan yang telah diberikan oleh PT.Gondola Dufan.

TUJUAN KUNJUNGAN

Peserta pelatihan Hiperkes diharapkan mendapatkan data yang berhubungan dengan

higiene perusahaan dan dapat mengolah serta menganalisa sehingga dapat menghasilkan

kesimpulan dan saran yang bermanfaat bagi Gondola PT Astra International.

PROFIL GONDOLA PT ASTRA INTERNATIONAL


Lokasi : Ancol Jakarta Utara

Jumlah pekerja : 43 (24 pekerja + 19 manajemen )

Jam Kerja : 11:00 18:00 WIB

Berdiri sejak : 2003

BAB II
TINJAUAN TEORITIK

A. DEFINISI

Higiene Perusahaan sendiri adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta prakteknya

yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif &

kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya

dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta lebih lanjut

pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari akibat

bahaya kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

(Soeripto, Ir., DIH., 1992).

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN KERJA

1. Faktor Fisik

a. Suara Bising

Bising adalah bunyi yang tidak disukai, mengganggu dan menjengkelakan

maupun merusak pendengaran dan terkadang hal ini sangat individual

(Eyaanoer, 1997)

menurut Kepmenaker No.Kep-51/MEN/1999, untuk kebisingan dengan

intensitas 85dB., maka pkerja terpajan selama 8 jam sehari, kebisingan

dengan intensitas 88 dB maka pekerja dapat terpajan selama 4 jam sehari

dengan demikian setiap kenaikan 3 dB maka waktu pemajanannya berkurang

setengahnya. Telingan manusia hanya mampu mendengar frekuensi antara

16-20.000 Hz.

1) Jenis-jenis kebisingan :
a. Kebisingan kontinyu dengan frekuensi yang luas (steady state,

wide band noise). Misalnya suara kipas angin, dapur pijar dll.

b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum kebisingan sempit (steadt

state, narrow band noise). Misalnya gergaji sekuler, katup gas,

dll.

c. Kebisingan terputus-putus (intermitten). Misalnya: lalu lintas

pesawat t erbang.

d. Kebisingan impulsif/impact (impulsive noise), misalnya:

pukulan, tembakan bedil atau meriam dan ledakan.

e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di

perushaan.

2) Akibat paparan kebisingan.

Terpapar kebisingan terdiri dari 85dB selama 8 jam dan 40 jam

seminggu maka menimbulkan penurunan atau kehilangan fungsi

pendengaran yang dapat terjadi secara sementara atau permanen.

3) Pengukuran kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound

level meter. Alat ini mengukur kebisingan antara 30-130dB dan

frekuensi dari 20-20.000Hz.

b. Pencahayaan.

Pencahayaan yang baik memungkinkan pekerja bisa melihat objek yang

dikerjakan dengan jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Intensitas

cahaya dapat diukur dengan Luxmeter.

Sifat-sifat pencahayaan:
1.Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan sesuai jenis pekerjaan.

2.Pencegahan kesilauan.

3.Arah sinar.

4.Warna

5.Panas cahaya.

Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap kesehatan:

1.Iritasi, mata berair dan mata merah.

2.Penglihatan ganda

3.Sakitkepala.

4.Ketajaman mata menurun.

5.Akomodasi dan konvergensi menurun.

c. Getararan

Ada dua macam getaran yaitu: getaran seluruh badan dan getaran lengan/tangan

( handaram). Getarans eluruh tubuh adalah getaran yang bisa melalui kaki ( tempat berdiri)

atau melalui tempat duduk. Getaran ini terjadi biasa pada alat pengangkut eperti truk dan

traktor. Sedangkan getaran lengan-tangan adalah getaran yang terjadi melalui lengan dan

tangan, misalnya pada gerinda, bor tangan, dan gergaji listrik.

Tiga aspek penting pada getaran :

- Level(m/dr2)

- Frekuensi (Hz)

- Lama pemarapan (jam)

Efek getaran

- Hand anda arm vibration pada frekuensi 8-1000Hz dapat menyebabkan white finger serta

kelainan otot rangka.


- Whole body vibration menyebabkan getaran pada ala-alat dalam sehingga dapat

menyebabkan gejala sakit dada, LBP, dan gangg.penglihatan

- Pada frekuensi rendah dapat menyebabkan sea sickness.

Pengukura getaran

Pengukuran getaran dilakukan dengan menggunakan vibration acceleration meter.

d.Iklim dan suhu.

Respon fisiologis akan tampak jelas pada pekerja dengan iklim panas. Saridewi(2002)

menyatakan bahwa perbedaan peningkatan tekanan darah yang signifikan pada tenaga

kerja seblum atau sesudah terpapar panas yang memperburuk kondisi tenaga kerja. Sistem

termoregulasi pada hipotalamus akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol

seperti konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi dengan tujuan untuk mempertahankan

suhu tbuh sekitara 36-37 derajat celcius. Namun apabila paparan dibiarkan terus menrus

akan menyebabkan kelelahan dan akan menyebabkan timbulnya efek heat stress (ErwinD

2004)

Menteri Tenaga Kerja RI mengeluarkan standar NAB untuk ling.fisik tertentu di

lingkungan kerja yang salah satunya adalah NAB iklim kerja dengan menggunakan indeks

suhu bola basah (ISBB) diadopsi dari Wet Bulb Globe Temperature Index (WBGTI)

dikeluarkan oleh ACGIH.

NAB menurut pasal 2 KEP-51/MEN/1999 untuk suhu di tempat kerja adalah sbb:

1.Jika perbandingan kerja 75% dan istirahat 25% untuk pekerja ringan dalam 8 jam sehari

adalah 30 derajat celcius., sedang 26,7 derajat celsius dan berat 25 derajat celsius.

2.Jika perbandingan kerja 50% dan istirahat 50% untuk pekerja ringan dalam 8 jam sehari

adalah 31,4 derajat celcius., sedang 29,4 derajat celsius dan berat 27,9 derajat celsius.

3.Jika perbandingan kerja 25% dan istirahat 75% untuk pekerja ringan dalam 8 jam sehari

adalah 32,2 derajat celcius., sedang 31,1 derajat celsius dan berat 30 derajat celsius.
Jenis radiasi dapat dibedakan menjadi

1. Radiasi pengion: alpha, beta, gamma, sinar X dan neutron.

2. Radiasi non pengion: UV, IR, ultrasound dan mikorowave.

Pengaruh radiasi terhadap kesehatan:

1.Efek stokastik: tergantung frekuensi tingkat keparahan tidak tergantung dosis. Cth:

karsinogen, teratogen, mutagen.

2. Efek nonstokastik: tegrantung frekuensi dan dosis. Cth: katarak, kerusakan nonmalignan

kulit.

Alat untuk mengukur tingkat radiasi adalah survei meter dan dosimeter personal.

3. Faktor biologis

Potensi bahaya yang mungkin terjadi di ling.kerja yang disebabkan oleh adanya

mikroorganisme sebagai penyebab dari proses produksi.

Bahaya biologi menliputi:

- Infeksi akut dan kronis

- Parasit

- Produk toksik.

- Reaksi alergi terhadap tanaman dan hewan.

- Irritan.

Klasifikasi faktor biologis meliputi:

1. Mikroorganisme dan toksinnya. Cth: virus, bakteri dan produknya.

2. Arthropoda. Cth: crustacea

3. Alergen dan toksik tanaman.

4. Reaksi yang ditimbulkan: dermatitis alergi, asma.

5. Protein alergen dari hewan vertebrata.

6. Reaksi alergi yang ditimbulkan melaui urin, feses, rambut dan saliva.
Cara masuk biological agents ke dalam tubuh melalui:

1. Inhalasi

2. Ingesti.

3. Kontak kulit.

4. Kontak dengan mata, hidung, dan mulut.

3. Faktor kimia

a. Bahan-bahan kimia:

- Fume (asap):

Partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena dari bentuk gas yang biasanya sesudah

penguapan benda padat yang dipijarkan.

- Gas:

Bentuk wujud yang tidak mempunyai bentuk bangunan sendiri, melainkan mengisi ruang

tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal.

- Uap:

Bentuk gas dari zat-zat yang dalan keadaan biasa dberbentuk zat padat atau zat lain yang

dapat dikembalikan pada tingkat wujud semula.

- Kabut

- Debu

b. Efek-efek bahan kimia

- Iritasi

- Reaksi alergi: flour, garlic powder.

- Asfiksia

- Cancer

- Efek sistemik: otak ,peripheral nervous sytem, pembentukan sel darah, ginjal, paru
Selain pengaruhnya terhadap kesehatan, juga dapat menyebabkan resiko keselamatan kerja

berupa kebakaran dan peledakan, akibat dari bahan kimia yang mudah tebakar dan

meledak seerti pelaruh organik atau gas-gas yang kontak dengan sumber api.

c. Pengukuran.

Pengukuran faktor kimia di urara mengunakan media yaitu: gas detektor yang prinsip

kerjanya adalah detektor tersebut akan menghisap baha-bahan kimia di udara, dan

kemudian bereraksi dengan reagen yang sudah tesedria di dalam tabung detektor sehingga

dapat diketahui nilai kualitas dan kuantitas.

Pengambilan sampel debu dilakukan secara impingmen, yaitu: filtrasi, presipitasi,

sedimentasi, dan segala kombinasinya, alatnya disebut imprengen, prinsipa kerjanya

adalah debu dihisap dan mengalami imprengemen dan sejumlah debu dihitung di bawah

mikroskop.

d. Nilai ambang batas.

NAB faktor kimia diatur berdasarkan surat edaran No.SE 01/MEN/1997 tentang NAB

faktor kimia di udaran ling. Kerja.

Kategori nilai ambang batas:

1. NAB rata-rata selama jam kerja.

2. NAB pemaparan singkat.

3. NAB tertinggi

E. Pengendalian

1. Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan tentang: nama

bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh, efek paparan, cara

penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.

2. Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia yang dibuat oleh

seuatu perusahaan, berisikan antara lain.: kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara
pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan,

gejala keracunan, pertolongan pertama keracunana, alamat dan nomer telepon pabrik

pembuat atau distributor.

3. Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai kewajiban , melakukan

identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman, penganggulangan keadaan darurat

dan mengembankan pengetahuan K3 di bidang kimia.

Dasar huku yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah keputusan menteri

tenaga kerja RI, No.KEP 187/Men/1999.


BAB III

HASIL PENGAMATAN

Untuk mempermudah, dalam bab ini hasil pengamatan disusun berdasarkan

bagian/gedung yang dikunjungi, yaitu :

1. Station A

2. Station C

3. Panel A

4. Panel C

1. Station A

A. Faktor Fisik

1. Bising

Secara umum keadaan Station A pada saat dilakukan kunjungan merasakan

adanya suara kebisingan yang cukup mengganggu. Menurut petugas gondola,

kebisingan pada station A belum diukur. Tentu saja hal ini belum memenuhi

syarat Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas kebisingan yang

ditolerir yaitu sebesar 85 dB. Namun para petugas merasa tidak terganggu oleh

suara kebisingan.

2. Penerangan

Sumber penerangan berasal dari sumber sinar matahari dan sumber buatan

(lampu) yang dihidupkan sesuai dengan kebutuhan, namun nilai lux


pencahayaan belum diketahui. Tidak ditemukan permasalahan pada

penerangan.

3. Getaran

Tidak ditemukan permasalahan dengan getaran.

4. Radiasi

Tidak ditemukan permasalahan dengan radiasi

5. Panas

Saat melakukan pengamatan di lokasi kerja para pekerja tidak terpapar oleh

sinar matahari secara langsung, namun suhu tidak bisa di ukur karena tidak ada

alat pengukur suhu di tempat tersebut. Terkadang para pekerja merasakan

panas yang dirasakan tidak nyaman.

B. Faktor Biologi

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor biologi.

C. Faktor Kimia

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor Kimia.

D. APD (Alat Pelindung Diri)

karyawan tidak memakai APD. Hal ini disesuaikan jika melakukan tugas khusus

( perawatan alat ).

2. Station C

A. Faktor Fisik

1. Bising
Secara umum keadaan station C pada saat dilakukan kunjungan tidak terlalu

merasakan adanya suara kebisingan yang begitu mengganggu. Menurut

petugas gondola, kebisingan pada station C belum diukur. Tentu saja hal ini

belum memenuhi syarat Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas

kebisingan yang ditolerir yaitu sebesar 85 dB. Namun para petugas merasa

tidak terganggu oleh suara kebisingan dan bisa melakukan percakapan tanpa

suara yang kuat.

2. Penerangan

Sumber penerangan berasal dari sumber sinar matahari dan sumber buatan

(lampu) yang dihidupkan sesuai dengan kebutuhan, namun jumlah lux

pencahayaan belum diketahui. Tidak ditemukan permasalahan pada

penerangan.

3. Getaran

Tidak ditemukan permasalahan dengan getaran.

4. Radiasi

Tidak ditemukan permasalahan dengan radiasi

5. Panas

Saat melakukan pengamatan di lokasi kerja para pekerja tidak terpapar oleh

sinar matahari secara langsung, namun suhu tidak bisa di ukur karena tidak ada

alat pengukur suhu ditempat tersebut. Terkadang para pekerja merasakan panas

yang tidak nyaman.

B. Faktor Biologi

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor biologi.

C. Faktor Kimia
Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor Kimia.

D. APD (Alat Pelindung Diri)

karyawan tidak memakai APD. Hal ini disesuaikan dengan tugasnya ( e.g

perawatan alat )

3. Panel A

A. Faktor Fisik

1. Bising

Secara umum keadaan Panel A pada saat dilakukan kunjungan merasakan

adanya suara kebisingan yang cukup mengganggu. Menurut petugas operator

gondola, kebisingan pada panel A belum diukur. Tentu saja hal ini belum

memenuhi syarat Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas kebisingan

yang ditolerir yaitu sebesar 85 dB. Namun para petugas merasa cukup

terganggu oleh suara kebisingan.

2. Penerangan

Sumber penerangan berasal dari sumber buatan (lampu), namun nilai lux

pencahayaan belum diketahui. Operator diruangan panel A merasa nyaman

dengan penerangan yang sudah ada saat ini.

3. Getaran

Tidak ditemukan permasalahan dengan getaran.

4. Radiasi

Tidak ditemukan permasalahan dengan radiasi

5. Panas
Saat melakukan pengamatan di lokasi kerja, para pekerja tidak terpapar oleh

sinar matahari dan di ruangan kerja terdapat pendingin ruangan (AC) sehingga

membuat suasana kerja terasa nyaman.

B. Faktor Biologi

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor biologi.

C. Faktor Kimia

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor Kimia.

D. APD (Alat Pelindung Diri)

karyawan tidak memakai APD secara lengkap hanya memakai sarung tangan hal

ini karena disesuaikan dengan faktor resiko kerja yang ada.

4. Panel C

A. Faktor Fisik

1. Bising

Secara umum keadaan Panel C pada saat dilakukan kunjungan tidak

merasakan adanya suara kebisingan yang mengganggu. Menurut petugas

operator gondola, kebisingan pada Panel C belum diukur. Tentu saja hal ini

belum memenuhi syarat Kep-51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas

kebisingan yang ditolerir yaitu sebesar 85 dB. Para petugas dapat melakukan

percakapan tanpa suara yang kuat.

2. Penerangan
Sumber penerangan berasal dari sumber alami ( matahari ) dan sumber buatan

(lampu), namun nilai lux pencahayaan belum diketahui. Operator di ruangan

panel B merasa nyaman dengan penerangan yang sudah ada saat ini.

3. Getaran

Tidak ditemukan permasalahan dengan getaran.

4. Radiasi

Tidak ditemukan permasalahan dengan radiasi

5. Panas

Saat melakukan pengamatan di lokasi kerja, para pekerja tidak terpapar oleh

sinar matahari dan diruangan kerja terdapat pendingin ruangan (Ac) sehingga

membuat suasana kerja terasa nyaman.

B. Faktor Biologi

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor biologi.

C. Faktor Kimia

Pada saat dilakukan pengamatan, tidak ditemukan permasalahan yang berkaiatan

dengan faktor Kimia.

D. APD (Alat Pelindung Diri)

karyawan tidak memakai APD secara lengkap hanya memakai sarung tangan hal

ini karena disesuaikan dengan faktor resiko kerja yang ada.


Tabel 3.1

Ringkasan Permasalahan Yang Ditemukan

No Unit yang Permasalahan Permasalahan dari Saran


dikunjungi yang ditemui manajemen
1 Station A Bising Tidak pernah Pemeriksaan sound

dilakukan level meter dan

pemeriksaan audiometri secara

sound level meter berkala

dan audiometri
2 Station C - -
3 Panel A Bising - Pemeriksaan sound

level meter
4 Panel C Bising - Pemeriksaan sound

level meter
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Secara umum penatalaksanaan sistem K3 di Gondola PT Astra International dari

penilaian higiene sudah berjalan cukup baik.

2. Penggunaan APD sudah cukup baik

3. Kunjungan ini dirasa sangat membantu dalam penerapan ilmu keselamatan kerja

dan kesehatan kerja yang didapat selama pelatihan HIPERKES dan Keselamatan

Kerja.

B. SARAN

Dilakukan Pemeriksaan berkala terhadap kebisingan di tempat kerja ( audiometri

dan sound level meter )

Higienis karyawan beserta pengunjung turut diperhatikan tingkat kenyamanan

dalam pelayanan gondola

Anda mungkin juga menyukai