Anda di halaman 1dari 15

Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia
nya saya dapat menyelesaikan laporan kimia analisa instrumen dengan modul pH
meter.

Laporan ini meliputi aspek penggunaan Ph meter , derajat keasaman dan hasil
praktikum praktikan.

Laporan ini disusun sebagai bahan acuan pembelajaran modul Ph meter di


laboratorium kimia analisa instrumen. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari pembaca sangat penyusun harapkan
agar memperbaiki kesempurnaan laporan ini.

Medan, maret 2016

Penyususn
Daftar isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan Praktikum


1.2 Prinsip Kerja Ph Meter
1.3 Landasan Teori
1.3.1 Jurnal
1.3.2 Defenisi pH meter
1.3.3 Ph
1.3.4 Indikator
1.3.5 Larutan Asam dan Basa
1.3.6 Larutan Penyangga

BAB II. PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


a. Alat
b. Bahan

2.2. Prosedur Kerja

BAB III. GAMBAR RANGKAIAN

3.1 Gambar Peralatan


3.2 Gambar Rangkaian
3.3 Keterangan Gambar Rangkaian

BAB IV. DATA PENGAMATAN

BAB V. PENGOLAHAN DATA

5.1 Perhitungan Asam


5.2 Perhitungam Basa
5.3 Perhitungan Ph secara teori
a. Perhitungan ph Asam
b. Perhitungan ph Basa

5.4 Perhitungan Persen Eror

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan Praktikum

Adapun tujuan praktikum Ph Meter adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui prinsip kerja Ph Meter.
2. Untuk mengetahui ph suatu larutan, apakah bersifat asam atau bersifat basa.
3. Untuk membandingkan ph suatu larutan secara teoritis dan praktek.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Ph larutan.

1.2 Prinsip Kerja Ph meter


Ph Meter adalah sebuah perangkat untuk pengukuran Ph. Ph meter yang tak lain
hanya voltameter yang tepat terhubung ke ph elektroda berupa elektroda ion selektif.
Tegangan yang dihasilkan oleh elektroda ph adalah proposional ke logaritmik dari
aktivitas H+ . ph meter voltameter layar akan diskalakan sehingga ditampilkan adalah
hanya pengukuran hasil ph.

1.3 Landasan Teori


1.3.1 Jurnal

PENGARUH PENGGANTIAN LARUTAN DAN KONSENTRASI NaHCO3


TERHADAP PENURUNAN KADAR SIANIDA PADA PENGOLAHAN TEPUNG
UBI KAYU

Effect of Solution Replacement and NHCO3 Concentration on Cyanide


Content Reduction in Cassava Flour Processing

Fenty Dianing Hutami*1, Harijono1


1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email: fentydianing@gmail.com

PENDAHULUAN

Ubi kayu (Manihot Esculenta Crantz) merupakan salah satu makanan pokok rakyat
indonesia setelah beras, jagung, dan sagu. Indonesia dilaporkan menghasilkan tidak kurang
dari 14 juta ton ubi segar per tahun. Ubi kayu mengandung karbohidrat cukup tinggi (> 80%
dari bobot kering), sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat
alternatif pengganti beras. Ubi kayu pahit masih jarang dikonsumsi sebagai bahan pangan
karena mengandung sianida yang cukup tinggi dan berbahaya bagi kesehatan. Dalam sistem
pencernaan, sianida dapat diubah menjadi asam sianida (HCN) bebas. Kandungan asam
sianida 50 mg/kg (ppm) bahan masih aman untuk dikonsumsi manusia, tetapi melebihi
kadar itu dapat menyebabkan keracunan [1].

Secara tradisional, dikenal beberapa proses pengolahan ubi kayu untuk mengurangi
kadar sianida, antara lain dengan cara pencucian, perendaman, pemasakan, dan
pengeringan hingga terbentuk gaplek. Perendaman dan perebusan yang berulang hanya
dapat menghilangkan kadar sianida 50% serta terjadi pengurangan kadar pati dalam ubi
kayu [2]. Namun cara tersebut membutuhkan waktu yang lama dan penurunan kadar
sianida yang belum o

mal. Salah satu cara yang diharapkan dapat menurunkan kadar sianida secara optimal
adalah perendaman dengan menggunakan natrium bikarbonat (NaHCO3).

Perendaman ubi kayu yang telah dibelah menjadi 4 potongan di dalam larutan
natrium bikarbonat konsentrasi 4% diduga mampu mempengaruhi permeabilitas dinding sel
sehingga senyawa sianida dapat dikeluarkan dari dalam sel. Efektifitas penurunan sianida
diperkirakan dipengaruhi oleh konsentrasi natrium bikarbonat yang digunakan, lama waktu
perendaman, dan intensitas kontak. Penelitian ini dimaksudkan untuk menurunkan
kandungan sianida pada ubi kayu pahit secara optimal dengan cara perbandingan
konsentrasi natrium bikarbonat dan pengaruh penggantian air rendaman sehingga
dihasilkan tepung ubi kayu yang aman dikonsumsi. Penggunaan natrium bikarbonat untuk
mengurangi sianida pernah dilakukan pada penelitian koro benguk dimana sianida
berkurang dari 19.49 ppm menjadi 18.36 14.71 ppm atau mg/kg [3].

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas Malang 4
yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi)
Malang. Bahan tambahan yang digunakan adalah Natrium bikarbobat (NaHCO3) diperoleh
dari toko kimia Makmur Sejati Malang. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis diperoleh
dari toko kimia Makmur Sejati Malang dan Panadia Malang. Bahan kimia yang digunakan
yaitu aquades, KCN, NaOH, AgNO3, NaOH 1 M, Na Pikrat, chloroform, NaOH 2.5%, etanol
80%, petroleum eter, alkohol 10%, HCl 25%, kertas lakmus, NaOH 45%, Nelson,
Arsenomolibdat, indikator pp 1%, NaOH 0.1 N, buffer 4.0 dan 7.0.

Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian adalah baskom plastik, pisau, telenan,
timbangan kue, sendok, dan spatula. Alat-alat yang digunakan untuk proses pembuatan
tepung ubi kayu adalah cabinet dryer, timbangan analitik merk XP-1500 (Jerman), ayakan 80
mesh, blender, dan glassware. Alat yang digunakan untuk analisis adalah glassware,
timbangan analitik (Metler AE 160), desikator (merk Simax), oven kadar air (merk Memmert
tipe U.30 kapasitas 220 0C), perangkat titrasi (merk Metrohm Herisau Multi Burrete E 485),
spektrofotometer (Unico UV-2100), cawan, mortar, destilator, pH meter, refluks, vortex,
penangas air, gelas plastik, kertas saring, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volume, bola
hisap, corong, lemari asam, labu Kjedahl, penjepit cawan, dan color reader.

Desain Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan dua faktor. Faktor I adalah metode penggantian larutan yang terdiri
dari 2 level (air diganti dan air tidak diganti) dan faktor II adalah konsentrasi natrium
bikarbonat yang terdiri dari 3 level (0%, 2%, 4%). Data dianalisis menggunakan
ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjut BNT atau DMRT dengan selang kepercayaan
5%. Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan dengan metode indeks efektivitas De
Garmo.

Tahapan Penelitian

Ubi kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu varietas
Malang 4 yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan
Umbi-umbian (Balitkabi) Malang dengan umur panen 10 bulan. Ubi kayu yang sudah
disortasi dikupas untuk memisahkan ubi kayu dengan kulit arinya yang berwarna
cokelat dan dipisahkan bagian-bagian yang tidak dapat dimanfaatkan kemudian
ditimbang lalu dicuci untuk menghilangkan kotoran dan tanah yang masih melekat
pada ubi kayu selama pengupasan. Setelah dicuci, ubi kayu dibelah menjadi 4
bagian dan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tidak berkarat. Ubi kayu
yang telah dibelah menjadi 4 bagian direndam dalam air dengan perbandingan 1 : 3
(250 gram ubi kayu dalam 750 ml air). Perendaman ini bertujuan untuk mengurangi
bahkan menghilangkan kadar sianida pada ubi kayu. Natrium bikarbonat juga
ditambahkan untuk menghilangkan kadar sianida. Perendaman dilakukan selama 4
hari. Setelah proses perendaman selesai, ubi kayu dikeringkan menggunakan
cabinet dryer dengan suhu 55C selama 12 jam. Bahan yang telah dikeringkan
kemudian dihancurkan menggunakan blender kering untuk memperoleh partikel
yang lebih kecil. Setelah itu, bahan yang sudah hancur diayak menggunakan ayakan
80 mesh untuk memperoleh ukuran tepung yang seragam.

Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada bahan baku ubi kayu meliputi kadar pati, kadar
air, kadar sianida, kadar gula reduksi, dan derajat keasaman (pH). Analisis kadar
sianida dilakukan pada ubi kayu selama perendaman. Analisis yang dilakukan pada
ubi kayu setelah perendaman meliputi kadar sianida [4] dan derajat keasaman (pH).
Analisis yang dilakukan pada tepung ubi kayu meliputi analisis kimia dan fisik.
Analisis kimia meliputi analisis kadar sianida, kadar air, total asam, kadar pati, kadar
gula reduksi, dan derajat keasaman (pH). Sedangkan analisis fisik meliputi analisis
warna (kecerahan (L*) dan kekuningan (b+)), serta rendemen. [4]

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Bahan Baku

Rerata kadar sianida ubi kayu varietas Malang 4 sebesar 118.41 ppm. Kadar
sianida pada ubi kayu varietas Malang 4 adalah > 100 ppm sehingga ubi ini masuk
dalam kelompok ubi kayu pahit [5]. Kadar sianida dalam ubi kayu ini masih sangat
tinggi sehingga apabila umbi tersebut langsung dikonsumsi tanpa proses
pengolahan terlebih dahulu dikhawatirkan dapat meyebabkan keracunan. Kadar pati
yang diperoleh dari analisis memiliki rerata 30.27%, dimana jumlah ini masih dalam
kisaran pati yang terdapat pada literatur yaitu antara 25-32%. Dengan kandungan
pati yang cukup tinggi, ubi kayu Malang 4 sangat baik digunakan sebagai bahan
baku pembuatan tepung ubi kayu. Semakin tinggi kadar asam sianida (HCN) maka
semakin pahit rasa ubi kayu dan kadar pati semakin meningkat [6]. Oleh karena itu,
industri tapioka umumnya menggunakan varietas ubi kayu berkadar HCN tinggi
(varietas pahit).

2. Kadar Sianida Selama Perendaman


Rerata kadar sianida selama perendaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 menunjukkan bahwa kadar sianida mengalami penurunan setiap harinya


dimana kadar sianida pada larutan air yang diganti lebih rendah dibanding larutan air yang
tidak diganti. Hal ini dapat disebabkan karena sianida bersifat larut dalam air sehingga
sianida yang sudah terlarut dalam air akan ikut terbuang seiring dengan penggantian
larutan.

3. Kadar Sianida Setelah Perendaman

Dalam proses perendaman ini, senyawa linamarin akan terhidrolisis


(bereaksi dengan air) dan membentuk asam sianida yang larut dalam air. Linamarin
jika terhidrolisis akan membentuk asam sianida yang mempunyai sifat mudah larut
dalam air dan mudah menguap sehingga kadar linamarin dapat diturunkan melalui
proses perendaman [7]. Selama proses hidrolisis yang dilakukan oleh -glukosidase
pada glukosida sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan
kembali terpisahkan atau secara enzimatis menjadi sianida dan campuran karbonil
(ketosa dan aldosa) [8]. Sianohidrin dalam suasana alkalis mudah terurai menjadi
sianida bebas yang mudah bercampur dengan air, sehingga menyebabkan kadar
HCN pada bahan mengalami penurunan [9].
Suasana air rendaman yang alkalis menyebabkan jaringan kulit ubi kayu
akan melunak. Pengupasan atau pelunakan jaringan kulit pada bahan pangan
seperti buah dan umbi-umbian dengan menggunakan larutan alkali atau biasa
disebut lye peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan alkali 1-3%, dengan waktu
dan suhu tertentu [10]. Dengan semakin lunaknya jaringan kulit pada umbi, akan
semakin mempermudah proses pengeluaran linamarin dan lotaustralin dari dalam
umbi.
Adanya perbedaan konsentrasi larutan di dalam sel umbi ubi kayu dengan
yang ada di luar sel memungkinkan terjadinya osmosis selama proses perendaman.
Dalam hal ini, konsentrasi larutan di luar sel lebih kecil daripada di dalam sel
(hipotonik) sehingga air akan masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel
mengembang [11]. Dengan demikian, air rendaman akan mengaktifkan enzim
linamarase. Keberadaan mikroorganisme selama proses perendaman diduga juga
mempengaruhi kadar sianida pada bahan. Pada penelitian ini, diduga mikroba yang
tumbuh dan berkembang adalah bakteri asam laktat. Bakteri ini membutuhkan
substrat berupa karbohidrat sebagai sumber energi [12].

4. Derajat Keasaman (pH) Setelah Perendaman


Natrium bikarbonat bersifat basa sehingga semakin banyak penambahan natrium
bikarbonat, larutan akan semakin bersifat basa dengan kata lain pH larutan akan semakin
tinggi [13]. Selain itu, derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah
asam-asam organik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan, aktivitas, dan
perkembangbiakan mikroba yang ditunjang oleh kecukupan substrat (gula-gula sederhana
hasil pemecahan pati) dimana semakin banyak asam-asam organik yang dihasilkan maka
semakin rendah nilai pH. Enzim -glukosidase dan linamarase mempunyai kisaran pH
optimum antara 56. Katalisasi pemecahan aseton sianohidrin akan berjalan lebih lambat
dibawah pH 5 [14].

5. Kadar Sianida Tepung Ubi Kayu


Proses pengeringan dengan oven berpengaruh dalam menurunkan kadar sianida di
dalam bahan karena sianida akan teruapkan selama pengeringan berlangsung. Proses
pemecahan linamarin yang terdapat pada umbi ubi kayu oleh enzim linamarase menjadi
glukosa dan senyawa aseton sianohidrin (aglikon) kemudian melepaskan asam sianida dan
aseton terjadi secara spontan pada ph > 5 dan suhu > 35C [15]. Tepung yang dihasilkan
termasuk dalam batas aman untuk dikonsumsi karena mengandung asam sianida di bawah
40 ppm menurut persyaratan mutu SNI tepung ubi kayu.

6. Kadar Air Tepung Ubi Kayu


Perendaman dengan larutan natrium bikarbonat dan aktivitas mikroba
menyebabkan banyak komponen-komponen dalam bahan yang terpecah sehingga tekstur
umbi menjadi lunak dan berpori. Keadaan tersebut menyebabkan kadar air tepung ubi kayu
semakin menurun yang disebabkan karena penguapan atau pembebasan air terikat menjadi
air bebas [16]. Semakin tinggi konsentrasi natrium bikarbonat maka kadar air akan semakin
rendah dikarenakan semakin tingginya jumlah CO2 yang dihasilkan dari natrium bikarbonat
yang dapat menguapkan air dari bahan [17]. Air terikat yang terbebaskan jika diuapkan
secara keseluruhan maka kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aktivitas air
kira-kira 0.8 tergantung dari jenis bahan dan suhu [1].
Proses pengeringan menggunakan cabinet dryer menyebabkan air akan
mudah teruapkan. Semakin lama waktu pemanasan maka pemecahan komponen-
komponen bahan semakin meningkat sehingga jumlah air terikat yang terbebaskan
semakin banyak [18]. Air bebas yang terdapat pada bagian tanaman seperti di
bagian jaringan nantinya akan menguap pada proses pengeringan [19].

7. Total Asam Tepung Ubi Kayu

Pada larutan air yang diganti, rerata total asam lebih rendah karena sebagian asam
yang dihasilkan akibat adanya perombakan pati oleh mikroba terbuang bersama air. Total
asam terbentuk karena proses hidrolisis pati menjadi senyawa sederhana (glukosa) dimana
mikroba akan memanfaatkan glukosa sebagai nutrisi untuk pertumbuhan. Pada proses
fermentasi dengan menggunakan kapang akan terjadi hidrolisis pati, selulosa, dan pektin
menjadi asam-asam organik [20].

Penurunan total asam juga diduga karena natrium bikarbonat bersifat basa dan
memiliki kemampuan untuk merusak dan mengoksidasi asam dalam bahan pangan [17].
Natrium bikarbonat merupakan alkali natrium yang paling lemah, mempunyai pH 8.3 dalam
larutan air dalam konsentrasi 85%. Zat ini menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida [21].

8. Kadar Pati Tepung Ubi Kayu


Pada larutan air yang diganti, rerata kadar pati lebih rendah. Hal ini diduga
berhubungan dengan kadar air pada bahan. Ikatan antar molekul air dengan berbagai
komponen lainnya pada bahan, termasuk pati, menjadi lebih lemah atau lebih mudah putus.
Pada proses pengeringan, pati mengalami proses gelatinisasi dimana granula-granula pati
membesar. Dengan membesarnya granula-granula pati, ikatan hidrogen akan melemah
sehingga akan memudahkan enzim amilase melakukan penetrasi untuk memutuskan ikatan
glukosida pada pati dan akhirnya merubah pati menjadi glukosa [22]. Terjadinya penguapan
air pada tepung ubi kayu menyebabkan terbentuknya rongga kosong dan penurunan kadar
pati karena terjadi reaksi gelatinisasi di dalam bahan [23].

Semakin banyak konsentrasi natrium bikarbonat yang ditambahkan maka jumlah


ikatan air terikat yang terbebaskan akan semakin banyak. Dengan demikian, pati akan
terdegradasi dalam bahan yang disertai pelepasan air. Degradasi pati akan menyebabkan
turunnya kadar pati sehingga semakin rendah kadar pati pada bahan akan menyebabkan
menurunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air karena kehilangan gugus
hidroksil yang berperan dalam penyerapan air. Gugus hidroksil pada granula pati merupakan
faktor utama dalam mempengaruhi kemampuan mempertahankan air [24].

Keberadaan mikroba juga mempengaruhi perunan kadar pati pada bahan. Selama
proses fermentasi berlangsung, mikroba akan memecah pati menjadi komponen gula-gula
sederhana sehingga kadar pati semakin lama semakin berkurang [25].

9. Kadar Gula Reduksi


Gula reduksi adalah monosakarida yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi
suatu senyawa. Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil
bebas yang reaktif. Prinsip analisisnya berdasarkan pada monosakarida yang memiliki
kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Yang termasuk gula reduksi adalah glukosa,
fruktosa, dan maltosa sedangkan golongan gula non reduksi diantaranya adalah rehalosa,
dekstrin, rafinosa, dan stakiosa [26].

10. Derajat Keasaman (pH)


Rerata derajat keasaman (pH) pada larutan air yang diganti lebih tinggi dibanding
larutan air yang tidak diganti. Hal ini disebabkan karena asam sianida yang terlarut dalam air
dan asam-asam organik yang dihasilkan oleh aktivitas mikroba ikut terbuang ketika
dilakukan penggantian air. Kenaikan derajat keasaman (pH) seiring kenaikan konsentrasi
disebabkan karena natrium bikarbonat bersifat basa. Natrium bikarbonat merupakan alkali
natrium yang paling lemah, mempunyai pH 8.3 dalam larutan air dalam konsentrasi 0.85%
serta menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida [21].
11. Warna (L* dan b+) Tepung Ubi Kayu
Ubi kayu mengandung enzim polifenolase yang terdapat di dalam lendir daging
umbi kayu [27]. Pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan
oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya
diubah lagi menjadi O-kuinon [28]. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.

Selama proses pengeringan, ubi kayu yang telah direndam menggunakan


natrium bikarbonat akan kontak dengan udara yang mengakibatkan enzim tersebut
bereaksi dengan oksigen sehingga warna tepung menjadi agak kuning kecoklatan.
Fenol menguap lebih lambat daripada air dan mudah hilang dalam air. Hal ini
disebabkan fenol dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air [29]. Namun, fenol
pada ubi kayu tidak seluruhnya hilang karena fenol memiliki kelarutan terbatas
dalam air, yakni 8.3 gram/100 ml [30].

12. Rendemen Tepung Ubi Kayu


Perlakuan penggantian larutan dan konsentrasi natrium bikarbonat tidak
berpengaruh nyata (=0.05) terhadap rendemen ubi kayu setelah perendaman
dengan natrium bikarbonat. Hal ini diduga karena bentuk potongan umbi ubi kayu
pada saat pengeringan relatif seragam dan berukuran relatif kecil. Rendemen bahan
kering dipengaruhi oleh kadar air bahan awal dan kadar air akhir yang diinginkan
[31]. Rendemen tepung ubi kayu sekitar 30%. [32].

SIMPULAN

Perlakuan air rendaman tidak diganti tanpa penambahan natrium bikarbonat


mampu menghasilkan tepung ubi kayu dengan kadar sianida sesuai persyaratan
SNI 01-2997-1992, tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding rendaman
dengan penambahan natrium bikarbonat. Metode tersebut menghasilkan tepung ubi
kayu dengan kadar sianida sebesar 26.38 ppm. Perlakuan terbaik menurut metode
indeks efektivitas De Garmo didapatkan pada tepung ubi kayu dengan perlakuan air
rendaman diganti dan konsentrasi natrium bikarbonat 4%. Karakteristik tepung ubi
kayu yang dihasilkan yaitu: kadar sianda 12.06 ppm, kadar air 5.27%, total asam
0.416%, kadar pati 77.14%, kadar gula reduksi 8.853%, derajat keasaman (pH)
8.83, kecerahan (L*) 95.77, kekuningan (b+) 6.10, dan rendemen 28.46%.

1.3.2 Defenisi Ph meter

Ph meter adalah sebuah prangkat alat elektronik pengukur ph yang terdiri


dari elektroda kaca (katoda dan anoda) yang apabila elektroda dicelupkan kedalam
suatu larutan maka akan timbul bedanpotensial akibat dari ikatan hidrogen dalam
larutan tersebut.
Ph meter adalah suatu voltmeter elektronik dengan resistan input yang
tinggi. Baik instrumen yang memakai katup maupun memakai transistor,banyak
dipakai. Alat alat ini umumnya menggunakan listrik dari jaringan pusat(110-120 V)
dan mengandung rangkaian penyedia tenaga ( power supply) sendiri berikut sebuah
penyearah arus (rectifier). Instrumen-instrumen yang lebih yang lebih murah
mengandung sebuah pengganda (amplifier) diferensial, dimana isyarat arus input
searah digandakan langsung ke dalan instrumen. Instrumen-instrumen yang lebih
mahal mengubah arus isyarat arus-searah yang datang dari sel pengukur menjadi
isyarat arus bolak balik yang lalu digandakan lalu diubah kembali menjadi searah.
Pada kedua instrumen isyarat yang telah digandakan diperlihatkan diatas suatu
meteran yang telah dikalibrasi dalam satuan Ph( dan dalam kebanyakan kasus dan
juga dalam milivolt),

1.3.3 Ph
Dalam analisis kimia, kita sering berhadapan dengan konsentrasi-
konsentrasiIon hidrogen yang rendah. Untuk menghindari kerumitan dalam
menuliskan angka-angka dengan faktor negatif sorensen (1909) memperkenalkan
eksponen ion hidrogen(ph) yang didefinisikan sebagai berikut:
Ph= - log [H+] = log 1/ [H+] Atau [H+] = 10-ph
Jadi, besarnya ph adalah sama dengan logaritma dari konsentrasi ion hidrogen
dengan diberi tanda negatif atau logaritma dari kebalikan konsentrasi ion hidrogen .
ph larutan larutan air dalam kebanyakan kasus akan terletak antara nilai 0-14. Dalam
larutan 1M asam kuat berbasa satu

Ph= - log 1 = 0
Sedangkan ph dari larutan 1 M basa kuat monovalen adalah
Ph= - log 10-14 = 14
Jika larutan netral,
Ph = - log 10-7 = 7

Dari defenisi diatas, akibatnya adalah


Untuk larutan asam ph<7
Untuk larutan basa ph > 7

1.3.4 indikator

indikator adalah suatu zat yang warna nya berbeda-beda berdasarkan


ion hidrogen. Indikator umum nya suatu asam atau basa organik lemah yang dipakai
dalam larutan yang sangat encer. Asan atau basa indikator yang tak terdiosiasi
mempunyai warna yang berbeda berdasarkan hasil diosiasi nya. Dalam hal indikator
itu suatu asam, Hind, disiosiasi berlangsung menurut kesetimbangan

Hind H+ + ind-

Warna anion indikator berbeda dari asam indikator nya. Larutan yang
kepada nya ditambahkan indikator itu, adalah suatu asam, yaitu mengandung ion-ion
hodrogen dalam jumlah besar, kesetimbangan diatas akan bergeser kearah kiri, yaitu
warna asam indikator yang tidak terdiosiasi menjadi kelihatan. Tetapi jika larutan
menjadi basa, yaitu ion-ion hidrogen dihilangkan, kesetimbanga akan bergeser kearah
pembentukan anion indikator, dan warna larutan berubah. Perubahan terjadi dalam
daerah jangka ph yang sempit, tetapi tertentu.

1.3.5 Larutan Asam dan Basa

Asam secara sedehana didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan


kedalam air akan mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai
satu-satu nya ion positif. Bebrapa asam dan hasil disosiasi nya adalah sebagai
berikut:
HCl H+ + Cl

HNO3 H+ + NO3-

CH3COOH H+ + CH3COO-

Sebenarnya ion hidrogen atau proton tidak ada didalam air. Setiap proton
bergabung dengan satu molekul air dengan cara berkoordinasi dengan sepasag
elektron bebas yang terdapat pada oksigen dan air dan terbentuk ion-ion hidronium.
Basa secara sedehana didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan kedalam
air akan mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satu
nya ion negatif. Hidroksida hidroksida logam yang larut seperti natrium hidroksida
atau kalium hidroksida hampir sempurna berdiosiasi dalam larutan air yang encer:
NAOH Na+ + OH-
KOH K+ + OH-
1.3.6 larutan penyangga

Dalam praktek analisis kualitatif anorganik, sering-sering perlu kita


sesuaikan konsentrasi ion hidrogen sampai nilai tertentu sebelum melakukan suatu
uji, dan menjaga agar konsentrasi ion hidrogen ini tetap, selama jalanya analisis. Jika
diperlukan suasana yang bersifat asam kuat ( ph 0-2) atau basa kuat (ph 12-14), ini
dapat dicapai dengan menambahkan asam kuat atau basa kuat secukupnya. Namun
jika ph larutan harus dipertahankan antara 2 dan 12 mislnya, cara diatas tidak
membantu.
Mari kita meninjau suau kasus, dimana kita perlu mempertahankan ph
4 dalam larutan selama pengerjaan-pengerjaan analisis kita. Bisa kita tambahkan
asam klorida pada larutan ( yang semula netral) dalam jumlah demikian, sehingga
konsentrasi asam bebas itu adalah o,0001M dalam campuran akhir. Misalkan larutan
itu banyaknya 10ml, ini berarti bahwa harus ada 0,036 mg asam klorida bebas.
Jumlah ini sangat kecil sekali, dan dapat mudah berubah oleh reaksi dengan runutan
basa yang melarut dari gelas, atau oleh runtutan amonia yang terdapat pada atmosfer
di laboratorium. Sama hal nya, larutan mengandung sejumlah kecil sekali hidroksida
alkali adalah peka terhadap karbon dioksida yang terdapat dalam udara. Maka kita tak
mungkin mempertahankan ph dalam larutan sedikit asam, netral. Atau sedikit basa,
hanya dengan sekedar menambahkan asam kuat atau basa kuat sejumla yang
dihitung.
Mari kita tinjau sekarang campuran suatu asam lemah dan garam nya,
misalnya campuran asan asetat dan natrium asetat. Dalam larutan demikian, natrium
asetat, seperti juga setiap garam lain nya, hampir sempurna berdosiasi. Tetapi,
disosiasi asam asetat hampir dapat diabaikan, karena adanya ion-ion asetat dalam
jumlah yang banyak ( yang berasal dari disosiasi natrium asetat) , akan menggeser
kesetimbangan kearah pembentukan asam asetat yang tak berdiosiasi. Larutan ini
mempunyai ph yang tertentu dan ph ini akan bertahan baik sekali, bahkan jika
itambahkan asam atau basa dalam jumlah yang banyak sekali. Jika ion hidrogen
(yaitu, suatu asam kuat) ditambahkan, ini akan bergabung dengan ion asetat dalam
larutan untuk membentuk asam asetat yang tidak terdiosiasi, dan karena nya
konsentrasi ion hidrogen tidak berubah.

CH3COOH CH3COO- + H+
CH3COO- + H+ CH3COOH
CH3COOH + OH- CH3COO- + H2O

Jadi larutan demikian menunjukkan ketahanan tertentu baik terhadap asam


maupun basa maka dinamakan larutan buffer atau penyangga. Larutan buffer juga
dapat dibuat dengan melarutkan suatu basa lemah dan garam nya.

Anda mungkin juga menyukai