Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan Praktikum

Pemisahan dengan metoda High Performance Liquid Chromatografy (HPLC)

1.2. Prinsip Kerja

HPLC menggunakan kolom yang mengandung partikel-partikel kecil-


kecil dari fase tetap dan karena luas permukaan yang lebih besar dari fase
tetap maka sampel dalam HPLC terpisah dengan sangat baik dengan efesiensi
yang tinggi. Mekanisme pemisahan yang berbeda dengan cepat dilakukan
mengikatkan gugus-gugus kimia yang berbeda pada permukaan partikel silica
yang disebut dengan fase terikat. Secara teoritis HPLC itu identik dengan
Liquid Solid Chromatografy. Liquid Chromatografy dan ion exchange
Chromatografy.

1.3. Landasan Teori


1.3.1 Penentuan Kadar Spesi Yodium dalam Garam Beryodium yang
Beredar di Pasar dan Bahan Makanan Selama Pemasakan dengan
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Pasangan Ion

Pendahuluan

Yodium merupakan unsur hara yang diperlukan tubuh manusia.


Apabila jumlah yodium yang tersedia tidak mencukupi maka produksi
hormone tiroksin dan triodotironin menurun dan sekresi Thyroid
stimulating hormone (TSH) oleh pituitari meningkat, akibatnyasekresi
tiroglobulin oleh sel tiroid meningkat, sebagai kompensasi kelenjar
membesar dan terjadi hiperplasia yang dikenal sebagai gondok. Selain
itu dapat juga mengakibatkan terjadinya kretinisme, menurunnya
kecerdasan dan untuk tingkat yang lebih berat dapat mengakibatkan
gangguan pada otak dan pendengaran serta kematian pada bayi.
Gambar 1. Biosintesis dan sekresi hormon tiroid

Yodium diperlukan khususnya untuk biosintesis hormon tiroid


yang beryodium. Yodium dalam makanan diubah menjadi iodida dan
hampir secara sempurna iodida yang dikonsumsi diserap dari sistem
gastrointestinal. Ada beberapa tahap yang paling utama dalam sintesis
hormon tiroid, yaitu (1) uptake ion iodida oleh kelenjar tiroid, (2)
oksidasi iodida dan proses iodinasi gugus tirosil dalam tiroglobulin, (3)
konversi residu iodotirosil menjadi residu iodotironil di dalam protein,
(4) proteolisis tiroglobulin dan pelepasan tiroksin dan triiodotironin ke
dalam darah, dan (5) konversi tiroksin menjadi triiodotironin dalam
jaringan peripheral. Kekurangan yodium masih menjadi masalah besar
di beberapa negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang.
Dilaporkan sekitar 38% dari jumlah penduduk dunia terkena resiko
gangguan akibat kekurangan yodium. Kekurangan yodium dapat
disebabkan karena adanya yodium yang hilang dari permukaan garam,
ketidakstabilan iodat dalam garam dapur selama proses pengolahan
dan penyimpanan, tingkat kemurnian garam, proses
pengolahan/pemanasan dalam makanan, jenis bahan pengemas,
kelembaban udara, suhu, kandungan air, cahaya, sifat keasaman dan
terdapatnya zat-zat antitiroid (tiosianat, propiltiourasil dan iodida
anorganik konsentrasi tinggi) di dalam bahan pangan atau makanan.
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKI) merupakan salah satu
masalah gizi masyarakat di Indonesia. Diperkirakan 140 juta IQ point
hilang akibat kekurangan yodium, karena sekitar 42 juta orang hidup
di daerah endemik, 10 juta di antaranya menderita gondok, 3,5 juta
menderita GAKI lain, dan terdapat 9000 bayi kretin. Melalui berbagai
intervensi secara nasional, di antaranya adalah iodisasi garam dan
pembagian kapsul yodium di daerah endemik berat dan sedang,
walaupun telah terjadi penurunan prevalensi GAKI, tetapi belum
memberikan hasil yang memuaskan. Secara nasional terjadi penurunan
prevalensi dari 37,2 % di tahun 1982 menjadi 27,7 % di tahun 1990
dan di tahun 1998 menjadi 9,8 %.4,5. Pada tahun 1994 dikeluarkan
Keputusan Presiden No. 69 Tahun 1994 tentang garam beryodium.

Setiap produsen garam wajib untuk mendapatkan Standar


Nasional Indonesia (SNI) sebelum diperdagangkan. Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) No. 013556 tahun 1994 dan Permenkes No.
77/1995 garam yang digunakan harus mengandung yodium sebesar 30
80 berat per sejuta (mg/kg). Sebagai sumber yodium tidak hanya
digunakan kalium iodat, akan tetapi kalium iodida juga dapat
digunakan dalam industri garam beryodium seperti di beberapa negara
maju lainnya dengan jumlah berkisar 20200 mg kg-1.5,6,11,13 Proses
pengolahan makanan yang lama cenderung menyebabkan banyak
kehilangan yodium. Pada masakan tipe berlemak dimasak sampai
kering kerusakan yodium 60-70%, karena pengaruh dari santan yang
sudah kering sehingga bersifat seperti minyak yang menyebabkan suhu
pengolahan menjadi lebih tinggi. Cabe merah pada analisa setelah 7
menit akan menurunkan kadar yodium 76,5% dan setelah tiga jam
akan menurunkan 100%. Ketersediaan yodium setelah proses
pengolahan masakan tergantung pada kadar yodium dalam garam yang
digunakan. Jenis dan jumlah bumbu serta lama waktu pengolahan akan
berpengaruh terhadap hilangnya kandungan yodium dalam sediaan
makanan. Masalah kerusakan atau turunnya iodat dalam garam
beryodium selama penyimpanan dan proses pengolahan maupun
pemasakan masih ada perbedaan pendapat (kontroversi) di kalangan
masyarakat.

Dalam perkembangannya ada beberapa isu yang menyatakan


bahwa penggunaan garam beryodium di Indonesia tidak efektif karena
kadar yodium (sebagai iodat) dalam garam akan berkurang dan
berubah menjadi spesi yodium lain bila garam tersebut dicampur
dengan bumbu masak. Menurut Arhya (1998), dan sebagian para ahli
gizi dalam penelitiannya terhadap beberapa bumbu masak (seperti
cabai, terasi, ketumbar dan merica) dan cuka yang ditambahkan pada
garam beryodium pada saat pemasakan akan menurunkan kadar iodat
bahkan dapat menurunkan sama sekali (100%). Metode analisis yang
digunakan dalam penelitiannya adalah metode iodometri. Menurut
Saksono dan Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI (2003),
menyatakan bahwa kadar iodat dalam garam beryodium selama
pemasakan tidak akan rusak. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitiannya adalah Xray Fluorescence (XRF) dan kolorimetri.
Perbedaan yang begitu besar ini disebabkan prinsip kedua metode ini
berbeda. Iodometri digunakan untuk menganalisis yodium dalam
bentuk iodat saja sedangkan XRF dapat digunakan untuk menganalisis
yodium total dalam semua bentuk senyawa yodium. Oleh karena itu
untuk menjelaskan perbedaan pendapat tersebut diperlukan suatu
metode analisis yang dapat menentukan dan memisahkan spesi-spesi
yodium dalam garam beryodium dan makanan yang spesifik, cermat
dan seksama.
Penurunan kadar yodium yang terbesar terjadi pada garam yang
disimpan dalam kemasan plastik daripada dalam botol gelas, dan yang
disimpan pada suhu 37oC dan kelembaban relatif di bawah 76%.
Selain itu juga kestabilan yodium akan dipengaruhi oleh jenis
makanan, kandungan air dan suhu pemanasan pada saat pemasakan.
Menurunnya kandungan yodium pada saat pemasakan ini berkisar
antara 36,6% sampai 86,1%.7,8,9,13 Menurut Tredwell and Hall yang
dikutip oleh Arhya, (1998), kadar iodat dalam garam beryodium
langsung merosot drastis sampai nol bpj ketika dicampur dengan cabai,
merica, ketumbar, dan terasi.

Hal ini berkaitan dengan kadar vitamin C atau asam askorbat,


yang dapat menyebabkan terbentuknya yodium bebas dan air. Retensi
yodium bervariasi tergantung dari jenis makanan dan juga dipengaruhi
oleh kandungan air dalam proses pemasakan. Secara umum, retensi
iodat selama pemasakan sangat bervariasi (dari 36,6% sampai 86,1%).
Pengaruh penambahan garam meja yang mengandung iodat 15-25 mg
kg-1 terhadap kualitas makanan seperti produkproduk daging,
sauerkraut, jus buah-buahan dan produk makanan kemasan kaleng,
dengan proses pengolahan dan penyimpanan yang berbeda-beda, tidak
berpengaruh terhadap kandungan yodium atau iodat, dan
terhadapkarakteristik produk makanan tersebut (seperti warna, rasa,
tekstur dan bau).9,13

Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan yang meliputi dua tahap,


yaitu: pertama, mengetahui kadar spesi yodium dalam garam beridium
yang beredar di pasar tradisional dan supermarket. Kedua, mengetahui
dan mempelajari pengaruh cara penambahan garam beryodium ke
dalam sediaan makanan terhadap kestabilan garam beryodium pada
proses pemasakan.
Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini adalah (1) diharapkan dapat


mengungkapkan kadar spesi yodium dalam garam beryodium yang
beredar di pasar tradisional maupun supermarket. (2) diharapkan dapat
mengetahui kadar spesi yodium selama pemasakan dengan berbagai
cara penambahan garam beryodium ke dalam bahan makanan, yaitu
sebelum pemasakan, saat pemasakan, dan siap saji/makan (setelah
pemasakan).

Metode

Bahan dan Alat

Pereaksi pasangan ion atau ion lawan yaitu tetra butil amonium
klorida 0,001 M (E. Merck), pelarut (fase gerak) yang digunakan
metanol pro HPLC (JT. Beacker) dan dapar fosfat 0,01 M), asetonitril
pro HPLC (JT. Beacker), KIO3 p.a (E. Merck), KI p.a (E. Merck),
NaCl p.a (E. Merck), aquabidest, KH2PO4 0,01 M p.a (E. Merck),
sampel sediaan makanan (bubur nasi dan sayur bayam), sampel garam
beryodium yang beredar di pasar tradisional/supermarket dan bahan
penunjang penelitian lainnya. Seperangkat sistem kromatografi cair
kinerja tinggi (HPLC) Hitachi-Tokyo Jepang, penyuntik sampel,
detektor serapan ultra violet, kolom fase balik (Phenomenex, C 18,
Bondclone, 3,9x300 mm, ukuran partikel 10 m), kolom fase diam,
dan peralatan penunjang penelitian lainnya.

Rancangan Deskripsi

Deskripsi percobaan dari penelitian ini meliputi beberapa


tahap, yaitu : survei pasar dan pengambilan sampel, preparasi sampel
dan pengkondisian alat, pembuatan larutan standar, dan pengujian
kandungan spesi yodium dalam berbagai sampel.(1). Survey Pasar dan
Pengambilan Sampel. Survey pasar yang digunakan adalah metode
sampling peluang, sebuah sampel yang anggota-anggotanya diambil
dari populasi berdasarkan peluang yang diketahui, khususnya jika tiap
anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk diambil
menjadi sampel. Cara yang ditempuh peneliti adalah dengan
mengambil beberapa sampel garam beryodium yang beredar di
berbagai pasar tradisional dan swalayan/supermarket.

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 15 jenis/produk garam


beryodium yang beredar di pasar tradisional maupun
swalayan/supermarket yang berada di wilayah kota Bandung. Masing-
masing produk terdiri dari lima sampel garam beryodium dengan
merek yang sama tetapi tempat pengambilannya berbeda, sehingga
jumlah totalnya adalah 75 sampel.(2). Preparasi Sampel dan
Pengkondisian Alat. Semua sampel yang akan dianalisis dilakukan
praperlakuan secara khusus untuk memisahkan senyawa dalam sampel
yang akan dianalisis dari bahan-bahan lain yang akan menimbulkan
gangguan pada saat dilakukan pengujian dan pengukuran. Kemudian
dilakukan penyaringan vakum dengan menggunakan kertas saring
khusus (0,22 dan 0,45 m) dan dilakukan sentrifugasi bila perlu. Hal
tersebut dilakukan pada kondisi sampel tidak berubah (stabilitas
sampel).

Kondisi optimum yang digunakan pada penelitian ini adalah


komposisi fase gerak (metanol : dapar KH2PO4 0,01 M = 10 : 90),
jenis dan konsentrasi ion lawan adalah tetrabutil ammonium klorida
(TBAK) 0,001 M, pH optimum 7,0, kondisi suhu percobaan 27oC, laju
alir = 1 ml/menit, detektor ultra violet 226 nm dan jenis kolom fase
balik (Phenomenex, Bondclone, C 18, ukuran 300 x 3,9 mm, ukuran
partikel 10 m). (3). Pembuatan Larutan Standar Iodat dan Iodida.
Ditimbang 55,40 mg kalium iodat p.a, dimasukkan ke dalam labu takar
25 ml, lalu dilarutkan dan diencerkan sampai tanda batas dengan
aquabides. Kemudian dari larutan induk tersebut dipipet 0,250 ml dan
diencerkan sampai tanda batas dalam labu takar 25 ml, maka diperoleh
konsentrasi larutan iodat 18,12 mg L-1. Dari larutan ini dipipet
masing-masing 200, 400, 600, 800, 1000, 1200, dan 1400 L,
dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan
aquabides sampai tanda batas. Larutan ini adalah larutan standar iodat
yang mengandung 0,362 ; 0,725 ; 1,087 ; 1,449 ; 1,811 ; 2,173 dan
2,535 mg L-1. Ditimbang 41,50 mg kalium iodida p.a, dimasukkan ke
dalam labu takar 25 ml, lalu dilarutkan dan diencerkan sampai tanda
batas dengan aquabides. Kemudian dari larutan induk tersebut dipipet
0,250 ml dan diencerkan sampai tanda batas dalam labu takar 25 ml,
maka diperoleh konsentrasi larutan iodida 12,70 mg L-1.

Dari larutan ini dipipet masing-masing 200, 400, 600, 800,


1000, 1200, 1400 L, dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml dan
diencerkan dengan aquabides sampai tanda batas. Larutan ini adalah
larutan standar iodida yang mengandung 0,254 ; 0,508 ; 0,762 ; 1,020 ;
1,270 ; 1,524 dan 1,780 mg L-1.(4). Penentuan Spesi yodium dalam
Garam Beryodium yang Beredar di Pasar Tradisional dan
Supermarket. Setelah dilakukan pengambilan sampel, lalu dilakukan
pengujian dan perhitungan kadar spesi yodium dalam sampel tersebut,
dengan cara ditimbang 0,100 g sampel garam beryodium yang beredar
di pasaran, lalu dilarutkan dan diencerkan dengan aquabides sampai
tanda batas dalam labu takar 10mL. Sampel tersebut disuntikan ke
dalam sistem kromatografi cair kinerja tinggi pasangan ion, kemudian
dilakukan penentuan kadar iodat dan iodida.(5). Penentuan Kadar
Spesi Yodium dalam Bahan Makanan Selama Pemasakan. Ditimbang
kurang lebih 2,00 g garam beryodium yang mengandung iodat 101,67
mg/kg, dicampurkan ke dalam sediaan makanan yang sudah pakai
bumbu (bubur nasi dan sayur bayam) sebanyak 500mL dalam gelas
kimia 1000mL.
Percobaan dilakukan tiga cara, yaitu penambahan garam
beryodium ke dalam sediaan makanan sebelum/awal proses pemasakan
sampai siap saji, pada saat pemasakan, dan siap saji (siap makan).
Setelah dilakukan proses pemasakan, masing-masing sampel diambil
untuk dilakukan pengujian dan pengukuran dengan kromatografi cair
kinerja tinggi pasangan ion, yang sebelumnya dilakukan praperlakuan
dengan cara penyaringan vakum menggunakan membrane filter 0,45
m.

Metode Sampling

Metode sampling yang digunakan adalah sampling purposif


atau yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan. Sampling
purposif terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti. Cara sampling
ini sangat cocok untuk studi kasus, dimana banyak aspek di kasus
tunggal yang representatif diamati dan dianalisis. Pengambilan contoh
dengan pemilihan subyek didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu yang dipandang mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat populasinya.

Rancangan dan Metode Analisis

Rancangan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dengan


menggunakan perhitungan metode statistiknya yaitu Persamaan
Regresi Linear. Perhitungan konsentrasi spesi yodium dalam sampel
dengan menggunakan kurva baku dengan persamaan regresi linear
sebagai berikut: y = a+bx, dimana y = luas kurva, x = konsentrasi
sampel, a = intercept (perpotongan garis), b=slope (kemiringan).17
Sedangkan kadar spesi yodium dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

Cs x
Kadar spesi yodium = Ws
= ppm
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teori estimasi. Dimana teori estimasi
adalah membuat taksiran tentang besarnya ukuran populasi
berdasarkan ukuran yang di dapat dari sampel. Sedangkan metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kromatografi
cair kinerja tinggi-pasangan ion.17

Hasil Dan Pembahasan

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 15 jenis/produk


garam beryodium yang beredar di pasar tradisional maupun
swalayan yang berada di wilayah kota Bandung. Masing-masing
produk terdiri dari limasampel garam beryodium dengan merek
dan produsen sama yang diambil secara acak melalui pooling dari
tempat (pasar) yang berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel dari enam


merk tertentu mengandung iodat dengan kadar berkisar 50,452,16
sampai dengan 87,590,44 mg kg-1, delapan merk tertentu
mengandung iodida dengan kadar berkisar 24,052,51 sampai
dengan 70,253,78 mg kg-1, dan satu merk Naga (GB9)
mengandung kedua spesi tersebut yaitu iodat 31,438,10 mg kg-1
dan iodida 54,654,39 mg kg-1. Kandungan spesi yodium yaitu
iodida dan iodat yang diperoleh pada penelitian ini telah memenuhi
persyaratan minimum yang diatur dalam SNI No.01 - 3556 tahun
1994 dan Permenkes No. 77/1995 yaitu sebesar 30-80 mg kg-1
mengandung iodat.

Terdeteksinya kedua spesi yodium tersebut (iodida dan


iodat) dapat disebabkan oleh adanya proses dekomposisi iodat
menjadi iodida (I-) dan yodium (I2), kedua spesi ini merupakan
mekanisme paling penting pada hilangnya spesi yodium (sebagai
kalium iodat) dalam garam beryodium. Reaksi tersebut terjadi
melalui mekanisme reaksi redoks yang difasilitasi oleh kadar air
dan tingkat keasaman pada garam. Kestabilan yodium (dalam
bentuk iodat) pada garam dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya kelembaban relatif, suhu dan waktu penyimpanan, zat
reduktor, jenis pengemas, kadar air, cahaya dan sifat keasaman,
tingkat kemurnian garam, kadar zat-zat pengotor yang bersifat
higroskopis (senyawa kalsium dan magnesium) maupun yang
bersifat pereduksi, dan cara pengolahan/penanganan yang kurang
tepat.7-9 Terbentuknya iodida dalam garam beryodium tersebut
kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya penambahan kalium
iodida sebagai sumber yodium pada garam dapur tersebut, seperti
yang dilakukan dibeberapa negara lain dengan jumlah berkisar 20
200mg kg-1, seperti yang dilaporkan oleh The International
Conference on Nutrition.

Iodat yang telah mengalami penguraian menjadi iodida


masih dapat digunakan sebagai sumber asupan yodium, karena
spesi yodium yang digunakan dalam pembentukan dan sekresi
hormon tiroid adalah dalam bentuk iodida (I-).13, 14

Tabel 1. Data hasil analisis kadar spesi yodium dalam


garam beryodium yang beredar di pasar
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa yodium sebagai
kalium iodat yang ditambahkan dalam garam kandungannya tidak
stabil. Penelitian yang dilakukan oleh Diosady et al, (1997),
menunjukkan bahwa yodium dalam garam Indonesia menurun sebesar
20% dalam wadah tertutup LDPE pada kelembaban relatif 60% dan
suhu 40oC setelah satu tahun. Adanya penurunan kandungan yodium
(sebagai iodat) dan terjadinya penguraian iodat menjadi spesi yodium
lain ini mengakibatkan besarnya yodium yang dikonsumsi oleh
masyarakat tidak sesuai dengan standar pemerintah tentang banyaknya
yodium (sebagai iodat/iodida) yang harus dikonsumsi oleh setiap orang
setiap harinya. Apabila hal ini dibiarkan terus maka kekurangan
yodium dalam masyarakat setiap harinya akan terus berkelanjutan.

Untuk mendapatkan jaminan bahwa mutu produk garam


beryodium selalu memenuhi persyaratan perlu dilakukan pemantauan
secara berkala baik terhadap kandungan yodium dalam garam maupun
pelaksanaan pengolahan garam beryodium serta meningkatkan sistem
pengawasannya.5,13,15 Dari hasil pengamatan ketiga cara
penambahan garam beryodium 101,67ppm ke dalam sediaan makanan
yaitu sebelum pemasakan, pada saat pemasakan dan siap saji,
diperoleh hasil sebagai berikut: cara penambahan sebelum pemasakan
diperoleh kadar iodat tertinggi sebesar 32,33 ppm yang berarti
mengalami penurunan sebesar 69,34ppm atau 68,20% yang terdapat
pada sayur bayam, sedangkan pada bubur nasi diperoleh kadar iodat
tertinggi sebesar 38,77ppm atau mengalami penurunan 62,90ppm
(61,90%).

Sedangkan penurunan kadar iodat terkecil yaitu dengan cara


penambahannya saat siap saji (setelah pemasakan) pada bubur nasi
sebesar 19,7ppm atau 19,46%. Terjadinya penurunan kadar iodat dan
penguraian iodat menjadi iodida ini memperlihatkan adanya pengaruh
yang nyata dari suhu dan lama pemasakan, kandungan air, cara
pengolahan, bumbu masak/dapur dan tingkat keasaman terhadap
kestabilan iodat. Proses pengukusan, perebusan dan penumisan
menunjukkan tingkat kerusakan kadar iodat yang berbeda serta proses
pengolahan makanan yang lama cenderung menyebabkan banyak
penurunan kadar yodium.10,16

Simpulan

Kadar spesi yodium (iodida dan iodat) dari 15 produk garam


beryodium (dengan merk yang berbeda) yang beredar di pasar
tradisional maupun swalayan/supermarket yang berada di wilayah kota
Bandung telah memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam
SNI No.01-3556 tahun 1994 dan Permenkes No. 77/1995 yaitu sebesar
30-80mg kg-1. Hasil penelitian ketiga cara penambahan garam
beryodium ke dalam sediaan makanan diperoleh hasil cara
penambahan saat siap saji (setelah pemasakan) adalah yang terbaik,
karena cara tersebut mengalami persentase penurunan kadar iodat
terkecil, seperti yang ditunjukan pada sampel makanan sayur bayam
31,70% dan pada bubur nasi 19,46%. Hasil penelitian ini dapat
menjawab masalah perbedaan pendapat mengenai penurunan
kandungan iodat dalam garam beryodium yang dicampur ke dalam
makanan selama pemasakan. Disarankan cara penambahan atau
penggunaan garam beryodium ke dalam makanan sebaiknya dilakukan
setelah pemasakan atau siap saji.Garam beryodium yang mengandung
iodat kecil tetapi kadar iodida (hasil penguraian iodat) yang tinggi
masih dapat digunakan sebagai sumber yodium, asalkan memenuhi
syarat berkisar 3080ppm.

1.3.1. Kromatography

Kromatografi berasal dari kata chroma (warna) dan graphein


(penulisan), merupakan suatu teknik pemisahan fisika yang
memanfaatkan perbedaan yang kecil dari sifat-sifat fisika komponen
yang akan dipisahkan.

Istilah kromatografi (penulisan warna) mula-mula dikenalkan


oleh seorang botani Rusia Mikhail Semenovic Tswett pada tahun 1908
untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara
perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi
kalsium karbonat ( CaCO3).

Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan


untuk memisahkan dan mengkuantitatifkan berbagai macam
komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen
anorganik. Kromatografi adalah teknik pemisahan fisika suatu
campuran yang terpisah pada fase diam yang dipengaruhi pergerakan
fase yang bergerak. Beberapa sifat fisika umum dari molekul yang
dipakai sebagai asas teknik pemisahan kromatografi adalah :

1. Kecendrungan molekul untuk teradsorpsi oleh partikel- partikel


padatan yang halus
2. Kecendrungan molekul untuk melarut pada fase cair
3. Kecendrungan molekul untuk teratsirikan
Ada beberapa aspek kegunaan kromatografi yang
menguntungkan dalam jajaran analisa instrumen, antara lain :

1) Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan dengan proses


berlipat ganda. Artinya selama proses kontak berlangsung
kejadiaanya berulang kali kontak adsorpsi atau partisi dari
komponen-komponen yang dipisahkan
2) Kromatografi dapat diitujukan preparatif (kromtografi produksi)
dan tujuan analisa. Jadi rentang kadar teknik kromatografi sangat
halus
3) Kromatografi dengan tujuan analisa memberikan ketelitian dan
ketepatan yang sangat memadai
4) Metode-metode kromatografi kesemuanya dapat dilaksanakan
dengan mudah dan cepat
5) Biaya pelaksanaanya relatif murahdengan bahan yang murah
diperoleh.
Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom
gelas berdiameter besar, pada dasamya dibawah kondisi
atmosfer.Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat
membosankan.Pada akhir tahun 1960 an, semakin banyak usaha
dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik
mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi
atau High Preformance = Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed =
Kecepatan Tinggi dan Modern = moderen) telah berhasil
dikembangkan dari usaha ini.
Kemajuan dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan
kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit untuk mempertahankan
suatu bentuk hasil keahlian membuat instrumentasi dan pengepakan
kolom dalam keadaan tertentu.Tentu saja, saat ini dengan teknik yang
sudah matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu keadaan yang
sederajat dengan kromatografi gas

1.3.2. Jenis-jenis Kromatograpy

Umumnya metode kromatografi diklasifikasikan atas jenis fasa


yang digunakan dan sebagian berdasarkan mekanisme
pemisahannya.Berikut ini diberikan Pengertian jenis-jenis metode
kromatografi berdasarkan klasifikasi tersebut.

Kromatografi cair-padat (Kromatografi Adsorpsi)


Metode jenis ini diketemukan oleh Tswett dan diperkenalkan
kembali oleh Kuhn dan Ledere pada tahun 1931.Metode ini banyak
digunakan untuk analisis biokimia dan organik.Teknik
pelaksanaannya dilakukan dengan kolom.Sebagai fasa diam di dalam
kolom dapat dipilih salika gel atau alumina. Kekurangan metode
kromatografi cair-padat ini antara lain ialah:
(a) pilihan fasa diam (adsorben) terbatas;
(b) koefisien distribusi untuk serapan seringkali tergantung pada kadar
total sehingga pemisahannya kurang sempurna.

Kromatografi Cair-cair (Kromatografi Partisi)


Metode kromatografi ini diperkenalkan oleh Martin den Synge
pada tahun 1941. Fasa diam pada kromatografi Jenis ini berupa lapisan
tipis cairan yang terserap pada: padatan inert berpori, yang berfungsi
sebagai fasa pendukung. Keuntungan metode ini ialah:
a) pilihan kombinasi cairan cukup banyak;
b) koefisien distribusinya tidak tergantung pada konsentrasi, sehingga
hasil-hasil pemisahannya lebih tajam.
Kromatografi Gas-padat (KGP)
Kromatografi jenis ini digunakan sebelum tahun 1800 untuk
menurunkan gas. Metode ini pada awalnya kurang
berkembang.Penemuan jenis-jenis padatan baru sebagai hasil riset
memperluas penggunaan metode ini.Kelemahan metode ini mirip
dengan kromatografi cair-padat.
Kromatografi Gas-Cair (KGC)
Pada kaimia organik kadang-kadang menyebutnya sebagi
kromatografi fasa uap.Pertama kali diperkenalkan oleh James dan
Martin pada tahun 1952.Metode ini paling banyak digunakan karena
efisien.serba guna, cepat dan peka. Cuplikan dengan ukuran beberapa
mikrogram sampai dengan ukuran 10-15 gram masih dapat
dideteksi.Sayangnya komponen cuplikan harus mempunyai tekanan
beberapa torr pada suhu kolom.

Kromatografi Penukar Ion


Metode kromatografi ini merupakan bidang khusus
kromatografi cair-padat.Sesuai dengan namanya, metode ini khusus
digunakan untuk memisahkan spesies ion. Kemajuan metode
kromatografi sangat ditunjang oleh penemuan resin sintetik dengan
sifat penukar ion sebelum perang Dunia II.
Kromatografi Kertas (KT)
Jenis kromatografi ini merupakan bidang khusus kromatografi
cair-cair. Fasa diam berupa lapisan tipis air yang terserap oleh kertas.
Selain air dapat juga dipakai cairan lain. Pengerjaannya sangat
sederhana.Penempatan satu tetes larutn cuplikan pada ujung kertas dan
kemudian mencelupkannya ke dalam pelarut (eluen) sudah cukup
untuk memisahkan komponen-komponen cuplikan.

Kromatografi Lapis Tipis


(KLT atau TLC = Thin Layer Chromatography)
Kromatografi jenis ini mirip dengan kromatografi
kertas.Bedanya kartas digantikan lembaran kaca atau plastik yang
dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silika
gel.selulosa atau materi lainnya. Kromatografi lapis tipis lebih bersifat
reprodusibel (bersifat boleh ulang) daripada kromatografi kertas.
Kromatografi Filtrasi Gel
Pada kromatografi jenis ini fasa diam berupa gel yang terbuat
dari dekstran, suatu bahan hasil ikatan silang molekul-molekul
polisakarida. Bahan ini bila dimasukkan dalam air akan menggembung
dengan membentuk saringan berpori dengan ukuran poripori tertentu.
Pori-pori akan menehan molekul komponen-komponen berdasarkan
ukurannya (berat molekul). Molekul dengan berat molekul dari 100
sampai berapa juta dapat dipisahkan dengan teknik ini.
Kromatografi Elektroforesis Kontinyu
Kromatografi jenis ini merupakan bagian dari kromatografi
kertas dimana selama pengerjaannya diterapkan medan listrik tegak
lurus pada aliran pelarut. Arah aliran spesies ionik akan menyimpang
dari arah aliran semula tergantung atas muatan molekul dan
gerakitasnya.

1.3.3. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau biasa


juga disebut dengan Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an.
Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara
luas untuk analisis bahan obat, baik dalam bulk atau dalam sediaan
farmasetik.

Sistem Peralatan Hplc


Instrumentasi HPLC pada dasarnya terdiri atas: wadah fase
gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi),
kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu
komputer atau integrator atau perekam. Diagram skematik sistem
kromatografi cair seperti ini :

Wadah Fase gerak dan Fase gerak


Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah
pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai
wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak
antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak atau eluen biasanya terdiri
atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan
berperan dalam daya elusi dan resolusi.Daya elusi dan resolusi ini
ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan
sifat komponen-komponen sampel.
Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak),
kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas
pelarut.Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar
daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan
meningkatnya polaritas pelarut.
Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu
untuk menghindari partikel-partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas
dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan
berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor
sehingga akan mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase
gerak tetap selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase
gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog dengan pemrograman
suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk
meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel
mempunyai kisaran polaritas yang luas.
Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa
yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni:
pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai
untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu
nilam.Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan
sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan
kecepatan alir 3 mL/menit.Untuk tujuan preparatif, pompa yang
digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20
mL/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase
gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak
berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan
tekanan konstan, dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.
Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih
umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan.

Tempat penyuntikan sampel


Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung
ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom
menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat
dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal.
Posisi pada saat memuat sampel Posisi pada saat menyuntik sampel

Kolom dan Fase diam


Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan
kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat
fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit. Kolom
mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan
kolom konvensional, yakni:
1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom
mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10 -100 l/menit).
2. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom
mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat,
karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel
terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini
tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk
analisis rutin.Kebanyakan fase diam pada HPLC berupa silika yang
dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau
polimer-polimer stiren dan divinil benzen.
Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya
residu gugus silanol (Si-OH).Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi
dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen
ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan
gugus-gugus fungsional yang lain. Oktadesil silika (ODS atau C18)
merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu
memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,
maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih
sesuai untuk solut yang polar.Silika-silika aminopropil dan sianopropil
(nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak dimodifikasi.
Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang
bervariasi disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan.

Detektor HPLC
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan
yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum,
tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor
indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor
yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan
selektif, seperti detektor UV-Vis, detector fluoresensi, dan
elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi
solut pada kadar yang sangat kecil.
3. Stabil dalam pengopersiannya.
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu
meminimalkan pelebaran pita.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut
pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase
gerak.2)
Derivatisasi Pada Hplc
Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit
dengan suatu reagen untuk mengubah sifat fisika-kimia suatu analit.
Tujuan utama penggunaan derivatisasi pada HPLC adalah untuk:
1) Meningkatkan deteksi
2) Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan
menghasilkan puncak kromatografi yang lebih baik
3) Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4) Menstabilkan analit yang sensitif.
Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah
detektor UV-Vis sehingga banyak metode yang dikembangkan untuk
memasang atau menambahkan gugus kromofor yang akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga
dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa
yang mamapu berfluoresensi) sehingga dapat dideteksi dengan
fluorometri.
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat
sebagai berikut, yakni: produk yang dihasilkan harus mampu
menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat
membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan
spektrofluorometri; proses derivatisasi harus cepat dan menghasilkan
produk yang sebesar mungkin (100 %); produk hasil derivatisasi harus
stabil selama proses derivatisasi dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk
derivatisasi harus tidakmenganggu pemisahan kromatografi.
Derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum analit memasuki kolom (pre-
column derivatization) atau setelah analit keluar dari kolom (post-
column derivatization).
BAB II

PROSEDUR KERJA

2.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut :
a. Alat yang digunakan
1) Satu set peralatan High Performance Liquid Kromatography (HPLC)
2) Gelas Ukur
3) Beaker Glass
4) Pipet Tetes

b. Bahan yang digunakan


1) Larutan Paracetamol konsentrasi 0,35 ppm, 0,65 ppm, 1,6 ppm, 3,5
ppm, 5 ppm, 7,5 ppm dan 10 ppm.
2) Sampel Obat obatan (Bodrex, Mixagrib, Panadol dan Paramex)

2.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
Set semua alat
- Kecepatan aliran 0 ml per menit.
- Tekanan pada 0 kgf/cm2
- Pumpt reset pada konstan flow.
- Diset UV-Visible spektrophotometry detektor pada panjang gelombang
254 mm.
- Ditekan tombol adsorbansi dan reson standart (kepekaan adsorbansi
0,02).
- Dihubungkan sistem dengan arus listrik.
- Power detektor UV-Visibel spektrophotometry ke posisi ON
- Power recorder ke posisi ON.
- Drain valve diputar kekiri.
- Pada ujung pipa pembuangan dipasang disposable syringe.
- Flow rate diatur pada 5 ml/menit.
- Pump pada posisi ON sambil siap dengan disposible syringe untuk
mempercepat keluarnya udara dari pada cairan pembawa.
- Setelah 10 ml pump dimatikan..
- Disposible syringe dilepaskan dari ujung pipa
- Ujung pipa dimasukkn erlenmeyer.
- Pump ke posisi ON lagi untuk memastikan udara tidak ada lagi dalam
pipa aliran.
- Lalu pump diset ke OFF
- Katup pembuangan ditutup (diputar kearah kanan)
- Lalu flow rate dinaikkan ke 1 ml/menit
- Hidupkan pump.tekanan akan naik sampai kir-kira 1 x 100 kgf/cm2,
cairan carier mengalir injektor.
- Analisa dilakukan pada flowrate 2 ml/menit.

Mencheck stabil tidaknya alat


- Dicari base line ,dengan menekan tombol ZERO pada detektor.
- Diturunkan posisi pen.
- Posisi drive ke ON.

Injeksi fase Gerak.


- Ditekan tombol ZERO.
- Ditekan tombol MARK.
- Untuk injeksi,injektor diputar ke posisi LOAD.
- Dimasukkan fase gerak kedalam injektor ke posisi inject.
- Dihidupkan chart drive.
Injeks serum
- Ditekan tombol ZERO.
- Ditekan tombol MARK.
- Injektor diputar ke posisi LOAD.
- Dimasukkan serum kedalam injektor dengan ulsyringe.
- Injektor diputar ke posisi injec.
- Dihidupkan chart drive.

Mematikan Alat
- Recorder ke posisi OFF
- UV-Visible spektrophotometry ke posisi OFF
- RID ke posisi OFF.
- Pump ke posisi OFF.
- Flow rate di turunkan 1 ml/menit.
- Pump dihidupkan lagi,kemudian diatur ke OFF lagi.
- Flow rate diturunkan perlahan-lahan hingga 0 ml/menit.
- Lalu kolom dicuci dengan CH3OHs
BAB III
GAMBAR RANGKAIAN

3.1 Gambar Peralatan

Satu set peralatan HPLC

Pipet tetes Pipet volum Gelas ukur

Beaker glass
3.2 Gambar Rangkaian

3.3 Keterangan Gambar Rangkaian


Wadah Fase gerak dan Fase gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut
kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase
gerak.Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2
liter pelarut.Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut
yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi
dan resolusi.

Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus
inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah
gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam.Pompa yang digunakan
sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit.
Tempat penyuntikan sampel
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam
fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan
alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang
dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Kolom dan Fase diam


Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam
untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.

Detektor HPLC
Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:
detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat
spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor
spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan
mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,
detector fluoresensi, dan elektrokimia.
BAB IV

DATA PENGAMATAN

Tabel 4.1 Data Pengamatan Kadar Paracetamol

No. Konsentrasi Standart Emisi


Paracetamol (ppm)
1. 0,35 758
2. 0,65 1446
3. 1,6 2556
4. 3,5 3285
5. 5 4780
6. 7,5 5045
7. 10 5787

Tabel 4.2 Data Pengamatan untuk Sampel Obat Obatan


No. Nama Sampel Berat Sampel Luas Area
(Gram)
1. Bodrex 0,50 3500
2. Mixagrib 0,55 2012
3. Panadol 0,58 3650
4. Paramex 0,60 2833
BAB V
PENGOLAHAN DATA

5.1. Kurva Kalibrasi

Kurva Kalibrasi
Konsentrasi Paracetamol -vs- Emisi
7000
Emisi / Intensity Area

6000
y = 498.34x + 1343.5
5000 R = 0.9073

4000

3000 Series1
2000 Linear (Series1)

1000

0
0 2 4 6 8 10 12

Konsentrasi (ppm)
5.2. Konsentrasi Paracetamol dalam Sampel
5.2.1. Perhitungan Regresi Linear Sederhana untuk Konsentrasi
Paracetamol vs Intensity Area
Tabel 5.2.1.1 Perhitungan Regresi Linear Sederhana untuk
Konsentrasi Paracetamol vs- Intensity Area
No. Konsentrasi Emisi (Y) X2 Y2 XY
(ppm) X
1. 0,35 758 0,1225 574564 265,3
2. 0,65 1446 0,4225 2090916 939,9
3. 1,6 2556 2,56 6533136 4089,6
4. 3,5 3285 12,25 10791225 11497,5
5. 5 4780 25 22848400 23900
6. 7,5 5045 56,25 25452025 37837,5
7. 10 5787 100 33489369 57870
28,6 23657 196,605 101779635 136399,8

() ()()
b =
( 2 ) ()2

7 (136399,8) (28,6) (23657)


=
7 (196,605) (28,6)2

954798,6 676590,2
=
1376,235 817,96

278208,4
=
558,275

= 498,3357
23657
= = = 3379,5714
7

28,6
= = = 4,0857
7

= 3379,5714 498,3357 (4,0857)

= 1343,514

Maka Persamaan Regresi

y = 498,3357x + 1343,514

5.2.2. Koefisien Korelasi dan Determinasi


a. Koefisien Korelasi
() ()()
R=
[( 2 ) ()2 ][( 2 ) ()2 ]

7 (136399,8) (28,6)(23657)
=
[7(196,605) (28,6)2 ][7(161779635) (23657)2 ]

954798,6676590,2
=
58,275 152803796

278208,4
=
292072,832

= 0,9525

b. Koefisien determinasi

Kp = R2 = (0,9525)2

= 0,907
5.2.3. Menghitung Konsentrasi Paracetamol dalam Sampel
No. Nama Sampel Berat Sampel Luas Area
(Gram)
1. Bodrex 0,50 3500
2. Mixagrib 0,55 2012
3. Panadol 0,58 3650
4. Paramex 0,60 2833

y = a + bx


X=

Untuk sampel Bodrex



X1 =

35001343,514
=
498,3357

= 4,3273 ppm

Untuk sampel Mixagrip


X2 =

20121343,514
=
498,3357

= 1,3414 ppm
Untuk sampel Panadol


X3 =

36501343,514
=
498,3357

= 4,6284 ppm

Untuk sampel Paramex


X4 =

28331343,514
=
498,3357

= 2,9889 ppm

5.2.4. Konsentrasi Paracetamol dalam %(w/w)


%w/w = %

a. Sampel Bodrex


%w/w = 100 %
0,5 1000

4,3273
= 100 %
500

= 0,86546 %
b. Sampel Mixagrip


%w/w = 100 %
0,55 1000

1,3414
= 100 %
500

= 0,26828 %

c. Sampel Panadol


%w/w = 100 %
0,58 1000

4,6284
= 100 %
580

= 0,798 %

d. Sampel Paramex


%w/w = 100 %
0,60 1000

2,9889
= 100 %
600

= 0,49815 %
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum ini adalah
sebagai berikut :
1) Dari hasil praktikum dapat diketahui konsentrasi paracetamol tertinggi
terdapat pada sampel Panadol dengan kadar Paracetamol 4,6284 ppm di
ikuti dengan Bodrex 4,3273 ppm, Paramex 2,9889 ppm dan Mixagrib
1,3414 ppm.
2) Konsentrasi Paracetamol berdasarkan %w/w didapat konsentrasi
Paracetamol tertinggi pada sampel Bodrex dengan kadar Paracetamol
0,86546 % di ikuti dengan Panadol 0,798 %, Paramex 0,49815 % dan
yang terendah Mixagrib 0,26828 %.
3) Koefisien korelasi dari data didapat R = 0,9525 sehingga diketahui
masing masing variabel (Konsentrasi dan Intensity area) berhubungan
kuat.
4) Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa Konsentrasi berbanding
lurus dengan Intensity Area, dimana semakin tinggi Konsentrasi dari
sampel maka semakin tinggi nilai dari Emisi/Intensity Area.

6.2 Saran
Dalam melaksanakan praktikum, diharapkan agar praktikan berhati
hati dan teliti terutama ketika membuat larutan untuk sampel maupun
variasi konsentrasi larutan standart agar didapat hasil yang akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Barus,Adil.2012. Diktat Kimia Analisa Instrument. Medan: PTKI Medan

Maryam, Romsyah. 2007. Metode Deteksi Mikotoksin. Balai Penelitian


Veteriner. 13 hal.

Staf Laboratorium Pengembangan. 2012. Buku Penuntun Praktikum Kimia


Analisa Instrument. Medan: PTKI Medan.

Anda mungkin juga menyukai