Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu
masalah serius bagi kesehatan di Indonesia, dampak yang ditimbulkan sangat
besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah telah berupaya untuk menurunkan prevalensi GAKY sejak tahun
1997 melalui program iodisasi garam. Namun, cakupan konsumsi garam
mengandung cukup yodium secara nasional masih 62,3%. Kadar minimal
yodium yang dihitung sebagai KIO3 dalam garam beryodium sesuai SNI
adalah sebesar 30mg/kg (Wihardika L, 2015).
Menurut Standar Nasional Indonesia No. 3556.2010; Garam
beryodium adalah garam konsumsi yang komponen utamanya Natrium
Klorida (NaCl) dan mengandung senyawa yodium (KIO3) melalui proses
iodisasi serta memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Jumlah kebutuhan yodium setiap hari untuk mencegah terjadinya
defisiensi tergantung dari umur dan kondisi fisiologi, tetapi tidak dipengaruhi
oleh jenis kelamin. Ibu hamil dan menyusui memerlukan jumlah yang lebih
banyak dibanding kelompok umur yang lain. Angka kecukupan yodium setiap
harinya sangat kecil, yaitu antara 90-200 µg/hari tergantung dari kelompok
umur dan kondisi fisiologisnya (FKM UI, 2014). Angka kecukupan yodium
yang dianjurkan untuk usia 0-12 bulan sebanyak 50 µg/hari, usia 1-6 tahun
sebanyak 90 µg/hari, usia 7-12 tahun sebanyak 120 µg/hari, usia 12 tahun-
dewasa sebanyak 150 µg/hari, untuk ibu hamil dan ibu menyusui sebanyak
200 µg/hari (Arisman, 2007).
Yodium merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah
relatif kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
pembentukan hormon tiroksin. Kekurangan yodium dapat berakibat buruk
bagi manusia, akibat yang dapat ditimbulkan antara lain berkurangnya tingkat
kecerdasan, pertumbuhan terhambat, penyakit gondok, kretin endemik,
berkurangnya kemampuan mental dan psikologi, meningkatnya angka

1
2

kematian prenatal, serta keterlambatan perkembangan fisik anak (Wihardika


L, 2015). Kelebihan yodium dalam tubuh dapat menyebabkan
hipertiroidisme; yang kadang-kadang juga dimanisfestasikan dengan
membesarnya kelenjar gondok. Penyakit ini dikenal sebagai “Grave’s
disease” atau “Exophthalmic goiter”. Pada penderita hipertiroidisme,
metabolisme basalnya meningkat (100% diatas normal). Terlalu aktifnya
kelenjar gondok pada penderita hipertiroidisme menyebabkan timbulnya
kegugupan (nervousness), kehilangan berat badan, meningkatnya nafsu
makan, intoleransi terhadap cuaca panas, tangan gemetar dan bola matanya
menonjol (Muchtadi, 2011).
Upaya pemerintah terhadap peningkatan Sumber Daya Manusia
(SDM) adalah membebaskan rakyat Indonesia dari Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY). Salah satu program pemerintah untuk
memberantas GAKY adalah program iodisasi garam dengan cara fortifikasi
yodium ke dalam garam. Program ini memiliki aturan pada proses produksi
dari iodisasi garam untuk menjaga agar garam yang sampai pada konsumen
masih mengandung yodium pada konsentrasi 30-80 ppm sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI). Banyak produsen garam yang memasarkan
produknya tetapi kandungan (KIO3) di bawah Standar Nasional Indonesia
(SNI), hal ini dikarenakan pada saat penambahan (KIO 3) kurang tepat atau
kurang homogen sehingga garam konsumsi beryodium yang beredar
kandungan (KIO3) nya tidak memenuhi syarat (Amanati L, 2017).
Penggunaan garam beryodium merupakan suatu program dengan
tujuan jangka panjang dalam penanggulangan GAKY dan terbukti telah
berhasil di berbagai Negara seperti Swiss, Zimbabwe, Afrika Selatan dan
termasuk di Indonesia. Garam merupakan salah satu komoditi yang
difortifikasi dengan yodium karena setiap hari selalu dikonsumsi masyarakat,
murah dan mudah di dapat (Chyntia dan Aryu, 2012).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
persentase rumah tangga di Indonesia yang mengonsumsi garam dengan
kandungan cukup yodium sebesar 77,1% dan kurang yodium sebesar 14,8%.
Angka ini masih belum mencapai target garam beryodium yaitu minimal 90%
3

rumah tangga mengonsumsi garam dengan kandungan cukup yodium


(Kemenkes RI, 2013).
Banyak yang telah melakukan penelitian tentang kadar yodium pada
garam konsumsi di suatu daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Wihardika
(2015) melakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Pendidihan terhadap
Kadar KIO3 pada Garam Beriodium Merk “X” menggunakan metode Titrasi
Iodometri didapatkan hasil kadar rata-rata pada garam beryodium yang
sebelum dilakukan perlakuan (kontrol) sebesar 65,88 ppm, pada saat mendidih
sebesar 64,29 ppm dan pada 10 menit sebesar 63,09 ppm.
Sugiani dkk. (2015) melakukan penelitian tentang Penentuan
Pengaruh Pemanasan dan Waktu Penyimpanan Garam Beryodium terhadap
Kalium Iodat didapatkan hasil kadar KIO3 pada suhu 27ºC didapatkan 57,8
ppm, pada suhu 30ºC didapatkan 57,6 ppm, pada suhu 50ºC didapatkan 57,25
ppm, pada suhu 100ºC didapatkan hasil 56 ppm.
Setiarini (2009) menunjukkan bahwa cara menggunakan garam
beryodium oleh ibu-ibu pada proses pemasakan masih salah (73,2%). Pada
umumnya penggunaan garam dilakukan pada saat menghaluskan bumbu
diawal pemasakan. Hal tersebut dilakukan dengan alasan bahwa dihaluskan
dengan bumbu masakan akan lebih terasa karena garam lebih meresap ke
bumbu, sebaliknya jika hanya ditaburkan pada proses memasak terasa hambar.
Endrinaldi (2010) menunjukkan bahwa kadar yodium pada bumbu
masak bawang merah sebelum dipanaskan terjadi penurunan sebanyak 26,764
ppm sedangkan setelah dipanaskan terjadi penurunan sebanyak 33,081 ppm.
Campuran garam beryodium dengan kuah cabai, asam galuh, asam jawa dan
bawang merah dapat menurunkan kadar KIO3 garam. Besarnya penurunan
kadar KIO3 pada cabai, asam jawa dan asam galuh disebabkan karena ketiga
bumbu masak ini banyak mengandung asam askorbat (vitamin C) yang dapat
merusak kadar KIO3 garam. KIO3 dalam suasana asam akan menghasilkan
yodium (I2) bebas dan yodium bebas ini mudah menguap. Dengan pemanasan,
reaksi akan berjalan lebih cepat dan penguapan yodium ini akan bertambah.
Berdasarkan uraian di atas serta dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, maka penulis melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh
4

waktu pemberian garam beryodium pada proses memasak sayur daun katuk
terhadap kadar kalium iodat (KIO3) metode titrasi Iodometri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah yang diteliti, yaitu apakah ada pengaruh cara pemberian garam
beryodium pada proses memasak sayur daun katuk terhadap kadar kalium
iodat (KIO3)?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh cara pemberian garam beryodium pada proses memasak
sayur daun katuk terhadap kadar kalium iodat (KIO3).
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui kadar yodium dalam garam beryodium sebelum perlakuan.
b. Diketahui kadar yodium dalam sayur daun katuk sesudah perlakuan yaitu
sebelum mendidih kemudian ditunggu 3 menit.
c. Diketahui kadar yodium dalam sayur daun katuk sesudah perlakuan yaitu
saat mendidih kemudian ditunggu 3 menit.
d. Diketahui kadar yodium dalam sayur daun katuk sesudah perlakuan yaitu
saat matang (10 menit pemasakan) kemudian ditunggu 3 menit lalu
didinginkan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca tentang pengaruh
cara pemberian garam beryodium pada proses memasak sayur daun katuk
terhadap kadar kalium iodat (KIO3).
b. Menambah referensi dan literatur bagi institusi khususnya jurusan Analis
Kesehatan.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan kompetensi yang dimiliki sebagai Ahli Tenaga
Laboratorium Medik.
5

b. Bagi Institusi Poltekkes Tanjungkarang


Memberi kontribusi dibidang pengetahuan dan teknologi kesehatan serta
dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain bagi yang ingin melakukan
penelitian yang serupa atau mengembangkan penelitian tersebut.
c. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa terdapat pengaruh cara
pemberian garam beryodium pada proses memasak sayur daun katuk
terhadap kadar kalium iodat (KIO3).
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada pengaruh cara pemberian
garam beryodium pada proses memasak sayur daun katuk terhadap kadar
kalium iodat (KIO3) di bidang Kimia Analisa Makanan dan Minuman.
Penelitian ini bersifat eksperimen menggunakan metode titrasi Iodometri.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analisa Makanan dan
Minuman Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan.
Sampel adalah sayur daun katuk dengan penambahan garam di waktu yang
berbeda (sebelum mendidih ditunggu 3 menit, saat mendidih ditunggu 3
menit, saat matang (10 menit pemasakan) ditunggu 3 menit) pada satu jenis
garam bermerk “X” bertekstur halus. Variabel bebas dari penelitian ini adalah
lama pemberian garam, variabel terikatnya adalah kadar yodium.

Anda mungkin juga menyukai