Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN BODY IMAGE DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS


GIZI PADA MAHASISWA PRODI GIZI UNIVERSITAS MEGAREZKY

Disusun oleh :

MUTIA ROCHMA
A1D120008

PROGRAM STUDI S1 GIZI


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah gizi yang dapat terjadi pada masa remaja yaitu gizi kurang,
overweight dan obesitas. Berdasarkan data World Health Organization (WHO)
obesitas di seluruh dunia bertambah cukup pesat menjadi lebih dari dua kali
lipat sejak tahun 1980. Prevalensi remaja pada tahun 1990 dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) >2 SD (sama dengan persentil ke-95) meningkat dari
4,2% menjadi 6,7% pada tahun 2010 dan diperkirakan akan meningkat lagi
menjadi 9,1% pada tahun 2020. Tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang
dewasa, berusia ≥18 tahun mengalami overweight dan lebih dari 600 juta
orang di dunia mengalami obesitas. (Anis Nuraini, 2019)
Obesitas terjadi ketika asupan energi secara signifikan melebihi
pengeluaran energi dalam jangka waktu yang lama, yang ditunjukkan dengan
peningkatan Indeks Massa Tubuh (BMI). Prevalensi di Indonesia 13,5% usia
18 tahun keatas mengalami overweight, sementara itu 28,7% mengalami
obesitas (IMT ≥ 25). (Maulina, 2022)
Masa remaja menurut WHO adalah antara 10 –24 tahun, sedangkan
menurut BKKBN masa remaja berlangsung pada umur 10-24 tahun dan belum
menikah. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dari proses
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa
dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja.
Oleh karena itu status gizi dan kesehatan merupakan factor penentu kualitas
remaja. Masalah gizi yang muncul pada masa remaja disebabkan oleh pola
konsumsi yang tidak baik, yakni ketidakseimbangan antara konsumsi (intake)
dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi
pada masa ini dapat berakibat terlambatnya pematangan seksual dan hambatan
pertumbuhan linear (Margiyanti, 2021)
Perilaku makan berkaitan dengan konsumsi makanan yang mencakup
pemilihan jenis makanan, kebiasaan makan, pola makan, frekuensi makan dan
asupan energi. Masalah yang terkait dengan perilaku makan yang utama
adalah mengenai kurangnya asupan zat gizi terutama asupan energi dalam
sehari. Hal ini terjadi disebabkan karena seringnya meninggalkan waktu
sarapan karena padatnya aktivitas, terlalu membatasi makanan, tidak terlalu
peduli terhadap pemilihan makanan yang dikonsumsi, jarang mengkonsumsi
sayur dan buah, mengikuti trend makanan cepat saji dan sebagainya. (Salsa
Bening, 2014)
Salah satu faktor internal yang mempengaruhi status gizi yaitu jenis
kelamin dan pada umumnya remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan
tubuhnya dan memiliki lebih banyak gambaran tubuh yang negatif
dibandingkan dengan remaja laki-laki. Hal ini disebabkan pada saat memasuki
masa remaja seorang perempuan akan mengalami peningkatan lemak tubuh
yang membuat tubuh akan semakin jauh dari bentuk tubuh yang ideal.
Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh merupakan masalah yang rumit bagi
remaja bahkan dapat menimbulkan frustasi, mengurangi kepercayaan diri,
menciptakan konsep diri yang kurang tepat, juga menyebabkan mereka kurang
menghargai diri mereka sendiri (Ade Nur Ovita, 2019).
Terbentuknya konsep diri berupa body image pada remaja, juga menyebabkan
kebanyakan remaja kekurangan asupan makanan karena melakukan diit yang salah.
Konsep body image yang negatif akan berdampak pada status gizi remaja sebab body
image merupakan salah satu faktor penting yang berkaitan dengan status gizi
seseorang. (Ardhana Yulisma, 2022)
Citra tubuh atau biasa disebut dengan body image merupakan keyakinan
atau persepsi individu yang dengan sadar mengenai bentuk tubuhnya. Citra
tubuh dikategorikan menjadi dua yaitu citra tubuh positif dan citra tubuh
negatif. Dikatakan citra tubuh positif adalah pandangan positif seseorang
terhadap tubuhnya dan menerima bentuk tubuh yang dimiliki, sementara itu
citra tubuh negatif adalah pandangan negatif seseorang terhadap bentuk tubuh
dan tidak puas dengan bentuk tubuh yang dimiliki. (Muhammad Dimas
Bimantara, 2019)
Body image akan menunjukkan seberapa jauh seorang individu merasa
puas terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik yang dimilikinya
secara keseluruhan. Body image dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor psikologis, pengaruh budaya, teman sebaya, etnis, dan media
massa. Media masa memiliki peran penting dalam mempengaruhi body image
seseorang, dimana media masa mampu mempromosikan bentuk tubuh ideal
yang kemudian menjadi terinternalisasi dalam diri seseorang untuk memiliki
bentuk tubuh yang ideal. (Ni Nyoman Ayu Dwi Astini, 2021)
Pengaruh teman sebaya/ lingkungan juga merupakan salah satu faktor
remaja putri mempunyai pandangan yang salah terhadap bentuk tubuh yang
pada akhirnya berdampak pada penyimpangan perilaku makan. Penelitian
Kurnianingsih (2009) menunjukkan bahwa sebesar 33,2% responden
mengungkapkan bahwa mereka sering mendapatkan kritik mengenai berat
badan dari teman sebayanya. Penurunan berat badan juga lebih banyak
dilakukan oleh responden yang mendapat pengaruh dari teman sebaya yaitu
sebesar 49,1% dibandingkan dengan responden yang tidak mendapat pengaruh
dari teman sebaya/lingkungan (Erni S. Nomate, 2017)
Mahasiswi merupakan kelompok usia produktif yang termasuk dalam
periode dewasa awal. Dalam perkembangannya mereka memerlukan asupan
gizi yang seimbang supaya terhindar dari berbagai penyakit degeneratif yang
berdampak pada penurunan produktivitas. Namun periode ini rentan terhadap
pembatasan asupan makan karena adanya keinginan memiliki bentuk tubuh
yang ideal, adanya perubahan gaya hidup, maupun pengaruh lingkungan dan
teman sebaya.
Mahasiswi Program Studi Gizi dianggap memiliki pengetahuan yang baik
mengenai gizi karena menempuh pendidikan berbasis gizi. Mereka dianggap
memiliki pengetahuan gizi yang baik dibandingkan dengan jurusan selain gizi.
Berdasarkan uraian masalah tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk mengetahui bagaimana hubungan antara lingkungan, body image
dengan status gizi mahasiswi program studi gizi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu “Apakah Ada Hubungan antara body image, pola makan
dengan status gizi mahasiswa gizi universitas megrezky?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Umum
Untuk mengetahui Apakah Ada Hubungan antara body image, pola
makan dengan status gizi mahasiswa gizi universitas megrezky
1.3.2 Khusus
 Untuk mengetahui bagaimana gambaran Hubungan antara body
image, pola makan dengan status gizi mahasiswa gizi universitas
megrezky
 Mengidentifikasi adanya keterkaitan Hubungan antara body
image, pola makan dengan status gizi mahasiswa gizi universitas
megrezky
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat untuk masyarakat
Memberikan masukan kepada masyarakat, tentang pengetahuan dan
bagaimana sikap serta perilaku dalam memandang body image secara
positif dengan mempertimbangkan apakah status gizinya normal atau
tidak.
1.4.2 Manfaat untuk penelitian selanjutnya
Penelitian ini diharapkan sebagai pertimbangan dan pengembangan
penelitian tentang hubungan antara Body Image, dengan Status Gizi
mahasiswa gizi universitas megrezky.
1.4.3 Manfaat untuk institusi
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai informasi dan pengetahuan
tentang bagaimana hubungan body image dengan status gizi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa, individu akan mengalami pertumbuhan dan
perkembangan diri dari berbagai aspek untuk memasuki masa dewasa.
Berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi
wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Riskha
Ramanda, 2019). Remaja pada umumnya sedang memasuki tahap
gambaran pribadi yang menunjukkan kepedulian terhadap bentuk
tubuh mereka sesuai dengan citra tubuh “body image” yang
diinginkan. (Dewi Kartika Wati, 2017)
Perkembangan fisik remaja diawali saat masa puberitas tiba
meliputi awal masa remaja (usia 10-14 tahun), sebagian remaja mulai
mengalami lonjakan pertumbuhan fisik dan mulai pematangan seksual
yang mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan di semua
domain fungsi. Masa remaja Tengah (usia 14-17 Tahun) Pembangunan
fisik Kebanyakan remaja mengalami terus meningkat di spesialisasi
keterampilan motorik kasar, massa otot, kekuatan, dan daya tahan
cardiopulmonary.
b. Karakteristik Remaja
Ada beberapa karakteristik yang melekat pada diri seorang
remaja pada umumnya, yaitu karakter fisiologis dan psikologis. Dari
sisi fisiologis, remaja putriakan mengalami pubertas yang
menyebabkan munculnya tanda seks sekunder, yaitu payudara mulai
membesar, kulit mejadi lebih halus, pertumbuhan pinggul yang
membesar, tinggi bertambah, dan suara lebih halus. Dari sisi
psikologis, remaja mengalami puncak emosionalitasnya.
Perkembangan emosi remaja pada tahap awal menunjukkan sisi
sensitif, reaktif, emosinya bersifat negative dan temperamental. (Vilda
Ana Veria Setyawati, 2015)
Remaja termasuk kelompok yang rentan mengalami berbagai
masalah gizi seperti gizi kurang maupun gizi lebih. Seiring dengan
peningkatan populasi remaja di Indonesia, masalah gizi remaja perlu
mendapatkan perhatian khusus karena berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada
masalah gizi dewasa. (Siti Andina Rachmayani, 2018)
Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikan
sifat- sifat tersebut. Remaja yang berkembang di lingkungan yang
kurang kondusif, cenderung memiliki kematangan emosi yang
kurang. Sehingga sering memunculkan akibat negative berupa tingkah
laku melawan, keras kepala, berkelahi, suka menggangu, suka
melamun, pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat
penenang, minuman keras, atau obat terlarang. (Vilda Ana Veria
Setyawati, 2015)
Pola konsumsi pada remaja cenderung tidak
memperhatikan nilai gizi dari makanan yang dikonsumsinya. Remaja
mudah dipengaruhi oleh teman sebaya dan media sosial sehingga
mudah terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat dan mendapatkan
informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar.
2. Body Image
a. Pengertian Body image
Body image adalah sikap individu terhadap bentuk tubuh,
penampilan tubuh, fungsi dan ukuran potensi tubuh secara sadar dan
tidak sadar (Nia Agustiningsih, 2020). Body image ialah perilaku atau
tindakan yang mengarah pada evaluasi penilaian individu tersebut
terhadap penampilan fisiknya, serta pengalaman individu yang berupa
persepsi atau pemikiran terhadap bentuk dan berat tubuh yang
dimilikinya. (Dewi Kartika Wati, 2017)
Menurut Andrew et al (2016) tubuh ideal seorang wanita
adalah berkulit putih, bertubuh tinggi dan lansing. Ketidakpuasan
akibat bentuk tubuh lebih, banyak terjadi pada Wanita muda, karena
ukuran tubuh tidak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Masalah
citra tubuh pada wanita muda bertentangan dengan salah satu tugas
perkembangan yang harus dilakukan pada masa remaja, yaitu
menerima kondisi fisiknya (Nia Agustiningsih, 2020).
Kepedulian terhadap body image di kalangan remaja sangat
kuat, terlebih pada kelompok remaja awal yang sedang mengalami
masa pubertas daripada kelompok remaja akhir. Remaja yang
memasuki masa pubertas akan mengalami perubahan hormonal
dengan menunjukkan tanda-tanda yang berupa perubahan fisik,
kematangan seksual dan emosi. Hal yang paling mudah terlihat oleh
diri remaja itu sendiri dan orang lain disekitarnya adalah perubahan
fisik, karena perubahan fisik terlihat secara nyata. (Dewi Kartika
Wati, 2017)
b. Aspek Aspek Body Image
Menurut Cash (2012), terdapat beberapa aspek yang mendasari
pengukuran body image pada seorang individu, yaitu sebagai berikut:
1. Evaluasi penampilan (appearance evaluation). Aspek ini
merupakan kemampuan individu dalam mengukur kepuasan-
ketidakpuasan relatif individu dengan penampilan keseluruhan
serta menilai perasaan keseluruhan dan evaluasi penampilan,
misalnya "Saya suka penampilan tubuh saya" atau "Tubuh saya
menarik secara seksual".
2. Orientasi penampilan (appearance orientation). Aspek orientasi
penampilan adalah bagaimana individu menilai seberapa
penting penampilannya terhadap orang lain, perhatiannya
terhadap penampilan, dan usaha untuk memperbaiki serta
meningkatkan penampilannya. Orientasi penampilan juga
disebut sebagai investasi perilaku-kognitif individu dalam
penampilan. Usaha yang biasa diinvestasikan melalui pakaian,
rambut, diet, dan praktik perawatan sehari-hari serta
meningkatnya popularitas bedah plastik.
3. Kepuasan terhadap bagian tubuh (body areas satisfaction).
Aspek ini menggambarkan individu menilai kepuasan terhadap
berat badan dan mengukur kepuasan terhadap aspek-aspek
tertentu atau area spesifik dari tubuhnya. Adapun aspek-aspek
tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat,
paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut),
tampilan otot, berat, tinggi, dan penampilan secara
keseluruhan.
4. Kecemasan untuk menjadi gemuk (overweight preoccupation).
Menggambarkan kecemasan dan kekhawatiran individu
terhadap kegemukan atau menjadi gemuk. Hal ini membuat
individu waspada akan berat badan, kecenderungan melakukan
diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola
makannya.
5. Pengkategorian tubuh (self classified weight). Menggambarkan
bagaimana individu memersepsi dan menilai berat badannya
dengan rentang penilaian berat badan yang sangat kurus sampai
dengan yang sangat gemuk.
Sedangkan menurut Thompson, aspek-aspek yang mendasari
pembentukan body image adalah sebagai berikut:
1. Aspek persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan
secara keseluruhan. Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari
diri seorang individu, karena dalam hal tersebut individu dinilai
oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri. Selanjutnya
bentuk tubuh serta penampilan baik dan buruk dapat
mendatangkan perasaan senang atau tidak senang terhadap
bentuk tubuhnya sendiri.
2. Aspek perbandingan dengan orang lain. Adanya penilaian
sesuatu yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain,
sehingga menimbulkan suatu prasangka bagi dirinya ke orang
lain, hal-hal yang menjadi perbandingan individu ialah ketika
harus menilai penampilan dirinya dengan penampilan fisik
orang lain.
3. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain). Seseorang
dapat menilai reaksi terhadap orang lain apabila dinilai orang
itu menarik secara fisik, maka gambaran orang itu akan menuju
hal-hal yang baik untuk menilai dirinya.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Body Image
1. Persepsi
Indikator ini menjelaskan mengenai bagaimana individu memiliki,
ukuran, bentuk, dan berat tubuhnya yang ideal. Pemahaman
mengenai persepsi pada konsep body image termasuk mengukur
estimasi bagian-bagian tubuh secara keseluruhan.
2. Afeksi
Indikator ini menjelaskan mengenai perasaan yang dialami
individu terkait dengan kondisi tubuhnya. Perasaan tersebut terkait
dengan kondisi penampilan dan bentuk tubuh individu. Afeksi
menunjukkan bagaimana perasaan seseorang terhadap penampilan
tubuhnya.
3. Kognitif
Komponen kognitif menjelaskan mengenai penampilan tubuhnya.
Komponen ini menunjukkan sikap yang lebih jauh dari sekedar
merasakan, individu pada tahap ini mulai merencanakan apa yang
harus dia lakukan untuk mencapai bentuk dan bentuk penampilan
yang ideal.
4. Perilaku
Perilaku tetap termasuk dalam konsep body image. Dalam
pengukuran yang dilakukan terhadap perilaku pada body image
memiliki keterkaitan dengan berat badan, sehingga item yang
muncul terkait dengan upaya-upaya dalam menjaga barat badan
seperti melakukan puasa, diet, dan bahkan penggunaan obat
penurunan.
d. Jenis-jenis Penilaian Body Image
Menurut Irianita (2007), bentuk penilaian terhadap body image dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Body image positif
Orang yang memiliki body image positif akan cenderung merasa puas
terhadap kondisi tubuhnya, memiliki harga diri yang tinggi,
penerimaan jati diri yang tinggi, rasa percaya diri akan kepedulian
terhadap kondisi badan dan kesehatannya sendiri, serta adanya
kepercayaan diri ketika menjalani hubungan dengan orang lain.
Persepsi yang tepat dan benar terhadap bentuk tubuh diri sendiri,
menghargai bentuk alamiah merasa gembira dan menerima tubuh
sebagai sesuatu yang unik menolak memikirkan hal-hal yang tidak
masuk akal (seperti: khawatir terhadap makanan, berat badan, dan
kalori), merasa nyaman dan percaya diri dengan tubuh yang dimiliki.
2. Body image negatif
Orang yang memiliki body image yang negatif akan cenderung
merasa tidak puas atau malu terhadap kondisi tubuhnya sehingga
tidak jarang menimbulkan depresi, memiliki harga diri yang rendah
atau bahkan merasa dirinya tidak berharga. Mengalami distorsi
persepsi terhadap bentuk tubuh sendiri, meyakini bahwa orang lain
lebih menarik, merasa ukuran atau bentuk tubuh adalah pertanda dari
kegagalan personal merasa malu, merasa cemas terhadap tubuh,
merasa tidak nyaman dan merasa aneh dengan tubuh yang dimiliki.
e. Gangguan Body Image
Gangguan body image merupakan pemikiran dan perasaan negatif
seseorang mengenai tubuhnya. Menurut Cash dan Pruzinsky (2002),
gangguan body image dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:
1. Body image distortion
Apabila komponen yang terganggu adalah komponen persepsi maka
gangguan body image yang dialami adalah distorsi body image. Apabila
individu mengalami distorsi body image maka ia tidak mampu
memperkirakan (mengestimasi) ukuran tubuhnya secara tepat.
2. Body image disatisfaction
Ketidakpuasaan body image dapat dilihat dari bagaimana individu menilai
tubuhnya. Bila individu menilai penampilan tidak sesuai dengan standar
pribadinya, maka ia akan menilai rendah tubuhnya. Body image adalah
komponen yang penting dalam hidup manusia karena apabila terdapat
gangguan pada body image dapat mengakibatkan banyak hal, seperti
rendahnya self esteem, gangguan pola makan (disordered eating), diet
yang tidak sehat, depresi dan juga anxiety.
3. Faktor yang Mempengaruhi Body Image
Faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi body image pada diri
seseorang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Persepsi. Persepsi berhubungan dengan ketepatan seseorang dalam
memersepsi atau memperkirakan ukuran tubuhnya. Perasaan puas atau
tidaknya seseorang dalam menilai bagian tubuh tertentu berhubungan
dengan komponen ini.
b. Tahap perkembangan. Perkembangan adalah pengalaman di masa kecil
dan remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan body imagenya saat
ini, khususnya saat pertama kali menstruasi serta perkembangan seksual
sekunder yang terkait dengan kejadian penting terhadap body image.
c. Sosiokultural. Masyarakat akan menilai apa yang baik dan tidak baik tidak
terkecuali dalam hal kecantikan. Trend yang berlaku di masyarakat
berpengaruh terhadap body image seseorang. Trend tentang bentuk tubuh
ideal dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap tubuhnya.
d. Media massa. Media massa berperan sangat besar dalam menyebarkan
informasi mengenai standar tubuh yang ideal. Media tidak hanya
memberikan informasi mengenai bentuk tubuh ideal tapi juga
memberitahukan cara mencapainya melalui artikel mengenai diet dan
olahraga.
e. Tren yang berlaku di masyarakat. Tren yang sedang berlaku di masyarakat
sangat mempengaruhi body image seseorang. Tren tentang bentuk tubuh
ideal dapat mempengaruhi persepsi individu terhadap tubuhnya. Adanya
tuntutan untuk selalu tampil menarik dan mempunyai bentuk tubuh ideal
dapat mempengaruhi wanita untuk mencapai bentuk tubuh ideal.
f. Orang tua. Orang tua dapat mempengaruhi perkembangan body image
anak antara lain dengan cara memilih dan mengomentari pakaian dan
penampilan anak, atau menganjurkan anak untuk berpenampilan dengan
cara tertentu dan menghindari makanan tertentu.
g. Teman sebaya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi,
simpati, pemahaman, panduan moral, tempat bereksperimen, dan seting
untuk mendapatkan otonomi serta independensi dari orang tua.
h. Jenis kelamin. Jenis kelamin dianggap berkontribusi secara signifikan
dalam citra tubuh ideal. Hal ini di dukung dengan, laki-laki secara
konsisten melaporkan kepuasan akan citra tubuh yang lebih besar
dibandingkan perempuan. Perempuan memiliki evaluasi akan citra tubuh
yang negatif dan di pengaruhi dengan bagaimana cara perempuan tersebut
melihat dirinya.
i. Agama. Agama memiliki pemahaman mengenai citra tubuh berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam agama. Agama memiliki pengaruh yang besar
akan masyarakat dalam memandang dan memaknai citra tubuhnya
berdasarkan ketentuan yang ada dan diajarkan dalam agama itu sendiri.
3. Pola Makan
a. Pengertian Pola Makan
Pola makan adalahsuatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan
jenis makanan dengan informasi gambaran dengan meliputi
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Pengertian pola makan
menurut Handajani adalah tingkah laku manusia atau sekelompok
manusia dalam memenuhi makanan yang meliputi sikap, kepercayaan,
dan pilihan makanan, sedangkan menurut Suhardjo pola makan di
artikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih
makanan dan mengkonsumsi makanan terhadap pengaruh fisiologis,
psikologis, budaya dan sosial. Dan menurut seorang ahlimengatakan
bahwa pola makan di definisikan sebagai karateristik dari kegiatan yang
berulang kali makan individu atau setiap orang makan dalam memenuhi
kebutuhan makanan. (Sulistyoningsih, 2011). Secara umum pola makan
memiliki 3 (tiga) komponen yang terdiri dari: jenis, frekuensi, dan
jumlah makanan.
1. Jenis makan
Jenis makan adalah sejenis makanan pokok yang dimakan setiap hari
terdiri dari makanan pokok, Lauk hewani,Lauk nabati, Sayuran ,dan
Buah yang dikonsumsi setiap hari Makanan pokok adalah sumber
makanan utama di negara indonesia yang dikonsumsi setiap orang atau
sekelompok masyarakat yang terdiri dari beras, jangung, sagu, umbi-
umbian, dan tepung.(Sulistyoningsih,2011)
2. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari meliputi
makan pagi, makan siang, makan malam dan makan selingan (Depkes,
2013). sedangkan menurut Suhardjo (2009) frekuensi makan
merupakan berulang kali makan sehari dengan jumlah tiga kali makan
pagi, makan siang, dan makan malam.
3. Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang dimakan dalam
setiap orang atau setiap individu dalam kelompok.Willy (2011)
b. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makanyang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan makan
seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola
makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan
lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang untuk daya beli
pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam pendapatan menurunan daya
beli pangan secara kualitas maupun kuantitas masyarakat. Pendapatan yang
tinggidapat mencakup kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan
masysrakat sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan
dalam pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan untuk
mengkonsumsi makanan impor.(Sulistyoningsih, 2011).
2. Faktor Sosial Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat dipengaruhi oleh
faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya adat daerah yang menjadi
kebiasaan atau adat. Kebudayaan suatu masyarakat memiliki cara
mengkonsumsi pola makan dengan cara sendiri. Dalam budaya mempunyai
suatu cara bentuk macam pola makan seperti:dimakan, bagaimana
pengolahanya, persiapan dan penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).
3. Agama
Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan diawali berdoa
sebelum makan dengan diawali makan mengunakan tangan kanan (Depkes
RI, 2008).
4. Pendidikan
Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan, yang dipelajari
dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan penentuan
kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).
5. Lingkungan
Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap pembentuk
perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui adanya promosi, media
elektroni, dan media cetak. (Sulistyoningsih, 2011).
6. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang mempunyai keterbiasaan
makan dalam jumlah tiga kali makan dengan frekuensi dan jenis makanan
yang dimakan. (Depkes,2009).
Menurut Willy (2011) mengatakan bahwa suatu penduduk mempunyai
kebiasaan makan dalam tiga kali sehari adalah kebiasaan makan dalam
setiap waktu.
3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada angka kecukupan
gizi yang di anjurkan (AKG). Yang berdasarkan umur, pekerjaan, jenis
kelamin, dan kondisi tempat tinggal seperti yang disebutkan.
(Sulistyoningsih, 2011).
a. Umur
Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi pada
usia balita karena pada masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan
sangat pesat. Semakin bertambah umur kebutuhan zat gizi seseorang lebih
rendah untuk tiap kilogram berat badan orang dewasa.
b. Aktifitas
Aktifitas dalam angka kecukupan gizi ialah suatu kegiatan seseorang yang
beraktifitas dalam menjalankan pekerjaan setiap hari.
c. Jenis Kelamin
Dalam angka kecukupan gizi pada jenis kalamin ialah untuk mengetahui
identitas seorang individu maupun sekelompok masyarakat.
d. Daerah Tempat Tinggal
Suatu penduduk yang bertinggal perkotaan atau pendesaan membutuhkan
pengetahuan tentang pola makan dengan cara yang benar dan baik dalam
tempat waktu makan teratur.

4. Status Gizi
a. Pengertian status gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh akibat mengkonsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. (Pantaleon, 2019). Status memiliki
beberapa penilaian status gizi yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik. Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. (I Dewa
Nyoman Supariasa, 2014)
Sementara indikator status gizi adalah tanda-tanda yang dapat
diketahui untuk menggambarkan tingkat gizi seseorang. Seseorang
dikatakan memiliki gizi seimbang jika memenuhi kriteria tertentu setelah
menjalani penilaian gizi.Sebaliknya, ketika penilaian status gizi
menunjukkan seseorang mengalami gizi kurang maupun gizi lebih,
Tenaga medis akan menyarankan pola hidup sehat untuk memperbaiki
gizi Anda. Dengan berada pada gizi seimbang, risiko terhadap penyakit
tertentu juga akan berkurang.
c. Faktor yang mempengaruhi status gizi
Menurut Call dan Levinson bahwa status gizi dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan, terutama adanya
penyakit infeksi, kedua faktor ini adalah penyebab langsung. Penyakit
infeksi adalah sebuah penyakit yang di sebabkan oleh sebuah agen
biologis seperti virus, bakteri atau parasit, bukan di sebabkan oleh
faktor fisik seperti luka bakar atau keracunan.status gizi seseorang
selain di pengaruhi oleh jumlah asupan makan yang di konsumsi juga
terkait dengan penyakit infeksi, seseorang yang baik dalam
mengonsumsi makanan apabila sering mengalami diare atau demam
maka rentan terkena gizi kurang.
Sedangkan faktor tidak langsung yang mempengaruhi pola
konsumsi konsumsi adalah zat gizi dalam makanan, ada tidaknya
program pemberian makan di luar keluarga, kebiasaan makan, dan
faktor tidak langsung yang mempengaruhi penyakit infeksi adalah daya
beli keluarga, kebiasaan makan, pemeliharaan kesehatan, lingkungan
fisik dan sosial. (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2016)
Selain faktor-faktor diatas status gizi juga dipengaruhi oleh faktor
lainnya seperti Faktor Eksternal dan faktor internal.
Faktor internal meliputi :
1. Pendapatan, masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf
ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki
keluarga tersebut.
2. Pendidikan, pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah
pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk
mewujudkan dengan status gizi yang baik.
3. Pekerjaan, pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan
mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
4. Budaya, budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah
laku dan kebiasaan.
Selanjutnya Faktor Internal yaitu:
1. Usia, usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang
dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita.
2. Kondisi Fisik, mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan
dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena
status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang
kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup
ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat.
3. Infeksi , infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu
makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan.
(Ilmirh, 2015)
d. Kategori status gizi berdasarkan usia
Status gizi pada manusia dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu untuk anak di
bawah usia 5 tahun, anak usia 5-18 tahun, dan orang dewasa. Berikut
penjelasan selengkapnya:
1. Anak usia di bawah 5 tahun.
Indikator yang bisa dipakai untuk anak usia di bawah 5 tahun adalah
berat badan terhadap umur (BB/U), tinggi badan terhadap umur
(TB/U), dan berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB).Ketiga
indikator tersebut dapat menunjukkan apakah seseorang memiliki
status gizi yang kurang, pendek (stunting), kurus, dan obesitas.
2. Anak usia 5-18 tahun.
Anak usia 5-18 tahun mengalami banyak pertumbuhan dan
perkembangan fungsi tubuhnya. kita bisa mengetahui status gizi anak
di usia ini dengan indikator tinggi badan terhadap umur (TB/U) DAN
indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U).
3. Orang dewasa usia lebih dari 18 tahun Pada orang dewasa, hanya perlu
menghitung indeks massa tubuh (IMT). IMT adalah indikator yang
diambil berdasarkan lemak tubuh dan komposisi tubuh lainnya selain
lemak, misalnya seperti tulang dan air. Kita dapat mengukur IMT
dengan membagi berat badan (dalam kg) dengan tinggi badan (dalam
meter lalu dikuadratkan).Setelah menghitung indeks massa tubuh.
Dapat diketahui status gizi yang dikualifikasikan sebagaimana di
bawah ini.
 Kurus: jika IMT kurang dari 18,5 kg/m²
 Normal: jika IMT berkisar antara 18,5 – 24,9 kg/m²
 Overweight (berat badan lebih): jika IMT berkisar antara 25 – 27
kg/m²
 Obesitas: jika IMT lebih dari 27 kg/m² Dengan mengetahui IMT,
kita dapat mengetahui apakah berada dalam status gizi kurus,
normal, atau kelebihan berat badan.
Dengan melakukan hal ini, kita dapat mengetahui apakah kita
kekurangan atau kelebihan gizi. Kedua hal tersebut dapat
membawa dampak buruk bagi kesehatan. Berat badan kurang dapat
meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi, sementara berat
badan lebih meningkatkan risiko penyakit degeneratif, seperti
penyakit jantung dan diabetes tipe 2
e. Cara melakukan penilaian status gizi
1. Penilaian status gizi secara langsung.
Penilaian gizi secara langsung ini juga terbagi lagi menjadi beberapa
cara, yaitu sebagai berikut ini.
a. Antropometri. Cara menghitung status gizi dengan antropometri
dilakukan melalui pengukuran dimensi dan komposisi tubuh
seseorang sesuai dengan umurnya. Metode antropometri sudah lama
dikenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi
perorangan maupun masyarakat dan biasanya dipakai untuk
mengukur status gizi yang berhubungan dengan asupan energi serta
protein. Dengan antropometri, Anda akan menjalani pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut.
Menurut Kementerian Kesehatan, orang dewasa juga bisa
menjadikan lingkar perut, lingkar pinggang, hingga indeks massa
tubuh untuk menentukan status gizinya.
b. Pemeriksaan klinis Ini merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang berhubungan dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis ini biasanya
dilakukan dari mulai pemeriksaan bagian mata, hingga kaki. Meliputi
konjungtiva mata, mukosa mulut, pemeriksaan dada, abdomen,
hingga deteksi bengkak pada bagian kaki. Dokter juga akan
mempelajari riwayat medis pasien serta melakukan pemeriksaan fisik
lainnya. Beri tahu dokter jika merasakan gejala tertentu yang Anda
duga berhubungan dengan status gizi Anda.
c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan biokimia dikenal juga
dengan istilah cek lab. Pemeriksaan ini bisa berupa pemeriksaan
darah, kadar albumin, pemeriksaan urine, pemeriksaan tinja
pemeriksaan vitamin dan mineral yang berkaitan dengan kondisi
pasien.
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung Penilaian gizi secara tidak
langsung dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini:
a. Survei konsumsi makanan. Cara menghitung status gizi dengan
antropometri dilakukan melalui pengukuran dimensi dan komposisi
tubuh seseorang sesuai dengan umurnya. Metode antropometri sudah
lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk penilaian status gizi
perorangan maupun masyarakat dan biasanya dipakai untuk
mengukur status gizi yang berhubungan dengan asupan energi serta
protein. Dengan antropometri, Anda akan menjalani pengukuran
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan lingkar perut.
Menurut Kementerian Kesehatan, orang dewasa juga bisa
menjadikan lingkar perut, lingkar pinggang, hingga indeks massa
tubuh untuk menentukan status gizinya.
b. Pemeriksaan klinis Ini merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang berhubungan dengan kekurangan
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis ini biasanya
dilakukan dari mulai pemeriksaan bagian mata, hingga kaki. Meliputi
konngtiva mata, mukosa mulut, pemeriksaan dada, abdomen, hingga
deteksi bengkak pada bagian kaki.
c. Faktor ekologi Penilaian status gizi dengan faktor ekologi dipilih
karena masalah gizi dapat muncul akibat interaksi beberapa faktor
ekologi, seperti faktor biologis, fisik, dan lingkungan budaya.
Metode ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah
(malnutrisi) di suatu masyarakat, agar selanjutnya bisa segera
ditangani.
2.2 Kerangka Teori

System Sosial, Ekonomi, Politik, Ketersediaan Makanan, Produksi,


Dan Sistem Distribusi

Factor internal
Factor Eksternal Kebutuhan dan karakteristik tubuh
 Unit keluarga dan karakteristik Gambaran tubuh
keluarga Konsep diri
Kepercayaan dan nilai nilai pribadi
 Kebiasaan orang tua
Kesukaan makan dan arti makanan
 Teman sebaya Perkembangan psikologis kesehatan
 Norma dan nilai nilai
 Social budaya
 Media massa
 Fast food
 Kesukaan makanan
 Pengetahuan gizi
 Pengalaman pribadi

Gaya hidup

Pola konsumsi

Status Gizi

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian


2.3 Kerangka Konsep

Variabel independen

Pola Konsumsi Variable dependen

Status gizi
Variable independent

Body Image

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian


2.4 Hipotesa atau pernyataan penelitian
Ho : Tidak ada hubungan antara pola makan, body image dengan status gizi
mahasiswa gizi Universitas Megarezky.
Ha : Ada hubungan antara pla makan, body image dengan status gizi
mahasiswa gizi Universitas Megarezky.
Tabel 1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala


Operasional Ukur Ukur
1 Status Kondisi status  Berat Menilai Skala Ordinal
gizi gizi remaja, badan berdasarkan IMT
remaja yang di ukur  Tinggi IMT.
berdasarkan badan
Berat badan, dan
tinggi badan.
2 Pola Jumlah Semi Wawancara Jumlah Ordinal
Makan konsumsi quantitative konsumsi
makanan yang food zat gizi
terdiri dari frequency sesuai
jumlah, AKG
jadwal/frekuensi
dan jenis
3 Body Persepsi, sikap, Pernyataan Dengan  body Ordinal
image dan keyakinan pada mengisi image
responden kuisioner. pernyataan positif
mengenai Pada di  body
perubahan fisik pernyataan kuesioner image
atau tubuh positif yaitu negatif
berkaitan dengan setuju dan
kepuasan pernyataan
terhadap bagian negative
tubuh, yaitu tidak
kecemasan setuju.
menjadi gemuk,
persepsi
terhadap berat
badan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah Analitik-korelasi yaitu suatu penelitian yang
bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara variabel independent dan
dependent melalui pengujian hipotesis tanpa adanya intervensi atau rekayasa
dari peneliti. Pendekatan waktu cross sectional yaitu pendekatan penelitian
dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (sekali
waktu).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Megarezky Makassar, Prodi gizi.
Alasan penelitian mengambil penelitian di Universitas Megarezky Makassar
karena ingin mengetahui bagaimana para mahasiswa gizi memandang persepsi
tubuhnya sesuai status gizinya sebagai seorang mahasiswa gizi.
3.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah daerah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa gizi angkatan 2021 dan
2022.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah 97 mahasiswa atau seluruh
mahasiswa prodi gizi Angkatan 2021 dan 2022 yang berjenis kelamin
perempuan. Teknik sampling menggunakan proportional random
sampling. Metode pengumpulan data menggunakan data data prime
dengan kuesioner dan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi
badan secara langsung.Penentuan besar sampel
3.4 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat alat yang di gunakan untuk pengumpulan
data. Instrument penelitian ini dapat berupa, kuesioner (daftar pertanyaan),
dan formulir formulir lain yang berkaitan dengan pencatatam data dari
sebagainya.

3.5 Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data


1. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan langsung
dari objek penelitian meliputi data identitas sampel (nama, umur,
BB, dan TB)
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan meliputi gambaran
umum lokasi penelitian.
2. Cara pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti, baik itu data primer
maupun data sekunder maka dilakukan prosedur penelitian yang akan
mempermudah pengambilan data meliputi :
a. Pra penelitian
1. Mencari buku dan jurnal yang berkaitan dengan masalah yang
hendak diteliti.
2. Mencari lokasi penelitian.
3. Melakukan survey pendahuluan dengan melihat lokasi
penelitian.
4. Penentuan sampel.
5. Menentukan jadwal penelitian.
b. Penelitian
1. Status gizi mahasiswa prodi gizi Universitas Megarezky
Angkatan 2021-2022.
2. Persepsi tubuh atau body image mahasiswa prodi gizi Universitas
Megarezky Angkatan 2021-2022.
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Data yang sudah dikumpulkan melalui form pengumpulan data, kemudian
diolah secara manual. Adapun data yang akan di olah meliputi :
a. Status gizi
Data status gizi (IMT) di kumpulkan melalui hasil dari pengukuran
berat badan dan tinggi badan. Kemudian hasilnya di kategorikan
menjadi :
 Kurang (underweight)
 Normal
 Lebih (Obesitas)
b. Body Image
Data body image di kumpulkan melalui hasil dari pengisian kuesioner.
Kemudian hasilnya di kategorikan menjadi :
 Positif
 Negative
2. Analisis data
Analisis data yang dilakukan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
Analisis dilakukan menggunakan software pengolahan data.
a. Analisis univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk Analisa univariat
tergantung dari jenis datanya. Analisa ini untuk mendapatkan
gambaran masing masing variable. Gambaran yang didapat disajikan
dalam bentuk tabel frekuensi dan dipergunakan untuk pengujian
statistic korelasi. Tabel frekuensi analisis ini bertujuan untuk
menggambarkan responden sesuai karakteristik.
b. Analisis bivariat
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan variable
independent dengan variable dependen. Analisa bivariat yang
dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhubungan dan
berkorelasi. Dalam membuktikannya dengan menggunakan metode chi
square. Metode chi square dipilih karena variable penelitian ini
merupakan variable kategorik. Prinsip pengajuan chi square adalah
membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi
harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi berbeda dengan
nilai frekuensi ekspektasi maka dikatakan mempunyai hubungan yang
bermakna.
NO Judul, Nama, Tahun, dan Desain Jumlah Kesimpulan
Tempat Penelitian Sampel
1. Hubungan Persepsi Body Cross sectional 160 Terdapat hubungan antara status gizi dengan
Image dengan Status Gizi persepsi body image. Semakin besar nilai z-score
Remaja Pada Siswa SMP di IMT/U seseorang maka body image semakin
Pekanbaru. Yessi Marlina, negatif, atau seseorang tersebut semakin tidak puas
Yanti Ernalia. 2020, Riau dengan bentuk tubuhnya.
2. Hubungan body image dan Cross sectional analitics 78 simpulan antara lain terdapat hubungan yang
aktivitas fisik dengan status signifikan antara body image dengan status gizi
gizi remaja putri kelas VIII Remaja Putri Kelas VIII SMPN 20 Surabaya. Selain
SMPN 20 Surabaya. Ade Nur itu, diketahui pula bahwa tidak terdapat hubungan
Ovita , Nety Mawarda yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status
Hatmanti , Nur Amin. 2019. gizi Remaja Putri Kelas VIII SMPN 20 Surabaya.
Surabaya
3. Analisis Tingkat Pengetahuan, Cross sectional 99 Berdasarkan hasil penelitian Analisis Tingkat
Body Image dan Pola Makan Pengetahuan, Body Image dan Pola Makan terhadap
terhadap Status Gizi Remaja Status Gizi Remaja Putri dapat disimpulkan sebagai
Putri. Norma Jeepi berikut: Terdapat hubungan antara pola makan
Margiyanti. 2021. Jambi dengan status gizi remaja putri dengan P Value
0.016. Terdapat hubungan antara body image dengan
status gizi remaja putri dengan P Value 0.000. Tidak
ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
status gizi remaja putri dengan P value 0.083
4. Body Image Sebagai Faktor Cross sectional 48 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
Penentu dalam Meningkatkan hubungan yang bermakna antara
Status Gizi Remaja Putri. Ni body image dengan status gizi pada remaja putri.
Nyoman Ayu Dwi Astini, Semakin tinggi ketidakpuasan terhadap
Wigutomo Gozali. 2021. body image maka status gizinya semakin tidak
Singaraja normal (overweight).
5. Hubungan aktivitas fisik dan Cross sectional 262 Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat
body image dengan status gizi disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara body
siswi SMA Yayasan pupuk image dengan status gizi (p = 1,000) dan tidak ada
kaltim Bontang. Cindy hubungan antara aktivitas fisik dengan status gizi (p
Prisilia, Eva Rachmi, Meiliati = 0,000)
Aminyoto. 2019. Kalimantan
timur
6. Hubungan Citra Tubuh Cross sectional 10 Citra tubuh berhubungan dengan status gizi pada
dengan Status Gizi pada Siswi siswi di SMA Negeri 9 Surabaya. Berdasarkan uji
di SMA Negeri 9 spearman menyatakan bahwa antara citra tubuh
Surabaya. Muhammad Dimas dengan status gizi menunjukkan hubungan yang
Bimantara, Merryana Adriani, signifikan dengan nilai p<0,001. Hasil tersebut
Dewi Retno Suminar. menunjukkan adanya hubungan antara citra tubuh
Surabaya dengan status gizi pada siswi di SMA Negeri 9
Surabaya. Remaja khususnya remaja putri perlu
untuk diarahkan pada status gizi normal agar
memiliki citra tubuh positif.
7. Perbedaan pengetahuan gizi, Cross sectional 80 Terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang
body image, asupan energi bermakna antara kelompok mahasiswi gizi dan non
dan status gizi pada gizi. Sedangkan tidak terdapat perbedaan yang
mahasiswi gizi dan non gizi bermakna pada body image, asupan energi dan
Univeristas Diponegoro. Salsa status gizi.
Bening, Ani Margawati.
Semarang
8. Hubungan teman sebaya, citra cross sectional study 97 Sebagian besar responden memiliki status gizi
tubuh dan pola konsumsi normal (90,9%), mendapat pengaruh dari teman
dengan status gizi remaja sebaya untuk menurunkan berat badan sebanyak
putri, Erni S. Nomate, 46,6%, memiliki citra tubuh negatif sebanyak
Marselinus L. Nur, dan Sarci 39,8%, dan 96,6% memiliki pola konsumsi (jumlah,
M. Toy. 2017. Semarang jenis dan frekuensi) tergolong sedang. Teman sebaya
memiliki hubungan dengan status gizi remaja putri,
sedangkan yang tidak mempunyai hubungan yaitu
citra tubuh dan pola konsumsi
9. Hubungan body image cross sectional 43 Ada hubungan antara body image dengan status gizi
dengan status gizi pada remaja putri di Gampong Pasar Kecamatan
remaja putri di gampong pasar Tapaktuan Aceh Selatan dengan p-value = 0,033,
kecamatan tapaktuan Sebagian besar remaja putri di Gampong Pasar
kabupaten aceh selatana tahun Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan memiliki
2020. Ardhana Yulisma, persepsi body image negatif, yaitu sebesar 56,7%.
Juleka, Rossi Aulia Pratiwi. Sebagian besar remaja putri di Gampong Pasar
2022. Aceh Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan memiliki status
gizi kurang, yaitu sebesar 50%
10. Hubungan body image dan observasional analitik 132 Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
sikap terhadap makanan tidak ada hubungan body image dengan sikap
dengan pola makan terhadap makanan pada mahasiswa Jurusan
mahasiswa gizi politeknik. Gizi Politeknik Kesehatan. Ada hubungan sikap
Rijanti Abdurrachim, Eka terhadap makanan dengan pola makan pada
Meladista, Rusmini Yanti. mahasiswi Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
2018. Banjarmasin
11. Literasi Gizi (Nutrition cross sectional 148 Terdapat hubungan yang kuat dan signifikan antara
Literacy) dan Hubungannya literasi gizi dengan status gizi remaja di SMAN 2
dengan Asupan Makan dan Kota Tangerang Selatan tahun 2019. Terdapat
Status Gizi Remaja. hubungan yang kuat dan signifikan antara literasi
gizi dengan asupan zat gizi energi pada remaja di
SMAN 2 Kota Tangerang Selatan tahun 2019.
12. Hubungan antara ketebalan cross-sectional 51 Berdasarkan hasil uji statistik terdapat hubungan
lemak abdominal dan kadar yang signifikan antara ketebalan lemak abdominal
serum high sensitivity C- dengan kadar serum hs-CRP (p < 0,001).
Reactive protein (HS-CRP)
pada. Anis Nuraini, Etisa Adi
Murbawani. 2019. Semarang

Anda mungkin juga menyukai