Anda di halaman 1dari 3

1.

IKLAN TERHADAP KESEHATAN


 Pengaruh Iklan Makanan dan minuman terhadap pola konsumsi Remaja
Saat ini, iklan makanan di TV dapat mempengaruhi pola konsumsi remaja. Penelitian ini
bertujuan mengetahui pengaruh iklan makanan/minuman/suplemen di TV terhadap
frekuensi konsumsi remaja. Penelitian potong-lintang ini mengambil sampel dari 82 remaja,
laki-laki dan perempuan usia 15-17 tahun di Jakarta Timur dipilih secara acak dari sekolah
menengah negeri. Pengamatan awal dilakukan untuk mengetahui jenis iklan makanan di TV
serta perkiraan harga produk yang diiklankan. Penelitian utama berupa wawancara
mendalam terhadap remaja dan manajer iklan TV. Hasil studi menunjukkan terdapat
hubungan antara durasi menonton TV, sikap terhadap iklan, pengetahuan gizi, jumlah uang
saku serta lama waktu bermain dengan teman terhadap frekuensi konsumsi produk yang
diiklankan. Laki-laki mengkonsumsi lebih banyak makanan/minuman yang bernutrisi rendah
daripada perempuan sedangkan perempuan cenderung mengkonsumsi lebih banyak produk
bernutrisi (termasuk suplemen) daripada laki-laki. Regulasi kuat diperlukan untuk mengatur
penayangan iklan produk tersebut di TV sekaligus peningkatan edukasi bagi remaja untuk
membangun pola konsumsi makanan yang sehat.
Media berperan dalam mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan perilaku di masyarakat
(Richard, Paul, & Anne-marie, 2017). Televisi sebagai media yang memberikan tampilan
audio-visual, lebih menarik dalam memberikan informasi kepada khalayak dibandingkan
tipe media komunikasi lainnya. Iklan di TV berperan memperkenalkan produk dengan
memperkuat pemahaman terhadap produk dan mendorong orang untuk membelinya.
Televisi masih menjadi metode yang paling dominan dalam mengiklankan makanan dan
minuman terhadap remaja. Iklan makanan tersebut tidak hanya menjadikan remaja sebagai
target, tetapi juga customerbranding (Arcan, Bruening, & Story, 2014). Studi terbaru
mengatakan bahwa iklan makanan di TV berkaitan dengan preferensi dan perilaku terhadap
produk yang diiklankan. Hal ini, tentu saja, berperan penting terhadap sikap remaja dalam
memilih makanan (Eni-harari & Eyal, 2019). Penelitian Eyal et al. (2016) menunjukkan bahwa
makanan yang paling umum diiklankan adalah permen, minuman ringan dan produk susu
sedangkan buah-buahan dan sayuran lebih jarang diiklankan (Eyal & et al., 2016).
Hubungan positif antara konsumsi makanan dan durasi menonton TV (Collings, 2018). Sikap
dan persepsi remaja terhadap makanan tidak sehat secara signifikan berkorelasi dengan
iklan makanan yang tidak sehat, tetapi dampaknya dapat dikurangi jika iklan tersebut
ditayangkan bersama dengan iklan makanan sehat. Iklan produk makanan juga memiliki
dampak yang besar terhadap permintaan pasar dan perilaku pembeli. Daya konsumsi
terhadap makanan yang harganya melonjak berakibat orang cenderung lebih sedikit
mengkonsumsi makanan tersebut (Arcan et al., 2014).
Penelitian-penelitian terkait pola konsumsi pada umumnya lebih difokuskan pada anak-anak
dan masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu timbul kebutuhan untuk meneliti
faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pada remaja yang banyak terpapar oleh
iklan makanan/minuman/suplemen vitaminmineral di TV.
Kuesioner pertama berisi beberapa pertanyaan terbuka dan tertutup untuk mengetahui
karakteristik remaja seperti status sosial-ekonomi, pola makan dan sikap terhadap iklan.
Kuesioner kedua berisi pertanyaan terbuka untuk mendapatkan informasi durasi
penayangan iklan makanan/minuman/suplemen vitaminmineral yang ditampilkan selama
periode tiga bulan pengamatan, yang ditanyakan ke manajer stasiun TV (RCTI dan SCTV) .
Jenis produk makanan/minuman/vitamin-mineral suplemen yang diiklankan yaitu coklat
(Silver Queen); permen (Relaxa dan Vicks); makanan cepat saji (Kentucky Fried Chicken/KFC,
McDonalds, Pizza Hut); mie (Indomie/Supermie); minuman ringan (Coca-Cola dan Teh
Botol); susu (Dancow/Frisian Flag); suplemen vitaminmineral (Xon-ce, Caxon-F, CDR).
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan terhadap iklan seperti sikap dan pengetahuan
gizi.responden berpendapat bahwa iklan bersifat “menarik dan informatif” (43.8%) tetapi
63.8% sisanya berpikir bahwa iklan produk “tidak selalu mengatakan yang sebenarnya”. Uji
FisherExact mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara frekuensi.
produk. Responden yang mengatakan bahwa iklan “tidak selalu membuat mereka membeli
produk” (59%) mengkonsumsi mie lebih sering daripada mereka yang mengatakan bahwa
iklan “tidak membuat mereka membeli produk”.
Terdapat tren positif antara konsumsi dan pendapat Coca-Cola terhadap iklan suplemen
makanan TV / minuman / vitaminmineral. Responden yang mengatakan iklan makanan
bersifat “menarik dan informatif” mengkonsumsi Coca-Cola lebih sering daripada mereka
yang merasa terganggu dengan adanya iklan. Tren positif juga ditemukan antara responden
yang setuju terhadap kebenaran iklan dengan konsumsi suplemen vitamin-mineral.
Hal ini serupa dengan data dari Survei Indeks Mutu Nasional Program TV oleh Komisi
Penyiaran Indonesia yang menyebutkan bahwa rata-rata remaja Indonesia menonton TV
sebanyak 20 jam seminggu (KPI, 2017). Beberapa penelitian menyebutkan, semakin lama
durasi remaja menonton TV maka semakin banyak mereka mengkonsumsi produk yang
diiklankan namun mereka tidak mengkonsumsinya saat sedang menonton TV. Selama
menonton TV, remaja cenderung mengkonsumsi makanan ringan tradisional seperti pisang
goreng, roti manis dan kue-kue kecil. Remaja yang memiliki kebiasaan menonton TV
cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat serta lebih sedikit sayur
dan buah (Collings, 2018). Durasi menonton TV telah terbukti berhubungan terhadap
tingginya konsumsi snack, minuman, makanan cepat saji dan makanan manis (Pearson &
Biddle, 2011).
Beberapa penelitian telah secara konsisten menunjukkan bahwa banyaknya paparan iklan
TV mampu meningkatkan daya konsumsi produk yang diiklankan, seperti makanan cepat saji
atau minuman dengan kadar gula tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan tingginya daya beli
makanan, ketersediaan makanan yang diiklankan di rumah dan peningkatan asupan
makanan pada umumnya (Busse & Díaz, 2014). Beberapa alasan mengapa makanan
diiklankan di TV adalah: produk makanan mampu mengikat daya beli konsumen, makanan
adalah barang yang dapat dibeli berulang kali, pendapat konsumen terhadap produk cepat
berubah dan makanan merupakan salah satu produk utama yang paling sering diiklankan
(United Kingdom Advertising Association, 2014).
Terdapat perbedaan fenomena antara laki-laki dan perempuan pada respon terhadap iklan
TV melalui pola konsumsi. Pada perempuan, menonton TV tidak selalu membuat mereka
makan lebih banyak. Iklan makanan yang tidak sehat juga lebih mempengaruhi anak laki-laki
daripada perempuan, ditambah mereka tidak didukung oleh aspek pengetahuan (kognitif)
gizi yang cukup. Frekuensi konsumsi makanan dan minuman tinggi kalori setelah menonton
iklan TV meningkat pada laki-laki (Collings, 2018). Dalam studi ini persentase laki-laki yang
mengkonsumsi Teh Botol (minuman) dan Silver Queen (coklat) lebih tinggi daripada
perempuan, sekaligus laki-laki menonton TV lebih lama daripada perempuan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa laki-laki cenderung lebih sering mengkonsumsi makanan rendah
gizi daripada perempuan. Studi lainnya mengatakan bahwa beberapa remaja
perempuan mengkonsumsi snack selagi menonton TV, tetapi mereka menghindari snack
yang terlalu manis atau asin. Penelitian Rey Lopez et al. juga menunjukkan bahwa remaja
laki-laki yang menonton TV lebih dari 4 jam memiliki risiko tinggi menjadi overweight (Rey-
Lopez & Ruiz, 2012). Sedangkan remaja perempuan cenderung mengkonsumsi suplemen
vitamin-mineral lebih banyak daripada laki-laki.
Seseorang yang hanya makan produk yang diiklankan di televisi (TV) bisa memperoleh
asupan gula dalam sehari setara dengan asupan gula selama satu bulan. Penemuan itu
berdasarkan penelitian yang dilakukan para peneliti dari Armstrong Atlantic State University
di Savannah, Georgia. Penelitian itu dipublikasikan dalam "Journal of the American Dietetic
Association," seperti dikutip Natural News. "Hanya satu jenis makanan yang diiklankan
dengan sendirinya akan menyediakan, rata-rata, tiga kali gula yang direkomendasikan untuk
dikonsumsi per hari dan dua setengah kali lemak yang direkomendasikan untuk
dikonsumsi," kata Michael Mink, pemimpin penelitian.
Para peneliti merekam 84 jam tayangan "prime time" di ABC, CBS, NBC, dan Fox selama 28
hari, ditambah 12 jam tayangan Sabtu pagi. Pada jam-jam itu, lebih dari 3.500 tayangan
iklan disiarkan," katanya. Lebih dari 600 diantaranya merupakan iklan produk makanan. Para
peneliti menggunakan program komputer untuk menganalisis kandungan gizi lebih dari 800
jenis makanan yang diiklankan. Kemudian menyusun diet 2.000 kalori dari makanan-
makanan ini. Diet ini kemudian dibandingkan dengan petunjuk pola makan yang diterapkan
pemerintah Amerika Serikat.
Diet itu menyediakan jumlah lemak 20 kali dari yang direkomendasikan dan 25 kali gula.
Juga terlalu banyak protein, sodium, lemak jenuh dan kolesterol. Pola makan itu
menyediakan terlalu sedikit buah dan sayuran segar. Menghasilkan hanya 55 persen dari
asupan kalsium yang disarankan, 50 persen magnesium yang disarankan dan kurang kadar
vitamin E, kalium dan serat. "Hal yang benar-benar memukul kita adalah itu pengaruh buruk
ganda. Anda mendapat terlalu banyak hal-hal yang dikaitkan dengan risiko lebih tinggi
terhadap penyakit dan terlalu sedikit nutrisi yang dikaitkan dengan mencegah kita dari
penyakit.

Anda mungkin juga menyukai