Anda di halaman 1dari 29

GUBERNUR SULAWESI UTARA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA


NOMOR TAHUN 2016

TENTANG

RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL


PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2016-2036

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


GUBERNUR SULAWESI UTARA,

Menimbang : a. bahwa wilayah pesisir sebagai anugerah dan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa kepada bangsa Indonesia, memiliki keanekaragaman
potensi sumberdaya alam yang tinggi sehingga dapat memberikan
manfaat secara optimal baik secara ekonomis, sosial budaya dan
ekologis. Atas dasar itu sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil harus dikelola dengan adil dan bijaksana agar dapat
dimanfaatkan secara efektif dan efisien, bagi generasi sekarang
maupun generasi yang akan datang, serta bagi sebesar-besarnya
kemakmuran bangsa Indonesia;
b. bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi
Sulawesi Utara dengan keanekaragaman sumberdaya alam hayati
dan non-hayati, serta jasa lingkungan yang berpotensi ekonomi,
dapat dimanfaatkan untuk menunjang peningkatan
kesejahteraan masyarakat pesisir.
c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-
Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perlu menetapkan
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi
Utara Tahun 2015-2035;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 jo Undang-undang
Nomor 13 Tahun 1964 tentang Antara Lain Pembentukan Propinsi
Daerah Tingkat I Sulawesi Utara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2102);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Taun 2007 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
2

4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5490);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangan-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
9. Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 266);
10. Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 267;
11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 34/PERMEN-
KP/2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil;
12. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 3 Tahun 2011
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2011 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1);
13. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2014-2034 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Utara
Tahun 2014 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Sulawesi Utara Nomor 1);
3

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA

dan

GUBERNUR SULAWESI UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH


PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI UTARA
TAHUN 2015-2035.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia.
2. Provinsi adalah Provinsi Sulawesi Utara.
3. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara
yang mempunyai pesisir dan pulau-pulau kecil.
4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah
Provinsi Sulawesi Utara sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
5. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Utara.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi
Utara.
7. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah
penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai
dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan
perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat
dilakukan setelah memperolah izin.
8. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi
Sulawesi Utara yang selanjutnya disingkat RZWP3K Provinsi
adalah Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Utara
yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap- tiap satuan
perencanaan disertai dengan penetapan struktur ruang, alokasi
ruang dan pola ruang.
9. Garis Pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan
daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi, surut tertinggi
yang dihitung dengan rata-rata.
10. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan Aspek Administratif dan atau
Aspek Fungsional.
11. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
12. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan
meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil diukur dari garis
pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau,
estuary, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna.
4

13. Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama
dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
ekosistemnya.
14. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil
yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan
disekitarnya.
15. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
16. Alokasi Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah.
17. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan
kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk
dipertahankan keberadaannya.
18. Kawasan Strategi Cepat Tumbuh adalah bagian wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil yang di prioritaskan dilakukan percepatan
pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana penunjang,
dan menunjang pertumbuhan wilayah.
19. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama
antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan
status hukumnya.
20. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan
ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan
potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis
yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
21. Kawasan pemanfaatan umum adalah bagian dari wilayah pesisir
yang ditetapkan peruntukannya.
22. Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas
tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah.
23. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah kawasan yang
terkait dengan kedaulatan Negara, pengendalian lingkungan
hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya
diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
24. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain,
untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota
laut.
25. Hutan adalah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh
pepohonan dan tumbuhan lainnya.
26. Pertanian adalah kawasan untuk kegiatan pemanfaatan sumber
daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan
pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk
mengelola lingkungan hidupnya.
27. Perikanan Budidaya adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan dan/atau membiakkan ikan dan memanen
hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
28. Perikanan tangkap adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di
perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat
atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.
29. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai,
atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang
kargo maupun penumpang kedalamnya.
5

30. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan


dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang.
31. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan
mentah atau barang setengah jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau
assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil
industry tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk
jasa.
32. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang
didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan
masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemeerintah Daerah.
33. Permukiman adalah suatu perumahan kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan.
34. Konservasi Pesisir adalah upaya perlindungan, pelestarian
dan pemanfaatan wilayah pesisir serta ekosistimnya untuk
menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber
daya pesisir dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas nilai dan keberagamannya.
35. Konservasi Maritim adalah perlindungan adat dan budaya
maritime yang mempunyai nilai arkeologi historis khusus, situs
sejarah kemaritiman dan tempat ritual keagamaan atau adat dan
sifatnya sejalan dengan upaya konservasi pesisir dan pulau-pulau
kecil.
36. Konservasi perairan adalah perairan yang dilindungi, dikelola
dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber
daya ikan dan lingkungannyaa secara berkelanjutan.
37. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100
(seratus) meter dari titik pasang tertinggi kearah darat.
38. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
39. Instalasi militer adalah instalasi yang digunakan untk
kepentingan mendukung kegiatan militer, contoh: Instalasi Radar
AU, depot Amunisi (Badan Pertahanan Nasional).
40. Situs Warisan Dunia adalah sebuah tempat khusus (misalnya
hutan, pegunugan, danau, gurun pasir, bangunan, kompleks,
atau kota) yang telah dinominasikan untuk program Warisan
Dunia Internasional.
41. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan
fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik
melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
42. Reklamasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia
dalam rangka membuat sumber daya lahan yang kurang
bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut
lingkungan, kebutuhan masyarakat akan lahan, dan nilai
ekonomi.
6

43. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yng selanjutnya


disebut Sumber Daya adalah sumber daya hayati, sumber daya
nonhayati, sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan;
sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang
lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati
meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan
meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan
perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam,
permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait
dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang
terdapat di wilayah pesisir.
44. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan
dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-pinsip
terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.
45. Minabisnis adalah sebagian besar masyarakat di suatu kawasan
memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan.
46. Plasma Nuftah adalah substansi yang merupakan sumber
keturunan yang terdapat di dalam setiap kelompok organisme
(ikan) yang dimanfaatkan dan dikembangkan agar tercipta suatu
jenis unggul atau kultifar.

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan RZWP3K Provinsi meliputi :
a. daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut;
b. ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan; dan
c. ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai.
Pasal 3
RZWP3K Provinsi didasarkan atas asas :
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. Kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas;
k. keadilan; dan
l. budaya.
Pasal 4
RZWP3K Provinsi bertujuan untuk :
a. melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya sumberdaya serta sistem ekologisnya secara
berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
pengelolaan sumber daya;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah
serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan
keberlanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
melalui peran serta masyarakat melalui peran serta masyarakat
dalam pemanfaatan sumber daya.
7

BAB II
JANGKA WAKTU, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI

Bagian Kesatu
Jangka Waktu

Pasal 5
(1) Jangka Waktu RZWP3K Provinsi adalah 30 (Tiga Puluh) tahun
terhitung sejak tanggal penetapannya.
(2) RZWP3K Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditinjau dan/atau disesuaikan sekali dalam 5 (lima) tahun sejak
tanggal penetapannya.
(3) Peninjauan dan/atau penyesuaian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya diberlakukan untuk zona yang memerlukan
penyesuaian.
Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 6
RZWP3K Provinsi sebagai instrumen kebijakan Penataan Ruang
Pesisir secara terintegrasi dan terpadu dengan pola ruang pesisir
Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga
Fungsi

Pasal 7
Fungsi RZWP3K Provinsi adalah :
a. sebagai dasar perencanaan pengembangan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b. sebagai dasar pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil; dan
c. sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang dalam penataan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

BAB III
RENCANA ALOKASI RUANG WILAYAH PESISIR

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8
(1) Rencana Alokasi Ruang wilayah pesisir terdiri atas rencana
pengembangan :
a. sistem pusat-pusat pengembangan dan pertumbuhan;
b. sistem jaringan prasarana wilayah; dan
c. industri/minapolitan.
(2) Rencana Alokasi Ruang wilayah pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk kebijakan
pengembangan, strategi pengembangan dan arahan
pengembangan.
(3) Rencana Alokasi Ruang wilayah pesisir sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian
1 : 250.000 dan 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
8

Bagian Kedua
Sistem Pusat-Pusat Pelayanan dan Pertumbuhan

Pasal 9
Kebijakan pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan dan
pertumbuhan sebagai berikut :
a. pemantapan struktur atau hirarki sistem pusat-pusat pelayanan;
b. pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir; dan
c. pengintegrasian fungsi setiap pusat-pusat pertumbuhan dalam
sistem pusat-pusat pelayanan Provinsi.

Pasat 10
Strategi pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan dan
pertumbuhan sebagai berikut :
a. optimalisasi fungsi pada pusat-pusat pelayanan di wilayah pesisir;
b. pengembangan fungsi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah
pesisir;
c. pemberian insentif bagi pengembangan fungsi pusat-pusat
pertumbuhan; dan
d. pengembangan sistem prasarana wilayah pusat-pusat
pelayanan dan pertumbuhan.

Pasal 11
Arahan pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan dan
pertumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a,
merupakan pusat-pusat pertumbuhan kegiatan yang berada di wilayah
Provinsi, terdiri atas :
a. PKN (Pusat Kegiatan Nasional);
b. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah);
c. PKWP (Pusat Kegiatan Wilayah Pesisir); dan
d. PKSN (Pusat Kegiatan Strategis Nasional).

Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Wilayah

Pasal 12
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah
diwujudkan dalam bentuk kebijakan pengembangan, strategi
pengembangan dan arahan pengembangan.
(2) Sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas :
a. jaringan jalan raya;
b. jaringan kereta api;
c. jaringan monorail;
d. jaringan MRT (Mass Rapid Transit);
e. jaringan prasarana transportasi laut;
f. jaringan telekomunikasi;
g. prasarana sumberdaya air;
h. prasarana perikanan;
i. prasarana pembangkit tenaga listrik;
j. jaringan listrik; dan
k. prasarana lingkungan.
9

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Raya

Pasal 13
Kebijakan pengembangan jaringan jalan raya sebagai berikut :
a. peningkatan efektivitas dan efisiensi jaringan jalan;
b. peningkatan aksesbilitas ke seluruh wilayah pesisir dan kawasan
pesisir yag terisolir; dan
c. penciptaan keterpaduan yang maksimal antar berbagai moda
transportasi wilayah pesisir.

Pasal 14
Strategi pengembangan jaringan jalan raya sebagai berikut :
a. peningkatan kualitas sistem jaringan jalan;
b. peningkatan kualitas dan kuantitas jalan beserta bangunan
pelengkap jalan;
c. peningkatan kelengkapan jalan;
d. pengembangan sistem perparkiran yang efektif dan efisien; dan
pembangunan fasilitas tempat berhenti untuk angkutan umum.

Paragraf 2
Rencana Jaringan Jalan Kereta Api

Pasal 15
Kebijakan jaringan jalan kereta api dilakukan dengan:
a. penyediaan jaringan jalan kereta api; dan
b. pengembangan jaringan jalan kereta api jalur utara-selatan.

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Transportasi Laut

Pasal 16
Kebijakan pengembangan jaringan prasarana transportasi laut
dilakukan dengan pemanfaatan pelabuhan laut dan pelabuhan
perikanan sebagai prasarana transpiortasi laut.

Pasal 17
Strategi pengembangan jaringan prasarana transportasi laut
ditetapkan sebagai berikut :
a. pengembangan prasarana pelabuhan laut dan pelabuhan
perikanan agar mampu dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi
laut;
b. optimalisasi fungsi pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan; dan
c. pengembangan moda transportasi untuk kegiatan pelabuhan laut
dan pelabuhan perikanan.

Paragraf 4
Rencana Jaringan Telekomunikasi

Pasal 18
Kebijakan pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi sebagai
berikut :
a. perencanaan dan pengembangan prasarana telekomunikasi
untuk sektor kelautan dan perikanan, pendidikan, pariwisata,
pertanian, perindustrian, transportasi, perdagangan dan
pertambangan;
b. perencanaan dan pengembangan prasarana telekomunikasi pada
pusat-pusat pertumbuhan wilyah pesisir; dan
c. peningkatan aksesbilitas masyarakat terhadap telekomunikasi.
10

Pasal 19
Strategi pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi ditetapkan
sebagai berikut :
a. fasilitasi penyediaan ruang untuk fasilitas jaringan
telekomunikasi; dan
b. penyediaan prasarana jaringan telekomunikasi.

Pasal 20
Arahan pengembangan prasarana telekomunikasi sebagai berikut :
a. mengembangan jaringan telekomunikasi sesuai dengan rencana
pengembangan sistem jaringan nasional;
b. mengembangkan jaringan telekomunikasi pada setiap fasilitas
kelautan dan perikanan, pendidikan, pariwisata, perindustrian,
transportasi, perdagangan dan pertambangan; dan
c. mengembangkan jaringan telekomunikasi pada pusat-pusat
pertumbuhan di wilayah pesisir.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Prasarana Sumberdaya Air

Pasal 21
Kebijakan pengembangan prasarana sumberdaya air sebagai berikut :
a. pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air secara terpadu
berbasis wilayah pesisir;
b. pengembangan jaringan prasarana sumberdaya air untuk
melayani lahan pertanian, zona pemukiman, zona industri,
zona konservasi, dan kawasan strategis nasional tertentu, serta
pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir;
c. pengkonservasian telaga, laguna, sungai dan sungai bawah tanah;
dan pengkonservasian sumber mata air di wilayah pesisir.

Pasal 22
Strategi pengembangan prasarana sumberdaya air di wilayah pesisir
ditetapkan sebagai berikut :
a. pengkonservasian sumberdaya air secara berkesinambungan
terhadap air tanah dan air permukaan;
b. pengembangan jaringan distribusi air bersih pada zona
pemukiman, zona perkotaan, zona industri, dan kawasan
strategis nasional tertentu, serta pusat- pusat pertumbuhan di
wilayah pesisir;
c. pengembangan jaringan distribusi air untuk keperluan pertanian
dan perikanan;
d. pengembangan kuantitas tampungan air berupa embung,
cadangan air, dan kolam penampung air untuk memenuhi
kebutuhan air baku dan konservasi;
e. optimalisasi prasarana sumberdaya air yang sudah ada agar
berfungsi maksimal; dan
f. penguatan kelembagaan dan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan air minum dan pertanian.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jaringan Listrik

Pasal 23
Kebijakan pengembangan jaringan listrik untuk mendukung
kebijakan kelistrikan melalui :
a. perencanaan pengembangan prasarana kelistrikan di wilayah
pesisir; dan
b. fasilitasi pengembangan energi listrik alternatif.
11

Pasal 24
Strategi pengembangan jaringan listrik ditetapkan dengan
menyediakan ruang untuk pengembangan jaringan listrik dengan :
a. penyiapan pengaturan tentang pengembangan jaringan kelistrikan
di wilayah pesisir;
b. pengembangan sarana dan prasarana energi listrik; dan
c. fasilitasi pengembangan energi listrik alternatif.

Pasal 25
Arahan pengembangan jaringan listrik sebagai berikut :
a. pengembangan jaringan listrik sesuai dengan rencana
pengembangan sistem jaringan nasional;
b. pengembangan jaringan listrik pada fasilitas kelautan dan
perikanan, pertanian, dan obyek wisata;
c. pengembangan jaringan listrik pada pusat-pusat pertumbuhan di
wilayah pesisir; dan
d. pengembangan sumber energi angin, gelombang laut dan energi
tenaga surya di seluruh wilayah pesisir.

Paragraf 7
Rencana Pengembangan Prasarana Lingkungan

Pasal 26
Kebijakan pengembangan prasarana lingkungan sebagai berikut :
a. pengembangan prasarana air minum;
b. pengembangan prasarana drainase;
c. pengembangan prasarana persampahan;
d. pengembangan prasarana pengolahan limbah;
e. pengembangan prasarana mitigasi bencana; dan
f. pengembangan prasarana jalan lingkungan daerah pesisir yang
terisolasi.

Pasal 27
Strategi pengembangan prasarana lingkungan sebagai berikut :
a. penyusunan rencana induk sistem penyediaan air minum,
drainase, sampah, dan pengolahan air limbah serta mitigasi
bencana;
b. peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan
prasarana air minum, drainase, sampah, dan pengolahan air
limbah serta mitigasi bencana; dan
c. optimalisasi dan pemeliharaan prasarana lingkungan di
wilayah pesisir yang meliputi sistem penyediaan air minum,
drainase, sampah, dan pengolahan air limbah serta mitigasi
bencana.

Pasal 28
Arahan pengembangan prasarana lingkungan di wilayah pesisir
dilaksanakan sebagai berikut :
a. fasilitasi dalam mengembangkan unit pengelolaan air minum
yang belum terlayani oleh masyarakat dan pemerintah daerah;
b. mengembangkan instalasi pengolahan limbah pada pusat-pusat
aktivitas;
c. mengembangkan pengolahan sampah yang ramah lingkungan
pada pusat-pusat aktivitas;
d. mengembangkan sistem jaringan drainase pada daerah genangan
air dan pusat-pusat aktivitas; dan
e. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada zona rawan
bencana.
12

Paragraf 8
Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Perikanan

Pasal 29
Kebijakan pengembangan jaringan prasarana
perikanan sebagai
berikut :
a. pengembangan jaringan prasarana perikanan tangkap;
b. pengembangan jaringan prasarana perikanan budidaya; dan
c. pengembangan jaringan prasarana pengolahan dan pasca panen.

Pasal 30
Strategi pengembangan jaringan prasarana perikanan sebagai berikut:
a. peningkatan sarana dan prasarana perikanan;
b. peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan
sarana prasarana bididaya perikanan;
c. optimalisasi operasional pelabuhan sebagai sentra perikanan; dan
d. pemeliharaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.

Bagian Keempat
Minapolitan

Pasal 31
Kebijakan pengembangan minapolitan diwujudkan dalam bentuk:
a. pengembagan infrastruktur penunjang;
b. pengembangan teknologi budidaya, penangkapan dan pasca
panen; dan
c. pengembangan manajemen minabisnis.

Pasal 32
Strategi pengembangan minapolitan sebagai berikut :
a. pembangunan sistem dan usaha minabisnis berorientasi pada
kekuatan pasar;
b. pengembangan sarana dan prasarana umum yang menunjang
minapolitan;
c. peningkatan pemberdayaan masyarakat; dan
d. reformasi regulasi yang berhubungan dengan iklim kondusif bagi
pengembangan usaha, pengembangan ekonomi.

BAB IV
RENCANA ALOKASI RUANG WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 33
(1) Rencana Alokasi Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
terdiri atas rencana pengelolaan dalam kawasan, zona dan
subzona.
(2) Rencana Alokasi Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam
bentuk kebijakan pemanfaatan, strategi pemanfaatan dan
arahan pemanfaatan.
13

Bagian Kedua
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Pasal 34
Kebijakan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dilakukan secara terpadu, optimal, lestari dan perlindungan
lingkungan serta berkelanjutan.

Pasal 35
Strategi pengelolaan pulau-pulau kecil dilaksanakan melalui :
a. penataan peran pemerintah, masyarakat, swasta; peruguruan
tinggi dan organisasi kemasyarakatan.
b. penyusunan basis data;
c. pengembangan dan penataan sarana dan prasarana; dan
d. peningkatan partisipasi dan akses masyarakat.

BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36
(1) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
meliputi penetapan :
a. kawasan pemanfaatan umum;
b. kawasan konservasi; dan
c. kawasan strategis nasional tertentu; dan/atau alur laut.
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000 dan
1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(3) Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. zona pariwisata;
b. zona pemukiman;
c. zona pelabuhan;
d. zona pertambangan;
e. zona perikanan tangkap;
f. zona perikanan budidaya;
g. zona industri; dan
h. zona fasilitas umum.
(4) Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. zona konservasi Pesisir;
b. zona konservasi Maritim;
c. zona konservasi Perairan;
d. zona Sempadan Pantai; dan
e. zona Rawan Bencana.
(5) Kawasan Strategis Nasional tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. zona Instalasi Militer; dan
b. zona Situs Warisan Dunia.
14

Bagian Kedua
Kawasan Pemanfaatan Umum

Paragraf 1
Zona Pariwisata

Pasal 37
Kebijakan pengembangan zona pariwisata dilakukan dengan
peningkatan fungsi dan kegiatan pariwisata alam bahari, budaya, dan
minat khusus secara berkelanjutan

Pasal 38
Strategi untuk pengembangan zona pariwisata meliputi :
a. peningkatan daya tarik dan promosi wisata;
b. peningkatan manajemen kepariwisataan;
c. pengembangan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan
karakteristiknya;
d. pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis tata nilai
budaya Sulawesi Utara, terbebas dari ekses negatif pariwisata;
e. pengembangan sarana kepariwisataan; dan
f. menjaga fungsi lindung pada kawasan konservasi yang digunakan
untuk kegiatan pariwisata.

Paragraf 2
Zona Pemukiman

Pasal 39
Kebijakan pengembangan zona pemukiman sebagai berikut :
a. pengembangan fasilitas umum, sosial dan ekonomi;
b. peningkatan kualitas perumahan dan lingkungan yang layak bagi
nelayan dan masyarakat di wilayah pesisir; dan
c. pengembangan perumahan yang berwawasan lingkungan.

Pasal 40
Strategi pengembangan zona pemukiman sebagai berikut :
a. pengengembangan pemukiman perkotaan, pemukiman pedesaan
dan pemukiman nelayan;
b. penyediaan fasilitas umum, sosial dan ekonomi yang memadai di
pemukiman;
c. peningkatan pengetahuan penduduk tentang pemukiman yang
berwawasan lingkungan; dan
d. peningkatan akses di dalam pemukiman dan antar pemukiman.

Pasal 41
Arahan pengembangan zona pemukiman dilakukan dengan cara:
a. mengembangkan program perbaikan lingkungan pemukiman
perkotaan, pemukiman perdesaan dan pemukiman nelayan;
b. mengembangkan pemukiman nelayan di wilayah pesisir;
c. meningkatkan kualitas pemukiman perkotaan, pemukiman
perdesaan dan pemukiman nelayan; dan
d. meningkatkan peran serta masyarakat dalam menyediakan
fasilitas umum, sosial dan ekonomi di pemukiman dan antar
pemukiman.
15

Parafraf 3
Zona Pelabuhan

Pasal 42
Kebijakan pengembagan zona pelabuhan adalah sebagai berikut :
a. peningkatan akses pemanfaatan sumberdaya ikan; dan
b. pengembangan dan optimalisasi fungsi pelabuhan perikanan.

Pasal 43
Strategi pengembangan zona pelabuhan dilakukan dengan cara :
a. pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan;
b. pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan;
c. pengembangan fungsi pelabuhan perikanan; dan
d. pengembangan dan penyelarasan fungsi dan peran antar
pelabuhan perikanan.

Paragraf 4
Zona Pertambangan

Pasal 44
Kebijakan pengembangan zona pertambangan sebagai berikut :
a. pemanfaatan potensi pertambangan mineral logam dan mineral
bukan logam dan batuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat; dan
b. pemanfaatan potensi pertambangan mineral logam dan mineral
bukan logam batuan dilakukan secara bertanggungjawab.

Pasal 45
Strategi pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan cara:
a. peningkatan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan
dalam pengelolaan potensi pertambangan mineral logam dan
batuan;
b. Penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan
potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam;
dan batuan;
c. pengelolaan potensi pertambangan mineral logam dan mineral
bukan logam dan batuan, dengan memperhatikan daya-dukung
lingkungan; dan
d. kegiatan pasca penambangan mineral logam dan mineral bukan
logam dan batuan, harus menjamin keberlanjutan fungsi
sumberdaya alam dan lingkungan.

Paragraf 5
Zona Perikanan Tangkap

Pasal 46
Kebijakan pengembangan zona perikanan tangkap adalah sebagai
berikut:
a. penataan usaha perikanan tangkap;
b. peningkatan produksi perikanan tangkap;
c. pengembangan usaha perikanan tangkap;
d. menjaga kelestarian sumberdaya ikan; dan
e. optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan.
16

Pasal 47
Strategi pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan dengan
cara :
a. penataan armada penangkapan ikan;
b. pengembangan alat tangkap yang produktif dan ramah
lingkungan;
c. pengembangan sarana, prasarana dan teknologi perikanan
tangkap;
d. pengembangan sumberdaya manusia; dan
e. peningkatan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan.

Pasal 48
(1) Arahan pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan di
perairan laut yang berjarak 12 (dua belas) mil dari garis pantai.
(2) Arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara:
a. Meningkatkan efektivitas regulasi penataan jumlah armada;
b. Meningkatkan penggunaan alat tangkap yang produktif dan
ramah lingkungan;
c. Meningkatkan teknologi penangkapan ikan;
d. Meningkatkan kapasitas armada perikanan tangkap;
e. Meningkatkan kapasitas alat bantu penangkapan ikan;
f. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan
dalam kegiatan penangkapan ikan di laut lepas; dan
g. Meningkatkan kerjasama antar daerah dalam pengawasan dan
pelaksanaan penangkapan ikan.

Paragraf 6
Zona Perikanan Budidaya

Pasal 49
Kebijakan pengembangan zona perikanan tangkap adalah sebagai
berikut:
a. penataan usaha perikanan budidaya;
b. peningkatan produksi perikanan tangkap;
c. pengembangan usaha perikanan tangkap;
d. menjaga kelestarian sumberdaya ikan; dan
e. optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan.

Pasal 50
Strategi pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan dengan
cara :
a. pengembangan sarana, prasarana dan teknologi perikanan
tangkap;
b. pengembangan sumberdaya manusia; dan
c. peningkatan kerjasama antar daerah dalam pengelolaan
sumberdaya budidaya perikanan.

Pasal 51
Arahan pengembangan zona perikanan budidaya dilakukan dengan
cara :
a. Meningkatkan efektivitas regulasi budidaya;
b. Meningkatkan penggunaan sarana budidaya yang produktif dan
ramah lingkungan;
c. Meningkatkan teknologi penangkapan ikan;
d. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan dalam
kegiatan budidaya; dan
e. Meningkatkan kerjasama antar daerah dalam pengawasan dan
pelaksanaan perikanan budidaya.
17

Paragraf 7
Zona Industri

Pasal 52
Kebijakan pengembangan zona industri sebagai berikut :
a. pengembangan industri yang berbasis potensi di wilayah pesisir;
dan
b. pengembangan kegiatan industri dalam rangka mensejahterakan
masyarakat pesisir sebagai komponen di wilayah lain.

Pasal 53
Strategi pengembangan zona industri dilakukan dengan cara :
a. pengembangan sentra industri;
b. pengembangan industri kelautan dan perikanan; dan
c. pengembangan industri di wilayah pesisir yang ramah lingkungan.

Paragraf 8
Zona Fasilitas Umum

Pasal 54
Kebijakan pengembangan zona fasilitas umum terdiri atas
pengembangan daerah untuk:
a. pendidikan;
b. olahraga dan rekreasi;
c. keagamaan;
d. kesenian;
e. kesehatan; dan
f. infrastruktur.
Bagian Ketiga
Kawasan Konservasi

Paragraf 1
Umum

Pasal 55
(1) Sebagian wilayah pesisir ditetapkan sebagai kawasan
konservasi untuk kepentingan perlindungan.
(2) Kawasan konservasi sebagaimana di maksud pada ayat (1)
mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan ekosistem yang
diselenggarakan untuk melindungi :
a. Kelestarian plasma nutfah perairan beserta ekosistemnya; dan
b. Kelestarian ekosistem wilayah pesisir yang unik dan/atau
rentan terhadap perubahan.

Paragraf 2
Zona Konservasi Pesisir

Pasal 56
(1) Kebijakan pengelolaan zona konservasi pesisir dilakukan dengan
penetapan suaka pesisir.
(2) Kebijakan pengelolaan zona konservasi pesisir bertujuan untuk:
a. perlindungan habitat suatu jenis atau sumberdaya alam dan
hayati yang khas, unik dan langka yang dikawatirkan akan
punah dan atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis
biota tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya
perlindungan; dan
b. perlindungan wilayah pesisir yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam dan hayati, formasi geologi dan atau gejala
alam yang dapat dikembangkan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan
kesadaran konservasi.
18

Pasal 57
Strategi pengelolaan zona konservasi pesisir dilakukan dengan cara:
a. penetapan wilayah suaka pesisir sesuai dengan kepentingannya;
b. pencegahan kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan
kerusakan di wilayah suaka pesisir; dan

c. peningkatan peran serta masyarakat dalam mengelola dan


melestarikan wilayah suaka pesisir.

Paragraf 3
Zona Konservasi Maritim

Pasal 58
Kebijakan pengelolaan zona konservasi maritim dilakukan dengan
pelestarian dan pemanfaatan adat dan budaya maritim yang hidup di
lingkungan masyarakat pesisir.

Pasal 59
Arahan pengelolaan zona konservasi maritim dilakukan dengan :
a. melestarikan adat dan budaya di semua tempat pendaratan ikan;
dan
b. melestarikan kearifan lokal yang sudah menjadi tradisi
masyarakat pesisir.

Paragaraf 4
Zona Konservasi Perairan

Pasal 60
(1) Kebijakan penetapan dan pengelolaan zona konservasi
perairan dilakukan dengan perlindungan sumberdaya ikan dan
habitatnya secara berkelanjutan.
(2) Kebijakan penetapan dan pengelolaan zona sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk :

Pasal 61
Strategi penetapan dan pengelolaan zona konservasi perairan
dilakukan dengan cara :
a. penetapan zona konservasi perairan;
b. peningkatan peran serta semua pemangku kepentingan dalam
menetapkan dan mengelola zona konservasi; dan
c. peningkatan perhatian asas-asas konservasi dan kepentingan
umum dalam menetapkan dan mengelola zona konservasi.

Pasal 62
(1) Arahan penetapan dan pengelolaan zona konservasi perairan
dilakukan di wilayah pesisir.
(2) Arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
cara:
a. melakukan identifikasi dan inventarisasi calon kawasan
konservasi perairan di wilayah pesisir; dan
b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum dan
utamanya masyarakat di sekitar daerah konservasi tentang
rencana daerah konservasi perairan.
19

Paragraf 5
Zona Sempadan Pantai

Pasal 63
Kebijakan pengelolaan zona sempadan pantai dilakukan untuk
melindungi dan melestarikan pantai.

Pasal 64
Strategi pengelolaan zona sempadan pantai dilakukan dengan cara :
a. pengendalian kegiatan-kegiatan di dalam zona sempadan pantai
sehingga tidak menganggu fungsi pantai;
b. pengembalian fungsi sempadan pantai sesuai peruntukannya; dan
c. peningkatan peran serta masyarakat dalam penetapandan
pelestarian zona sempadan pantai.

Paragraf 6
Zona Rawan Bencana

Pasal 65
Kebijakan pengelolaan zona rawan bencana dilakukan untuk
mengurangi berbagai jenis resiko bencana sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 66
Strategi pengelolaan zona rawan bencana dilakukan dengan cara:
a. pengendalian kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan
resiko bencana;
b. pengendalian pendirian bangunan permanen dan semi permanen
di zona rawan bencana;
c. peningkatan sarana prasarana berkaitan dengan mitigasi
bencana; dan
d. peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya mitigasi
bencana.

Pasal 67
Arahan pengelolaan zona rawan bencana dilakukan dengan cara:
a. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
bencana;
b. menjamin terlaksananya penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan;
c. melindungi cagar budaya dan seluruh lingkungan alam berikut
keanekaragaman hayatinya;
d. mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas
masyarakat dalam menghadapi bencana;
e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
dalam mensosialisasikan daerah rawan bencana;
f. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
g. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat
serta mencegah timbulnya bencana-bencana sosial dan bencana
non alam serta meminimalisasi dampak bencana alam, bencana
non alam,serta bencana sosial dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
20

Bagian Keempat
Kawasan Strategis Nasional Tertentu

Paragraf 1
Zona Instalasi Militer

Pasal 68
Kebijakan pengelolaan zona instalasi militer, terdiri dari :
a. penataan ruang;
b. pengembangan kegiatan di sekitar zona instalasi militer; dan
c. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan area
berbatasan dengan zona instalasi militer.

Paragraf 2
Zona Situs Warisan Dunia

Pasal 69
Kebijakan pengelolaan dan pelestarian zona situs warisan dunia,
terdiri dari :
a. penataan ruang zona situs warisan dunia dan sekitarnya;
b. pelestarian zona situs warisan dunia dan sekitarnya;
c. pengembangan kegiatan di zona situs warisan dunia dan
sekitar zona situs warisan dunia yang sinergis dengan fungsi
situs warisan dunia; dan
d. peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan zona situs
warisan dunia dan sekitarnya.

Pasal 70
Strategi pengelolaan zona situs warisan dunia dilakukan dengan cara :
a. penegakan aturan pemanfaatan ruang; dan
b. pengaturan kegiatan di sekitar zona situs warisan dunia untuk
kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan fungsi situs warisan
dunia.

Bagian Kelima
Alur Laut

Pasal 71
Kebijakan pengelolaan alur laut dilakukan melalui sinkronisasi
dan koordinasi pemanfaatan ruang laut untuk jalur pelayaran
dengan pemanfaatan umum, konservasi, pemasangan pipa/kabel
bawah laut, dan pemanfaatan migrasi biota laut.

Pasal 72
Strategi pengelolaan alur laut dilaksanakan dengan cara :
a. pengembangan jalur pelayaran;
b. pemasangan dan pemanfaatan pipa/kabel bawah laut; dan
c. inventarisasi dan pemanfaatan migrasi biota laut

Pasal 73
Arahan pengelolaan alur laut dilaksanakan dengan cara :
a. meningkatkan pengawasan pemanfaatan ruang Alur Laut untuk
jalur pelayaran di seluruh wilayah pesisir;
b. inventarisasi dan memanfaatkan migrasi biota laut di seluruh
pesisir pantai.
21

BAB VI
RENCANA ALOKASI RUANG WILAYAH PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 74
(1) Rencana alokasi ruang meliputi penetapan:
a. Kawasan Pemanfaatan umum; dan
b. Kawasan Konservasi
(2) Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a sebagai zona pariwisata;
(3) Kawasan Konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, sebagai zona konservasi;
(4) Kawasan Strategi Cepat Tumbuh; dan
(5) Kawasan Strategis Nasional Tertentu (Pulau-Pulau Kecil Terluar).

Bagian Kedua
Kawasan Pemanfaatan Umum

Pasal 75
(1) Kebijakan pengembangan zona pariwisata dilakukan melalui
pengembangan sarana dan prasarana pariwisata.
(2) Pengembangan Zona Pariwisata dilakukan dengan
menggunakan prinsip perlindungan, pelestarian, dan
pengelolaan lingkungan serta pendekatan pemberdayaan
perempuan dan masyarakat lokal.
Pasal 76
Strategi pengembangan zona pariwisata dilakukan melalui promosi
wisata bahari.

Bagian Ketiga
Kawasan Konservasi

Pasal 77
Kebijakan pengembangan zona konservasi pulau-pulau kecil
dilakukan dengan melakukan perlindungan dan pelestarian
lingkungan pulau-pulau kecil.

Pasal 78
Strategi pengembangan zona konservasi pulau-pulau kecil
dilakukan melalui pengawasan dan pengendalian kelestarian
lingkungan.

Bagian Keempat
Zona Ruang Kawasan Strategis Cepat Tumbuh

Pasal 79
Alokasi Ruang Kawasan Strategis Cepat
Tumbuh ditetapkan
berdasarkan pertimbangan :
a. Kawasan Perhatian Investasi (KPI);
b. Kawasan Strategis Nasional (KSN);
c. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan
d. Kawasan Konservasi Taman Nasional Bunaken (KK-TNB)
22

Pasal 80
Alokasi Ruang Kawasan Strategis Cepat Tumbuh pesisir dan pulau-
pulau kecil meliputi wilayah :
a. Bagian I Wilayah Kota Bitung;
b. Bagian II Wilayah Kota Manado;
c. Bagian III Wilayah Kabupaten Minahasa Utara; dan
d. Bagian IV Wilayah Kabupaten Minahasa Bagian Barat.

Pasal 81
Tata Cara Pemanfaatan Kawasan Cepat Tumbuh :
1. Pemanfatan ruang harus sesuai dengan alokasi ruang.
2. Rencana pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
wajib melibatkan semua pemangku kepentingan untuk
mendapatkan kelayakan izin pemanfaatan, melalui keputusan
Pemerintah Daerah.
3. Calon investor harus sesuai dengan bidang usaha yang akan
dikembangkan dan memiliki rencana aksi.
4. Harus di buktikan dengan jaminan finansial dari perbankan
nasional dan atau daerah.
5. Izin-izin yang berhubungan dengan pemanfaatan zonasi yang
telah ada sebelumnya di diterbitkan peraturan daerah ini masih
tetap berlaku sampai habis masa berlaku dan kemudian
dinyatakan tidak berlaku lagi.
6. Untuk melaksanakan reklamasi harus mengikuti peraturan yang
berlaku
7. Investor yang sudah melaksanakan reklamasi wajib mengurus
hak pengelolaan lahan yang berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
8. Jangka waktu investasi dan hak guna lahan dan bangunan
berpedoman pada peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
9. Setiap investor yang menjalankan usaha di lokasi lahan reklamasi
diwajibkan melaporkan pemanfaatan lahan dan perubahan
peruntukannya.
10. Pemanfaatan dan perubahan peruntukan lahan reklamasi wajib
melaporkan secara berkala setiap 1 (satu) tahun.

Pasal 82
Rencana Alokasi Ruang Strategis Cepat Tumbuh dibagi dalam 3 (tiga)
tahapan wilayah pesisir yang meliputi :
1. Tahapan pertama wilayah :
a. perairan Bitung;
b. perairan Minahasa Utara;
c. perairan Manado; dan
d. perairan Sebagian Minahasa Bagian Barat.
2. Tahapan Kedua wilayah :
a. perairan Sebagian Minahasa;
b. perairan Minahasa Selatan;
c. perairan Minahasa Tenggara;
d. perairan Bolaang Mongondow Utara;
e. perairan Bolaang Mongondow Selatan;
f. perairan Bolaang Mongondow Timur;
g. perairan Bolaang Mongondow.
3. Tahapan Ketiga wilayah :
a. perairan Kepulauan Talaud;
b. perairan Kepulauan Sangihe; dan
c. perairan Kepulauan Siau-Tagulandang-Biaro.
23

BAB VII
REKLAMASI

Pasal 83
(1) Reklamasi yang dilakukan pada kawasan perairan bertujuan
untuk membuat suatu lahan perairan menjadi kawasan daratan
berdasarkan ketentuan yang berlaku.
(2) Tujuan dari reklamasi perairan ini adalah untuk :
1. Mengubah perairan pantai menjadi daratan untuk memenuhi
kebutuhan akan lahan daratan.
2. Meningkatkan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir.
3. Memperbaiki lingkungan pesisir yang mengalami degradasi.
4. Mengubah perairan pantai menjadi lahan untuk
pemukiman, perkantoran, perdagangan dan jasa/gedung
mall/rumah toko/sarana pariwisata, restoran, hotel,
apartemen, rumah bandar (town house), jalan, pelabuhan
udara, dermaga jetty dan nelayalan lokal, serta ruang terbuka
hijau dan ruang terbuka biru.

Pasal 84
Wilayah yang dapat di reklamasi adalah pada Kawasan Pemanfaatan
Umum sebagai berikut :
1. Zona Pariwisata (Kecamatan Tombariri, Kecamatan Mandolang,
Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario, Kecamatan Tuminting,
Kecamatan Bunaken)
2. Zona Pelabuhan (Kecamatan Mandolang, Kecamatan
Tuminting, Kecamatan Likupang Timur, Kawasan Ekonomi
Khusus)
3. Zona Pemukiman (Kecamatan Malalayang dan Kecamatan
Tuminting)
4. Zona Industri (Kecamatan Likupang Timur, Kawasan Ekonomi
Khusus)
5. Zona Fasilitas Umum (Kecamatan Tombariri, Kecamatan
Mandolang, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario, Kecamatan
Tuminting, Kecamatan Bunaken)

BAB VIII
PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Pasal 85
Pemanfaatan ruang berfungsi :
a. sebagai alat pengendali kegiatan pemanfaatan zona/subzona;
b. menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi;
c. menjamin agar kegiatan pemanfaatan baru tidak mengganggu
kegiatan pemanfaatan ruang yang telah berjalan dan sesuai
dengan rencana alokasi ruang; dan
d. mencegah dampak kegiatan pemanfaatan yang merugikan.

Pasal 86
Pemanfaatan ruang merupakan persyaratan kegiatan pemanfaatan
zona dan subzona yang meliputi:
(1) Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi.
a. Zona Inti Zona Pemanfaatan; dan
2. Terbatas.
(2) Pemanfaatan Ruang Kawasan Pemanfaatan Umum :
a. Zona Perikanan Budidaya;
b. Zona Perikanan Tangkap;
c. Zona Pertambangan Zona;
d. Pariwisata Zona;
e. Pemukiman Zona Industri; dan
f. Alur Laut.
24

(3) Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi.


a. Zona Inti, secara khusus kegiatan yang diperbolehkan :
1. Perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan:
perlindungan proses ekologis yang menunjang
kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya
ikan dan ekosistemnya, penjagaan dan pencegahan
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan
potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan dan/atau
pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
2. Penelitian: penelitian dasar menggunakan metode
observasi untuk pengumpulan data dasar, Penelitian
terapan menggunakan metode survei untuk tujuan
monitoring kondisi biologi dan ekologi dan/atau
Pengembangan untuk tujuan rehabilitasi.
3. Pendidikan: diperuntukkan bagi kegiatan tanpa
melakukan pengambilan material langsung dari alam.
b. Zona Pemanfatan Terbatas, secara khusus kegiatan yang
diperbolehkan :
1. perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan :
perlindungan proses- proses ekologis yang menunjang
kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, penjagaan dan
pencegahan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan
perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan
fungsi kawasan, pengelolaan jenis sumber daya ikan
beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan
keseimbangan antara populasi dengan daya dukung
habitatnya, perlindungan alur migrasi biota perairan dan
pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.
2. pariwisata dan rekreasi: berenang, menyelam,
pariwisata tontonan, pariwisata minat khusus, perahu
pariwisata, olahraga permukaan air dan pembuatan foto,
video dan film.
3. penelitian dan pengembangan; dan /atau pendidikan :
penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan
konservasi, penelitian terapan untuk kepentingan
pemanfaatan dan konservasi, pengembangan untuk
kepentingan konservasi, pemeliharaan dan peningkatan
keanekaragaman hayati, perlindungan sumber daya
masyarakat lokal, pembangunan perekonomian berbasis
ekowisata bahari, pemeliharaan proses ekologis dan
sistem pendukung kehidupan, promosi pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan dan promosi upaya tata
kelola untuk perlindungan lingkungan kawasan konservasi
perairan.
4. Zona Lainnya, kegiatan yang diperbolehkan khusus
Rehabilitasi Zona.
(4) Pemanfaatan Ruang Kawasan Pemanfaatan Umum
a. Zona Perikanan Budidaya,
Pengaturan kegiatan utama dalam pemanfaatan zona
perikanan budidaya dan/atau subzona-subzonanya memuat
antara lain :
1. Pengaturan kebutuhan fasilitas minimal, seperti
penyediaan air bersih, energi listrik, klinik kesehatan ikan,
pemasangan batas-batas zona, pemasangan tanda- tanda
untuk keselamatan dan keamanan lalu lintas di laut.
25

2. Pengaturan daya dukung, seperti pengaturan jumlah unit


KJA per satuan luas dan penataan distribusi
penempatannya.
3. Pengaturan akses untuk mobilitas
4. Pengaturan pencegahan pencemaran perairan melalui
penyusunan dan penerapan Standart Operasional Presedur
(SOP) pencegahan pencemaran perairan (pengananan
sampah & limbah.
5. Pengaturan lainnya dianggap perlu, seperti penerapan SOP
pencegahan dan penanganan penyakit.
b. Zona Perikanan Tangkap.
1. Sub Zona Ikan Dermersal.
a). Pemanfaatan yang diperbolehkan/diizinkan untuk
penangkapan ikan demersal dan pelagis, migrasi biota,
danwisata selam, rekreasi dan fishing.
b). Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk
budidaya perikanan, wisata selam, snorkeling,
konservasi (zona pemanfaatan terbatas dan zona
pemanfaatan lainnya), alur kapal, dan pipa/kabel bawah
laut.
c). Pemanfaatan yang tidak diperbolehkan untuk
Konservasi (zona inti) dan penambangan (gas, minyak
bumi, galian-c.
2. Sub Zona Ikan Pelagis.
a). Pemanfaatan yang diperbolehkan/diizinkan untuk
penangkapan ikan demersal dan pelagis, serta migrasi
ikan.
b.) Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk budidaya
perikanan, wisata (selam, snorkeling, renang),
konservasi (zona pemanfaatan terbatas dan zona
pemanfaatan lainnya), sertapipa/kabel bawah laut.
c). Pemanfaatan yang tidak diperbolehkan untuk
Konservasi (zona inti), alur kapal, serta penambangan
(gas, minyak bumi, galian-c).
3. Zona Pertambangan.
a). Pemanfaatan yang diperbolehkan ialah pertambangan
mineral, batubara, minyak bumi, gas bumi dan panas
bumi.
b). Semua jenis pemanfaatan lainnya dilarang.
4. Zona Pariwisata.
Di dalam zona/subzona pariwisata laut, diatur agar
pemanfaatan di dalam zona/subzona tersebut dapat
terkendali dengan baik, yaitu:
a). Pengaturan kebutuhan fasilitas, antara lain: Penyediaan
air bersih, energi listrik, sistem pengelolaan limbah,
sanitasi, kebersihan, Fasilitas informasi dan
pelayanan,Fasilitas kesehatan, Fasilitas untuk
interpretasi, Fasilitas mitigasi bencana, mooring buoys,
fasilitas life guard, pemasangan batas-batas zona dan
pemasangan tanda-tanda untuk keselamatan dan
keamanan kegiatan wisata di laut.
b). Pengaturan daya dukung, seperti pengaturan jumlah
pengunjung dalam satuan ruang dan waktu.
c). Pengaturan code of conduct, seperti green fins, tidak
meninggalkan sampah, tidak mengambil spesimen laut.
26

5. Zona Pemukiman.
a). Diijinkan dan saling mendukung untuk kegiatan
industri pengolahan ikan, industri garam, sub zona
pada zona fasilitas umum.
b). Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk
kegiatan permukiman non nelayan, pertanian lahan
basah dan kering, hutan produksi dapat dikonversi,
pertambangan di laut, dan industri manufaktur.
c). Pemanfaatan bersyarat tertentu untuk kegiatan industri
biofarmakologi dan bioteknologi.
d). Tidak diperbolehkan untuk kegiatan, hutan produksi
terbatas dan tetap, sub zona pada zona pertambangan
selain air laut, dan industri minyak dan gas bumi.
6. Zona Industri.
a). Diijinkan dan saling mendukung untuk kegiatan
penangkapan ikan.
b). Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk alur
pelayaran.
c). Tidak diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan
(mineral, batubara, minyak bumi, gas bumi, panas
bumi, air tanah di kawasanpertambangan,
pertambangan air laut).
d). Pemanfaatan bersyarat tertentu untuk pipa/kabel
bawah laut.
e). Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk alur
pelayaran.
f). Tidak diperbolehkan untuk kegiatan budidaya
kerapu, budidaya kerang, budidaya udang, budidaya
mutiara.
7. Zona yang diperuntukkan untuk kegiatan alur pelayaran
Internasional, Pelayaran Nasional, Pelayaran Regional,
Pelayaran Lokal, Pelayaran Industri Tambang, Pelayaran
Wisata.
a). Pemanfaatan bersyarat secara terbatas untuk
penangkapan ikan demersal, pelagis, pelabuhan dan
wisata selam.
b). Pemanfaatan bersyarat tertentu untuk pertambangan
mineral, minyak bumi, gas bumi dan panas bumi.
c). Diijinkan untuk pemanfaatan alur pelayaran, dan
pipa/kabel bawah laut.
d). Diijinkan pemanfaatan terbatas pada alur migrasi
ikan/biota laut lainnya.
e). Tidak diperbolehkan untuk segala jenis budidaya laut,
segala jenis wisata, pertambangan air tanah dan air laut
dan industri.
f). Tidak diperbolehkan untuk segala jenis budidaya laut,
segala jenis wisata bahari, pelabuhan, pertambangan,
industri di zona konservasi.
27

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat

Pasal 87
(1) Setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui RZWP3K Provinsi;
b. menikmati pertambahan nilai ruang, sebagai akibat
penataan zonasi di Daerah dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan;
c. memperoleh penggantian yang layak akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan sesuai dengan RZWP3K Provinsi
diselenggarakan dengan cara musyawarah di antara pihak
yang berkepentingan;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat yang berwenang
terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K
Provinsi; dan
e. mengajukan pembatalan izin dan permintaan penghentian
pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K Provinsi
kepada pejabat yang berwenang.
(2) Pemerintah Daerah melalui Dinas yang tugas dan tanggung-
jawabnya dibidang perikanan dan kelautan harus memberikan
sosialisasi RZWP3K Provinsi melalui media informasi dan/atau
langsung kepada aparat dan masyarakat di Daerah.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 88
(1) Setiap orang wajib :
a. mentaati RZWP3K Provinsi; dan
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin.
(2) Setiap orang berkewajiban :
a. memberikan informasi berkenan dengan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
d. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil; dan/atau
e. melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil yang disepakati di tingkat Keluharan dan Desa.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat

Pasal 89
(1) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan pesisir dan pulau kecil
dilakukan melalui :
a. proses perencanaan ruang;
b. pemanfaatan ruang;
c. pengelolaan ruang; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peran Perempuan dan Pemuda dalam pengelolaan pesisir dan
pulau kecil.
(3) Bentuk peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
28

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 90
(1) Selain Pejabat Penyidik Polri, penyidikan terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang
penataan ruang agar keteranganatau laporan tersebut
menjadi lengkapdan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
penataan zonasi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang
penataan zonasi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan
sedang berlangsung, dan memeriksa identitas orang atau
dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
di bidang penataan ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya, dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. mengehentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi; dan
l. menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 91
(1) Setiap orang yang tidak mentaati RZWP3K Provinsi dan
memanfaatkan ruang sesuai dengan izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 88 ayat (1) huruf a dan huruf b dipidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
29

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 92
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Sulawesi Utara.

PENGOLAH PARAF
KEPALA BAGIAN Ditetapkan di Manado
PERUNDANG-UNDANGAN
pada tanggal
KEPALA BIRO HUKUM

ASISTEN PEMERINTAHAN DAN GUBERNUR SULAWESI UTARA,


KESEJAHTERAAN RAKYAT

SEKRETARIS DAERAH

MOHON UNTUK
GUBERNUR
DITANDA TANGANI

OLLY DONDOKAMBEY
Diundangkan di Manado
Pada tanggal

SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI UTARA,

S. R. MOKODONGAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2016 NOMOR

NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI UTARA: ( /2016)

Anda mungkin juga menyukai