Sulawesi Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Biasanya di awal tahun atau memasuki semester kedua tahun berjalan sering dijadikan
momentum untuk memprediksi kondisi perekonomian kedepannya. Di tahun 2017 ini oleh
beberapa pengamat ekonomi, secara makro, situasi dan maupun kondisi ekonomi tahun 2017
memperlihatkan pemulihan yang cepat, hal ini ditandai dengan kndisi perekonomian negara-
negara Eropa dan Jepang yang diperkirakan masih melambat. Permintaan barang dan volume
perdagangan dunia masih relatif lemah seiring melambatnya perekonomian China, demikian
juga Trumponomic yang belum jelas terlihat arahnya kemana serta harga komoditas yang
masih lemah, diprediksi membuat pertumbuhan ekonomi negara di dunia cenderung stagnan.
Sementara, pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri oleh pengamat diperkirakan berada pada
kisaran 5% - 5.3% ini, dianggap cukup baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
harus makin dipicu dengan mendorong berbagai kegiatan ekonomi lokal. Namun di tengah
perlambatan ekonomi dunia tersebut, pengalaman membuktikan bahwa sektor Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) senantiasa tampil sebagai penyelamat sehingga peran dan
kontribusinya harus makin ditingkatkan. Data dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah Republik Indonesia (Kemenkop UKM RI) menunjukkan jumlah UMKM
yang ada di tanah air meningkat dengan pesat, dari sekitar 7.000 unit usaha pada tahun 1980
menjadi sekitar 58 juta kegiatan usaha secara mandiri (self employed) di akhir tahun 2016,
dan dalam kurun periode tersebut hingga terdapat sekitar 1,65 persen penduduk telah menjadi
pengusaha (entrepreneur) yang dulunya berasal dari bisnis pemula (start up) dan telah
mampu mengembangkan usahanya. Peran strategis Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) dalam struktur perekonomian Indonesia makin nyata di mana sekitar 99,9% unit
bisnis di Indonesia merupakan UMKM dan menyerap hampir 97% tenaga kerja Indonesia.
Pada sisi yang lain, dibalik pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada kekuatan
kesejahteraan yang riil dan merata. Laporan Credit Suisse Research Institute ke-7 tahun 2016
merilis data perekonomian Indonesia dengan kenyataan bahwa kesenjangan ekonomi di tanah
air masih sangat lebar. Disebutkan, total kekayaan rumah tangga Indonesia tumbuh 6,4
persen pada 2016 yang mencapai USD1,8 triliun. Masalahnya, 1 persen dari 164 juta populasi
dewasa Indonesia menguasai 49,3 persen dari total kekayaan rumah tangga yang senilai
USD1,8 triliun dan menempatkan Indonesia menjadi negara dengan distribusi kekayaan
masyarakat sekitar dan menghidupkan usaha-usaha lokal pendukung lainnya. UMKM juga
tenaga kerja. Hadirnya sentra-sentra UMKM menjadi salah satu solusi yang mampu
menyelesaikan ketimpangan antar desa dan kota serta menggerakkan ekonomi daerah pada
umumnya.
Pengembangan UMKM dengan mendorong supaya dapat naik kelas menjadi entrepreneur
skala menengah dalam arti bisnis mereka dapat bertumbuh menjadi usaha yang sehat,
Di Provinsi Sulawesi Utara di awal tahun 2015, menurut data dari Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Sulawesi Utara mencatat bahwa ada sekitar 80.202 unit usaha dan telah mampu
menyerap lebih kurang 188.722 tenaga kerja, namun diawal 2017 unit susaha UMKM di
Provinsi Sulawesi Utara mengalami penurunan menjadi 76.463 demikian juga dengan jumlah
tenaga kerjanya mengalami penurunan menjadi 183.396 orang (BPS Sulut, 2017).
Provinsi Sulawesi Utara yakni beroperasi dan menjamurnya bisnis ritel modern skala
minimarket (Alfamart dan Indomaret) di beberapa kabupaten dan kota serta masih relatif
kecil dalam jumlah UMKM yang mendapatkan akses permodalan. Ada beberapa faktor yang
menghambat pelaku UMKM untuk mendapatkan suntikan modal dari lembaga keuangan.
Sementara dari berbagai sumber dan observasi awal teridentifikasi bahwa masalah
lain yang menjadi hambatan UMKM di Provinsi Sulawesi Utara, yakni; manajemen usaha
yang masih kurang baik, kapasitas dan produktivitas sumber daya manusia terhadap sumber
daya usaha yang masih lemah, daya saing produk yang masih lemah, akses informasi
pemasaran produk yang masih relatif lemah serta sangat dibutuhkannya perangkat Peraturan
Khusus dalam upaya untuk perlindungan UMKM di Provinsi Sulawesi Utara, harus
dilaksanakan secara terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan
mikro yang meliputi: penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha
pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada
sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi
sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; pengembangan kewirausahaan dan
keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM); dan pemberdayaan usaha skala
mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha
ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus
keluarga miskin.
kemajuan UMKM, sehingga pengembangan dan UMKM menuju terwujudnya UMKM yang
kuat dan mandiri yang mampu mengembangkan dan meningkatkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
Tentang UMKM cukup memadai sebagai suatu sistem untuk dijadikan landasan hukum bagi
ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan hanya saja perlu
ada upaya pengembangan dan pemberdayaan yang lebih serius dari pemerintah daerah
Provinsi Sulawesi Utara. Untuk hal tersebut perlu disusunnya rancangan peraturan daerah
tentang Perlindungan UMKM sebagai jawaban dari permasalahan UMKM dan sebagai
Pelaku Usaha Mikro dan Kecil Menengah (UMKM) dalam menjalankan usahanya
Tahun 2008 harus memadai sebagai alat untuk mengembangkan permodalan dan
manajemen pemasaran dan akses informasi yang dapat dijangkau oleh UMKM
Perkembangan UMKM yang meningkat dari segi kuantitas belum diimbangi oleh
rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi
UMKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran; lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM; dan
terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor
produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh UMKM diantaranya
adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 5
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
bahan baku. Perolehan legalitas formal hingga saat ini juga masih merupakan persoalan
mendasar bagi UMKM, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan
perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman yang baik tentang UMKM sebagai badan
usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan badan
yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya kualitas kelembagaan dan
organisasi UMKM. Bersamaan dengan masalah tersebut, UMKM juga menghadapi tantangan
terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi
peraturan daerah tentang UMKM yang dapat berperan sebagai alat untuk mendorong dan
memajukan UMKM sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai badan usaha yang kuat
dan mandiri.
1.3.1. Tujuan
4. Memberikan landasan pemikiran tentang UMKM sebagai pelaku usaha yang sehat,
1.3.2. Kegunaan
1. Memberikan landasan pemikiran tentang UMKM sebagai pelaku usaha yang sehat,
UMKM.
4. Sebagai rujukan bagi semua pihak, DPRD, Pemerintah serta pihak terkait dalam
1.3.3. Metodologi
1. Yuridis normatif: yaitu melalui studi pustaka untuk menelaah sistem regulasi untuk
kelembagaan UMKM.
2. Yuridis empiris: yaitu melalui analisa data primer maupun data sekunder yang
dikumpulkan dari lembaga UMKM dan dari pengelola/pengurus UMKM baik pada
BAB II
KAJIAN TEORITIS
memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk
secara produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan pendapatan
yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk menghasilkan nilai tambah paling
tidak harus ada perbaikan akses terhadap 4 hal, yaitu; akses terhadap sumber daya, akses
terhadap teknologi, akses terhadap pasar dan akses terhadap permintaan. Ekonomi
masyarakat adalah segala kegiatan ekonomi dan upaya masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (basic need) yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam hal ini
UMKM merupakan satu upaya untuk meningkatkan kemampuan atau potensi UMKM dalam
model industrialisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun dari
produksi.
politik, sistem hukum, dan ideologi yang manipulatif untuk memperkuat dan
legitimasi.
4. Kooptasi sistem pengetahuan, sistem hukum, sistem politik, dan ideologi, secara
dan masyarakat tuna daya. Akhirnya yang terjadi adalah dikotomi, yaitu
masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan situasi
Dalam upaya peningkatan taraf hidup masyarakat, pola pemberdayaan yang tepat
sasaran sangat diperlukan, bentuk yang tepatadalah dengan memberikan kesempatan kepada
UMKM untuk merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka
tentukan. Disamping itu UMKM juga diberikan kekuasaan untuk mengelola dananya sendiri,
baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak penyalur. Perlu dipikirkan siapa
sesungguhnya yang menjadi sasaran UMKM, sesungguhnya juga memiliki daya untuk
membangun, dengan ini good governance yang telah dielu-elukan sebagai suatu pendekatan
yang dipandang paling relevan, baik dalam tatanan pemerintahan secara luas maupun dalam
menjalankan fungsi pembangunan. Good governance adalah tata pemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjalin adanya proses kesejahteraan, kesamaan, kohesi dan
keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan komponen pemerintah,
dan UMKM.
tanggal 29 Januari 2003 : Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara
Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
per tahun. Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,-
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 9
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
(lima puluh juta). Diperbarui dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM :
Usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi
kriteria usaha mikro, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
Pengertian Usaha Kecil Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, Usaha Kecil
adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling
banyak Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)
per tahun serta dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Pengertian
Usaha Kecil menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Usaha Kecil adalah : Usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar yang memenuhi kriteria usaha kecil. Memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.50.000.000,- (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Pengertian Usaha Menengah menurut Inpres No. 10 tahun 1998 : Usaha Menengah
adalah usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih besar
dari Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak sebesar Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai
dengan Rp. 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Pengertian usaha menengah menurut
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 10
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, Usaha Menengah yaitu: Usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar. Memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- (dua
milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh
milyar rupiah).
memadai.
7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP.
pembudidaya.
2. Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan,
3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dan lain-lain.
(konveksi).
berubah.
4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti
business planning.
1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja
3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan,
industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan.
1. Umumnya memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur
bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian
3. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada
4. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha,
6. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. UU yang disahkan pada 10 November 1998 ini
merupakan salah satu langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintah bersama dengan
DPR untuk menyempurnakan sistem perbankan nasional. Penyempurnaan yang dilakukan ini
tidak saja sebagai upaya yang dilakukan untuk menyehatkan bank secara individual namun
No. 7 tahun 1992. Penyempurnaan yang dilakukan ini terkait dengan sejumlah materi
peningkatan taraf hidup rakyat melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah
mengenai izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat; ketentuan mengenai
pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat; ketentuan mengenai bentuk hukum Bank Umum; ketentuan
mengenai pendirian Bank Umum; ketentuan mengenai emisi saham melalui bursa efek yang
mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi bank; ketentuan mengenai pembinaan dan
pengawasan bank; ketentuan mengenai pemeriksaan terhadap bank oleh Bank Indonesia;
ketentuan mengenai tindakan yang dapat dilakukan Bank Indonesia dalam mengatasi
kesulitan bank terhadap kelangsungan usahanya dan melakukan penyehatan perbankan secara
umum; ketentuan mengenai kewajiban bank menjamin dana masyarakat; ketentuan mengenai
Di dalam UU N0.10 tahun 1998 dijelaskan sejumlah istilah yang perlu diketahui,
karena memiliki hubungan baik langsung maupun tidak langsung terhadap koperasi. Dalam
ketentuan pasal 1 butir 2, 3, dan 4, dijelaskan mengenai definisi Bank, Bank Umum dan
“Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak; Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
Prinsip .1 Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
Disebutkan pula pada butir 11, 12, dan 13 mengenai definisi kredit, pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, dan penjelasan mengenai Prinsip Syariah, yaitu: Kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
Pasal 1 Ayat 1-4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7
1
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan
pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan, atau dengan adanya pilihan
pemindahankepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa
iqtina).
Pada materi pengaturan dalam UU No. 10 tahun 1998, diatur pula sejumlah materi
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”. Kemudian pada ayat (2)
penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat
1. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari
3. anggota Direksi;
huruf c;
huruf e.
berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat
Di dalam perubahan ketentuan pasal 12, diatur mengenai dukungan yang diberikan
dimana disebutkan:
4. Perubahan Lingkup Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR). UU No. 10 tahun 1998
5. Bentuk Hukum Bank Umum. UU N0. 10 tahun 1998 dalam perubahan pasal 21
tetap mencantumkan Koperasi menjadi salah satu bentuk hukum dari Bank Umum.
ketentuan pasal 29 ini, khususnya dalam hal pemberian kredit atau pembiayaan dan
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
kepada bank.
5. Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia."
Dari UU No. 10 tahun 1998 kemudian muncul UU lain yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung dengan aktivitas perbankan. UU tersebut antara lain ialah:
UU No. 10 tahun 1998 dalam perjalanannya telah mengalami 2 (dua) kali uji materi
ke Mahkamah Konstitusi. Di mana pada uji materi yang pertama, Mahkamah Konstitusi
berdasarkan Putusan No. 82/PUU-IX/2011 telah menolak permohonan uji materil yang
diajukan oleh pemohon Sdr. Fara Novia Manoppo terhadap ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU
No. 10 tahun 1998 mengenai pidana maksimal dan minimum serta denda maksimal dan
minimum yang tertera pada pasal tersebut. Kemudian pada tahun 2012, UU No. 10 tahun
1998 kembali diuji secara materi ke Mahkamah Konsitusi oleh pemohon Sdr. Magda Safrina,
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 19
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
yang mengajukan permohonan uji materi terhadap ketentuan Pasal 40 ayat (1) mengenai
Putusan ini, MK memberikan penafsiran lain mengenai perlindungan data nasabah dengan
memperbolehkan suami atau istri mengakses informasi perbankan terhadap keberadaan harta
Ketentuan terkait bentuk Badan Hukum pada UU NO. 10 tahun 1998 dalam
perubahan pasal 21 tetap mencantumkan Koperasi menjadi salah satu bentuk hukurn dari
Bank Umum. Sementara untuk pembinaan dan pengawasan Bank ketentuan pasal 29 melalui
dengan aktivitas koperasi terdapat beberapa ketentuan yang saling berhubungan dengan
ketentuan pasal 29 ini, khususnya dalam hal pemberian kredit atau pembiayaan dan
3.1.2. UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
UU No. 5 tahun 1999 merupakan salah satu produk Undang-Undang yang dihasilkan
di awal masa reformasi. Kondisi persaingan usaha yang tumbuh secara tidak sehat melalui
prilaku monopoli, pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, dan
berbagai prilaku usaha lainnya yang mencederai semangat kewirausahaan sejati pada masa
orde baru, telah mendorong pembuat Undang-Undang di negeri ini, untuk menegakkan aturan
hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha melalui UU
tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini. Di harapkan
melalui Undang-undang ini jaminan kepastian hukum dapat diberikan untuk lebih mendorong
Secara umum, materi dari Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat ini mengandung 6 (enam) bagian pengaturan. Keenam bagian
3. posisi dominan;
6. ketentuan lain-lain.
Di dalam perjanjian yang dilarang terdapat 10 jenis perjanjian yang dilarang oleh UU
ini. Kesepuluh perjanjian tersebut meliputi oligopoly, penetapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel trust oligopsoni; integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian
UU kemudian mengatur pula adanya 4 (empat) jenis kegiatan yang dilarang untuk
dilakukan pelaku usaha. Keempat jenis kegiatan yang dilarang tersebut meliputi: monopoli;
monopsony; penguasaan pasar; dan persekongkolan. Selain perjanjian dan kegiatan yang
dilarang, UU juga mengatur mengenai larangan pelaku usaha untuk melakukan posisi
dominan. Disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) jenis perilaku posisi dominan yang dilarang
meliputi: prilaku umum posisi dominan; jabatan rangkap; pemilikan saham; serta
Dalam hal daya ikat dan lingkup keberlakuan, UMKM secara umum merupakan
entitas badan usaha yang berstatus badan hukum yang terikat secara umum dengan UU No. 5
tahun 1999. Disebutkan di dalam pasal 1 butir 5 bahwa pelaku usaha adalah setiap orang
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 21
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum
yang didirikan dan bekedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. Atas dasar definisi
tersebut maka secara umum UMKM dapat dikatagorikan sebagai badan usaha yang
berbentuk badan hukum yang terikat dengan materi pengaturan mengenai pelaku usaha yang
3.1.3. UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 tahun 2004
UU No.12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 tahun 2004
merupakan UU yang menjadi dasar dari pelaksanaan otonomi daerah. Keberlakukan UU ini
menggantikan sekaligus menyempurnaan ketentuan dari UU No. 22 tahun 1999 yang telah
membangun pondasi dasar dan mengubah tata kelola pemerintahan di daerah. Perubahan atau
1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada
peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui
otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 22
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan
potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak
selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang
sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk
utama dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah atau desentralisasi ini salah satu aspek yang
memiliki kedudukan yang demikian penting dan strategis ialah mengenai pembagian urusan
pemerintahan. Hal ini di dasari pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan
Urusan pemerintahan yang harus tetap dipegang oleh pemerintah pusat ini tentunya di
hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. UU N0.12 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Kedua Atas UU No. 32 tahun 2004 ini mengatur adanya 6 (enam) urusan utama yang tetap
menjadi urusan Pemerintah Pusat, meliputi urusan: politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiscal nasional, dan agama dan Hukum. Mengacu pada ketentuan
tersebut maka pemberian Badan Hukum UMKM dimana pada hakekatnya adalah proses
kewenangannya pada Pemerintah Daerah sebagaimana berlangsung selama ini atau pada
Pemerintah Pusat, mengingat Urusan Hukum adalah kewenangan Pemerintah Pusat yang
tidak didesentralisasikan.
Di samping keenam urusan di atas, terdapat pula bagian urusan pemerintah yang
bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah.
Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang
menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan
ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota. Untuk mewujudkan pembagian
Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi: eksternalitas,
urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Urusan yang menjadi kewenangan daerah,
meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan,
pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
Berkaitan dengan UMKM, UU.No.12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
UU No. 32 tahun 2004 ini telah memasukkan urusan pengembangan koperasi sebagai bagian
dari urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi maupun
pemerintahan daerah kabupaten/kota. Hal ini dalam di lihat dalam pasal 13 ayat (1) huruf i,
yang menyebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: i. fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota. Ketentuan serupa juga
disebutkan dalam pasa 14 ayat (1) huruf I, dimana urusan wajib yang menjadi kewenangan
UU No. 32 tahun 2004 dalam perjalanannya telah mengalami 2 (dua) kali perubahan.
Undang-Undang No. 3 tahun 2005 tentang Perubahan UU No. 32 tahun 2004, yang
selanjutnya ditetapkan dalam UU No. 8 tahun 2005. Kemudian pada perubahan kedua
dilakukan dengan menetapkan UU No. 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
3.1.4. UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
UU No. 20 tahun 2008 yang telah berlaku sejak 4 Juli 2008 ini merupakan upaya
bersama DPR dan Pemerintah dalam membangun landasan hukum yang kuat untuk
memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan, Menengah. Diharapkan melalui UU, berbagai
upaya dalam meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan usaha mikro, kecil, dan
menengah dalam perekonomian nasional dapat terbangun secara menyeluruh, sinergis dan
Terdapat 3 (tiga) tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang
dituju dengan adanya UU ini. Tujuan pertama ialah mewujudkan struktur perekonomian
nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan. Pada tujuan kedua ialah ingin
menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan tujuan ketiga ingin meningkatkan peran Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
Atas tujuan yang ingin dicapai oleh UU tersebut, maka terdapat 3 (tiga) entitas usaha
yang menjadi subjek sekaligus fokus pengaturan, yaitu usaha mikro, usaha kecil dan usaha
menengah. Usaha Mikro menurut UU ini diartikan sebagai usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria
yang dimaksud ini meliputi: (1) memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau (2) memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
Usaha Kecil yang dimaksud dalam UU ini diartikan sebagai usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau
menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha
Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Kriteria dimaksud ini meliputi: a. memiliki
kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Usaha Menengah menurut UU ini adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: (1) memiliki kekayaan bersih lebih dari
Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,-
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
Di dalam UU ini terdapat 2 (dua) pasal yang menyebutkan kata koperasi sebagai
bagian dari materi pengaturan. Pada pasal 1 butir 11, disebutkan bahwa koperasi merupakan
salah satu institusi yang menyediakan pembiayaan bagi upaya memperkuat permodalan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Hal ini dapat dilihat dalam rumusan pasal tersebut yang
Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan
bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah.
Selanjutnya, Koperasi dalam UU No, 20 tahun 2008 diletakkan sebagai subjek dari
kebijakan yang dimanatkan oleh UU kepada Pemerintah dalam lingkup upaya meningkatkan
sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Dimana disebutkan dalam pasal 22,
bahwa dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil,
Pemerintah melakukan upaya, salah satunya dalam huruf d disebutkan melalui, peningkatan
kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi
hukum sekaligus kepastian hukum serta keyakinan bagi para pemangku kepentingan dan
masyarakat dalam menggembangkan dan menggunakan produk serta jasa Bank Syariah.
Pengaturan mengenai Perbankan Syariah sebenarnya telah diatur dalam UU No. 7 tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No, 10 tahun 1998. Namun
pertumbuhan dan volume usaha Bank Syaraiah yang berkembang demikian cepat.
pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, dan larangan bagi Bank Syariah
maupun UUS yang merupakan bagian dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk
Perbankan Syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan
Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir,
gharar, haram, dan zalim. Prinsip syariah yang dimaksud dalam UU ini diartikan sebagai
prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
Undang ini diatur mengenai masalah kepatuhan syariah (syariah compliance) yang
kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan melalui
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing Bank Syariah dan
UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI ke dalam Peraturan
Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibentuk komite perbankan syariah, yang
keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur
maupun tidak langsung dengan UMKM ialah mengenai kegiatan usaha dan kelayakan
penyaluran dana. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah berdasarkan ketentuan pasal 19 ayat
(1) meliputi:
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
Syariah;
9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain,
10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
12. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang
13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
Prinsip Syariah;
14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang
sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain
2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad
musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak
Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip
Syariah;
7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang
Syariah;
9. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar
transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah,
10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
12. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan
Prinsip Syariah;
13. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
14. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah;
dan
15. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang
sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan
Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana tersebut di atas, Bank Umum Syariah
dapat pula:
2. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga
kembali penyertaannya;
4. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah;
modal;
berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
pasar uang;
berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
9. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya
modal;
kembali penyertaannya;
berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
6. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya
Sedangkan terkait dengan kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi:
Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
dan
dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang
berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik; dan
3. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad
wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang
Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank
5. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang
UUS, UMKM selaku nasabah juga harus memahami ketentuan atau batasan yang diberikan
UU kepada Bank Syariah/UUS dalam menyalurkan dana yang dikelolanya kepada nasabah.
Ketentuan pasal 23 menyebutkan bahwa Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai
keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk melunasi
seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS menyalurkan dana
kepada Nasabah Penerima Fasilitas. Untuk memperoleh keyakinan dimaksud, Bank Syariah
dan/atau UUS wajib melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal,
3.1.6. UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang
UU No. 8 tahun 2010 disahkan pada 22 Oktober 2010 merupakan instrument hukum
yang dibuat untuk mencegah dan pemberantas tindak pidana pencucian uang. Seperti
diketahui bahwa pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar
Harta Kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga
dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun
tidak sah. Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui
melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara
atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila Harta Kekayaan hasil tindak pidana yang
dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya
dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada
umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan
menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada
otoritas (financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya
Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi
juga menjaga dirinya dari berbagai risiko, yaitu risiko operasional, hukum, terkonsentrasinya
Transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku
tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana. Pengelolaan risiko yang baik, lembaga
keuangan akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya
sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya, untuk itu di dalam materi pengaturan
UU ini terdapat sejumlah materi yang memiliki kaitan secara langsung maupun tidak
langsung terhadap aktivitas UMKM, khususnya koperasi yang melakukan kegiatan simpan
pinjam. Jenis koperasi simpan pinjam ini dalam ketentuan pasal 17 ayat (1) UU No. 8 tahun
2010 dimasukkan sebagai pihak pelapor yaitu intitusi yang merupakan penyedia jasa
keuangan.
mengenali pengguna jasa sebagaimana yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan
pengatur. Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dilakukan pada saat
melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa terdapat Transaksi Keuangan dengan mata
uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan
terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme; atau Pihak
UU juga mewajibkan pihak pelapor wajib mengetahui bahwa Pengguna Jasa yang
melakukan Transaksi dengan Pihak Pelapor bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas
nama orang lain. Dalam hal Transaksi dengan Pihak Pelapor dilakukan untuk diri sendiri atau
untuk dan atas nama orang lain, Pihak Pelapor wajib meminta informasi mengenai identitas
dan Dokumen pendukung dari Pengguna Jasa dan orang lain tersebut. Dalam hal identitas
dan/atau Dokumen pendukung yang diberikan tidak lengkap, Pihak Pelapor wajib menolak
Transaksi dengan orang tersebut. Identitas dan Dokumen pendukung yang diminta oleh Pihak
Pelapor harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
mengenai identitas pelaku Transaksi paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya
hubungan usaha dengan Pengguna Jasa tersebut. Pihak Pelapor yang tidak melakukan
Penyedia jasa keuangan wajib memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa
jika:
1. Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali Pengguna Jasa; atau
Keuangan Mencurigakan.
Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau dengan
mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun
beberapa kali Transaksi dalam 1 (satu) hari kerja; dan/atau Transaksi Keuangan transfer dana
dari dan ke luar negeri. Perubahan besarnya jumlah Transaksi Keuangan Tunai dan Besarnya
jumlah Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib dilaporkan
diatur dengan Peraturan Kepala PPATK. Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan
Tunai dikecualikan terhadap: Transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan
pemerintah dan bank sentral; Transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan Transaksi
lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang
disetujui oleh PPATK. Kewajiban pelaporan tidak berlaku untuk Transaksi yang
dikecualikan.
UU juga mewajibkan Penyedia jasa keuangan untuk membuat dan menyimpan daftar
Transaksi yang dikecualikan. Penyedia jasa keuangan yang tidak membuat dan menyimpan
Transaksi Keuangan Mencurigakan dilakukan sesegera mungkin paling lama 3 (tiga) hari
kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur Transaksi Keuangan
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 37
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. Penyampaian laporan
Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri dilakukan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak tanggal Transaksi dilakukan. Penyedia jasa keuangan yang
Transaksi paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penundaan Transaksi
dilakukan.Penundaan Transaksi ini dilakukan dalam hal Pengguna Jasa: melakukan Transaksi
yang patut diduga menggunakan Harta Kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana;
memiliki rekening untuk menampung Harta Kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana
atau diketahui dan/atau patut diduga menggunakan Dokumen palsu. Pelaksanaan penundaan
Transaksi dicatat dalam berita acara penundaan Transaksi. Penyedia jasa keuangan
memberikan salinan berita acara penundaan Transaksi kepada Pengguna Jasa. Penyedia jasa
berita acara penundaan Transaksi dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam
terhitung sejak waktu penundaan Transaksi dilakukan. Setelah menerima laporan penundaan
Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) PPATK wajib memastikan pelaksanaan
penundaan Transaksi dilakukan sesuai dengan Undang-Undang ini. Dalam hal penundaan
Transaksi telah dilakukan sampai dengan hari kerja kelima, penyedia jasa keuangan harus
kerahasiaan yang berlaku bagi Pihak Pelapor yang bersangkutan. Kecuali terdapat unsur
penyalahgunaan wewenang, Pihak Pelapor, pejabat, dan pegawainya tidak dapat dituntut,
baik secara perdata maupun pidana, atas pelaksanaan kewajiban pelaporan menurut Undang-
Undang ini.
yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang
mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan,
dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai
mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul
dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem
keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya
memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang
memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan
ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan
lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan
pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain
sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral
UMKM, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa
keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini,
OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga
mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga
kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian,
dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif
globalisasi.
dimaknai bahwa Otoritas Jasa Keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah.
Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan Pemerintah karena pada
hakikatnya Otoritas Jasa Keuangan merupakan otoritas di sektor jasa keuangan yang
memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal
dan moneter. Lembaga ini melibatkan keterwakilan unsur- unsur dari kedua otoritas tersebut
secara Ex-officio. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja
sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan.
dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan
pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan.
Ketentuan pasal 1 butir 4 menjabarkan secara jelas mengenai apa itu Lembaga Jasa
Keuangan. Dimana di jelaskan bahwa Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Pengertian Perbankan disini
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan
undang mengenai perbankan syariah. Untuk, Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan
dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan
Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek
adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan
timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau
meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan usaha penunjang usaha asuransi yang
adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal sebagaimana dimaksud dalam peraturan
pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi penyelenggara program jaminan
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan, dan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat
wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar
Modal; dan kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Dalam melaksanakan tugas pengaturan
2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
1. manajemen risiko;
5. pemeriksaan bank.
Eksekutif
tertentu
1. izin usaha
6. pengesahan
Dengan berlakunya UU No. 21 tahun 2011 ini, maka berdasarkan ketentuan pasal 70,
UU lain yang berkaitan dengan jasa keuangan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. UU yang terkait dengan
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
pelaksanaannya
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Keterkaitan dengan kegiatan UMKM, yakni kewenangan OJK dalam pengawasan dan
pemeriksaan kegiatan penyelenggaraan Jasa Keuangan yang dilakukan dalam setiap kegiatan
dilaksanakan oleh OJK, dan sebagai alternatif akan diatur bahwa pengawasan dan
pemeriksaan dilaksanakan oleh pembina UMKM dan Akuntan Publik yang independen untuk
yang dinilai sudah tidak memadai lagi sehingga perlu untuk diganti dengan UU yang baru.
Dalam upaya menciptakan struktur ekonomi yang mandiri, sehat dan kukuh dalam menopang
utamanya. Globalisasi dan liberalisasi telah membawa dinamika perubahan yang sangat cepat
dan berdampak luas bagi perekonomian nasional. Di satu sisi pengaruh yang paling dirasakan
adalah terjadi persaingan yang semakin ketat dan di sisi lain membuka peluang kolaborasi
kebijakan yang tepat, perencanaan yang terpadu, dan pengelolaan yang efisien dengan
Pemerintahan Daerah, telah membawa konsekuensi pergeseran peran dan misi Pemerintah
perjanjian internasional yang bersifat bilateral, regional, dan multilateral yang mempengaruhi
akibat perubahan lingkungan strategis dan sekaligus mampu menjadi landasan hukum bagi
pengaturan yang efektif dalam pembangunan Industri dengan tetap menjamin aspek
keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pokok- pokok pengaturan dalam undang-undang yang baru meliputi penyelenggaraan urusan
dan penyelamatan Industri, perizinan, penanaman modal bidang Industri dan fasilitas, Komite
Terkait dengan UMKM, yakni UMKM dapat berpatisipasi aktif dalam mendukung
kegiatan industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan Industri. Kegiatan
UMKM yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan industri ini dapat memberikan
sumbangan berarti dalam pembangunan daerah, bangsa dan negara khususnya di bidang
ekonomi.
UU No. 6 tahun 2014 ini merupakan upaya bersama DPR dan Pemerintah untuk
melindungi dan memberdayakan desa agar dapat menjadi kuat, maju, mandiri, dan
demokratis. UU yang mengatur desa sebelumnya yaitu UU No. 32 tahun 2004, khususnya
pada pasal 200 sampai dengan pasal 216, dianggap belum dapat mewadahi segala
kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa yang ada saat ini. Selain itu, pelaksanaan
pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi,
menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat
penjabaran lebih lanjut dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (7) dan
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, adalah:
1. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan
Indonesia,
2. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
Indonesia,
5. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta
bertanggung jawab,
masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari
ketahanan nasional,
pembangunan nasional,
Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa,
Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan,
Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga
Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur
Terkait dengan UMKM, sesuai dengan tujuan pembuatan ini yang mana salah satunya
pembangunan nasional, yang pada gilirannya dapat memperkuat masyarakat desa sebagai
subyek dalam pembangunan bangsa dan negara, maka keberadaan UMKM di Desa sangat
UU No. 7 tahun 2014 merupakan salah satu langkah terobosan yang dilakukan DPR
dan pemerintah dalam menyediakan landasan hukum yang jelas dan terintegrasi dalam
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belum ada undang-undang yang
mengatur tentang Perdagangan secara menyeluruh. Produk hukum yang setara undang-
Ordonnantie 1934 yang lebih banyak mengatur perizinan usaha. Berbagai upaya telah
Gudang, dan Undang-Undang tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Oleh karena itu,
undangan di bidang Perdagangan dalam upaya mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur
serta dalam menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan
masa depan.
hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian,
Berdasarkan tujuan dan asas tersebut, Undang-Undang ini memuat materi pokok sesuai
dengan lingkup pengaturan yang meliputi Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar
pelindungan dan pengamanan Perdagangan, pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil,
Pengaturan dalam UU ini yang terkait dengan UMKM dapat ditemukan dalam
2 butir g mengenai kemitraan, bahwa “asas kemitraan” adalah adanya kerja sama
menguntungkan yang melibatkan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah
meningkatkan kemitraan antara usaha besar dan koperasi, usaha mikro, kecil, dan
4 ayat (1), disebutkan bahwa lingkup pengaturan perdagangan, salah satunya pada
butir g ialah terkait dengan pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan
menengah.
diatur dalam ketentuan pasal 5 ayat (3), paling sedikit mengatur salah satunya pada
Dalam Negeri, termasuk koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah.
Ketentuan yang terkait dengan koperasi ini masuk pula dalam penjelasan pasal 12
dalam menjelaskan pasar rakyat. Dimana Pasar rakyat yang dimaksud ini adalah
tempat usaha yang ditata, dibangun, dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan/atau Badan Usaha Milik Daerah
dapat berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil
dan menengah, swadaya masyarakat, atau koperasi serta usaha mikro, kecil, dan
istilah koperasi dapat ditemukan pula pada pasal 14 ayat (1). Di mana disebutkan
setara dan berkeadilan terhadap Pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan,
dan perkulakan untuk menciptakan kepastian berusaha dan hubungan kerja sama
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS,
SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen, pada Alinea ke-empat bahwa Negara
Republik Indonesia dibangun tidak saja untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia namun juga untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
Dalam bagian batang tubuh, Bab XIV, pasal 33 yang mengatur Perekonomian dan
berdasarkan atas azas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang mengasai hajat hidup orang banyak dikuasa oleh negara; Bumi, air dan seluruh
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan sebesar besarnya
nasional.
Dasar hukum utama dari demokrasi ekonomi di Indonesia adalah Pasal 33 UUD
1945. Dalam penjelasan pasal 33 disebutkan bahwa demokrasi ekonomi diartikan sebagai:
produksi dikerjakan oleh semua, (dan) untuk semua, di bawah pimpinan atau penilikan
Di dalam sistem ekonomi yang menjamin demokasi ekonomi maka tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana dinyatakan pada
pasal 27. Hak atas pekerjaan tidaklah melulu keistimewaaan suatu kelompok atau golongan
tertentu. Semua berhak pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dengan
peluang yang sama. Akan tetapi manakala seseorang mengalami ketidakberuntungan dengan
kemampuan yang terbatas dan terlantar menjadi fakir miskin, maka sesuai jiwa Pancasila,
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluaragaan". Penjelasan terkait demokrasi
ekonomi ditonjolkan pada peran masyarakat. Produksi dikerjakan di bawah pimpinan atau
kemakmuran orang seorang. Masyarakat tidak sama dengan negara. Sehingga jelaslah bahwa
sistem ekonomi Pancasila tidak saja menolak free fight liberalism akan tetapi juga etatisme
/ekonomi komando, di mana negara beserta aparatur ekonomi negara dominan penuh dan
Pasal 33 juga menekankan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara. Sedangkan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung dalam bumi dikuasai negara untuk digunakan bagi
kemakmuran rakyat. Negara diamanatkan menguasai sektor-sektor yang strategis, akan tetapi
umum.
masyarakat dan mencegah keterpurukan masyarakat. Sumber daya manusia adalah kunci
kompetensi dan karakter manusia Indonesia selama ini belum memperoleh perhatian yang
memadai meskipun komitmen dalam peningkatan kualifikasi sumber daya manusia telah
dicerminkan dalam alokasi dana pendidikan dalam anggaran negara yang ditetapkan sebesar
20%. Namun dilihat dari dimensi kesejahteraan yang belum memenuhi harapan dapat dilihat
Mochtar Lubis menggambarkan sisi negatif manusia Indonesia yang masih belum
sesuaidengan cita cita pembangunan Indonesia, Muchtar Lubis secara lisan pada tahun 1977,
menyebut enam ciri manusia Indonesia. Meliputi hipokrit alias munafik (1), enggan
bertanggung jawab atas perbuatan dan keputusannya (2), berjiwa feodal (3), percaya takhayul
(4), artistik (5), dan berotak lemah (6). Berdasarkan pengungkapan Koentjaraningrat
menyatakan, manusia Indonesia mengidap mentalitas yang lemah, yaitu konsepsi atau
pandangan dan sikap mental terhadap lingkungan yang sudah lama mengendap dalam alam
pikiran masyarakat, karena terpengaruh atau bersumber kepada sistem nilai budaya (culture
value ystem) sejak beberapa generasi yang lalu, dan yang baru timbul sejak zaman revolusi
yang tidak bersumber dari sistem nilai budaya pribumi. Artinya, kelemahan mentalitas
manusia Indonesia diakibatkan budaya negatif dari bangsa sendiri dan dari sebagai akibat
bangsa lain.
Pendekatan perubahan sifat mental dan nilai budaya mengacu pada teori sibernatik
Talcott Parson dan sistem nilai budaya (Culture Value System) terkait kerangka lima dasar
nilai budaya manusia Kluckhohn. Pada dasarnya sosiologi melihat manusia dalam serba
keterhubungannya dengan manusia atau orang lain. Manusia adalah manusia dalam
diketahui aspek-aspek apa saja yang muncul manakala kita membicarakan manusia itu, yaitu:
sistem kepribadian yang menyangkut diri manusia itu sendiri, sistem sosial, dan sistem
kebudayaan (Talcott Parson, 1951). Dengan demikian, manusia mampu didisiplinkan oleh
struktur di luar dirinya. Apakah itu berupa sistem sosial ataukah kebudayaan atau sistem
hukum dan regulasi yang mengubah cara pandang, sikap dan perilakunya.
struktur yang demikian itu. Berbahasa, atau berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
(bahkan juga dengan menggunakan isyarat lain) menunjukkan keterikatan manusia belaka.
orang lain untuk menangkap maksud yang kita kirimkan melalui perkataan tersebut. Penilaian
negatif manusia Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari perubahan pola kehidupan
masyarakat Indonesia yang komunitarian ke arah individualistik. Hal ini mempengaruhi nilai-
nilai kepentingan bersama menjadi kepentingan pribadi. Munculnya para koruptor yang
menilep uang rakyat demi kemakmuran pribadi, kehidupan permisif di kalangan pemuda
taat pada aturan, menghargai prestasi kerja. dan sebagainya berawal dari rasa empati kepada
Talcott Parson dengan teori struktural fungsionalismenya, menyusun ide tentang teori
sibernetika mencoba untuk memberikan jawaban, bahwa sistem sosial merupakan suatu
sinergi antara tiga subsistem sosial—sistem sosial, personalitas, dan sistem budaya—yang
saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan. Ketiga subsistem (pranata) tersebut akan
bekerja secara mandiri tetapi saling bergantung satu sama lain untuk mewujudkan keutuhan
dan kelestarian sistem sosial secara keseluruhan. Contohnya keterkaitan antara Hukum,
agama, pendidikan, budaya, ekonomi, politik, sosial yang tak dapat terpisahkan dan saling
berinteraksi.
Menurut Talcott Parson terdapat 4 subsistem yang menjalankan fungsi utama dalam
melaksanakan produksi dan distribusi barang - jasa, dimana jalur produksi dan
dengan seadil - adilnya sesuai dengan nilai - nilai yang terkandung dalam Pancasila.
yg sah (negara). Dalam pembagian kekuasaan ini harus didasarkan kepada etika dan
moral politik (moral excellen) untuk menghindari kekuasaan absolut dan tindakan
dilaksanakan oleh subsistem budaya menangani urusan pemeliharaan nilai - nilai dan
Di masa depan diharapkan masyarakat Sulawesi Utara mampu untuk menghargai dan
pelestariannya.
melalui kerja sarna dan saling pengertian. Pengembangan nilai positif yang
Indonesia meskipun makin memudar dari waktu ke waktu seperti seperti budaya
gotong royong, menghormati orang tua, anak mencintai orang tua dan sebaliknya,
Sulawesi Utara masih jauh dari cita-cita yang diamanatkan UUD 1945 tersebut. Selama ini
akses dan distribusi terhadap sumber daya tidak merata secara berkeadilan, sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan daerah yang kompleks dan multi dimensi, yang
usaha kecil, menengah, koperasi dan usaha berskala besar. Diantara berbagai skala usaha
tersebut tidak ada yang dirugikan bahkan dapat bermitra usaha lebih efektif dan saling
orang atau koperasi yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan pemerataan
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 57
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
harus ditiadakan.
pelaku ekonomi yang meliputi usaha kecil, menengah dan koperasi, usaha besar
mandiri terutama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan akses kepada
sumber dana.
7. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya harus
dilaksanakan secara adil. Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan
serta memberi sebesar-besar kemakmuran bagi usaha tani kecil, menengah dan
koperasi.
Seluruh kegiatan dan upaya serta sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia
Untuk membuka kesempatan yang luas dalam pembentukan UMKM sesuai dengan
BAB V
JANGKAUAN, ARAH KEBIJAKAN, DAN
RUANG LINGKUP MATERI MUATAN
Dalam sub bab ini disajikan sejumlah petunjuk yang perlu diperhatikan dalam
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Petunjuk itu adalah sebagai berikut:
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai implementasi atau pelengkap Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Ditetapkannya peraturan daerah Provinsi Sulawesi
Utara tentang Perlindungan UMKM memiliki urgensi yang tinggi, dalam arti “mendesak”
Sulawesi Utara.
Perlindungan UMKM harus disusun secara sederhana sehingga mudah diikuti, dan dipatuhi
aparat pelaksana dari lingkungan Pemerintah dan UMKM untuk memantau pelaksanaan
detail. Hal itu dimaksudkan agar para anggota UMKM memiliki ruang yang cukup luas dan
Raperda Tentang Perlindungan UMKM harus jelas, tegas, tidak memiliki dua arti atau lebih,
serta disusun dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Apabila jelas maka
menunjukkan bahwa rumusan yang tidak jelas seringkali diikuti oleh penjelasan yang tidak
secara logis dan sistematis. Ini berarti bahwa ketentuan-ketentuan di dalam Peraturan Daerah
Tentang Perlindungan UMKM itu disusun sesuai dengan penalaran yang runtut dan tepat
dimana terdapat kesesuaian antara sebab dan akibat. Di samping itu ketentuan-ketentuan
tersebut memiliki susunan kesatuan-kesatuan – dalam bentuk bab dan bagian – yang masing-
masing tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan
dan teratur.
5.1.4. Komprehensif
menyeluruh, dalam arti mencakup keseluruhan aspek penting yang perlu dicakup di
dalamnya. Hal itu penting agar pelaksanaan ketentuan-ketentuan itu dapat diselenggarakan
secara tuntas, dalam pengertian bahwa ketentuan-ketentuan itu diharapkan memiliki dampak
langsung.
5.1.5. Luwes
Peraturan daerah Tentang Perlindungan UMKM yang baik adalah pengaturan yang
yang tidak fundamental dalam perkembangan kondisi dan situasi sosial, politik, dan ekonomi.
Hal-hal yang berkaitan dengan Raperda tentang Perlindungan UMKM melekat pada
berbagai sektor yang tertentu dan jelas, seperti sektor-sektor pertanian, perdagangan,
tertentu yang berada di daerah kelabu (grey areas), terutama yang berada dalam yurisdiksi
dari dua lembaga atau lebih. Karenanya, ketentuan-ketentuan dalam Raperda tentang
5.1.7. Seimbang
semestinya mengatur secara seimbang peranan, hak, dan kewajiban UMKM dan Pemerintah.
Pemantauan dan evaluasi merupakan upaya untuk menjaga agar Raperda tentang
UMKM. Namun, tujuan pengaturan dapat pula dicapai melalui pemberian insentif dan
disinsentif. Petunjuk tersebut harus benar-benar diperhatikan oleh para penyusun Raperda
prinsip-prinsip UMKM yang bersifat universal, dan memberi batasan yang jelas terhadap
berbagai peranan dari sejumlah pelaku dalam sektor UMKM. Sebaiknya hanya disusun satu
dirumuskan dengan menggunakan bahasa yang jelas, tidak samar-samar dan mudah
ketentuan-ketentuan yang sangat rinci. Hal itu dimaksudkan agar para anggota UMKM
UMKM harus disusun secara logis dan sistematis sehingga menjadi peraturan yang “user
pengembangan UMKM,
semua tingkatan,
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 63
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
5. Batasan tentang hubungan antara Pemerintah dengan sektor UMKM dan peranan
Registrar,
8. Peraturan tentang keuangan dan manajemen serta tentang audit internal dan
UMKM,
sendiri,
13. Prinsip-prinsip pemberian subsidi dengan jalan mana UMKM bertanggung jawab
14. Hak untuk membentuk organisasi puncak, dan menetapkan petunjuk untuk
16. Hak untuk menjadi anggota (atau tidak menjadi anggota) organisasi UMKM,
18. Ketentuan-ketentuan untuk UMKM yang lebih besar (rapat delegasi dan wewenang
respons dari Rencana Strategis perencanaan Dinas UMKM Provinsi Sulawesi Utara periode 5
Strategis ini akan berfungsi sebagai kerangka teknis dan sebuah kerangka pemberdayaan
(empowering) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang secara langsung menyentuh
masyarakat khususnya UMKM di Provinsi Sulawesi Utara. Selain itu, Rencana Strategis ini
merupakan pedoman bagi Dinas Koperasi dan UKM serta jajarannya dalam pelaksanaan
kebijakan, program dan kegiatan pembangunan daerah di bidang UMKM, serta sebagai acuan
periode 2015-2020.
Penyusunan Rencana Strategis ini dilakukan melalui suatu proses serta tahapan: (a)
Persiapan Penyusunan; (b) Penyusunan Rancangan; (c) Penyusunan Rancangan Akhir; dan
Jangka Menengah (RPJM) Periode Tahun 2010-2014, telah memuat arah kebijakan dan
program pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah, serta telah dijabarkan
secara lebih detail tentang program UMKM di Indonesia selama periode tahun 2010-2014
Tanggal, 28 Januari 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Koperasi Koperasi dan
UKM Periode 2010-2014, yang dapat dijadikan acuan dalam UMKM di daerah. Peratuan
telah memuat arah kebijakan dan program UMKM di Kabupaten/Kota, yang telah dijabarkan
secara detail/teknis dalam Rencana Strategis SKPD yang membidangi urusan UMKM di
setiap Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara No. ..... Tahun ...... tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Utara Periode
Tahun 2016-2021, telah memuat arah kebijakan dan program UMKM di Provinsi Sulawesi
Utara, dan telah dijabarkan secara detail/teknis dalam Rencana Strategis Dinas Koperasi dan
Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 merupakan landasan ideologi dan
nasional untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, adil dan makmur sesuai dengan
amanat konstitusi Undang Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR–RI, Undang Undang Nomor
20 Tahun 2008 tentang Usaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Undang Undang Nomor
25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, serta berbagai peraturan
perundangan yang terkait dengan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan
menengah, termasuk produk hukum daerah. Sesuai dengan maksud pelaksanaan otonomi
daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Kesatuan Republik Indonesia. Upaya strategis untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah, diantaranya menjadi urusan pemerintah daerah melalui peningkatan kepastian
hukum dan penciptaan iklim yang kondusif yang mampu memberikan kesempatan seluas-
luasnya kepada UMKM dalam menjalankan usahanya. Selain itu, perlu pula dikembangkan
pelaksanaan pembinaan dan pengembangan secara terpadu oleh Pemerintah, dunia usaha dan
2. Peraturan Daerah Nomor ..... Tahun ...... tentang Rencana Pembangunan Jangka
3. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana
4. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Sulawesi Utara Hal. 67
Naskah Akademik RANPERDA UMKM Prov. Sulawesi Utara
Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 4 Tahun 2008
Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Utara.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
secara tegas menyatakan, tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah :
berkeadilan; (2) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan (3) meningkatkan peran Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja,
Dalam rangka mencapai tujuan pemberdayaan usaha kecil tersebut, maka pemerintah
dan kebijakan yang meliputi aspek: (a) pendanaan; (b) sarana dan prasarana; (c)
informasi usaha; (d) kemitraan; (e) perizinan usaha; (f) kesempatan berusaha; (g)
(b) pemasaran; (c) sumber daya manusia; dan (d) desain dan teknologi.
3. Menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro, dan Kecil, melalui upaya: (a)
bukan bank; (b) pengembangan lembaga modal ventura; (c) pelembagaan terhadap
transaksi anjak piutang; peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha
Kecil melalui Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Jasa Keuangan konvensional
dan syaraiah; dan (d) pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan
4. Bersama dunia usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri,
dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk
tarif sarana dan prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan
dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar
Menengah dan Kemitraan antara Usaha Mkro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha
8. Menugaskan SKPD yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah dan SKPD yang secara teknis bertanggung jawab untuk
dengan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui inovasi dan pengembangan
Adanya Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara yang mengatur tentang UMKM,
yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum bagi fungsi pengaturan pemerintah yang
Pokok-pokok materi yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang
rumusan yang termaktub dalam UU No.20 Tahun 2008 Tentang UMKM, maka
dan produktif.
3. Syarat dan Kriteria Pelaku UMKM. Ketentuan mengenai persyaratan ini harus
UMKM dari berbagai sektor, sehingga dapat tercipta jaringan usaha antar UMKM
6. Kedudukan hukum. Perlu adanya pemberian status hukum terhadap UMKM dalam
BAB VI
PENUTUP
Keberadaan usaha UMKM merupakan kenyataan yang riil, bahkan berperan penting
tenaga kerja, potensi pendapatan yang dihasilkan, dan daya dorong terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun, potensi ini menghadapi tantangan yang cukup berat, terutama dalam hal
permasalahan ini kerap dihadapi oleh UMKM pada saat memulai dan mengembangkan
usahanya.
manajemen pengelolaan, SDM pelaku UMKM dan kualifikasi tenaga kerjanya. Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara perlu menetapkan kebijakan yang jelas berkaitan dengan UMKM,
sehingga tidak terkesan dibiarkan tapi di sisi lain, juga diperlukan untuk keperluan
seperti merasa tersaingi oleh sektor informal (terutama pedagang kaki lima) karena pedagang
kaki lima lebih mudah diakses oleh pembeli, mampu menawarkan harga yang lebih murah,
dan produknya massal sehingga memiliki segmen pasar yang lebih luas. Karena itu,
keberpihakan terhadap UMKM perlu dipertegas melalui kejelasan prioritas kelompok sasaran
dan bentuk perlindungan mana yang akan diambil, misalnya untuk sektor informal, lebih
diprioritaskan pada upaya mengubah status 100 usaha informal menjadi usaha formal melalui
mekanisme perizinan yang lebih mudah, penentuan lokasi mana yang diizinkan untuk mereka
Keberadaan UMKM merupakan salah satu di antara bentuk dari ekonomi kerakyatan,
keberadaannya di era otonomi daerah merupakan potensi yang harus digali dan
dikembangkan karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang masif dan dapat
Kondisi semacam ini juga dialami oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dengan potensi
industri dan jasa yang dimilikinya, agar mampu mendorong peningkatan pemberdayaan
UMKM.
Dengan demikian, upaya pengelolaan terhadap UMKM tidak hanya menyangkut soal
permodalan dan aksesibilitas, tetapi juga menyangkut kebijakan yang lebih luas soal
perizinan usaha dan kemitraan dengan lembaga-lembaga keuangan yang diharapkan mampu
UMKM.
DAFTAR PUSTAKA
Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Keuangan Pendanaan Kredit Usaha Mikro
Dan Kecil. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undangik Usaha Mikro Kecil Dan Menengah. Jakarta:
Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang Usaha Kecil. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia.1998. Undang-undang Perubahan Atas Undang-Undang Tahun 1992
Perbankan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah. Jakarta: Sekretariat
Negara
Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Jakarta: Sekretaiat Negara
Sukalele, Daniel. 2014. Pemberdayaan Masyarakat Miskin di Era Otonomi Daerah.
wordpress.com.