Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

HUBUNGAN SUBVERSI NEOKOLONIALISME KEMERDEKAAN/KEDAULATAN

REPUBLIK INDONESIA DENGAN KONDISI NEGARA DAN MASYARAKAT

REPUBLIK INDONESIA

Tugas Liburan Semester Ganjil

Terraneza Amadeo Ferdinata

20060214

Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran

Wonosobo

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH

C. TUJUAN LAPORAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ISI

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya zaman, bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang

semakin besar dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai

aspek sosial. Salah satu tantangan yang menjadi ancaman bangsa Indonesia bahkan

sejak awal kemerdekaan adalah penegakan penjajahan gaya baru, atau lazim disebut

dengan neokolonialisme.

Maka dari itu, pengampu mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial saya, ustaz

Marpiyanto Hesti Sumandono, S.Si memberikan sejumlah tugas yang berkaitan dengan

materi neokolonialisme serta hubungannya dengan kondisi negara dan masyarakat

Republik Indonesia, dan acuan materinya terdapat di video hasil kajian Dr. Revrisond

Baswir yang diunggah pada tanggal 24 April 2015.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja subversi neokolonialisme terhadap kemerdekaan/kedaulatan

Indonesia (terkhususnya yang tercantum dalam video tersebut)?

2. Dengan memilih salah satu subversinya, maka

a. Bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi?

b. Mengapa peristiwa tersebut termasuk usaha subversi terhadap

kemerdekaan/kedaulatan Republik Indonesia?

3. Mengapa neokolonialisme melakukan subversi dan ingin menguasai Indonesia

dan mengapa mereka tidak melakukan praktik-praktik kolonialisme zaman

dulu?

4. Bagaimana kaitan subversi neokolonialisme dengan kondisi negara dan

masyarakat saat ini, apakah Republik Indonesia dapat dikatakan sebagai negara

yang merdeka atau berdaulat? Bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan

sebagai generasi muslim dan bangsa Indonesia terkait hal tersebut?

ii
C. Tujuan Laporan

1. Menganalisis subersi neokolonialisme, kronologinya, dan hubungannya dengan

kondisi negara dan masyarakat Republik Indonesia

2. Dapat menyikapi subversi neokolonialisme dengan melihat kondisi negara dan

masyarakat Republik Indonesia dengan sudut pandang sebagai muslim yang

taat dan sebagai warga negara Republik Indonesia yang taat pula

iii
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Neokolonialisme

Neokolonialisme atau lazim disebut dengan nekolim adalah penegakan kembali

suatu pemerintahan imperialis atas negara lain yang merdeka/berdaulat.

Neokolonialisme mengambil bentuk penjajahan berupa imperialisme ekonomi,

teknologi, budaya, dan bantuan bersyarat (conditional aid), berbeda dengan

kolonialisme yang mengambil bentuk kontrol militer. Neokolonialisme menghasilkan

hubungan ketergantungan (khususnya ekonomi) dan tanggung jawab finansial negara

yang dijajah dengan negara neokolonial. Menurut James C. W. Ahiakpor, hubungan

ketergantungan ini menegaskan bahwa sumber daya mengalir dari “pinggiran”1 yaitu

negara-negara miskin dan terbelakang ke “inti”2 yaitu negara-negara maju dan kaya.

Dapat dikatakan, bahwa dengan adanya hubungan ketergantungan itu, negara-negara

miskin menjadi semakin miskin dan negara-negara kaya menjadi semakin kaya.

Pendapat itu disebut sebagai teori ketergantungan (dependency theory). Artinya, teori

ketergantungan berlawanan dengan teori modernisasi yang menyatakan bahwa

masyarakat miskin/primitif dapat melakukan perubahan ke masyarakat yang maju,

seperti yang dikemukakan sosiolog Prancis Emile Durkheim, dalam karyanya The

Division of Labour in Society (1893). Sedangkan teori ketergantungan berpendapat

bahwa negara terbelakang (pinggiran) tidak hanya versi primitif dari negara maju,

namun juga berada dalam situasi menjadi anggota yang lebih lemah dalam ekonomi

pasar dunia.

Secara umum, neokolonialisme dilaksanakan dengan mengontrol mekanisme

dominasi ekonomi di negara terjajah. Revolusioner Argentina, Che Guevara

mengatakan bahwa negara yang disebut “terbelakang” sebenarnya adalah negara

1
Negara-negara dunia ketiga (miskin, terbelakang)
2
Negara-negara dunia pertama (maju)
iv
terjajah, atau semi-terjajah. Negara terjajah atau negara semi-terjajah ialah negara yang

ekonominya telah terdistorsi oleh imperialisme, menjadikan rakyat terjajah

mengembangkan cabang-cabang industri atau pertanian yang diperlukan untuk

melengkapi ekonomi negara neokolonial yang kompleks. Distorsi ekonomi merupakan

cikal bakal distorsi pembangunan, menjadi ancaman kelaparan bagi rakyat terjajah3.

B. Penerapan Neokolonialisme

Penerapan neokolonialisme sebagian besar dilakukan oleh negara-negara dunia

pertama, dan/atau negara-negara “Barat”, seperti yang dikemukakan Samir Amin

mengenai Eurosentrisme. dan Noam Chomsky mengenai American Imperialism.

a. Bidang Politik dan Keamanan

Hal ini dapat dilihat dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan CIA (Central

Intelligence Agency) dengan keterlibatan masalah dalam-negeri yang bersangkutan.

CIA terlibat dalam pelatihan dan dukungan pasukan untuk menekan perbedaan

pendapat terhadap kediktatoran sayap kanan yang didukung Amerika Selatan. Human

Rights Watch pada tahun 2019 menegaskan dalam laporannya bahwa CIA juga

mendukung pasukan serupa di Afghanistan.

b. Bidang Ekonomi

Dalam beberapa kasus, investasi oleh perusahaan multinasional (berdomisili lebih

dari satu negara) di negara terbelakang (pinggiran) sebagian besar menghasilkan

pembangunan yang tak berkelanjutan dan keterbelakangan terus-menerus di negara

tersebut. Kebanyakan negara-negara tersebut menjadi sumber tenaga kerja murah dan

bahan mentah, dan mereka dibatasi aksesnya untuk mengembangkan teknik produksi

yang lebih maju dan mengembangkan ekonomi mereka sendiri. Contohnya

penangkapan ikan berlebihan yang dilakukan oleh Uni Eropa di lepas pantai Afrika

Barat menyebabkan pengangguran nelayan lokal di sejumlah besar wilayah di Gambia,

Senegal, dan Guinea-Bissau.

3
Che Guevara saat itu berpidato di Kuba, pada tanggal 9 April 1961
v
c. Bidang Pendidikan

Penetrasi pemikiran yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap masyarakat

Indonesia adalah dengan menyekolahkan ekonom-ekonom Indonesia ke Amerika

Serikat untuk mempelajari kapitalisme (setelah pulang ke Indonesia, mereka mulai

disebut sebagai Mafia Berkeley). Rencana tersebut dianggap sebagai bagian dari CIA

untuk membuat Indonesia sebagai negara boneka Amerika. Hal ini dibuktikan dengan

hadirnya para ekonom tersebut dalam seminar SESKOAD (Sekolah Staf dan Komando

Angkatan Darat) untuk mendiskusikan masalah ekonomi dan politik. Selanjutnya, para

ekonom tersebut dipilih oleh presiden Soeharto sebagai Tim Ahli di bidang Ekonomi

dan Keuangan. Mafia Berkeley melakukan pendekatan liberal dalam memulihkan

ekonomi negara dengan berkiblat kepada Amerika Serikat. Sempat pada tahun 1970-

an, Soeharto melemahkan posisi Mafia Berkeley dan mulai condong ke arah

pendekatan nasionalis karena telah meraup keuntungan yang banyak dari tambang

minyak.

Namun, penurunan harga minyak di awal 1980-an menjadikan Soeharto

kembali ke Mafia Berkeley. Kemudian, Mafia Berkeley sekali lagi melakukan

liberalisasi dan deregulasi, dengan hasil pertumbuhan ekonomi kembali meningkat.

vi
BAB III

ISI

Menurut Dr. Revrisond Baswir dalam wawancaranya tanggal 24 April 2015,

subversi-subversi neokolonialisme yang terjadi di Republik Indonesia adalah sebagai

berikut:

1. Agresi Militer I dan II yang diprakarsai oleh Belanda

2. Tiga syarat ekonomi dalam Konferensi Meja Bundar, yaitu:

a. Mempertahankan perusahaan asing di Indonesia

b. Mematuhi ketentuan IMF dalam mengelola perekonomian Indonesia

c. Menerima warisan hutang Hindia Belanda

3. Destabilisasi ekonomi dan politik dengan pemberontakan PRRI/Permesta

4. Penetrasi pemikiran dengan menyekolahkan ekonom-ekonom Indonesia ke

Amerika Serikat untuk mempelajari kapitalisme

5. Penerbitan UU No. 116/1965 tentang pengakhiran segala bentuk keterlibatan

perusahaan asing di Indonesia

6. Hubungan beberapa penerbitan UU setelah peristiwa Gestok yaitu:

a. UU No. 7/1966 tentang ketersediaan Indonesia melunasi hutang warisan

Hindia Belanda

b. UU No. 8/1966 tentang pendaftaran Indonesia sebagai anggota Asian

Development Bank

c. UU No. 9/1966 tentang pendaftaran kembali Indonesia sebagai anggota

IMF dan World Bank

7. Terbentuknya pemerintahan kontra-revolusioner tahun 1967

8. Liberalisasi tahap pertama melalui pelaksanaan deregulasi dan debirokratisasi

tahun 1982

9. Liberalisasi tahap kedua tahun 1998 pasca krisis moneter

10. Upaya amandemen pasal 33 UUD 1945 pada tahun 2002

1
Cabang subversi yang saya angkat sebagai tema pokok dalam laporan ini adalah

tiga syarat ekonomi yang diajukan oleh Belanda saat Konferensi Meja Bundar di Den

Haag, yaitu:

1. Mempertahankan perusahaan asing di Indonesia

2. Mematuhi ketentuan IMF dalam mengelola perekonomian Indonesia

3. Menerima warisan hutang Hindia Belanda

A. Penjelasan

Konferensi Meja Bundar (disingkat KMB) merupakan pertemuan tingkat tinggi

antara perwakilan Belanda, Indonesia, dan Majelis Permusyawaratan Federal (BFO,

negara boneka van Mook) yang diadakan di Den Haag, Belanda dari tanggal 23

Agustus hingga 2 November 1949.

Perundingan itu menghasilkan sejumlah dokumen dan piagam, diantaranya adalah

Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi dan kesepakatan terkait

dengan urusan sosial dan militer. Namun, sebagian besar kesepakatan yang dihasilkan

justru merugikan pihak Indonesia dan menguntungkan pihak Belanda dan BFO. Di

antara kesepakatan yang merugikan tersebut terdapat di bidang ekonomi, seperti:

1. Mempertahankan perusahaan asing di Indonesia

2. Mematuhi ketentuan IMF dalam mengelola perekonomian Indonesia

3. Menerima warisan hutang Hindia Belanda

Dengan menyetujui kesepakatan ekonomi tersebut, tampak bahwa Belanda

berusaha menguasai Indonesia dengan praktik neokolonialisme. Dominasi ekonomi

merupakan salah satu fondasi dalam penegakan neokolonialisme dalam suatu negara4.

Misalnya, IMF (International Monetary Fund) diberikan hak untuk mengelola

perekonomian Indonesia, hal ini jelas bahwa IMF terlibat dalam urusan dalam-negeri

Indonesia. Kebijakan IMF ternyata terbukti banyak yang merugikan Indonesia

dibandingkan yang menguntungkan. Ketika krisis moneter tahun 1998, IMF

memberikan bailout (bantuan finansial ketika negara mengalami kebangkrutan)

4
Lihat pidato Che Guevara di pendahuluan v
2
sebesar USD 43 miliar, namun menuntut Bank Indonesia untuk menutup 16 bank

swasta dan menaikkan suku bunga, namun Bank Indonesia menolak. Pada Januari

1998, nilai rupiah berkurang setengahnya dalam waktu 5 hari. Hal ini menunjukkan

bahwa IMF memiliki kuasa atas kendali ekonomi Indonesia, sehingga berhasil

memaksa Bank Indonesia untuk menutup 16 bank swasta dan memberikan kredit besar

kepada bank-bank yang tersisa.

Warisan hutang Hindia Belanda yang dibebankan Belanda kepada Indonesia juga

merupakan usaha subversi neokolonialisme di Indonesia. Belanda saat Konferensi

Meja Bundar berpendapat bahwa Indonesia harus menanggung hutang Hindia Belanda

sebelum dan setelah mereka menyerah kepada Jepang. Belanda yang membuat hutang

tersebut, namun negara jajahannya yang harus melunasinya, tentunya ini sangat

menguntungkan pihak Belanda dan merugikan pihak Indonesia. Dengan acuan

pengertian neokolonialisme oleh James C. W. Ahiakpor, dikatakan bahwa hubungan

tersebut termasuk dalam neokolonialisme.

B. Alasan Terbentuknya Neokolonialisme

Pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20, sikap nasionalisme5 mulai

tumbuh dari rakyat negara jajahan di seluruh belahan dunia. Hal demikian

menyebabkan banyak negara jajahan berusaha melepaskan diri dari penjajahnya

dengan berbagai metode, mulai dengan diplomasi yang dilakukan antara Albania dan

Turki pada tahun 1912 hingga dengan kekuatan militer antara kaum Bolshevik dan

Rusia pada tahun 1917. Sebagian besar negara jajahan berhasil melepaskan

diri/merdeka dari penjajahnya, sisanya tidak. Akan tetapi, kemerdekaan itu tidak serta-

merta didapatkan dengan cuma-cuma. Hampir semua negara kolonial memberikan

syarat tertentu yang harus dipenuhi kepada negara jajahannya tersebut untuk

memperoleh kemerdekaan (secara de facto dan/atau de jure).

5
Nasionalisme adalah suatu gagasan bahwa bangsa harus selaras dengan negara. Pergerakan nasionalisme
mengedepankan kepentingan bangsa tertentu untuk memperoleh kedaulatan bangsa atas negaranya, dan
memerintah dirinya sendiri, bebas dari campur tangan pihak luar.
3
Dengan munculnya sikap nasionalisme itu, negara kolonial semakin tidak sanggup

menguasai negara jajahannya secara mutlak. Praktik-praktik kolonial yang dilakukan

sejak zaman Renaisans sudah tidak dapat diterapkan lagi terhadap negara jajahan.

Namun, negara jajahan yang baru saja merdeka tidak dapat mengontrol sumber daya

yang tersedia dengan baik, dikarenakan masih terasanya pembaharuan tata hukum dan

politik negara, dan kadang-kadang terganggunya kestabilan politik dan militer.

Kesempatan itu diambil oleh negara bekas kolonial untuk menguasai dan mengambil

alih ekonomi dan budaya negara bekas jajahannya secara tersirat, dengan tujuan

memakmurkan kembali negara kolonial yang bersangkutan. Melalui pemberian

bantuan yang disertai dengan janji-janji kemakmuran, modal asing dapat masuk dan

kemudian mengeksploitasi sumber daya. Modal asing yang demikian membentuk

investasi yang meningkatkan kesenjangan antara negara kaya dan miskin di dunia.

a. Neokolonialisme di Indonesia

Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak dari

realisasi nasionalisme yang tumbuh di kalangan rakyat Indonesia. Sikap nasionalisme

tersebut tumbuh sebagai timbal balik dari politik etis yang diterapkan pada permulaan

abad ke-20. Ratu Wilhelmina, pemeran utama penggerakan politik etis, mengumumkan

bahwa Belanda menerima tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi Nusantara.

Kemerdekaan yang diproklamasikan tersebut tentu tidak mudah untuk diakui dan

direstui oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Hal ini disebabkan karena Indonesia

dianggap “permata Belanda yang paling berharga” atau “nederland's kostbaarst

sieraad” oleh pemerintah kolonial. Permata Belanda yang dimaksud adalah kekayaan,

keindahan alam, dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Nusantara yang

membangun Belanda menjadi negara adidaya di Eropa pada rentang abad ke-17 hingga

awal abad ke-20. Belanda takut kehilangan Indonesia sebagai pasokan kekayaannya

yang menyumbang lebih dari 70% pendapatan negara.

Untuk mempertahankan keberadaannya di Indonesia sebagai penjajah, Belanda

sudah tidak mungkin menerapkan praktik-praktik kolonial yang terdahulu. Sikap

nasionalisme telah mengambil hati para rakyat Hindia Belanda yang tertindas sehingga

4
kebal terhadap penindasan yang dilakukan Belanda sejak awal penancapan kaki mereka

di Nusantara. Untuk itu, Belanda melakukan beberapa subversi neokolonialisme yang

telah disebutkan di awal bab seperti Agresi Militer dan tiga syarat ekonomi pada

Konferensi Meja Bundar.

C. Kaitan Subversi Neokolonialisme dengan Kondisi Masyarakat dan Negara

Republik Indonesia

Subversi neokolonialisme yang dilancarkan oleh negara-negara neokolonial di

Indonesia tampaknya cukup sukses dalam menanamkan pengaruhnya. Hal ini terlihat

dalam kecenderungan masyarakat dalam memilih produk dengan lisensi/pembuatan di

luar negeri dibandingkan yang dalam negeri. Benda elektronik dan otomotif merupakan

jenis produk yang paling banyak diimpor lisensinya, mulai dari TV, komputer, speaker,

sparepart mobil, hingga perangkat pemancar sinyal.

Realitanya, Indonesia memiliki merek atau brand yang mampu memproduksi

benda elektronik. Namun, kendala yang umum terjadi dalam proses pembuatan adalah

kurangnya industri manufaktur yang menjadi pondasi penting dari sektor sekunder

ekonomi. Industri manufaktur lebih umum dijalankan oleh negara-negara maju dan

merupakan negara dunia pertama, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jerman,

yang mana mayoritasnya merupakan negara neokolonial. Dalam siklus ekonomi,

Indonesia lebih sering berperan sebagai pengekspor bahan mentah atau setengah-jadi

ke negara manufaktur.

Akibatnya, harga bahan-jadi menjadi mahal ketika diperjualbelikan di Indonesia.

Industri manufaktur di luar Indonesia mendapat keuntungan yang besar dari penjualan

bahan-jadi tersebut, sedangkan warga Indonesia umumnya tidak diuntungkan.

Dengan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dikatakan bahwa

Indonesia merdeka secara de jure, namun belum secara de facto. Ekonomi, politik,

sosial dan budaya termasuk dalam kategori semi-merdeka, artinya beberapa bagian

masih dipengaruhi oleh negara-negara neokolonial.

5
b. Sikap

Sebagai generasi muslim dan penerus bangsa, kita selayaknya membebaskan atau

setidaknya mengurangi pengaruh neokolonialisme, terutama kapitalisme yang kian

lama semakin merajalela di Indonesia.

6
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Stanard, Matthew G. (2018). European Overseas Empire, 1879-1999: A Short

History. New York: John Wiley & Sons

2. Ahiakpor, James C. W. (2009). The Success and Failure of Dependency Theory:

The Experience of Ghana. Cambridge: Cambridge University Press

3. Durkheim, Emile (1893). The Division of Labour in Society. New York: Free Press

4. Foster, John Bellamy (2011). Samir Amin at 80: An Introduction and Tribute. New

York: Monthly Review

5. Lemoyne, James (1987). Honduras Army linked to death to 200 civilians. New

York: The New York Times

6. Hume, Time (2019). CIA-Backed ‘Death Squads’ Are Commiting War Crimes in

Afghanistan, Report Says. Brooklyn: Vice News

7. Suryanegara, Ahmad Mansur (2016). Api Sejarah 2. Bandung: Salamadani

8. Agung, Ida Anak Gde (1973). Twenty Years Indonesian Foreign Policy. Den Haag:

Mouton & Co.

9. Suparno, Nicolaus & Dwi Haryo Tamtomo, Theodorus (2021). Ilmu Pengetahuan

Sosial untuk SMP/MTS Kelas 9. Jakarta: Erlangga

10. Ernest, Gellner (1983). Nations and Nationalism. New York: Cornell University

Press

11. Ben Barka, Mehdi (1962). Al-Ikhtiar Ath-Thawri fil-Maghrib. Rabat

12. Nkrumah, Kwame (1965). Neocolonialism, The Last Stage of Imperialism. London:

Thomas Nelson & Sons

13. Ricklefs, Merle Calvin (1991). A History of Modern Indonesia Since c.1300.

London: Macmillan

14. Kenton, Will (2020). Manufacturing. New York: Investopedia

15. Soekarno (1959). Di Bawah Bendera Revolusi, Djilid I. Jakarta: Panitia Penerbitan

Anda mungkin juga menyukai