Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP TINGKAT DEPRESI

PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI


UNIT HEMODIALISA RS TELOGOREJO SEMARANG

Nur Eva Alfiyanti*), Dody Setyawan **), Muslim Argo Bayu Kusuma ***)

*) Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


**) Dosen PSIK FK Universitas Diponegoro Semarang
***) Dokter Rumah Sakit Bhakti Wiratamtama Semarang

ABSTRAK

Pasien yang sudah didiagnosis GGK stadium 4 akan menjalani hemodialisis seumur hidupnya. Salah satu
permasalahan yang dialami pasien GGK yang menjalani hemodialisis adalah depresi. Depresi yang tidak
tertangani akan menyebabkan progresifitas penyakit semakin buruk. Salah satu penanganan yang
digunakan untuk menangani depresi adalah dengan menggunakan relaksasi otot progresif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tingkat depresi pada pasien
GGK yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa RS Telogorejo Semarang. Rancangan penelitian
ini yaitu Quasi Eksperiment pretest and posttest nonequivalent control group, jumlah sampel 36
responden dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian dengan menggunakan Dependent t-test
menunjukkan p-value 0,000 (<0,05) dan hasil uji Mann Whitney menunjukkan p-value 0,000 (<0,05),
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan relaksasi otot progresif terhadap
tingkat depresi pasien GGK yang menjalani hemodialisis, dimana kelompok yang diberikan intervensi
relaksasi otot progresif lebih baik dalam menurunkan tingkat depresi daripada kelompok yang tidak
diberikan relaksasi otot progresif. Penelitian ini merekomendasikan untuk perawat tentang pentingnya
memperhatikan masalah psikologis pasien dengan GGK yang menjalani hemodialisis.

Kata Kunci: Gagal Ginjal Kronik, Hemodialisis, Relaksasi Otot Progresif dan Tingkat Depresi

ABSTRACT

Patients who have been diagnosed with stage 4 CRF undergoing hemodialysis lifetime. One of the
problems experienced by CKD patients undergoing hemodialysis is depression. Untreated depression will
lead to the progression of the disease getting worse. One of the treatments used to treat depression by
using progressive muscle relaxation. This research aimed to identify the effect of progressive muscle
relaxation on the level of depression in CRF patients undergoing hemodialysis in Hemodialysis
Department of SMC Telogorejo Hospital Semarang. The design of this research was Quasi Experiment
pretest and posttest nonequivalent control group, the number of samples 36 respondents with purposive
sampling technique. Results of research using a Dependent t-test showed a p-value of 0,000 (<0,05) and
the result of Mann Whitney test showed a p-value of 0,000 (<0,05), so that it can be concluded that there
are significant effects of progressive muscle relaxation on the level of depression CRF patients underwent
hemodialysis, where a group of progressive muscle relaxation intervention given better in lower levels of
depression than a group that was not given the progressive muscle relaxation. The research recommends

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 1


to nurses about the importance of attention to the psychological problems of patients with CRF
undergoing hemodialysis.

Keyword: Chronic Renal Failure, Hemodialysis, Progressive Muscle Relaxation and The Level of
Depression.

PENDAHULUAN kematian pasien GGK yaitu sebesar 27 (62,8%)


GGK merupakan gangguan fungsi renal yang dari 43 pasien.
progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh manusia gagal untuk mempertahankan Selain itu, untuk mencegah terjadinya
metabolisme, keseimbangan cairan, dan komplikasi, pasien yang sudah mengalami
elektrolit (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.1448). gangguan ginjal memerlukan penanganan
Data di Malaysia menyatakan dengan populasi dengan cara dialisis sebelum mendapatkan
18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru transplantasi ginjal (Smeltzer & Bare, 2002,
gagal ginjal pertahunnya, sedangkan di negara- hlm.1449). Cara yang umum dilakukan untuk
negara berkembang lainnya, insiden ini menangani gagal ginjal di Indonesia adalah
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta dengan hemodialisis (Alam & Hadibroto, 2007,
penduduk pertahun (Suwitra, dalam Sudoyo, hlm.56). Data dari Unit Hemodialisa RS
2006, hlm.570). Menurut Kidney Disease Telogorejo Semarang tahun 2013 menunjukkan
Statistic for the United States (2012), pada akhir bahwa pasien GGK yang menjalani hemodialisis
tahun 2009 lebih dari 871.000 orang dirawat pada bulan Oktober sebanyak 116 orang, bulan
dengan End Stage Renal Disease (ESRD). November sebanyak 113 orang dan bulan
Desember sebanyak 112 orang.
Menurut Darmeizer, ketua Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (Penefri) dalam koran Pasien yang menjalani hemodialisis, sebagian
Tempo yang diterbitkan tanggal 6 Maret 2012 besar membutuhkan waktu terapi sebanyak 12-
menyatakan bahwa terdapat 12,5% populasi 15 jam setiap minggunya yang dibagi dalam tiga
yang memiliki gangguan ginjal. Menurut Dinas atau empat sesi dimana lamanya terapi
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dalam profil berlangsung 3-6 jam (Sukandar, 2006, hlm.88).
kesehatan 2004 menunjukkan rata-rata kasus Pasien GGK akan menjalani terapi hemodialisis
gangguan fungsi ginjal sebesar 169,54 kasus di ketika fungsi ginjal dengan Laju Filtrasi
Jawa Tengah. Glomerolus (LFG) kurang dari 15 ml/ menit/
1,73 ml (Alam & Hadibroto, 2007, hlm.26).
GGK merupakan suatu penyakit kronis yang Pasien akan menjalani kegiatan hemodialisis
progresifitasnya dapat bertambah buruk karena secara terus menerus seumur hidupnya
potensial komplikasi yang terjadi. Komplikasi (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2009, hlm.146).
yang biasa terjadi yaitu hipertensi, anemia,
perikarditis, hiperkalemia, bahkan sampai Pasien yang menjalani hemodialisis
kematian. GGK merupakan penyakit yang menyebabkan perubahan gaya hidup dalam
mengancam jiwa dan angka kejadiannya di keluarga. Pasien GGK akan mengalami perasaan
masyarakat terus meningkat (Santoso, 2009, kehilangan karena kehidupan normalnya
hlm.7). Hal ini didukung oleh hasil penelitian terganggu dengan kegiatan hemodialisis.
Wahyudi (2012) yang mengatakan bahwa angka Keluarga pasien dan sahabat-sahabatnya
memandang pasien sebagai orang dengan

2 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


harapan hidup yang terbatas. Hal ini dapat hari, perubahan tidur, kehilangan energi, mudah
menimbulkan permasalahan psikologis pada marah dan gelisah.
pasien GGK. Rasa marah yang tidak
diungkapkan akan diproyeksikan kedalam diri Depresi dapat di kurangi dengan melakukan
sendiri dan menimbulkan rasa putus asa teknik relaksasi. Relaksasi digunakan untuk
(Smeltzer & Bare, 2002, hlm.1402). menenangkan pikiran dan melepaskan
Rasa putus asa akan dirasakan pasien dengan ketegangan. Salah satu teknik yang dapat
hemodialisis jangka panjang. Pasien sering digunakan untuk mengurangi depresi yaitu
merasa khawatir akan kondisi sakitnya. dengan menggunakan teknik relaksasi otot
Kekhawatiran itu bisa dikarenakan kondisi progesif atau Progresive Muscle Relaxation
sakitnya yang tidak dapat diprediksi apakah (PMR) (Setyoadi & Kushariyadi, 2011, hlm.
dapat sembuh total atau tidak, sehingga 108). PMR merupakan teknik relaksasi yang
menimbulkan permasalahan dalam dilakukan dengan cara pasien menegangkan dan
kehidupannya. Pasien biasanya mengalami melemaskan otot secara berurutan dan
masalah finansial, kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada perbedaan
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual perasaan yang dialami antara saat otot rileks dan
yang menghilang bahkan impotensi, depresi saat otot tersebut tegang (Kozier, Erb, Berman &
akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap Snyder, 2011, hlm.314).
kematian (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.1402).
PMR bermanfaat untuk meningkatkan produksi
Depresi menjadi salah satu masalah psikologis melatonin dan serotonin serta menurunkan
pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis. hormon stres kortisol. Melatonin dapat membuat
Depresi merupakan penyakit yang melibatkan tidur nyenyak yang diperlukan tubuh untuk
tubuh, suasana hati, dan pikiran (Shanty, 2011, memproduksi penyembuh alami berupa human
hlm. 39). Depresi menjadi masalah yang sangat growth hormone, sedangkan pengaruh serotonin
penting pada pasien GGK yang harus ini berkaitan dengan mood, hasrat seksual, tidur,
diperhatikan. Menurut Chang, Ku, Park, Kim ingatan, pengaturan temperatur dan sifat-sifat
dan Ryu (2012), menyatakan bahwa pada sosial. Bernapas dalam dan perlahan serta
populasi umum, prevalensi depresi berat sekitar menegangkan beberapa otot selama beberapa
1,1-15% pada laki-laki dan 1,8-23% pada menit setiap hari dapat menurunkan produksi
wanita, sedangkan prevalensi pada pasien kortisol sampai 50%. Kortisol (cortisol) adalah
hemodialisis yang mengalami depresi sekitar 20- hormon stres yang bila terdapat dalam jumlah
30% bahkan bisa mencapai 47%. Menurut hasil berlebihan akan mengganggu fungsi hampir
penelitian Rustina (2012), prevalensi pasien semua sel dalam tubuh. Bersantai dan
GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD melakukan PMR dapat membantu tubuh
Soedarso Pontianak yang mengalami depresi mengatasi stres dan mengembalikan kemampuan
sebesar 24 orang (35,82%). sistem imun (Alam & Hadibroto, 2007,
hlm.102).
Depresi menjadi masalah psikososial yang
sering muncul pada pasien yang menjalani Tenik PMR memungkinkan pasien untuk
hemodialisis. Menurut Shanty (2011, hlm.40) mengendalikan respons tubuhnya terhadap
gejala depresi pada pasien GGK yang menjalani ketegangan (Kozier, et.al, 2011, hlm. 314).
hemodialisis adalah perasaan tak berdaya, putus Perubahan yang diakibatkan oleh PMR yaitu
asa, kehilangan minat dalam kegiatan sehari- dapat menurunkan tekanan darah, menurunkan

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 3


frekuensi jantung, mengurangi disritmia jantung, METODE PENELITIAN
mengurangi kebutuhan oksigen. Selain itu, Penelitian ini menggunakan rancangan quasi
teknik ini juga dapat mengurangi ketegangan eksperimen dengan jenis rancangan pretest test
otot, menurunkan laju metabolisme, and post test nonequivalent control group,
meningkatkan alfa otak (yang terjadi ketika dimana kelompok intervensi akan diberikan
klien sadar, tidak memfokuskan perhatian, dan relaksasi otot progresif sedangkan kelompok
rileks), meningkatkan rasa kebugaran, kontrol tidak akan diberikan relaksasi otot
meningkatkan konsentrasi, dan memperbaiki progresif (Dharma, 2011, hlm.93). Total sampel
kemampuan untuk mengatasi stressor (Potter & pada penelitian ini yaitu 36 responden dengan 18
Perry, 2005, hlm.491). responden untuk kelompok intervensi dan 18
responden lagi untuk kelompok kontrol.
PMR dapat membantu seseorang merasa rileks
ketika sedang stres. Hal ini diperkuat oleh HASIL PENELITIAN
penelitian yang dilakukan oleh Oktavianis Analisis Univariat
(2010) tentang efektivitas relaksasi otot progesif 1. Usia
terhadap penurunan tingkat stres pada pengasuh Tabel.1
panti werdha yang menunjukkan bahwa Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
relaksasi otot progresif efektif untuk Usia pada Pasien GGK yang menjalani
Hemodialisis di RS Telogorejo Semarang
menurunkan tingkat stres biologis.
Bulan Maret-April 2014
(n=36)
Hasil studi pendahuluan pada pasien GGK yang Intervensi Kontrol
menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa RS Usia Total %
F % F %
Telogorejo didapatkan hasil 3 dari 5 pasien Dewasa
88,
mengalami tanda-tanda depresi, antara lain (26-65 15 83,3 17 94,4 32
9
merasa sedih, bersalah dan kecewa terhadap diri tahun)
sendiri. Hal tersebut sesuai dengan gejala-gejala Lansia
11,
yang timbul pada pasien depresi yang (>65 3 16,7 1 5,6 4
1
diungkapkan oleh Hawari (2013, hlm.91) antara tahun)
Total 18 100 18 100 36 100
lain, perasaan bersalah, kecewa, sedih,
konsentrasi menurun dan gangguan tidur.
Tabel.1 menunjukkan bahwa distribusi
Menurut hasil wawancara Kepala Ruang Unit
frekuensi responden berdasarkan usia
Hemodialisa didapatkan bahwa di ruang
sebagian besar berada pada kelompok usia
Hemodialisa, belum ada intervensi khusus untuk
dewasa yaitu 15 responden (83,3%) pada
menangani masalah psikososial pasien GGK
kelompok intervensi dan 17 respoden
yang menjalani hemodialisis.
(94,4%) pada kelompok kontrol.
Dari fenomena di atas peneliti tertarik untuk
meneliti tentang Pengaruh Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Tingkat Depresi Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang menjalani
Hemodialisis.

4 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


2. Jenis Kelamin 4. Lama Menjalani Hemodialisis
Tabel 5.2 Tabel.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin pada Pasien GGK yang Lama Menjalani Hemodialisis pada Pasien
menjalani Hemodialisis di RS Telogorejo GGK yang menjalani Hemodialisis di RS
Semarang Bulan Maret-April 2014 Telogorejo Semarang Bulan
(n=36) Maret-April 2014
Jenis Intervensi Kontrol (n=36)
Total %
Kelamin F % F % Lama Intervensi Kontrol
Total %
Laki-Laki 9 50 12 66,7 21 58,3 HD F % F %
Perempuan 9 50 6 33,3 15 41,7 < 1 tahun 3 16,7 8 44,4 11 30,6
Total 18 100 18 100 36 100 1-3 tahun 7 38,9 4 22,2 11 30,6
>3 tahun 8 44,4 6 33,3 14 38,9
Tabel.2 menunjukkan bahwa distribusi Total 18 100 18 100 36 100
frekuensi responden berdasarkan jenis
kelamin pada kelompok intervensi baik laki- Tabel.4 menunjukkan bahwa distribusi
laki maupun perempuan adalah sama, frekuensi responden berdasarkan lama
masing-masing 9 responden (50%), menjalani hemodialisis untuk kelompok
sedangkan untuk kelompok kontrol sebagian intervensi sebagian besar berada pada
besar frekuensi berada pada jenis kelamin kelompok >3 tahun yaitu 8 responden
laki-laki yaitu sebesar 12 responden (66,7%). (44,4%), sedangkan untuk kelompok kontrol
sebagian besar berada pada kelompok <1
3. Tingkat Pendidikan tahun yaitu 8 responden (44,4%).
Tabel.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
5. Tingkat Depresi
Tingkat Pendidikan pada Pasien GGK yang
menjalani Hemodialisis di RS Telogorejo Tabel.5
Semarang Bulan Maret-April 2014 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
(n=36) Tingkat Depresi Sebelum dan Sesudah
Tingkat Intervensi Kontrol Diberikan Relaksasi Otot Progresif pada
Pendidikan Total %
Kelompok Intervensi di RS Telogorejo
F % F %
Semarang Bulan Maret-April 2014
SD 2 11,1 2 11,1 4 11,1 (n=18)
SMP 2 11,1 2 11,1 4 11,1 Tingkat Sebelum Sesudah
SMA 11 61,1 9 50 20 55,6 Depresi F % F %
Perguruan 3 16,7 5 27,8 8 22,2 Normal
Tinggi (Tidak - - 8 44,4
Total 18 100 18 100 36 100 Depresi)
Ringan 13 72,7 10 55,6
Tabel.3 menunjukkan bahwa distribusi Sedang 4 22,2 - -
frekuensi responden berdasarkan tingkat Berat 1 5,6 - -
pendidikan pada kelompok intervensi Total 18 100 18 100
maupun kelompok kontrol sebagian besar
berada pada tingkat pendidikan SMA, yaitu Tabel.5 menunjukkan bahwa terjadi
secara berurutan adalah sebesar 11 responden penurunan tingkat depresi yang dialami
(61,1%) dan 9 responden (50%). responden dimana sebagian besar responden

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 5


mengalami depresi ringan sebesar 13 Analisis Bivariat
responden (72,7%) dan sesudah diberikan 1. Pengaruh relaksasi otot progresif
intervensi jumlah responden yang mengalami terhadap tingkat depresi
depresi ringan turun menjadi 10 responden Tabel.7
(55,6%). Selain itu, responden yang semula Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap
mengalami depresi sedang sebesar 4 Tingkat Depresi pada Pasien GGK yang
Menjalani Hemodialisis di RS Telogorejo
responden (22,2%) dan depresi berat sebesar
Semarang Bulan Maret-April 2014
1 responden (5,6%), sesudah diberikan (n=36)
intervensi hasilnya tidak ada responden yang Variabel N Mean Standart p-
mengalami depresi sedang maupun depresi Deviation value
berat. Intevensi 18
Tabel.6 Sebelum 12,44 3,617
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sesudah 8,94 27,33 0,000
Tingkat Depresi Sebelum dan Sesudah pada
Kelompok Kontrol di RS Telogorejo Kontrol 18
Semarang Bulan Maret-April 2014 Sebelum 10,72 2,947
(n=18) Sesudah 9,39 2,253 0,001
Tingkat Sebelum Sesudah
Depresi F % F %
Tabel.7 menunjukkan bahwa hasil uji
Normal
Dependen T-Test pada kelompok intervensi
(Tidak - - 2 11,1
didapatkan p-value 0,000 (<0,05) maka Ho
Depresi)
Ringan 12 66,7 15 83,3
ditolak dan Ha diterima, artinya ada
pengaruh yang bermakna antara relaksasi
Sedang 6 33,3 1 5,6
otot progresif terhadap tingkat depresi pada
Berat - - - -
pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
Total 18 100 18 100
Keterangan: Sebelum (pengukuran awal),
Sesudah (pengukuran akhir tanpa diberi 2. Analisis perbedaan tingkat depresi pada
intervensi) kelompok intervensi maupun kelompok
kontrol
Tabel.6 menunjukkan bahwa pada saat Tabel.8
sebelum (pengukuran awal), tingkat depresi Perbedaan Rerata Tingkat Depresi pada
responden berada pada kategori ringan Kelompok Intervensi Maupun Kelompok
Kontrol di RS Telogorejo Semarang Bulan
sebesar 12 responden (66,7%) dan saat
Maret-April 2014
sesudah (pengukuran akhir tanpa intervensi) (n=36)
responden yang mengalami depresi ringan Variabel N Mean Sum p-
meningkat menjadi 15 responden (83,3%). Rank of Value
Selain itu, responden yang mengalami Rank
depresi sedang sebesar 6 responden (33,3), Intervensi 18 26,31 473,50
pada saat sesudah (pengukuran akhir tanpa Kontrol 18 10,69 192,50 0,000
intervensi) mengalami penurunan menjadi 1 Total 36
responden (5,6%).
Berdasarkan Tabel.8 menunjukkan bahwa
hasil uji Mann Whitney didapatkan p-value
0,000 (<0,05) yang berarti bahwa ada

6 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


perbedaan yang bermakna penurunan tingkat serta kondisi ginjal dan jantung yang baik
depresi antara kelompok intervensi dengan maka akan mengakibatkan gangguan pada
kelompok kontrol, dimana penurunan tingkat fungsi ginjal dan hipertensi.
depresi pada kelompok intervensi lebih baik
daripada penurunan tingkat depresi pada Gaya hidup yang tidak sehat pada usia
kelompok kontrol. Hasil tersebut dapat dewasa lainnya yaitu pola makan yang tinggi
dibuktikan pada table yang menunjukkan lemak. Makanan yang tidak sehat tersebut
bahwa mean rank pada kelompok intervensi apabila tidak diimbangi dengan konsumsi
26,31 lebih besar dibandingkan dengan mean makanan yang tinggi serat (sayuran dan
rank kelompok kontrol yaitu 10,69. buah) dalam jumlah cukup akan
mengakibatkan gangguan dalam metabolisme
PEMBAHASAN lemak. Hal tersebut dapat menyebabkan LDL
Analisis Univariat (Low Density Lipoprotein) dan trigliserida
1. Usia meningkat, dan sebaliknya HDL (High
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Density Lipoprotein) menurun. Apabila hal
bahwa responden sebagian besar berada pada itu terjadi, maka akan menimbulkan
kelompok usia dewasa yaitu sebanyak 32 tumpukan lemak semakin banyak, sehingga
responden (88,9%). Hal ini sejalan dengan menyebabkan hipertensi. Hipertensi yang
penelitian Nurchayati (2010) di RS Islam berlangsung lama dapat mempengaruhi
Fatimah Cilacap yang mengemukakan bahwa fungsi ginjal, karena ginjal harus bekerja
rata-rata pasien GGK yang menjalani lebih keras (Alam & Hadibroto, 2007,
hemodialisis berusia 44,82 tahun atau hlm.37).
menurut Erickson (1964, dalam Kozier,
et.al., 2010) masuk dalam kategori dewasa. 2. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Menurut Rismaharini (2013), GGK banyak bahwa sebagian besar responden berada pada
terjadi pada usia dewasa. Hal ini dipengaruhi jenis kelamin laki-laki yaitu 21 responden
oleh gaya hidup orang dewasa yaitu sering (58,3%). Hal ini sejalan dengan penelitian
mengkonsumsi minuman berenergi supaya Istanti (2009) di RSU PKU Muhammadiyah
tidak mudah cepat lelah dan pola makan yang Yogyakarta dan Manzilah (2011) di RS
tinggi lemak. Hospital Cinere Depok yang menjelaskan
bahwa sebagian besar responden GGK yang
Dokter Spesialis Penyakit Dalam di RS menjalani hemodialisis berjenis kelamin laki-
Meilia Cibubur, Yovita (2014), menjelaskan laki yaitu sebesar 62,5% dan 60%. Hasil
bahwa dalam minuman berenergi observasi pada penelitian tersebut
mengandung kafein, taurin, elektrolit seperti menyatakan bahwa beberapa responden laki-
kalium, natrium, vitamin C dosis tinggi dan laki mempunyai kebiasaan merokok dan
bicarbonate. Zat-zat tersebut nantinya akan mengkonsumsi alkohol. Hal tersebut yang
dibuang melalui ginjal dan mempengaruhi menyebabkan banyak responden mempunyai
keasaman urin, serta bisa memicu riwayat hipertensi sebelumnya.
metabolisme berlebih dan menimbulkan efek
berdebar-debar pada dada. Kadar yang Hipertensi erat hubungannya dengan gaya
berlebih tersebut apabila tidak hidup yang kurang baik, seperti konsumsi
diseimbangkan dengan konsumsi air putih garam dapur yang tinggi, merokok dan

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 7


konsumsi alkohol. Gaya hidup seperti diatas yang menjelaskan bahwa dari 40 responden
menyebabkan responden rentan terhadap GGK yang menjalani hemodialisis di Rumah
penyakit hipertensi (Indrayani, 2009, Sakit Hospital Cinere Depok sebagian besar
hlm.51). Menurut Muttaqin dan Sari (2011, tingkat pendidikannya adalah SMA atau
hlm.166), banyak kondisi klinis yang bisa Perguruan Tinggi sebesar 29 responden
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, (72,5%). Hal ini terjadi karena pada
salah satunya yaitu hipertensi yang responden yang berpendidikan tinggi (SMA
berkepanjangan. dan Perguruan Tinggi) aktifitasnya lebih
padat sehingga mengakibatkan tekanan dan
Penyakit hipertensi dapat menyebabkan beban stres (ketegangan).
vasokontriksi pembuluh darah dimana awal
mulanya terjadi kerusakan vaskuler Stres bermanfaat apabila masih dalam batas
pembuluh darah, sehingga terjadi perubahan yang normal, karena dengan stres seseorang
struktur pada pembuluh darah. Apabila dapat terdorong kemampuannya dalam
pembuluh darah vasokontriksi, maka akan memecahkan suatu masalah dalam
terjadi gangguan sirkulasi pada ginjal kehidupannya. Banyak faktor yang dapat
(Muttaqin, 2009, hlm.335). Menurut Alam mengakibatkan tekanan stres sehingga
dan Hadibroto (2007, hlm.37) menjelaskan tekanan tersebut melampaui batas daya tahan
bahwa ginjal bergantung dari sirkulasi darah individu diantaranya yaitu beban kerja yang
untuk menjalankan fungsinya sebagai menumpuk, banyak tantangan dan banyak
pembersih darah dari sampah tubuh. Apabila persaingan yang harus dihadapi dalam
terjadi gangguan sirkulasi darah maka akan kehidupan. Hal tersebut akan menimbulkan
terjadi hipertensi kronik yang berdampak gejala-gejala seperti sakit kepala, mudah
pada kerusakan ginjal dan fungsinya akan marah, tidak bisa tidur serta dapat
menurun. menimbulkan ketegangan jiwa yang pada
akhirnya akan merangsang kelenjar pada
Hipertensi yang berkepanjangan akan ginjal untuk mengeluarkan hormon adrenalin
mengakibatkan hipertrofi struktural dan dan memacu jantung berdenyut lebih
ginjal akan menggunakan nefron yang masih kencang dan kuat sehingga mengakibatkan
tersisa sebagai upaya kompensasi. Secara tekanan darah naik atau hipertensi (Hartono,
perlahan akan terjadi penurunan fungsi ginjal 2007, hlm.13). Hipertensi merupakan salah
secara progresif, sehingga nefron yang mati satu faktor resiko penyebab GGK (Muttaqin
semakin banyak. Hal tersebut mengakibatkan & Sari, 2011, hlm.166).
LFG semakin turun sampai LFG kurang dari
15% maka responden memerlukan terapi 4. Lama menjalani hemodialisis
pengganti ginjal (Suwitra, 2006 dalam Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
Sudoyo, hlm.570). bahwa repsonden sebagian besar lama
menjalani hemodialisis yaitu >3 tahun
3. Tingkat pendidikan sebanyak 14 responden (38,9%). Dialisis
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan merupakan suatu proses yang digunakan
tingkat pendidikan responden sebagian besar untuk mengeluarkan cairan produk limbah
berada pada tingkat pendidikan SMA yaitu dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
20 responden (55,6%). Hasil penelitian ini melaksanakan proses tersebut (Suharyanto &
didukung oleh penelitian Manzilah (2011) Madjid, 2009, hlm.192). Responden yang

8 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


sudah stadium 4 atau LFG kurang 15 %,
maka harus menjalani dialisis seumur GGK merupakan suatu penyakit kronis yang
hidupnya, salah satunya terapi hemodialisis. progresifitasnya dapat bertambah buruk
Hemodialisis merupakan suatu tindakan karena potensial komplikasi yang terjadi.
untuk menangani gagal ginjal baik akut Untuk mencegah terjadinya komplikasi,
maupun kronik dengan menggunakan mesin pasien yang sudah mengalami gangguan
dialiser. (Alam & Hadibroto, 2007, hlm.56). ginjal memerlukan penanganan dengan cara
dialisis, salah satunya terapi hemodialisis
Pada penilitian ini, peneliti berasumsi bahwa (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.1449).
sebagian besar responden lama menjalani Hemodialisis merupakan suatu tindakan
hemodialisisnya >3 tahun, hal itu untuk menangani gagal ginjal dengan
dikarenakan responden tersebut didiagnosa menggunakan mesin dialiser. Pasien yang
menderita GGK lebih awal, sehingga sudah stadium 4 harus menjalani
penanganan terhadap GGK tersebut dapat hemodialisis seumur hidupnya karena fungsi
dilakukan lebih dini, salah satu terapinya ginjal kurang dari 15% (Alam & Hadibroto,
yaitu dengan melakukan hemodialisis sebagai 2007, hlm.26).
pengganti ginjalnya yang sudah rusak.
Apabila dihubungkan dengan tingkat Pasien yang menjalani hemodialisis,
pendidikan responden, sebagian besar membutuhkan waktu terapi sebanyak 12-15
responden yang sudah lama menjalani jam setiap minggunya (Baradero, Dayrit &
hemodialisis pada penelitian ini Siswadi, 2009, hlm.146). Gaya hidup akan
berpendidikan tinggi (SMA). Sesuai dengan berubah dalam keluarga selama menjalani
penelitian Nurchayati (2010) yang hemodialisis. Pasien GGK akan mengalami
menjelaskan bahwa tingkat pendidikan perasaan kehilangan karena kehidupan
mempengaruhi seseorang dalam mencari normalnya terganggu (pekerjaan,
perawatan dan pengobatan penyakit yang kemandirian dan kebebasan) dengan kegiatan
dideritanya serta memilih dan memutuskan hemodialisis. Hal tersebut dapat
tindakan yang harus diambil ketika menimbulkan permasalahan psikologis pada
mengalami masalah kesehatannya. Sehingga pasien GGK. Hal ini diperkuat oleh
semakin tinggi tingkat pendididikan penelitian Dewi (2013) di RSUD Wangaya
seseorang maka akan semakin tinggi pula Denpasar yang menjelaskan bahwa pasien
kesadaran seseorang untuk mencari GGK yang menjalani hemodialisis yang lama
perawatan dan pengobatan terhadap masalah akan mengalami ketergantungan terhadap
kesehatan yang dialaminya. mesin dialisis, tenaga kesehatan dan terapi
pengobatan. Ketiga hal tersebut merupakan
5. Tingkat depresi hal yang tidak diinginkan pasien GGK yang
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan menjalani hemodialisis, karena dapat
tingkat depresi sebelum diberikan intervensi mengakibatkan rasa marah yang tidak
yaitu 13 responden (depresi ringan), 4 diungkapkan yang nantinya diproyeksikan
responden (depresi sedang) dan 1 responden kedalam diri sendiri dan menimbulkan rasa
(depresi berat). Tingkat depresi kelompok putus asa sehingga mengakibatkan depresi
kontrol saat sebelum (pengukuran awal) yaitu (Smeltzer & Bare, 2002, hlm.1402).
12 responden (depresi ringan) dan 6 Penelitian yang dilakukan oleh Chang, et.al.,
responden (depresi sedang). (2012) menjelaskan bahwa pasien yang

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 9


menjalani hemodialisis mengalami depresi Tingkat depresi saat sesudah (pengukuran
sekitar 20-30% bahkan bisa mencapai 47%. akhir tanpa intervensi PMR) yaitu 15
Didukung dengan hasil penelitian Rustina responden (depresi ringan), 2 responden
(2012) bahwa prevalensi pasien GGK yang (tidak depresi), dan 1 responden (depresi
menjalani hemodialisis di RSUD Soedarso sedang). Pada kelompok yang tidak diberikan
Pontianak yang mengalami depresi sebesar PMR juga terjadi penurunan tingkat depresi.
24 orang (35,82%). Responden bisa Hal ini bisa juga dipengaruhi oleh tingkat
mengalami depresi karena pendidikan responden.
ketidakseimbangan hormon di dalam tubuh.
Penurunan kadar hormon seperti endorphin, Pada penelitian ini, kelompok kontrol yang
serotonin dan dopamin merupakan penyebab mengalami penurunan tingkat depresi
dari munculnya depresi (Bramastyo, 2009, sebagian besar tingkat pendidikannya SMA
hlm. 16). dan Perguruan Tinggi. Penelitian Wijaya
(2005) mengemukakan bahwa responden
Hasil observasi pada penelitian ini, yang mempunyai pendidikan tinggi akan
didapatkan bahwa pasien yang menjalani lebih mudah menerima informasi yang
hemodialisis mengungkapkan merasa sedih, diberikan oleh tenaga kesehatan mengenai
kecewa, produktivitas menurun dan mudah masalah-masalah yang dihadapi oleh pasien
capek. Hal tersebut sesuai dengan gejala- GGK yang menjalani hemodialisis, sehingga
gejala depresi yang diungkapkan oleh Hawari responden paham dan tahu tentang
(2013, hlm.91) diantaranya yaitu perasaan penyakitnya serta menghindari hal-hal yang
sedih, bersalah, kecewa, konsentrasi dapat membuat penyakitnya menjadi lebih
menurun, mudah lelah, produktivitas buruk.
menurun, nafsu makan menurun dan
gangguan tidur. Pemahaman informasi yang baik pada
responden yang depresi akan membuat
Sesudah diberikan intervensi PMR, tingkat responden lebih memahami dan lebih
depresi mengalami penurunan yaitu 8 waspada terhadap kondisinya saat ini. Pada
responden (tidak depresi) dan 10 responden penelitian ini pemberian informasi pada
(depresi ringan). Data teresebut menunjukkan pasien yang depresi berfungsi sebagai upaya
bahwa sesudah diberikan intervensi PMR dalam mekanisme koping yang baik.
pada responden terdapat penurunan tingkat Pendapat itu sejalan dengan teori yang
depresi. Hal ini dikarenakan responden dikemukakan oleh Nursalam dan Kurniawati
dilatih mandiri untuk peka terhadap kondisi (2007, hlm.25) bahwa koping yang positif
pada saat otot tegang maupun otot rileks, dapat digunakan untuk mengatasi stres yaitu
dimana responden dapat merasakan kondisi dengan mengidentifikasi masalah dan
rileks dan nyaman setelah latihan tersebut. mengontrol diri. Pemberian informasi akan
Pada saat pikiran dan tubuh rileks maka pada membantu meningkatkan rasa percaya diri,
otak akan meningkatkan sekresi hormon bahwa pasien akan mendapatkan hasil yang
endorphin, melatonin dan serotonin. lebih baik.
Hormon-hormon diatas berfungsi untuk
menurunkan tingkat depresi responden (Alam
& Hadibroto, 2007, hlm.102).

10 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


Analisis Bivariat 2007, hlm.102). Waluyo (2010, hlm.26)
Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap menjelaskan fungsi dari HGH antara lain
tingkat depresi pada pasien GGK yang memberikan energi (vitalitas), menjaga daya
menjalani hemodialisis. tahan tubuh, membuat tidur nyenyak,
memberikan rasa nyaman dan dapat meredakan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kegelisahan. Pengaruh serotonin berkaitan
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap dengan mood, hasrat seksual, tidur, ingatan,
tingkat depresi pada pasien GGK yang pengaturan temperatur dan sifat-sifat sosial.
menjalani hemodialisis, dimana pada kelompok Selain itu, bernapas dalam dan perlahan serta
intervensi dapat menurunkan tingkat depresi menegangkan beberapa otot selama beberapa
lebih baik dibandingkan dengan kelompok menit dapat menurunkan produksi kortisol
kontrol. Hal ini dikarenakan PMR dapat sampai 50%. Kortisol (cortisol) adalah hormon
membuat relaksasi responden. Relaksasi otot stres yang bila terdapat dalam jumlah berlebihan
progresif atau Progressive Muscle Relaxation akan mengganggu fungsi hampir semua sel
(PMR) merupakan teknik relaksasi yang dalam tubuh. Menurunnya hormon kortisol serta
dilakukan dengan cara responden menegangkan meningkatnya hormon endorphin, serotonin dan
dan melemaskan otot secara berurutan dan melatonin membuat tubuh rileks, sehingga hal
memfokuskan perhatian pada perbedaan tersebut dapat mengurangi tekanan akibat stres
perasaan yang dialami antara saat kelompok otot (Alam & Hadibroto, 2007, hlm.102).
rileks dan saat otot tersebut tegang (Kozier,
et.al., 2011, hlm.314). Menurut Setyoadi dan Ahli fisiologis dan psikologis Emund Jacobson
Kushariyadi (2011, hlm.107), PMR dapat (1930, dalam Sustrani, Alam & Hadibroto, 2004,
membuat tubuh dan pikiran terasa tenang dan hlm.82) menjelaskan bahwa relaksasi otot
rileks. progresif adalah cara yang efektif untuk
mengurangi tekanan akibat masalah psikologis,
Responden dilatih melakukan PMR dari gerakan dimana kita bisa belajar bagaimana
awal sampai akhir, dengan tujuan agar mengistirahatkan otot-otot melalui suatu cara
responden bisa membedakan bagaimana sensasi yang tepat. Sejalan dengan penelitian Oktavianis
pada saat otot tegang maupun rileks. Selain itu, (2010) yang menjelaskan bahwa PMR efektif
responden juga diminta untuk untuk menurunkan tingkat stres pada responden.
mengkombinasikan gerakan tersebut dengan Stres merupakan setiap keadaan atau peristiwa
nafas dalam, dimana setelah responden yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
melakukan PMR, maka tubuh responden akan seseorang, sehingga orang itu harus melakukan
terasa rileks dan pikiran menjadi tenang serta perubahan dan penyesuaian atau adaptasi untuk
nyaman. Kondisi tersebut bermanfaat untuk mengatasi masalahnya. Apabila orang tidak
meningkatkan produksi endorphin, melatonin mampu melakukan adaptasi dan mengatasi
dan serotonin serta menurunkan hormon stres stresor tersebut, maka akan timbul keluhan-
kortisol (Alam & Hadibroto, 2007, hlm.102). keluhan lain, diantaranya depresi (Hawari, 2013,
hlm.3).
Endorfin merupakan hormon pemicu rasa
bahagia, sedangkan melatonin dapat membuat SIMPULAN
tidur nyenyak yang diperlukan tubuh untuk 1. Tingkat depresi pada responden sebelum
memproduksi penyembuh alami berupa Human diberikan PMR sebagian besar berada pada
Growth Hormone (HGH) (Alam & Hadibroto, kategori depresi ringan yaitu 13 responden

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 11


(72,7%), depresi sedang sebesar 4 responden tentang kondisi psikologisnya, bagaimana
(22,2%) dan depresi berat sebesar 1 keadaan dan perasaan yang dialami hari ini.
responden (5,6%). 2. Bagi Pendidikan Keperawatan
2. Tingkat depresi pada responden sesudah Penelitian ini dijadikan sebagai penambahan
diberikan PMR sebagian besar berada pada ilmu keperawatan dalam meningkatkan
kategori depresi ringan yaitu 10 responden kualitas mutu asuhan terhadap pasien yang
(55,6%) dan normal (tidak depresi) sebesar 8 mengalami masalah psikologis. Sehingga
responden (44,4%). penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk
3. Tingkat depresi pada responden yang tidak perkembangan intervensi keperawatan.
mendapatkan PMR saat sebelum 3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
(pengukuran awal) berada pada kategori Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat
depresi ringan sebesar 12 responden (66,7%) mengambil sampel yang lebih besar sehingga
dan depresi sedang sebesar 6 responden didapatkan data yang lebih lengkap, serta
(33,3%). beberapa faktor yang mempengaruhi juga
4. Tingkat depresi pada responden yang tidak perlu diperhatikan.
mendapatkan PMR saat sesudah (pengukuran
akhir tanpa diberi intervensi) berada pada DAFTAR PUSTAKA
kategori depresi ringan sebesar 15 responden Alam, S., & Hadibroto, I. (2007). Gagal Ginjal.
(83,3%), normal (tidak depresi) sebesar 2 Jakarta: Gramedia
responden (11,1%) dan depresi sedang
sebesar 1 responden (5,6%). Baradero, M., Dayrit, M.W., & Siswadi, Y.
5. Ada pengaruh relaksasi otot progresif (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien
terhadap tingkat depresi pada pasien GGK Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
yang menjalani hemodialisis dengan p-value
0,000 (<0,05). Bramastyo, W. (2009). Depresi? No Way!.
6. Ada perbedaan penurunan tingkat depresi Yogyakarta: ANDI
pada responden antara kelompok yang
diberikan PMR dengan kelompok yang tidak Chang H.J., Ku, D.Y., Park, Y.S., Kim, S.R., &
diberikan PMR dengan p-value 0,000 Ryu, J.W. (2012). Depression and Life
(<0,05), dimana pada kelompok yang Quality in Chronic Renal Failure
diberikan PMR, penurunan tingkat depresi Patients with Polyneuropathy on
lebih baik dibandingkan dengan kelompok Hemodialysis.
yang tidak diberikan PMR. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl
es/PMC3503947/ diperoleh tanggal 20
SARAN Desember 2013 diperoleh tanggal 20
1. Bagi Rumah Sakit dan Masyarakat Desember 2013
Hasil penelitian ini sebagai masukan bagi
Rumah Sakit dan masyarakat tentang Darmeizer. (2012). 1 dari 8 ginjal orang
pentingnya memperhatikan masalah Indonesia rusak.
psikologis pasien dengan GGK yang http://www.tempo.co/read/news/2012/0
menjalani hemodialisis. Selain kondisi fisik 3/06/060388268/1-dari-8-Ginjal-Orang-
yang diperhatikan, pasien yang menjalani Indonesia-Rusak, di peroleh tanggal 5
hemodialisis juga membutuhkan perhatian desember 2013

12 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No


Dewi, NKAS. (2013). Pengaruh Aromaterapi Kozier, Erb, Berman & Snyder, (2011). Buku
Inhalasi Terhadap Penurunan Tingkat Fundamental Keperawatan Konsep,
Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Proses dan Praktik Volume 1. Jakarta:
yang Menjalani Hemodialisis di RSUD EGC
Wangaya Denpasar.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/ar Manzilah, T. (2011). Faktor-Faktor yang
ticle/download/6124/4615 diperoleh Mempengaruhi Terjadinya Infeksi
tangga; 20 Mei 2014 Double Lumen pada Klien Hemodialisa
di Rumah Sakit Hospital Cinere Depok
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Tahun 2011.
Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3kep
erawatanpdf/0910712026/bab6.pdf
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2004). diperoleh tanggal 20 Mei 2014
Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2004. Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien
http://www.dinkesjatengprov.go.id/doku dengan Gangguan Sistem
men/profil/profile2004/bab5.htm, di Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
peroleh tanggal 11 Desember 2013 Medika

Hartono, LA. (2007). Stress & Stroke. Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Asuhan
Yogyakarta: Kanisius Keperawatan Gagal Ginjal. Jakarta:
Salemba Medika
Hawari, D. (2013). Manajemen Stres Cemas dan
Depresi. Jakarta: FKUI Nurchayati, S. (2010). Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kualitas
Indrayani, W.N. (2009). Deteksi Dini Kolesterol, Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik
Hipertensi & Stroke. Jakarta: Milestone yang Menjalani Hemodialisis di Rumah
Sakit Islam Fatimah Cilacap dan Rumah
Istanti, Y.P. (2009). Faktor-Faktor yang Sakit Umum Daerah Banyumas.
Berkontribusi Terjadinya IDWG pada http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/202
Pasien yang Menjalani Hemodialisis di 82431-T%20Sofiana%20Nurchayati.pdf
Unit Hemodialisis RSU PKU diperoleh tanggal 20 Mei 2014
Muhammadiyah Yogyakarta.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125 Nursalam & Kurniawati, N.D. (2007). Asuhan
543-TESIS0580%20Yun%20N09f- Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
Faktor-faktor-HA.pdf diperoleh tanggal HIV & AIDS. Jakarta: Salemba Medika
20 Mei 2014
Oktavianis, D. (2010). Efektivitas Relaksasi Otot
Kidney Disease Statistic for The United States. Progresif Untuk Menururnkan Tingkat
(2012). The Growing Burden of Kidney Stres Pada Pengasuh Lanjut Usia Di
Disease. Panti Werdha.
http://kidney.niddk.nih.gov/KUDiseases alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/464683
/pubs/kustats/KU_Diseases_Stats_508.p 6682_abs.pd, diperoleh tanggal 30
df, diperoleh tanggal 11 Desember 2013 Oktober 2013

Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tingkat Depresi (N.E.Alfiyanti, 2014) 13


Sukandar, E. (2006). Gagal Ginjal dan Panduan
Potter & Perry. (2005). Buku Fundamental Terapi Dialisis. Bandung: Pusat
Keperawatan, Konsep, Proses dan Informasi Ilmiah (PII)
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Sustrani, L., Alam, S., & Hadibroto, I. (2004).
Rismaharini, T. (2013). Penderita Gagal Ginjal Hipertensi. Jakarta: Gramedia
Makin Didominasi Kaum Muda. Yovita. (2014). Dampak Minuman Berenergi di
http://www.tempo.co/read/news/2013/0 Tubuh.
7/24/060499402/Penderita-Gagal- http://www.republika.co.id/berita/konsul
Ginjal--Makin-Didominasi-Kaum-Muda tasi/dokter-kita/14/04/04/n3hcrg-
diperoleh tanggal 21 Mei 2014 dampak-konsumsi-minuman-berenergi-
di-tubuh diperoleh tanggal 22 Mei 2014
Rustina. (2012). Gambaran Tingkat Depresi Waluyo, S. (2010). The Book of Antiaging
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Rahasia Awet Muda Mind-Body-Spirit.
Menjalani Hemodialisis di RSUD DR. Jakarta: Gramedia
Soedarso Pontianak.
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/art Wahyudi, I.E.D. (2012). Angka Kematian
icle/view/1776 diperoleh tanggal 5 Pasien End Stage Renal Disease Di ICU
januari 2014 dan HCU DR. Kariadi. http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medico/article/
Santoso, D. (2009). 60 Menit Menuju Ginjal download/1752/1750, diperoleh tanggal
Sehat. Surabaya: Jaring Pena 13 Desember 2013
Setyoadi & Kushariyadi. (2011). Terapi
Modalitas Keperawatan pada Klien Wijaya, A. (2005). Kualitas hidup pasien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis dan mengalami depresi.
Shanty, M. (2011). Silent Killer Diseases www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/
(Penyakit yang Diam-Diam detail.jsp?id=108527 diperoleh tanggal
Mematikan). Jogjakarta: Javalitera 18 April 2013

Smeltzer, S.C., & Bare. (2002). Buku ajar


keperawatan medikal bedah
Brunner&Suddart. Edisi 8. Jakarta:
EGC

Sudoyo, A.W. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Suharyanto, T., & Madjid, A. (2009). Asuhan


Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Tim

14 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK) Volume No

Anda mungkin juga menyukai