Anda di halaman 1dari 11

Menuntaskan Masalah Gafatar dan Aliran

Sesat
27 Jan 2016 in Al Islam, Headline Leave a comment

[Al-Islam edisi 791, 18 Rabiul Akhir 1437 H 29 Januari 2016 M]

Akhir-akhir ini nama Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) mencuat dan menimbulkan
kehebohan, terutama setelah dari berbagai daerah bermunculan laporan warganya pergi ke
Kalimantan untuk bergabung dengan Gafatar. Banyak warga yang anggota keluarganya
hilang merasa was-was jika keluarganya bergabung dengan Gafatar. Banyak dari mereka
mendatangi sekretariat Gafatar. Namun, sekretariat-sekretariat itu sudah kosong ditinggalkan
penghuni dan pengurus Gafatar. Isu Gafatar itu akhirnya berpuncak dengan meletusnya
pembakaran camp Gafatar di Mempawah oleh massa pada Selasa (19/1) silam. Warga eks
Gafatar diusir agar meninggalkan Mempawah. Pemerintah akhirnya memutuskan untuk
memulangkan warga eks Gafatar ke daerah asalnya.

Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti di DPR (25/1) mengatakan Kepolisian tengah mendata
eks Gafatar yang berada di Kalimantan Barat. Tindak lanjut penanganannya melakukan
pendataan dan memfasilitasi proses pemulangan eks Gafatar saat ini yang terdata di
Kalimantan Barat sebanyak 4.010 jiwa, terdiri dari 907 laki-laki, 632 perempuan dan 2.471
anak-anak, jelas Badrodin (Viva.co.id, 25/1).

Siapa Gafatar?

Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Gafatar berawal dari gerakan Al-Qiyadah al-
Islamiyah yang dipimpin Ahmad Mushadeq (DetikNews, 25/1).

Tim Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem), yang terdiri atas sejumlah lembaga
negara, melakukan investigasi untuk menyelidiki dugaan penyimpangan ajaran yang
dilakukan Gafatar. Kami telah meneliti kegiatan Gafatar selama sebulan terakhir dan kami
menilai itu ajaran menyimpang, tutur Wakil Ketua Tim Pakem Adi Toegarisman saat
konferensi pers di Kejagung, Kamis, 21 Januari 2016 (Tempo.co, 21/1).

Dari hasil investigasi tersebut, Pakem mendapatkan tiga alasan yang mendasari anggapan
bahwa ajaran Gafatar menyimpang. Pertama: Gafatar dinilai menyebarkan ajaran Islam dan
sejumlah agama lain dengan cara menyatukan berbagai agama menjadi satu kepercayaan.
Kedua: Gafatar merupakan metamorfosis dari Komunitas Millah Abraham (Komar).
Sebelumnya, organisasi tersebut juga merupakan metamorfosis dari organisasi Al-Qiyadah
al-Islamiyah. Organisasi tersebut telah dilarang sejak 2007 dengan keputusan Jaksa Agung RI
nomor: KEP-116/A/JA/11/2007 tentang Larangan Kegiatan Aliran dan Ajaran Al-Qiyadah
al-Islamiyah di seluruh Indonesia yang didasarkan pada Fatwa MUI. Ketiga: Ajaran Gafatar
mempercayai Ahmad Mushadeq sebagai Al-Masih AlMawud, Mesias (juru selamat) yang
dijanjikan menggantikan Nabi Muhammad saw.
Penyebab

Banyak faktor yang membuat orang bergabung dengan Gafatar. Di antara faktor yang
menonjol adalah masih lemahnya pengetahuan masyarakat tentang Islam. Akibatnya, orang
bisa terpengaruh dengan Gafatar dan ajarannya meski menyimpang dari Islam.

Faktor lain adalah kondisi dan kesulitan ekonomi yang diderita rakyat. Mayoritas pengungsi
eks Gafatar yang dipulangkan melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang mengaku motivasi
mereka bergabung dengan ormas tersebut hanya karena ingin bertani. Untuk itu sebagian dari
mereka rela menjual rumah dan kendaraan agar bisa memiliki modal untuk sewa lahan dan
menyokong kehidupan di Mempawah, Kalimantan (Liputan6.com, 25/1).

Kapolres Lamongan AKBP Trisno Rachmadi menyebutkan pengikut Gafatar yang menjadi
sasaran adalah warga pelosok desa dan rata-rata dengan kondisi ekonomi relatif lemah.
Mereka dijanjikan ditampung di rumah-rumah dengan diberi jaminan kecukupan finansial.

Selain itu, Gafatar bisa terus berkembang dan merekrut banyak orang karena Pemerintah
tidak tegas. Padahal sejak awal Pemerintah telah mencium indikasi penyimpangan Gafatar.
Andai Pemerintah tegas sejak awal, tentu tidak perlu terjadi kehebohan seperti saat ini.

Kemunculan Gafatar dan berbagai aliran sesat lainnyatermasuk berbagai penistaan


terhadap Islam dan simbol-simbolnyamenunjukkan bahwa negara tidak sungguh-sungguh
menjaga akidah Islam. Hal itu karena negara saat ini dibangun di atas asas sekularisme yang
memisahkan urusan negara dengan agama. Urusan agama dan keyakinan dianggap sebagai
urusan pribadi. Negara tidak boleh turut campur. Karena itulah aliran sesat hanya akan
diproses jika ada pengaduan dari masyarakat atau jika sudah menimbulkan masalah serius di
masyarakat. Kalaupun dilakukan penindakan maka itu bukan untuk menjaga dan melindungi
akidah Islam, tetapi untuk menjaga keamanan dan kestabilan.

Menuntaskan Masalah

Persoalan ini harus segera diselesaikan dengan tuntas. Jika terbukti menyimpang dan sesat,
Gafatar harus segera dilarang, dibubarkan organisasinya dan seluruh aktivitasnya dihentikan.

Warga eks Gafatar harus dibina agar kembali pada Islam (ruj il al-haqq). Kepada mereka
harus dijelaskan dan dibantah penyimpangan-penyimpangan ajaran Gafatar. Akidah dan
ajaran Islam yang benar harus dijelaskan kepada mereka dengan disertai argumentasi dan
bukti, dengan mengaktifkan akal pikiran mereka dan melibatkan perasaan mereka, sehingga
akidah dan ajaran Islam itu tertanam kuat pada diri mereka.

Mereka juga harus difasilitasi dan dibantu untuk bisa membangun kehidupan yang baru.
Harta benda mereka yang ditinggalkan di Kalimantan harus dikembalikan kepada mereka dan
tidak boleh dirampas oleh siapapun termasuk oleh negara.

Para pengurusnya dan yang menyebarkan ajaran yang menyimpang itu harus ditindak dan
dihukum. Penyimpangan ajaran mereka dengan tetap mencatut Islam jelas merupakan
penistaan terhadap Islam. Jika terbukti, mereka harus dihukum berat. Tidak menutup
kemungkinan di dalam operasi organisasi ini juga terjadi eksploitasi ekonomi terhadap orang-
orang yang terjerat bergabung di dalamnya.
Selain itu, dalam jangka panjang harus diusahakan agar masalah seperti itu tidak terus
muncul dan berulang. Problem mendasar yang menjadi faktor terulangnya masalah ini adalah
karena negara tidak berperan menjadi penjaga akidah Islam. Sebabnya, negara saat ini
dibangun di atas asas sekularisme, pemisahan agama dari negara dan pengaturan kehidupan.

Hanya jika negara dibangun di atas landasan akidah Islam dan menerapkan syariah Islam,
masalah aliran sesat, penyimpangan dari Islam dan penistaan terhadap Islam tidak akan
muncul. Dalam perspektif Islam, salah satu tugas utama pemerintah adalah membina,
menjaga dan melindungi akidah umat dari segala bentuk penyimpangan, pendangkalan dan
pengaburan serta penodaan. Negara wajib secara terus-menerus membina keislaman seluruh
rakyat. Negara wajib mengajarkan dan mendidik masyarakat tentang akidah dan ajaran Islam
baik melalui pendidikan formal maupun informal. Bahkan hal itu menjadi salah satu tugas
utama negara menurut Islam. Ketika akidah umat kuat dan mereka paham ajaran Islam yang
benar, mereka tidak akan terjerumus dalam ajaran sesat.

Di sisi lain, penerapan syariah Islam dalam ekonomi akan bisa mewujudkan pemerataan
kekayaan secara adil. Melalui hukum-hukum Islam tentang kepemilikan harta, tentang
pengembangan kepemilikan dan pengembangan harta serta hukum tentang pendistribusian
kekayaan di tengah masyarakat, Islam akan mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan
kepada seluruh rakyat. Jika masyarakat sejahtera, orang tentu tak akan terjerumus ke dalam
aliran sesat akibat faktor ekonomi.

Dari sisi penegakan hukum, syariah akan bisa menghentikan pelaku penistaan terhadap Islam
dan penyebar aliran sesat sehingga mereka kembali pada kebenaran dan jera tidak akan
melakukannya lagi. Para ulama dan fukaha sepakat bahwa hukuman bagi penghina Islam
adalah hukuman mati jika dia tidak mau bertobat. Jika dia bertobat maka dia tak dihukum
mati, tetapi tetap bisa dijatuhi sanksi sebagai pelajaran kepada dia sesuai dengan ketetapan
Khalifah atau qadhi, dengan memperhatikan tingkat penghinaannya. Hukuman yang tegas itu
akan bisa memberi efek jera kepada pelakunya dan akan mencegah orang lain untuk
melakukan hal yang sama.

Penyimpangan dan kesesatan bisa menyebabkan pelakunya murtad/keluar dari Islam.


Misalnya, dengan menolak kewajiban shalat lima waktu, puasa, haji, dsb; meyakini ada nabi
setelah nabi Muhammad saw; meyakini masih ada wahyu setelah al-Quran dan sebagainya.
Pelakunyajika tidak mau bertobat kembali pada Islam dan meninggalkan keyakinan itu
dihukum mati. Rasul saw. bersabda:

Siapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah (HR al-Bukhari, an-Nasai, Abu
Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Semua itu akan bisa menuntaskan masalah aliran sesat yang tidak bisa dituntaskan dalam
sistem saat ini. Semua itu hanya bisa terwujud jika syariah islamiyah diterapkan secara
menyeluruh dan formal melalui kekuasaan negara. Hal itu hanya bisa diwujudkan di bawah
sistem pemerintahan Islam, yaitu Khilafah Rasyidah ala minhaj an-nubuwwah. Itulah yang
harus diperjuangkan oleh semua komponen umat Islam agar segera terwujud nyata di tengah
kehidupan. WalLh alam bi ash-shawb. []
Komentar al-Islam:

Sapi impor, belakangan telah memicu kenaikan harga sapi keseluruhan. Untuk mengatasi
persoalan tersebut, Pemerintah mencabut kembali pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen
untuk sapi impor. Menurut Asnawi, minimal ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar harga
daging sapi yang kini sekitar Rp 115.000 per kg bisa turun di bawah Rp 100.000 per kg.
Pertama, kondisi keamanan harus kondusif sehingga distribusi terjaga. Kedua, perekonomian
tumbuh signifikan. Ketiga, nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap dolar AS (Kompas.com,
26/1).

1. Ironis, harga kebutuhan lebih ditentukan oleh ketergantungan impor. Mafia daging
dan kebutuhan Pemerintah akan pemasukan dari pajak termasuk PPN dan bea impor
jadi salah satu masalahnya.
2. Yang lebih penting diwujudkan adalah kemandirian dalam negeri yang harus
didukung penuh oleh Pemerintah.

Kenapa Gafatar Berkembang di


Kalimantan?
Kamis, 21 Januari 2016 22:09

Dua warga melepas tiang bendera di lokasi permukiman warga eks-Gafatar yang dibakar massa di
kawasan Monton Panjang, Dusun Pangsuma, Desa Antibar, Mempawah Timur, Kabupaten
Mempawah, Kalbar, Selasa (19/1). Permukiman di lahan seluas 43 hektar tersebut dibakar sejumlah
oknum masyarakat sebelum 796 warga eks-Gafatar berhasil dievakuasi pemda setempat. ANTARA
/Jessica Helena Wuysang
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Utang Ranuwijaya menjelaskan sebab Gerakan Fajar Nusantara
(Gafatar) lebih memilih berkembang untuk mengembangkan ajarannya di wilayah
Kalimantan ketimbang daerah lain di Indonesia.

Kondisi alam Kalimantan yang masih banyak lahan kosong dan lebih subur, dijelaskan
Utang, menjadi sebab aliran keagamaan berkedok organisasi memilih bumi Borneo.

Selain itu, pengikut Gafatar menilai Kalimantan lebih aman ketimbang pulau lain.

"Kata mereka (pengikut Gafatar) Kalimantan itu aman, lebih luas, banyak tanah yang bisa
dimanfaatkan," kata Utang Ranuwijaya di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta,
Kamis (21/1/2016).

Utang menyebutkan sejak 1995, MUI telah memantau hampir 300 aliran keagamaan seperti
Gafatar.

Dari hasil pemantauan itu, Utang menyimpulkan banyak aliran agama yang melenceng
muncul di daerah subur.

UNTUK INFORMASI LEBIH LENGKAP, IKUTI KAMI DI MEDIA SOSIAL

Petugas membawa wanita berinisal V yang diduga perekrut dokter Rica dalam organiasasi
Gafatar di Polda DIY, DI Yogyakarta, Senin (11/1). Andreas Fitri Atmoko /Antara Foto

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) mencuat setelah dokter Rica Tri Handayani menghilang
dan diduga pernah mengikuti organisasi ini. Dokter Rica bersama anaknya dilaporkan hilang
sejak 30 Desember 2015 dan ditemukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, Senin
(11/1/2016).

Rica dijemput kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta di Bandara Iskandar Pangkalan Bun,
Kalimantan Tengah. "Kondisi dokter Rica masih syok, belum bisa dimintai keterangan," kata
Kapolda DIY Brigadir Jenderal Erwin Triwanto dilansir Okezone.

Kepolisian belum mendapatkan keterangan mengenai alasan kepergian dokter Rica yang
meninggalkan suaminya, dokter Aditya Akbar Wicaksono. Aditya, tengah mengambil
spesialis ortopedi FK UGM-RSUP Sardjito, Yogyakarta. Dokter Rica tiba-tiba menghilang
dan hanya meninggalkan secarik kertas berisi tulisan minta izin ke suaminya untuk berjuang
di jalan Allah.

Kabar menghilangnya Rica memunculkan spekulasi bahwa dokter ini bergabung dengan
kelompok radikal ISIS. Wacana ISIS buyar setelah Rica ditemukan di Kalimantan.

Setelah ISIS, muncul lagi Gafatar. Polisi, melalui keterangan dari suaminya, mengungkapkan
Rica sudah aktif bergabung dengan Gerakan Fajar Nusantara Yogyakarta sejak kuliah.
"Benar, dr Rica dulu sempat aktif sebagai anggota Gafatar saat masih kuliah di salah satu
perguruan tinggi swasta di sini," kata Direskrimum Polda DIY, Komisaris Besar Hudit
Wahyudi dikutip Merdeka.com.

Apa itu Gafatar?

Gerakan Fajar Nusantara merupakan organisasi yang mengklaim bergerak di bidang sosial
dan budaya. Deklarasi Gafatar dilaksanakan pada Sabtu 21 Januari 2012 di gedung JIEXPO
Kemayoran, Jakarta.

Gerakan ini memiliki wadah dalam situs Gafatar.org. Situs yang terdaftar sejak 2011 masih
berlaku hingga Oktober 2016. Visi, misi, tujuan dan program kerja organisasi
kemasyarakatan ini sama sekali tak menyebutkan nama satu agama.

Dalam dasar pemikiran Gafatar dituliskan bahwa bangsa Indonesia disebut belum merdeka
seutuhnya dari sistem penjajahan neokolonialis dan neoimperialis.

"Kenyataan ini membuat kami menjadi terpicu untuk berbuat. Tak bisa duduk diam tanpa
melakukan apa-apa untuk kemajuan dan kejayaan bangsa."

Beberapa kegiatan Gafatar seperti donor darah sampai napak tilas memperingati hari
Pahlawan 2012. Namun, Gafatar mendapat penolakan warga karena dianggap aliran
keagamaan sesat.

Ketua Umum Gafatar, Mahful M. Manurung dalam pidato pembukaan Rakernas III di
Gedung Balai Sudirman, Kamis (26/2/2015) menyatakan organisasi ini tak akan berevolusi
menjadi organisasi keagamaan.

"Masalah keagamaan bukanlah menjadi ranah kerja GAFATAR. Urusan agama kita serahkan
kepada ahlinya dan pribadi masing-masing," katanya.

Tudingan aliran sesat

Gafatar dituding sebagai perpanjangan dari sekte Al-Qiyadah al Islamiyah, Komunitas Millah
Abraham (Komar), pimpinan nabi palsu Ahmad Mushaddeq sejak awal kemunculannya.
Walhasil, deklarasi Gafatar pada 2012 di sejumlah wilayah ditentang warga setempat, seperti
di Kota Solo, Yogyakarta dan Gowa, Sulawesi Selatan.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gafatar Jawa Tengah, HS Cakraningrat, mengatakan
organisasinya bergerak di bidang sosial, budaya dan ilmiah.

"Kami dituding berafiliasi dengan aliran sesat, itu tidak benar. Dulu kami pernah disusupi,
tapi sudah dilakukan pembersihan. Kami ini Ormas yang bergerak melestarikan budaya
Indonesia," katanya.

Gafatar terus berkembang, tetapi penolakan dari warga pun bermunculan. Pada Rabu
(7/1/2015), puluhan warga Krueng Barona Jaya, Aceh Besar bersama polisi menggerebek
Kantor Gafatar yang baru sebulan dibuka di Desa Lamgapang.
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh telah mengeluarkan fatwa bahwa
Gafatar beraliran sesat. Pengurus Gerakan Fajar Nusantara Aceh diadili di Pengadilan Negeri
Banda Aceh dengan tuduhan menyebarkan aliran sesat.

Di beberapa daerah, Gafatar pun divonis sebagai aliran sesat. MUI Maluku Utara
menghentikan seluruh kegiatan G afatar sejak 27 Maret 2015. Organisasi yang terdaftar di
Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada 2012 itu dianggap mengajarkan berbagai aliran yang
bertentangan dengan nilai Islam, di antaranya melarang orang menunaikan salat, zakat, dan
puasa.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mengkaji fatwa tentang Gafatar meski beberapa
daerah sudah menyebutnya aliran sesat.

"Nanti kita rumuskan bentuk fatwanya. Saat ini sedang mengumpulkan data dan observasi
lapangan. Jadi saya belum bisa mengatakan bahwa seluruh Gafatar adalah pecahan Al
Qiyadah Al Islamiah," kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH
Cholil Nafis dikutip Detik.com.

Kaitan dengan NII dan organisasi ilegal

Pengamat teroris, Al Chaidar mengatakan, Gafatar merupakan hasil dari metamorfosa Milah
Abraham yang dipimpin oleh Ahmad Mussadeq, lalu berkembang lagi menjadi NII atau lebih
dikenal dengan KW9 hingga terbentuklah Gafatar.

Keterkaitan dengan NII inilah yang menyebabkan izin dari Kesbangpol Kementerian Dalam
Negeri tak kunjung keluar. Dilansir Detik.com, Gafatar pernah mendaftar melalui surat no
01/Setjend/dpp/x/2011 tanggal 2 November 2011.

"Tapi ditolak karena pertimbangan diidentifikasi terkait dengan gerakan NII," kata Dirjen
Politik dan Pemerintahan Umum, Kemendagri, Mayjen (Purn) Soedarmo.

Soedarmo menjelaskan, berdasarkan saran dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk
BIN, memang ada rekomendasi untuk menolak Gafatar dijadikan sebagai organisasi resmi
yang terdaftar. Oleh karena itu, hingga saat ini Gafatar merupakan organisasi ilegal.

Pola perekrutan

Gafatar disebut-sebut mengintensifkan perekrutan terhadap mantan aktivis keagamaan,


khususnya anak muda dengan latar belakang profesi. "Itu yang berhasil kami deteksi. Kami
akan telusuri lebih jauh siapa sasaran rekruitmen Gafatar," kata Kepala Divisi Humas Mabes
Polri, Irjen Anton Charliyan.

Disebutkan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis,
Gafatar juga menyasar orang berpendidikan tinggi yang tertarik dengan agama tapi tidak
mempunyai dasar pengetahuan yang mencukupi.

"Gerakan-gerakan semacam ini kan sasarannya para kaum-kaum eksekutif yang tertarik
belajar agama, tapi mereka tidak mempunyai dasar pengetahuan yang cukup," kata Cholil
melalui Detik.com.
Mantan pengikut Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan melalui Viva.co.id,
mengatakan Gafatar dalam basis gerakannya tak jauh berbeda dengan NII.

Lembaga ini menanamkan simpatik kepada warga lewat beragam kegiatan positif seperti
donor darah, pelatihan atau bimbingan belajar gratis.

Ken mengatakan propaganda berupa ketidakadilan yang diterima warga negara, menjadi
rumus ampuh untuk merekrut anggota khususnya para generasi muda.

GAFATAR DAN GERAKAN RADIKAL MASYARAKAT


Opini Minggu, 24 January 2016 07:40 3,528

Oleh: Leo Tamam

MELUASNYA isu Gafatar sebagai ormas masyarakat yang dianggap bertentangan dengan
keutuhan negara perlu kembali kita kaji lebih dalam, terutama terkait tragedi Mempawah
yang berujung kekerasan sosial, karena berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai
warga sipil dan keamanan bagi seluruh warga masyarakat yang berpenduduk. Kita perlu
rekonstruksi ulang terhadap Eks GAFATAR yang tetunya dengan tidak bisa membenarkan
radikalisme masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia tidak sedikitpun menghendaki
adanya aliran yang bertentangan dengan keutuhan negara (NKRI).

Dari acuan inilah, beberapa hal yang menjadi pertanyaan bagi penulis, pertama benarkah
GAFATAR itu bertentangan dengan keutuhan negara. Kedua, bagaimana mereka yang
berkecimpung dan terjebak dalam organisasi yang tidak mengerti terhadap seluk beluk
Gafatar yang sebenarnya. Ketiga, bagaimana bisa, radikalisme masyarakat di Mempawah
yang ber-akibat pengusiran paksa. Keempat, dimanakah kebebasan dan hak sebagai
penduduk Indonesia.

Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar mampu mendeklarasikan sebagai Organisasi


Masyarakat (Ormas) yang berasaskan Pancasila, diprakarsai oleh 51 orang pada tahun 2012
dan pada saat itu pula terdiri dari 14 DPD perwakilan dari setiap propinsi dengan ketua DPP
Mahful M Tamanurung. Keberadaan Ormas Gafatar di Indonesia ini sudah cukup lama dan
citra yang dibangun dengan membawa program positif terhadap masyarakat luas, seperti
program pembinaana masyarakat, bantuan sosial dan gotong royong menjadikan Gafatar
sebagai Ormas yang tidak bertentantangan dengan negara dan sehingga pada saat itulah
perjalananya Gafatar mampu duduk dengan masyarakat sipil hingga pejabat publik.

Disinilah mulai muncul pertanyaan, mengapa gafatar dikatakana sesat oleh negera dan
semenjak kapan ormas masyarakat ini dipantau oleh negara. Kesesatan Gafatar sebenarnya
sudah lama dicatat oleh beberapa tulisan dan ungkapan tokoh-tokoh agama hingga para
aktifis sosial sekitar tahun 2012 silam, namu mencuat kembali disaat kasus hilangnya Dr Rica
di Jogjakarta yang ditangani oleh Kapolda DIY, mendapatkan Dr Rica dibawa lari oleh orang
yang dianggap sebagai anggota Gafatar. Pada saat itulah, perkembangan opini publik
mengkaji keberadaan organisasi hingga kaitannya dengan Ahmad Musaddek yang dikenal
sebagai pembangkang terhadap negara dan bagian dari organisasi yang menegakkan Negara
Islam dan beberapa argumentasinya yang mengakar terhadap pemahaman rasionalitas negara
yang sebenarnya.
disamping itu, pola kaderisasi dan propaganda dalam beberapa opini yang dianggap tidak
memiliki kejelasan dalam haluan organisasi disaat menyatakan agama dengan kebenaran
klaim wahyu yang didapatnya dan mengkaitkan agama-negara hingga sebuah system negara
yang dianut dengan dogma negatif sampai sebuah rencana besar dalam gerakan yang akan
mempengaruhi keutuhan Negara. Maka tidak heran salah satu target besarnya bermula dari
pulau Kalimantan dengan membangun sebuah wilayah kecil.

Kedudukan negara Indonesia bagi segenap warga nusantara baik dengan latar belakang
golongan dan lainnya, sebagaimana perumusan terbentuknya negara dengan berasaskan
Pancasila, diatur dalam UUD 1945, kehidupan manusia dalam bingkai Bhinnika Tunggal Ika
dan batasan dalam Negara Kesatuan Republic Indonesia (NKRI) yang ditentukan oleh tiga
golongan besar yang terdiri kaum Priyai, Abangan, dan Santri sudah final. Maka setiap
apapun yang bertentangan dengan asas Pancasila dan keutuhan negara tidak bisa dibiarkan.
Sebagaimana pasal 27 ayat 3 Bab X UUD 1945 setiap warga Negara berhak dan wajib ikut
serta terhadap pembelaan Negara.

Lalu bagaimana dengan mereka yang berkecimpung dalam organisasi Gafatar ini yang sudah
jelas dianggap bertentangan dengan negara. Beberapa analisis berpendapat bahwa sebagian
besar yang mengikuti ormas Gafatar bermula dari latar belakang ekonomi, minimnya
pengetahuan agama dan kurangnya simpatisan sosial sebagai penduduk Indonesia. Hal ini
yang membuat penulis untuk merekonstruksi ulang terhadap Eks Gafatar yang diusir dari
Kalimantan.

Penulis berkesimpulan bahwa sebagian besar dari 800 penduduk masyarakat yang menjadi
korban pembakaran dari massa yang dianggap sebagai eks Gafatar sebagian besar dari
mereka tidak terlibat terlalu jauh terhadap gafatar, berlatar belakang ekonomi yang
menyebabkan keikutsertaan mereka untuk memulai hidup layak yang ditawari sebuah
pekerjaan. Sehingga menjadikan mereka sebagai bagian dari Gafatar dengan hanya bermodal
sebagai manusia yang terlibat sebagai manusia organisatoris. Sebagai negara yang berdaulat
dalam hukum tentunya tidak membenarkan setiap proses ataupun tindakan yang merugikakan
kehidupan orang sebagaimana aturan UUD 1945 pasa 27 setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusian, oleh sebab itu, negara dan masyarakat
harus jeli menyikapi keberadaan Gafatar terutama mereka yang terlibat dan tentunya sebagian
besar minimnnya pengetahuan dan pemahaman terhadap kebangsaan yang utuh.

Kesadaran masyarakat sebagai negara hukum sangat perlu menjadi titik poin, karena dengan
negara hukum setiap sesuatu yang bertentangan, setiap sesuatu yang meresahkan orang
banyak dan setiap yang berkaitan dengan norma-norma agama dan negara ada penegak
hukum yang mengatasi, dan bukan radikalisme masyarakat yang biarkan bertindak sebagai
pasal 27 UUD 1945 Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya, maka penulis berpendapat radikalisme kelompok atau yang mengatasnamakan
sosial masyarakat tetap bertentangan dengan nilai-nilai sosial sebagaimana konsep
keseimbangan dalam pluralitas dan pluralisme dalam kehidupan.

Kebebasan berpendapat dan kebebasan untuk menentukan kehidupan yang tidak bertentangan
denga nilai-nilai pancasila adalah kebebasan yang dimiliki oleh negara ini, maka makna
kebebasan apabila lepas dari nilai-nilai yang berkaitan dengan keutuhan sebuah negara, maka
dengan tindakan dengan norma-norma hukum dan tindakan yang menyesuaikan prilaku
masyakat tersebuat. Dan apapun tindakannya, radikalisme masyarakat terhadap sekelompok
golongan yang tidak mengerti keberadaan organisasi yang diikuti tetap tidak bisa dibenarkan.

*penulis pengurus DPD KNPI D.I. Yogyakarta dan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga berasal
dari Kubu Raya Kalbar

ANALISIS BERITA : Gafatar, Pengelabuan yang Sempurna

Oleh A Zaini Bisri

31 Januari 2016 1:16 WIB Category: Berita Utama, SmCetak A+ / A-

SEORANG pimpinan ormas kepemudaan di Jawa Tengah mengeluh, setelah geger soal
Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), organisasinya sulit merekrut anggota. Bahkan, beberapa
calon anggota yang sudah dibina akhirnya dilarang orang tuanya untuk aktif, dengan alasan
khawatir anaknya masuk dalam organisasi seperti Gafatar. Sebegitu kuatnya dampak
pengelabuan Gafatar terhadap masyarakat, maka sebagian orang tua memilih cara aman. Cara
ini bisa dimaklumi, tetapi bisa berakibat konyol bagi sang anak. Remaja yang sedang tumbuh
dan membutuhkan pengalaman sosial bisa terpendam potensinya karena pemingitan. Situasi
ini cukup ironis bagi masyarakat kita. Di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan
melimpahnya informasi, masyarakat seperti kehilangan informasi tentang ormas atau
kelompok sosial mana saja yang aman dan tidak aman diikuti. Bahkan, setelah terungkap
kedok di balik kegiatan-kegiatan sosial Gafatar, di kalangan pejabat pemerintah belum satu
pandangan. Misalnya, seorang pejabat di Kesbangpol Linmas Sumatera Utara memandang
Gafatar sebagai ormas yang aman-aman saja dengan kegiatan yang positif. Padahal, MUI
menilai doktrin Gafatar memenuhi salah satu atau bahkan hampir seluruh 10 kriteria aliran
keagamaan yang sesat. Salah satu kriteria itu adalah mengakui ada nabi lagi setelah Nabi
Muhammad Saw. Dia adalah Ahmad Moshaddeq, pembina Gafatar, yang mendirikan Al
Qiyadah Al Islamiyah dan mengaku sebagai nabi. Cukup disayangkan ada pejabat di
Kesbangpol Linmas yang berbeda pandangan dalam menilai misi dan kegiatan Gafatar.
Masyarakat kehilangan pegangan tentang ormas mana saja yang legal dan aman, karena
Kesbangpol Linmas yang bertugas menerbitkan surat keterangan terdaftar (SKT) ormas saja
belum satu persepsi. Hak Berserikat Lepas dari masalah pembatalan surat Dirjen Kesbangpol
Kemendagri oleh putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi UU Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 23 Desember 2014, jajaran Kesbangpol mesti
profesional dan bisa dipercaya masyarakat. Daftar ormas yang ada di Kesbangpol harus valid
dan terverifikasi sebagai rujukan masyarakat. Jajaran Kesbangpol tidak cukup hanya duduk di
belakang meja menunggu inisiatif verifikasi dari ormas, seperti yang terjadi selama ini,
kecuali mereka memiliki sumber data intelijen. Kenyataannya, jangankan menjadi rujukan,
data ormas di Kesbangpol banyak yang sudah tidak ter-update. Misalnya, susunan pengurus
sudah berubah atau alamat ormas tidak sesuai lagi. Meski reputasi Kesbangpol tidak lagi
sehebat pada masa Orde Baru, organ pemerintahan ini masih diharapkan perannya oleh
masyarakat. Tanpa harus mengulang sensor negara terhadap aktivitas sosial kemasyarakatan,
Kesbangpol layak memiliki daftar ormas secara lengkap yang didukung data intelijen.
Pemerintah tetap diharapkan mampu melindungi masyarakat dari ormas terlarang dan
mengayomi ormas yang legal. Hal ini merupakan bagian dari tugas negara dalam melindungi
hak berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh konstitusi. Jika negara hadir kembali di
tengah-tengah aktivitas ormas yang makin banyak dan beragam, tanpa harus ada intervensi
disertai penyensoran, maka kasus Gafatar tidak akan terulang lagi. Setiap gerak ormas bisa
terdeteksi dan tersosialisasi ke masyarakat, sehingga publik pun ikut berpartisipasi dan
mengontrol setiap kegiatan massal di lingkungannya. Kasus Gafatar hanyalah satu dari sekian
banyak kejadian yang menunjukkan negara kita begitu terbuka untuk segala macam ideologi
dan aktivitas, baik yang mengancam negara melalui teror maupun yang meneror masyarakat
melalui pengelabuan sosial. Begitu mudahnya Gafatar menipu pemerintah dan banyak tokoh
masyarakat, mestinya harus diambil pelajaran. Ajaran sesat Gafatar yang tersembunyi di
balik idiom agama Abraham dan kegiatan-kegiatan sosial yang Pancasilais, janganlah
memperdaya kita lagi. Pengelabuan yang sempurna ini cukuplah sekali saja terjadi. (37)

Anda mungkin juga menyukai