Anda di halaman 1dari 9

1.

Stroke
Stroke merupakan penyakit yang menyerang jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh
darah di dalam otak tersebut (Iskandar, 2011). Terhambatnya penyediaan oksigen dan
nutrisi ke otak menimbulkan masalah kesehatan yang serius karena dapat menimbulkan
kecatatan fisik mental bahkan kematian (WHO, 2010).
Penderita stroke tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, apabila ditangani
dengan baik maka dapat meringankan beban penderita, meminimalkan kecacatan, dan
mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam beraktivitas. Smeltzer & Suzane
(2001) menyatakan bahwa kira-kira dua juta orang penderita stroke yang mampu
bertahan hidup mempunyai beberapa kecatatan. Sekitar 40% dari mereka memerlukan
bantuan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sarafino (1998) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan
seseorang terserang stroke, faktor gaya hidup dan faktor biologis. Faktor gaya hidup bisa
dikarenakan hipertensi, kurang berolahraga, kebiasaan merokok, minum alkohol dan
makanan yang tidak sehat, sedangkan faktor biologis yang juga dapat menjadi penyebab
seseorang terserang stroke bisa dikarenakan faktor genetik, jenis kelamin, dan juga
tingginya sel darah merah (Sarafino, 1998).
2. Klasifikasi Stroke
Menurut Wahjoepramono, 2005 stroke dapat dibedakan menjadi :
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebabkan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah
menjadi menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak,
misalnya karena terjadi emboli atau trombosis. Hal ini dapat menyebabkan
terhambatnya aliran darah menuju otak yang mengakibatkan sel saraf dan sel
lainnya mengalami gangguan karena terhentinya suplai oksigen dan glukosa yang
dibawa oleh darah. Penurunan atau terhentinya aliran darah ini dapat
menyebabkan neuron berhenti berhenti berfungsi. Bila gangguan suplai darah
tersebut berlangsung melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Akan tetapi, apabila aliran darah dapat diperbaiki segera, maka kerusakan yang
terjadi dapat sangat minimal. Trombosis dan emboli menjadi penyebab stroke
iskemi karena dapat mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan pendarahan intrakarnial non
traumatik. Pendarahan intrakarnial yang sering terjadi adalah pendarahan
intraserebal (PIS) dan pendarahan subarakhnoid (PSA). Atau dengan kata lain
stroke hemoragik ini adalah stroke yang terjadi akibat pecahnya dinding pembuluh
darah di otak.
3. Penyebab Utama Penyakit Stroke
a. Faktor Yang Tidak Dapat Dimodifikasi
1. Umur
Umur merupakan faktor resiko stroke, dimana semakin meningkatnya
umur seseorang, maka resiko untuk terkena stroke juga semakin meningkat.
2. Jenis Kelamin
Kejadian stroke diamati lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
pada wanita. Akan tetapi, karena usia harapan hidup wanita lebih tinggi
daripada laki-laki, maka tidak jarang pada studi-studi tentang stroke
didapatkan pasien wanita lebih banyak.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami serang stroke atau
penyakit yang berhubungan dengan kejadian sroke dapat menjadi faktor
resiko untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti gen, pengaruh budaya, gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara
genetik dan pengaruh lingkungan (Wahjoepramono, 2005).
4. Ras
Orang kulit hitam memiliki insiden stroke yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih (Wahjoepramono, 2005).
b. Faktor Resiko Yang Dapat Dimodifikasi
1. Tekanan Darah
Tekanan darah merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan
denagn kejadian stroke. Tekanan darah yang tinggi atau lebih sering dikenal
dengan istilah hipertensi merupakan faktor resiko utama, baik pada stroke
iskemik maupun stroke hemoragik. Hal ini deisebabkan oleh hipertensi
memicu proses aterosklerosis oleh karena tekanan yang tinggi dapat
mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolesterol untuk lebih mudah
masuk kedalam lapisan intima lumen pembuluh darah dan menurunkan
elastisitas dari pembuluh darah tersebut (Lumongga, 2007).
Hipertensi terjadi akibat interaksi antara faktor keturunan dan lingkungan.
Beberapa faktor keturunan dan lingkungan yaitu, umur, jenis kelamin,
keturunan, stress fisik, pekerjaan, jumlah asupan garam yang berlebihan,
konsumsi alkohol dan kopi berlebihan, obesitas, dan aktivitas fisik rendah
(Patel, 1995).
Hipertensi dapat mempengaruhi hampir seluruh organ tubuh, terutama
otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah perifer. Kemungkinan
terjadinya komplikasi tergantung kepada seberapa besar tekanan darah itu,
seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya
dan kehadiran faktor resiko lain (Patel, 1995).
2. Kadar Gula Darah
Keadaan hiperglikemi atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan
berlangsung kronid memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh,
salah satunya adalah dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis baik pada
pembuluh darah kecil maupun besar termasuk pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak (Hull, 1993). Keadaan pembuluh darah otak yang
sudah mengalami aterosklerosis sangat beresiko untuk mengalami sumbatan
maupun pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkantimbulnya serangan
stroke. Dengan kata lain, kadar gula darah yang tinggi dapat menjadi faktor
resiko untuk terjadinya stroke.
3. Kadar Kolesterol Darah
Kolesterol merupakan senyawa lemak kompleks yang dihasilkan oleh hati
untuk bermacam-macam fungsi, seperti membuat hormon seks, adrenalin,
membentuk dinding sel, dan lainnya (Soeharto, 2004). Hal ini mencerminkan
betapa pentingnya kolesterol bagi tubuh, akan tetapi apabila asupan kolesterol
dalam makanan yang masuk ketubuh terlalu tinggi jumlahnya, maka kadar
kolesterol dalam darah akan meningkat. Kelebihan kolesterol dalam darah
akan beraksi dengan zat lain sehingga dapat mengendap pada pembuluh darah
arteri yang menybabkan penyempitan dan pengerasan yang disebut sebagai
plak aterosklerosis (Soeharto, 2004).
4. Penyakit Jantung
Penyakit atau kelainan pada jantung dapat mengakibatkan iskemia otak.
Hal ini disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratut dan tidak efisien
dapat menurunkan total curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di
otak berkurang (iskemia). Selain itu juga dengan adanya penyakit atau
kelainan pada jantung dapat terjadi pelepasan embolus (kepingan darah) yang
kemudian dapat menyumpah pembuluh darah otak. Hal ini disebut dengan
stroke iskemik akibat trombosis. Seseorang dengan penyakit atau kelainan
pada jantung mendapatkan resiko utnuk terkena stroke lebih tinggi 3 kali lipat
dari orang yang tidak memiliki penyakit atau kelainan jantung (Hull, 1993).
c. Faktor perilaku
1. Merokok
Rokok merupakan salah satu faktor yang signifikan untuk meningkatkan
resiko terjadinya stroke. Orang yang memiliki kebiasaan merokok cenderung
lebih beresiko untuk terkena penyakit jantung dan stroke dibandingkan orang
yang tidak merokok (Stroke Association, 2010). Hal ini disebabkan oleh zat-
zat kimia beracun dalam rokok, seperti nikotin dan karbon monoksida yang
dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, meningkatkan tekanan
darah, dan menyebabkan kerusakan pada sistem kardiovaskuler melalui
berbagai macam mekanisme tubuh. Rokok juga berhubungan dengan
meningkatnya kadar fibrinogen, agregasi trombosit, menurunnya HDL dan
meningkatnya hematokrit yang dapat mempercepat proses aterosklerosis yang
menjadi faktor resiko untuk terkena stroke. Nikotin dalam rokok menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah yang dapat mengakibatkan naiknya tekanan
darah. Arteri juga mengalami penyempitan dan dinding pembuluh darah
menjadi mudah robek, yang mengakibatkan produksi trombosit meningkat
sehingga darah mudah membeku. Selain itu, merokok dapat mengakibatkan
hal buruk bagi lemak dan darah menurunkan kadar HDL dalam darah. Semua
efek nikotin dari rokok dapat mempercepat proses aterosklerosis dan
penyumbatan pada pembuluh darah. Karbon monoksida dari rokok juga dapat
mengurangi jumlah oksigen yang dibawa oleh darah, sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan antara oksigen yang dibutuhkan dengan oksigen yang
dibawa oleh darah (Stroke Association, 2010).
2. Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol
Alkohol adalah salah satu faktor resiko stroke yang masih kontroversial
dan diduga tergantung pada dosis yang dikonsumsi. Alkohol dapat
meningkatkan resiko stroke apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak,
sedangkan dalam jumlah sedikit dapat mengurangi resiko stroke (Pearson,
1994). Akan tetapi, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalamjumlah banyak
dapat menjadi salah satu pemicu untuk terjadinya hipertensi, yang
memberikan sumbangan faktor resiko untuk terjadinya penyakit stroke. Dalam
sebuah pengamatan, diperoleh data bahwa konsumsi 3 gelas alkohol perhari
akan meningkatkan resiko stroke hemoragik, yaitu pendarahan intraserebral
hingga 7 kali lipat (Wahjoepramono, 2005).
3. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau olahraga merupakan bentuk pemberian rangsangan
berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberi rangsangan secara
teratur dengan takaran dan waktu yang tepat. Aktivitas fisik sangat
berhubungan dengan faktor resiko stroke, yaitu hipertensi dan aterosklerosis.
Seseorang yang sering melakukan aktivitas firik, minimal 3-5 kali dalam
seminggu dengan lama waktu minimal 30-60 menit dapat menurunkan resiko
untuk terkena penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah, seperti
stroke (Depkes, 2007).
4. Stress
Stress mungkin bukan sebagai faktor resiko langsung pada serangan
stroke. Akan tetapi, stress dapat mengakibatkan hati memproduksi lebih
banyak radikal bebas, menurunkan imunitas tubuh, dan mengganggu fungsi
hormonal (Junaidi, 2004). Stress dinagi emnjadi tiga bentuk, yaitu stress
biologi, stress psikis, dan stress fisik. Dari ketiga bentuk stress tadi, stress
psikis merupakan stress yang paling banyak dialami oleh manusia baik
disadari maupun tidak. Apabila stress psikis ini tidak dikelola dengan baik,
maka akan menimbulkan kesan bahaya pada tubuh yang mnegakibatkan tubuh
merespon secara berlebihan dengan menghasilkan hormon-hormon yang
membuat tubuh waspada, seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan
adrenalin. Semua hormon yang dihasilkan oleh tubuh tadi semakin banyak
ketika tubuh terus merespon stress tersebut sebagai bahaya, sehingga dapat
berdampak buruk pada tubuh (Junaidi, 2004).
Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat
memproduksi hormon kortisol dan adrenalin yang berkontribusi pada proses
aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua hormon tadi meningkatkan
jumlah trombosit dan produksi kolesterol. Kortisol dan adrenalin juga dapat
merusak sel yang melapisi arteri, sehingga lebih mudah bagi jaringan lemak
untuk tertimbun di dalam dinding arteri (Patel, 1995).

4. Perilaku Penderita dalam Pencegahan Kekambuhan Penyakit Stroke menurut Teori


Green

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia berasal dari dorongan
yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi
kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002). Perilaku yang muncul dari
individu dapat dikatakan merupakan usaha individu untuk memenuhi kebutuhannya dan
usaha tersebut dapat diamati.

a. Cakupan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003)


Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme)
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan serta lingkungan. Adapun perilaku kesehatan mencakup :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai dengan tingkat-
tingkat pencegahan penyakit, yaitu :
a). Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga dan sebagainya.
b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon
untuk melakukan pencegah penyakit. Misalnya : tidak minum kopi, tidak
minum beralkohol, tidak makan berlemak, menghentikan kebiasaan
merokok dan sebagainya.
c) Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan pengobatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan.
Misalnya : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantri,
dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan tradisional
(dukun, sinshe, dan sebagainya).
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet
(rendah lemak, rendah garam), mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam
rangka pemulihan kesehatannya.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap


sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern ataupun
tradisional.

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu respon seseorang terhadap


makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah


respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

Menurut teori Lawrence Green (1980) bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu :

a. Faktor Predisposisi

Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.

1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pada
umumnya klien yang hipertensi atau tidak hipertensi menganggap bahwa perilaku
pencegahan stroke selama tidak dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2) Sikap
Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan berespon atau bertindak.
Bila klien bersikap kurang baik sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke, maka
hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku yang muncul, untuk itu pasien
sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke harus diperhatikan oleh petugas
kesehatan.
3) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, nenek. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 11
Masyarakat yang mempercayai suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu
perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.
4) Keyakinan
Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang dilakukan oleh
masyarakat.
5) Nilai-nilai
Pada masyarakat dimanapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan sikap
orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.

b.Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan fasilitas yang


memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian harus digali dan dikembangkan dari
masyarakat itu sendiri. Faktor pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas
umum. Fasilitas fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya. Sedangkan fasilitas umum yaitu media
informasi, misalnya TV, koran, majalah. c. Faktor penguat Meliputi sikap dan perilaku
petugas. Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya
adalah pendidikan kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas
kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua.

c.Faktor penguat Meliputi sikap dan perilaku petugas.

Semua petugas kesehatan, baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah
pendidikan kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas
kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua.
American Hearth Association. (2010). Hearth disease and stroke statistic. Dallas
Texas: American Hearth Association.
Iskandar, J. (2011). Stroke, Waspadai Ancamannya. Jakarta: Andi Publisher
Fitriani Lumongga. 2007. Atherosclerosis. Departemen Patologi Anatmomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2060/1/09E01458.pdf. 20 Oktober 2010
Sarafino, E.P.(1998). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Third Edition.
United States of American: John Wiley & Sonc, Inc.
Suzanne, C. Smeltzer. (2001). Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta : EGC
Wahjoepramono, J. E. (2005). Stroke tatalaksana fase akut. Jakarta: Universitas
Pelita Harapan.

Anda mungkin juga menyukai