Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

IKTERUS NEONATORUM

DISUSUN OLEH:
Gabriella Hafidha Badruddin
406162007
PEMBIMBING:
dr. Jonas Nara Baringbing Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN


PENYAKIT KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI - BOGOR
PERIODE 17 Juli 2017 22 September 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Ikterus Neonatorum
Disusun oleh :
Gabriella Hafidha Badruddin (406162007)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Obstetrik dan
Ginekologi RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Ciawi, 2017

dr. Jonas Nara Baringbing, SpOG

2
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Ikterus Neonatorum
Disusun oleh :
Gabriella Hafidha Badruddib (406162007)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Obstetrik dan
Ginekologi RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,
Kepala SMF Obstetrik dan Ginekologi

dr. Freddy Dinata, SpOG

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ikterus merupakan salah satu kasus yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir. Pada sebagian neonatus, ikterus dapat ditemukan dalam minggu pertama
kehidupan. Lebih dari 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan yang
kembali dirawat karena kasus ini.1 Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat
berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna
ikterus pada sklera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi
secara optimal, sehingga proses glukoroniasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal.
Keadaan ini menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah.
Pada kebanyakan bayi baru lahir ini merupakan proses peralihan yang normal, tetapi
pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga
berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut
dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbukan komplikasi nerologis.
Dengan demikian setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus
yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah
mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.2

BAB II

4
PEMBAHASAN

.1 Definisi
Ikterus neonatorum
Ikterus adalah keadaan klinis pada bayi baru lahir yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit, sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi
secara berlebihan.2 65% bayi baru lahir mengalami ikterus dengan kadar bilirubin
serum total (TSB) > dari 6 mg / dL selama minggu pertama kehidupan atau disebut
sebagai hiperbilirubinemia.3

Hiperbilirubinemia
Bilirubin adalah antioksidan kuat dapat melindungi bayi dari toksisitas
oksigen pada harihari pertama kehidupan.3 Hiperbilirubinemia adalah terjadinya
peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih kadar yang
diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Biasanya istilah
hiperbilirubinemia dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium
yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia bisa
disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. 2

Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak
terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin
indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1,4 - 1,9 mg/dl. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8
mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti
dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1-2 minggu. Pada bayi cukup
bulan yang mendapatkan ASI kadar bilirubin akan mencapai puncak yang lebih tinggi
yaitu 7-14 mg/dL dan penurunan terjadi lebih lambat selama 2-4 minggu. Sedangkan
pada bayi yang kurang bulan dan mendapatkan susu formula juga akan mengalami
peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan
penurunannya jika tidak diberikan fototerapi sebagai tindakan pencegahannya.
Peningkatan sampai10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiolofis, bahkan hingga 15
mg/dL tanpa disertai dengan kelainan metabolisme bilirubin, kadar tersebut tidak

5
melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. 2
Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai
akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada
konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan
dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik
dan laboratorium, seperti : 3
1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.
3. Puncak bilirubin terjadi pada usia hari ke 3-5, dengan total bilirubin tidak
lebih dari 15 mg/dL
4. Ikterus dapat terlihat membaik se|\telah 1 minggu pada nayi aterm dan 2
minggu pada bayi preterm

Ikterus non fisiologis


Ikterus non fisiologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis
awal dari banyak penyakit neonatus, walaupun kadar bilirubin masih dalam batas-
batas fisiologik, tetapi klinis mulai terdapat tanda-tanda Kern ikterus maka keadaan
ini disebut ikterus non fisiologi. Ikterus non fisiologis timbul dalam 36 jam pertama
kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens
bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl
pada umur ini.2

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:


1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
3. Peningkatan kadar bilirubin total serum >0.5 mg/dL/jam
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
(muntah,letargis, malas menetek, penurunan berat badan bayi yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil)
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14
hari pada bayi kurang bulan.
6. Ikterus yang disertai:
- Berat lahir < 2.000 g
- Masa gestasi < 36 minggu

6
- Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat nafas pada neonatus
- Infeksi
- Trauma lahir pada kepala
- Hipoglikemia

Kernikterus
Kernikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen
bilirubin indirek/tak terkonjugasi pada beberapa daerah diotal terutama di ganglia
basalis, pons dan serebelum. Kern Ikterus adalah digunakan untuk keadaan klinis
kronik dengan skuele yang permanen karena toksik bilirubin.2

.2 Metabolisme bilirubin
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolime heme melalui proses reaksi oksidasi-
reduksi. Langkah oksidasi pertama kali adalah biliverdin yang dibentuk dari
heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagaian
besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Dalam pembentukkan itu akan
terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukkan hemoglobin dan
karbonmonosida (CO) yang diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian
akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin
bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan
hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan
mengekskresikan, diperlukkan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolime
heme haemoglobin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang
berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritopoesis yang tidak efektif didalam
sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme dan heme bebas. Bayi
baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari. Peningkatan
produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit yang
pendek (70-90 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang

7
meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat. 2 Bilirubin
yangterjadidalamplasmaterdiriatas4jenis,yaitubilirubintidakterkonjugasi,
bilirubinbebasatautidakterikat,bilirubinterkonjugasidanfraksi (bilirubin
terikat secara kovalen ke albumin), yang muncul dalam serumsaat ekskresi
bilirubinterkonjugasiterganggupadapasiendenganpenyakithepatobiliaria. 4

2. Transportasi dan asupan bilirubin


Pembentukkan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutkan
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir
memiliki kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena
konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.
Bilirubin yang pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut
dalam air kemudian akan ditransferkan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat
dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non
toksik. Saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,
albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer
melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga
dengan protein ikatan sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin
yang masuk ke sirkulasi, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan
bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukkan konsentrasi
bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak
normal. Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Walaupun demikian
defisiensi ambilan ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi
ringan pada minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai
kecepatan normal yang sama dengan orang dewasa. 2

3. Konjugasi bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang
larut dalam air diretikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine
diphospat glucoronosyl transferase (UDPG-T). katalisa oleh enzim ini akan
merubah bentuk bilirubin monoglukoronide menjadi diglukoronide. Bilirubin
kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu molekul

8
bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang
dihantarkan ke hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya
pada keadaan hemolisis kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah
bilirubin monoglukoronida. 2

4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan
di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian memasuki saluran
pencernaan dan diekskresikan melalui feses. Dalam usus bilirubin direk ini tidak
diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek
dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Selain itu pada bayi
baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat
dirubah menjadi sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi). 2

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus


Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12
minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada
inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai
untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat
pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum
diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas
dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama
besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat
terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan
demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan
mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya.
Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat
terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa
ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada
masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal
ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru
lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam
fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim

9
glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam
darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat
tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya
kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek
yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek
yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar
pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar
bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal
pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal
telah tercapai. 2

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus.

2.3 Etiologi

10
Hiperbilirubinemia bias disebabkan oleh proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya. Resiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat
ASI, bayi kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia
terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih
sering terjadi pada bayi imatur. 2
Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersbut mungkin dapat
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :

Tabel 1. Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada


bayi yang mendapatkan ASI
Asupan cairan :
Kelaparan
Frekuensi menyusui
Kehilangan berat badan/dehidrasi
Hambatan eksresi bilirubin hepatik
Pregnandiol
Lipase free fatty acid
Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorption of bilirubin
Pasase mekonium terlambat
Pembentukkan urobilinoid bakteri
Beta-glukorinidase
Hidrolisis alkaline
Asam empedu

Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis dan non fisiologis,
yaitu :
Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis
Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia
Peningkatan produksi bilirubin - Peningkatan produksi sel darah
merah
- Penurunan umur sel darah merah
- Peningkatan early bilirubin
Peningkatan resirkulasi melalui - Peningkatan aktifitas B-
enterohepatik shunt glukoronidase tidak adanya flora
bakteri

11
- Pengeluaran mekonium yang
terlambat
Penurunan bilirubin clearance
Penurunan clearance dari plasma - Defisiensi protein karier
Penurunan metabolisme hepatik - Penurunan aktifitas UDPGT

Ikterus non fisiologi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu :


a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadu pada hemolisis sel
darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel
darah merah. Infeksi seperti malaria,sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh
seperti: obat-obatan, maupun berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi
transfusi dan eritroblastosis fetalis.
b. Ikterus pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peningkatan bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin meningkat akan mengalami
regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke
ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin.
Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan
berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c. Ikterus Hepatoselular
Kerusakan sel hati dapat menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan ke dalam hati
sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang
kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam darah.
Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,sirosis hepatis,tmor,bahan kimia
dan lainya.

2.4 Faktor resiko


Faktor resiko timbulnya ikterus neonatorum :
a. Faktor Maternal
- Ras atau kelompok etnik tertentu ( Asia, Native American, Yunani)
- Komplikasi kehamilan ( Inkompatibilitas ABO dan Rh)
- ASI

12
b. Faktor Perinatal
- Trauma lahir (sefalhematom,ekimosis)
- Infeksi (bakteri,virus,protozoa)

c. Faktor Neonatus
- Prematuritas
- Faktor genetik
- Polisitemia
- Obat ( streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
- Rendahnya asupan ASI
- Hipoglikemia
- Hipoalbuminemia

2.5 Manifestasi klinis


Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira mencapai
6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). Adapun salah satu
cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis yang bersifat sederhana dan
mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969), yaitu :

Gambar 2. Pembagian ikterus menurut Kramer.

Tabel 3. Hubungan kadar bilirubin (mg/dL) dengan daerah hiperbilirubinemia


menurut Kramer. 2
Daerah Penjelasan Kadar bilirubin
hiperbilirubinemia (mg/dL)

13
Prematur Aterm
1 Kepala dan leher 48 48
2 Dada sampai pusat 5 12 5 12
3 Pusat bagian bawah sampai lutut 7 15 8 16
4 Lutut sampai pergelangan kaki dan bahu 9 18 11 18
sampai pergelangan tangan
5 Kaki dan tangan termasuk telapak kaki dan > 10 > 15
telapak tangan

Tabel 4. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus.2


Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan
ikterus

Hari 1 Bagian tubuh Berat


manapun

Hari 2 Lengan dan tungkai

Hari ke 3 dan Tangan dan kaki


seterusnya

Bila kuning terlihat pada bagian tubuh mananpun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan, tungkai tangan dan kaki pada hari kedua, maka dapat dikatakan
sebagai ikterus berat dan memerlukan terapi sinar secepatmya. Sehingga tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan kadar bilurbin serum untuk memulai terapi sinar. Sinar
yang dapat diberikan berupa sinar biru dengan panjang gelombang 420-448 nm yang
dapat mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin.5,6

2.6 Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin
pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Bilirubindiproduksidalamsistemretikuloendotelialsebagaiprodukakhirdari
katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Pada langkah

14
pertamaoksidasi,biliverdinterbentukdarihememelaluikerjahemeoksigenase,dan
terjadipelepasanbesidankarbonmonoksida.Besidapatdigunakankembali,sedang
kankarbonmonoksidadiekskresikanmelaluiparuparu.Biliverdinyanglarutdalam
air direduksi menjadi bilirubin yang hampir tidak larut dalam air dalam bentuk
isomerik(olehkarenaikatanhidrogenintramolekul).Bilirubintakterkonjugasiyang

hidrofobikdiangkutdalamplasma,terikateratpadaalbumin. Bilaterjadigangguan
pada ikatan bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin baik oleh faktor endogen
maupun eksogen (misalnya obatobatan), bilirubin yang bebas dapat melewati
membranyangmengandunglemak(doublelipidlayer),termasukpenghalangdarah

otak,yangdapatmengarahkeneurotoksisitas.

Bilirubin yang mencapai hati akan di angkut ke dalam hepatosit, dimana


bilirubinterikatkeligandin.Masuknyabilirubinkehepatositakanmeningkatsejalan
denganterjadinyapeningkatankonsentrasiligandin.Konsentrasiligandinditemukan
rendah pada saat lahir namun akan meningkat pesat selama beberapa minggu

kehidupan. Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di retikulum endoplasmik
retikulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin difosfoglukuronil transferase
(UDPGT). Konjugasi bilirubin mengubah molekul bilirubin yang tidak larut air
menjadimolekulyanglarutair.Setelahdiekskresikankedalamempedudanmasukke
usus,bilirubindireduksidanmenjaditetrapirolyangtakberwarnaolehmikrobadi
ususbesar.Sebagiandekonjugasiterjadididalamususkecilproksimalmelaluikerja
Bglukuronidase.Bilirubintakterkonjugasiinidapatdiabsorbsikembalidanmasuk
ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Siklus absorbsi,
konjugasi,ekskresi,dekonjugasi,danreabsorbsiinidisebutsirkulasienterohepatik.
Prosesiniberlangsungsangatpanjangpadaneonatus,olehkarenaasupangiziyang
terbataspadahariharipertamakehidupan.7

2.7 Diagnosis
Metodevisual

15
Metode vis
ual memiliki angka kesalahan yang cukup tinggi, namun masih
dapat digunakan bila tidak tersedia alat yang memadai. Pemeriksaan ini sulit
diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara
evident base, pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun bila
terdapatketerbatasanalatmasihbolehdigunakanuntuktujuanskrining.Bayidengan
skriningpositifharussegeradirujukuntukdiagnosisdantatalaksanalebihlanjut.7

PanduanWHOmengemukakancaramenentukanikterussecaravisual,sebagai
berikut:

1.Pem
eriksaandilakukanpadapencahayaanyangcukup(disiangharidengancahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatandanbisatidakterlihatpadapencahayaanyangkurang.

2.Kulitbayiditekandenganjarisecaralembutuntukmengetahuiwarnadibawah
kulitdanjaringansubkutan.

3.Keparahanikterusditentukanberdasarkanusiabayidanbagiantubuhyangtampak
kuning.

Bilirubinserum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus


neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Pelaksanaan
pemeriksaanserumbilirubintotalperludipertimbangkankarenahalinimerupakan
tindakaninvasifyangdianggapdapatmeningkatkanmorbiditasneonatus.7

Bilirubinometertranskutan

Bilirubinometer merupakan instrumen spektrofotometrik dengan prinsip kerja


memanfaatkanbilirubinyangmenyerapcahaya(panjanggelombang450nm).Cahaya
yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang
diperiksa.7

PemeriksaanbilirubinbebasdanCO

16
Bilirubin bebas dapat melewati sawar darah otak secara difusi. Oleh karena itu,
ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.
Beberapametodedigunakanuntukmencobamengukurkadarbilirubinbebas,antara
lain dengan metode oksidase peroksidase. Prinsip cara ini yaitu berdasar kan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin dimana bilirubin menjadi
substansitidakberwarna.Denganpendekatanbilirubinbebas,tatalaksanaikterus

neonatorumakanlebihterarah. PemecahanhememenghasilkanbilirubindangasCO
dalamjumlahyangekuivalen.Berdasarkanhalini,makapengukurankonsentrasi
COyangdikeluarkanmelaluipernapasandapatdigunakansebagaiindeksproduksi
bilirubin.7

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukkan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat,
lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan
menunggu hasil pemeriksaan kadar serumbilirubin. Transcutaneous bilirubin (TcB)
dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin total, tanpa harus
mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin total < 15
mg/dL (<257 mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat
terapi sinar.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
a. pemeriksaan bilirubin ( direk dan indirek) berkala
b. pemeriksaan darah tepi
c. pemeriksaan penyaring G6PD
d. pemeriksaan lainya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab. Antara
lain :
- Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.
- Urin

17
Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan
melihat apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
- Bilirubin
Penyebab ikterus yang tergolong pre-hepatik akan menyebabkan peningkatan
bilirubin indirek. Kelainan intrahepatik dapat berakibat hiperbilirubin indirek
maupun direk. Kelainan posthepatik dapat meningkatkan bilirubin direk.
- Aminotransferase dan alkali fosfatase
- Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.
Hepatitis B akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
- Biopsi hati
Histologi hati tetap merupakan pemeriksaan definitif untuk ikterus
hepatoseluler dan beberapa kasus ikterus kolestatik (sirosis biliaris primer,
kolestasis intrahepatik akibat obat-obatan (drug induced).
- Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit
infiltratif dan kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa
menemukan metastasis dan penyakit fokal pada hati.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar. 8

2.9 Penatalaksanaan dan pencegahan

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk


mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab langsung
pada ikterus. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan
agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan
dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-
obatan (luminal). Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin),
terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan
kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous
Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat
hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

18
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan laju peningkatannya dengan :
1) Pencegahan primer
- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama. PemberianAirSusuIbu(ASI)segerasetelah
lahirataubiasadisebutIMDsertapemberianASIEksklusifadalahsalahsatu
tindakan yang relatif murah dan mudah diterapkan pemerintah untuk
meningkatkan kesehatan dan kelangsungan hidup bayi baru lahir. Hal ini
didukungolehpernyataan UnitedNationsChildrensFund(UNICEF),bahwa
sebanyak30.000kematianbayidiIndonesiadan10jutakematiananakbalita
di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI secara
eksklusif selama enam bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus
memberikanmakanansertaminumantambahankepadabayi.9
- Tidak memberikan cairan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapatkan ASI dan tidak mengalami dehidrasi

2) Penccgahan skunder
- Melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya
ikterus atau hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal yaitu :
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa
- Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang
harus dinilai saat pemeriksaan tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari 8-12
jam.2

3) Evaluasi laboratorium
- Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus
dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama
setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin
transkutan atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar
bilirubin serum total terletak, umur bayi dan evolusi hiperbiliruinemia.
- Pengukuran bilirubin transkutan dan atau bilirubin serum total harus
dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan, jika derajat ikterus
meragukan dan pada kulit hitam oleh karena pemeriksaan derajat ikterus
secara visual sering sekali salah. 2

4) Penyebab kuning

19
- Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima
fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat
dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus
dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan
untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengindentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan terhadap
tiroid dan galaktosemia.
Pemeriksaan terhadap G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus
yang mendapat fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal
geografis yang menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada
bayi dengan respon terhadap fototerapi yang buruk. 2

5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan


- Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat dan semua perawatan harus
menetapkan protokol untuk menilai resiko ini. Penilaian ini sangat penting
pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.
Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu : pengukuran kadar
bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total sebelum
keluar RS, secara individual atau kombinasi untuk pengukuran yang
sistematis terhadap resiko
Penilaian faktor resiko klinis. 2

6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit


Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orangtua saat keluar
dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring terhadap
kuning dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan. 2
Tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan
profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk
menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat
untuk melakukan penilaian ditentukkan berdasarkan lamanya

20
perawatan, ada atau tidaknya faktor resiko untuk hiperbilirubinemia
dan resiko masalah neonatal lainnya.
Saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah ini
Bayi keluar RS Harus dilihat saat umur
Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 72 jam 96 jam
Antara umur 48 dan 72 jam 120 Jam
Tabel 5. Saat tindak lanjut

Selainan itu pencegahan juga dilakukan dengan cara:


a. Pengawasan antenatal yang baik
b. Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi
pada masa kehamilan dan kelahiran, mislnya sulfafurazol, novobiotin,
oksitosin, dan lain-lain.
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus
d. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
e. Pemberian makanan yang dini
f. Pencegahan infeksi
g. Pemberian ASI eksklusif terutama pemberian inisiasi menyusui dini
semakin cepat bayi mendapatkan kolostrum (cairan pertama yang kaya
akankekebalantubuhdansangatpentinguntukketahananinfeksi,penting
untuk pertumbuhan, bahkan kelangsungan hidup bayi) akan membuat
lapisan yang melindungi usus bayi yang masih belum matang sekaligus
mematangkan dinding usus. Bilirubin akan lebih cepat normal dan
mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan kejadian

ikterusbayibarulahir. 9

Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika
feses tidak keluar dalam waktu 24 jam
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan waktu
yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama dengan frekuensi
yang jaranh walaupun total waktu yang diberikan adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganti

21
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang
pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa dan menggunakan protokol penggunaan
fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu asupan upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL atau ibu memiliki
riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

MONITORING

Monitoring yang dilakukan antara lain :


1. Bilirubin dapat menghilang dengan cepat dengan terapi sinar. Warna kulit
tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan kadar bilirubin
serum selama bayi mendapat terapi sinar dan selama 24 jam setelah
dihentikan.
2. Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi minum
dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah yang membutuhkan
perawatan di RS.

3.0 Komplikasi dan prognosis

Komplikasi yang dapat terjadi dan perlu dihindari dari hiperbilirubinemia


adalah kern icterus. Kern icterus atau ensefalopati bilirubin adalah sindrom
neurologis yang disebabkan oleh deposisi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin tidak
langsung atau bilirubin indirek) di basal ganglia dan nukleus batang otak. Patogenesis
kern icterus bersifat multifaktorial dan melibatkan interaksi antara kadar bilirubin
indirek, pengikatan oleh albumin, kadar bilirubin yang tidak terikat, kemungkinan
melewati sawar darah otak, dan suseptibilitas saraf terhadap cedera. Kerusakan sawar
darah otak, asfiksia, dan perubahan permeabilitas sawar darah otak mempengaruhi
risiko terjadinya kern icterus.
Pada bayi sehat yang menyusu, kern icterus terjadi saat kadar bilirubin >30
mg/dL dengan rentang antara 21-50 mg/dL. Onset umumnya pada minggu pertama
kelahiran tapi dapat tertunda hingga umur 2-3 minggu.
Gambaran klinis kern icterus antara lain :

22
1) Bentuk akut :
a. Fase 1(hari 1-2) : tidak kuat menyusui, stupor, hipotonia, kejang.
b. Fase 2 (pertengahan minggu I) : hipertoni otot ekstensor, opistotonus,
retrocollis, demam.
c. Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.
2) Bentuk kronis :
a. Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonic
neck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat.
b. Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,
tremor), gangguan pendengaran.
Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu
dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan
2. Penilaian berkala pendengaran
3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI: Air Susu Ibu dan Ikterus. Available form:


http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Buku Ajar Neonatologi. Pengurus
Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta
3. William W. Hay Jr, Myron J. Levin. Current Diagnosis and Treatment
Pediatrics. Edisi ke 19. USA: McGraw Hill, 2015 : 32-29.

23
4. Robert M. Kliegman, MD. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke 20.
Philadelphia, 2016 : 871-875
5. Neonatal Jaundice: JournalOfTropicalPediatrics.Vol.58,No.5,2012
6. Karen E. Muchowski, Md. Evaluation and Treatment of Neonatal
Hyperbilirubinemia.Volume89,Number11.California:June,2014
7. Stevry Mathindas, Rocky Wilar, Audrey Wahani. Hiperbilirubinemia
PadaNeonatus.JurnalBiomedik.Volume5,Nomor1.Maret,2013:410
8. Sharada S. Neonatal Hyperbilirubinemia. Janapriya Journal of
InterdsciplinaryStudies,Vol.5.December,2016:7582
9. MercedesNaaharaniPohlman.HubunganInisiasiMenyusuDiniDengan
IkterusNeonatorumDiRsudWatesYogyakarta.MediailmuKesehatan.
Volume4,No.2.Agustus,2015:96103

24

Anda mungkin juga menyukai