1. Glaukoma Akut
Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah kelainan mata berupa neuropati optik yang karakteristik, yang
seimbangnya antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow).
Sudut tertutup didefenisikan sebagai aposisi dari iris perifer terhadap trabekular
meshwork yang menyebabkan menurunnya drainage dari aquous humor melalui kamera
okuli anterior. Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila aliran keluar aquous humor
2.5 Epidemiologi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di dunia, lebih kurang
sebanyak 6 juta orang mengalami kebutaan pada kedua matanya akibat glaukoma Di
Amerika Serikat lebih dari 3 juta orang menderita glaukoma, dan lebih dari separuh
mereka tidak menyadari sedang menderita penyakit ini, yang disebabkan karena
1
glaukoma sering tidak memberikan gejala pada awal penyakit. Kurang dari 10%
Di Asia ACG lebih sering terjadi daripada open angle glaucoma. Glaukoma sudut terbuka
primer adalah bentuk glaukoma yang sering dijumpai. Sekitar 0,4-0,7% orang berusia
lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap
glaukoma sudut terbuka primer. Penyakit ini 3 kali lebih sering dan umumnya lebih
agresif pada orang yang berkulit hitam. Jika terdapat kecenderungan familial yang kuat
dan kerabat dekat, pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining secara teratur. Di
1. Pupillary block merupakan penyebab paling sering pada glaukoma sudut tertutup.
Akuos humor yang dihasilkan sel epitel siliar dengan cara sekresi atau transportasi aktif,
ultrafiltrasi, simple diffusion masuk ke bilik mata belakang, kemudian melalui pupil
menuju bilik mata depan dan terus ke sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan
trabekulum, mencapai kanal Schlemm dan melalui saluran ini keluar dari bola mata. Pada
bilik mata depan yang dangkal akibat lensa dekat pada iris, maka akan terjadi hambatan
aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Hambatan ini dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan di bilik mata belakang. Pada sudut bilik mata depan
yang tadinya memang sudah sempit, dorongan ini akan menyebabkan iris menutupi
jaringan trabekulum. Akibatnya akuos humor tidak dapat atau sukar mencapai jaringan
ini dan tidak dapat disalurkan keluar. Blokade ini menyebabkan akumulasi akuos humor
di bilik mata depan dan peningkatan tekanan intra okuler secara akut. Terjadilah
2
Gambar segmen anterior mata
sudut bilik mata depan yang sempit dan sumbu mata yang pendek. Pada waktu pupil
berdilatasi, iris bagian tepi akan menebal, sehingga sudut bilik mata depan yang asalnya
glaukoma akut. Bahkan suntikan atropine untuk kasus muntah berak atau untuk persiapan
dengan inflamasi badan siliar) dapat menyebabkan iris menutup jaringan trabekulum.
3
Beberapa hal yang memperberat risiko glaukoma:
Usia
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang. Pada sebagian besar kasus tidak
terdapat penyakit mata lain (glaukoma primer). Tekanan intra-okuler tersebut ditentukan
oleh kecepatan pembentukan humor akueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya air
aliran keluar humor akueus akibat kelainan sistem drainase sudut kamera anterior
(glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses humor akueus ke sistem drainase
disebabkan oleh mekanisme sudut terbuka atau sudut tertutupakan berhubungan dengan
bentuk-bentuk glaukoma.
Efek peningkatan tekanan intra-okuler di dalam mata ditemukan pada semua bentuk
glaukoma, yang manifestasinya ditentukan oleh perjalanan waktu dan besar peningkatan
adalah atrofi sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
4
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi
atrofik, disertai pembesaran cekungan optik. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofik,
dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma sudut tertutup
akut, tekanan intra-okuler mencapai 60-80 mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik
pada iris yang disertai edema kornea. Pada glaukoma sudut tertutup yang akut terjadi
apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris
perifer.
Hal ini menyumbat aliran humor akueus dan tekanan intra-okuler meningkat dengan
cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma sudut
tertutup terjadi pada mata yang sudah mengalami penyempitan anatomik sudut kamera
anterior (dijumpai terutama pada hipermetropi). Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup
yang kronik, sejumlah kecil pasien dengan predisposisi penutupan sudut kamera anterior
tidak pernah mengalami episode peningkatan akut tekanan intra-okuler tetapi mengalami
sinekia anterior perifer yang semakin luas disertai peningkatan bertahap tekanan intra-
okuler. Para pasien ini memperlihatkan manifetasi yang diperlihatkan oleh pasien
glaukoma sudut tertutup primer, sering dengan pengecilan ekstensif lapangan pandang.
subakut.
Gejala glaukoma umumnya agak sulit diketahui, karena sering tidak disadari oleh
penderitanya atau dianggap sebagai tanda dari penyakit lain sehingga kebanyakan
penderita datang ke dokter mata dalam keadaan yang lanjut dan bahkan sudah buta.
Selain itu, hal ini diperparah oleh minimnya pengetahuan penderita dan keluarganya
terhadap penyakit glaukoma. Secara umum gejala glaukoma dibedakan atas akut dan
kronik.
5
Pada jenis glaukoma akut, penderita akan mengalami nyeri yang sangat hebat pada mata,
sakit kepala, hingga mual muntah. Penglihatan dirasakan menurun drastis dan mata
terlihat merah. Keadaan ini disebut glaukoma akut yang terjadi akibat peningkatan TIO
yang mendadak. Pada beberapa kasus, keadaan ini sering disalahartikan dengan sakit
kepala migren, hipertensi (tekanan darah tinggi), gastritis (sakit maag) ataupun infeksi
Glaukoma umumnya mengenai kedua mata, namun biasanya kebutaan yang timbul tidak
bersamaan. Pada banyak kasus kebutaan terjadi pada satu mata kemudian mengenai mata
Seseorang yang datang dalam fase serangan akut glaukoma member kesan seperti orang
yang sakit berat dan kelihatan payah, mereka diantar oleh orang lain atau dipapah.
inilah yang mengelabui dokter umum, sering dikiranya seorang penderita dengan suatu
penyakit sistemik.
Dalam anamnesis, keluarganya akan menceritakan bahwa sudah sekian hari penderita
tidak bisa bangun, sakit kepala dan terus muntah-muntah, nyeri dirasakan di dalam dan di
sekitar mata. Penglihatannya kabur sekali dan dilihatnya warna pelangi di sekitar lampu.
Apabila mata diperiksa, ditemukan kelopak mata bengkak, konjungtiva bulbi yang sangat
hiperemik (kongestif), injeksi siliar dan kornea yang suram. Bilik mata depan dangkal
dapat dibuktikan dengan memperhatikan bilik mata depan dari samping. Pupil tampak
melebar, lonjong miring agak vertikal atau midriasis yang hampir total.
Reflek pupil lambat atau tidak ada.Tajam penglihatan menurun sampai hitungan
jari.Sebenarnya dengan tanda-tanda luar ini ditambah anamnesis yang teliti sudah cukup
6
Diagnosis baru dapat ditegakkan kalau tekanan bola mata diukur, lalu didapatkan tinggi
sekali. Apabila tidak ada tonometer Schiotz, terpaksa harus dipakai cara digital. Mereka
yang tidak biasa untuk menafsir tekanan bola mata dengan jari dan merasa ragu-ragu,
dianjurkan untuk membandingkan dengan mata orang lain atau mata sendiri.
Pemeriksaan Penunjang
1. Tonometri
mata seseorang(tekanan intra okuler). Rentang tekanan intra okuler normal adalah 10-24
b. Tonometri Schiotz
Dasar:
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh
pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan tekanan dari
Nilai:
Pembacaan skala dikonfersi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam
Tonometer Schiotz tidak dapat dipercaya pada miopia dan penyakit tiroid
3. Funduskopi
7
Dasar ; Cahaya yang dimasukkan kedalam fundus akan menghasilkan reflek fundus.
Gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi sinar .Funduskopi dilihat dikamar
gelap.
Nilai : pada papil saraf optik dapat terlihat apakah ada papil edema, hilangnya pulsasi
vena, saraf optik, ekskavasi papil pada glaukoma dan atrofi saraf optik. Pada retina dapat
dinilai kelainan seperti perdarahan subhialoid, perdarahan intraretina, lidah api, dots,
blots, edema retina dan edema makula. Pembuluh darah retina dapat dilihat perbandingan
atau ratio arteri vena, perdarahan arteri dan vena dan adanya mikroaneurisma dari vena.
- kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau
melalui sepasang lensa dengan kekuatan lengkap. Pasien diminta melihat kearah kuadran
yang diteliti. Sebuah lensa cembung dipegang beberapa inchi dari mata pasien dengan
arah yang tepat sehingga serentak memfokuskan cahaya pada retina. Alat ini memberikan
lapangan pandang yang jauh lebih lebar dengan pembesaran yang lebih lemah.
Penatalaksanaan
8
A. Medikamentosa
perifer dan posterior. Obat-obat yang bisa diberikan pada penderita glaukoma sebagai
berikut:
1. Prostaglandin analog
a. Latanaprost (Xalatan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan dapat menurunkan TIO
sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah meningkatkan
hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan efek samping sistemik adalah gejala
pemakaian 4 kali sehari dan efeknya sama dengan latanoprost yaitu meningkatkan aliran
uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan pada
samping sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit kepala.
c. Bimanoprost (lumigan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan trabekular serta dapat
pemakaian 2 kali sehari. Obat ini mempunyai efek untuk meningkatkan aliran trabekular
serta dapat menurunkan TIO sebesar 13-18%. Efek samping sama dengan latanoprost.
9
a. Nonselektif
i. Timolol maleate (timoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5% dan
dosis pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan
menurunkan TIO 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping
ii. Timolol-LA (istalol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan dosis pemakaian
4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO sebesar
20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi,
anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah
iii. Timolol hemihydrate (betimol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan dosis
pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan
TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping
iv. Levobunolol (betagan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5% dan dosis
pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan
TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping
pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO
sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan,
iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah
10
vi. Carteolol hydrochloride (ocupress) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efek samping sistemik adalah intrinsik
simapatomimetik.
b. Selektif
Betaxolol (betoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25% dan dosis pemakaian 2 kali
sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan menurunkan TIO sebesar 15-20%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi
kornea, keratitis punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah komplikasi
paru-paru.
3. Adrenergic agonist
i. Epinefrin (epifrin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%, 1%, 2% dan
dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos dan menurunkan
TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi,
konjungtiva hiperemis, retraksi kelopak mata, midriasis dan lain-lain sedangkan efek
ii. Dipivefrin HCl (propin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos dan menurunkan TIO
sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi,
4. 2-Adrenergik agonist
a. Selektif.
Apraclonidin HCl (iopidin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5%, 1% dan dosis
pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos, menurunkan
tekanan vena episkleral dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping
yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi, iskemia, alergi, retraksi kelopak mata,
11
konjungtivitis folikularis dan lain-lain sedangkan efek samping sistemik adalah hipotensi,
b. Sangat selektif
i. Brimonidine tartrate 0,2% (alphagan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,2% dan
dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos,
meningkatkan alairan uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek
samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, edem kelopak mata, kekeringan,
sensasi benda asing, sedangkan efek samping sistemik adalah sakit kepala, hipotensi,
konsentrasi 0,15% dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan
produksi akuos, meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 20-30%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, edem kelopak
mata, kekeringan, sensasi benda asing, sedangkan efek samping sistemik adalah sakit
kepala, hipotensi, kelelahan, insomnia dan lain-lain, kecuali pada pasien yang alergi pada
alphagan.
Pilocarpin HCl (isoptocarpine) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,2-10% dan dosis
pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran trabekular, menurunkan
TIO melalui kontraksi otot siliaris, kontraksi tersebut menarik taji sklera dan
menyebabkan anyaman trabekular teregang dan terpisah. Jalur cairan terbuka dan aliran
keluar akuos meningkat. Obat ini merupakan langkah pertama dalam terapi glaukoma.
dan interval dosis bisa memperbaiki respon yang inadekuat dan menurunkan TIO sebesar
15-25%. Adapun efek samping pada mata adalah sinekia posterior, keratitis, miosis,
12
miopia dan lain-lain. Sedangkan efek sistemiknya adalah meningkatkan salivasi,
Echothiopate iodide (phospholine iodide) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,125% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran trabekular dan
menurunkan TIO sebesar 15-25%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata
adalah miopia, katarak, epifora dan lain-lain, sedangkan efek samping sistemik adalah
a. Oral
i. Asetazolamide (diamox) : obat ini mempunyai konsentrasi 62,5, 125 dan 250mg
dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos.
Acetazolamide bekerja pada badab siliaris dan mencegah sintesis bikarbonat. Ini
bikarbonat dan natrium saling berkaitan. Acetazolamide diberikan secara oral, tetapi obat
ini terlalu toksik untuk penggunaan jangka panjang dan menurunkan TIO sebesar 15-
20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah asidosis, depresi, latargi dan lain-lain.
ii. Metazolamide (metazane) : obat ini mempunyai konsentrasi 25, 50 dan 100mg dan
dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan
menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping sistemiknya adalah asidosis,
b. Topikal
Dorzolamide (trusopt) : obat ini mempunyai konsentrasi 2% dan dosis pemakaian 2-3 kali
sehari. Dorzolamide merupakan inhibitor aktif carbonic anhidrase (CA-2) yang diberikan
topikal. Dorzolamide dapat digunakan tersendiri pada pasien dengan kontraindikasi beta
bloker. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar
13
15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah miopia, penglihatan
7. Hiperosmotic agents
a. Mannitol parenteral (osmitrol) : obat ini mempunyai konsentrasi 20% soln dan
50% soln dan dosis pemakaian 2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates
vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan
pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek samping sistemik adalah retensi urin, sakit
b. Gliserin (oral) : obat ini mempunyai konsentrasi 50% dan dosis pemakaian
2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates vitreous. Adapun efek samping
pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek samping sistemik adalah retensi urin, sakit
2. Keratitis
Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi
jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-5% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah
Insidensi
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 oleh
dandilaporkan, terutama di bagian selatan Amerika Serikat dan kemudian diikuti laporan-
laporan dari Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Banyak laporan menyebutkan
lensa kontak, di sampng juga bertambah baiknya kemampuan diagnostic klinik dan labor
atorik, seperti dilaporkan di Jepang dan Amerika Serikat. Singapura melaporkan (selama
14
2,5 tahun) dari 112kasus ulkus kornea, 22 beretiologi jamur, sedang di RS Mata Cicendo
(selama 10 tahun) 94 dari 563 ulkus, bahkan baru-baru ini Bangladesh melaporkan 46
Etiologi
menyebabkankeratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain
itu penyebablain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat
terang, bendaasing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif
terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan
Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara parallel ke lamella kornea. Mungkin
ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan
keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihar daripada keratitis bakterialis.
Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multiel dapat
mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membrane Descement yang intak dan
menyebar ke kamera okuli anterior. Di banyak kasus, jamur dapat tidak ditemukan dari
permukaan dan stroma superficial pada pasien specimen histopatologi, yang menjelaskan
kegagalan pengambilan sampel untuk menemukan organism pada ulkus pada tahap yang
lanjut.
Manifestasi Klinis
dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.
Pada peradagan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut
15
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini
dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akit, respon antigenic
dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang
disebabkan oleh jamur berfilamen dapat berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur
berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar,
dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi ke atas. Lesi satelit yang timbul
terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel
dapat terlihat parallel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang
merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibody tubuh. Sebagai tambahan,
hipopion dan secret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan
kamera okuli anterior dapat cukup parah. Sebenarnya gambaran yang khas pada ulkus
kornea tidak ada. Infeksi awal dapat sama seperti infiltrasi stafilokokus, khususnya dekat
limbus. Ulkus yang besar dapat sama dengan keratitis bakteri. Untuk menegakkan
Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang irregular dan tonjolan seperti
Plak endotel
Klasifikasi
keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda
16
apabila mengenai lapisan stroma.Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain
kornea yang dapat disebabkan olehsindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus,
keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak
2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai
3. Keratitis sik. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi
4. Keratitis lepraSuatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf,
2. Keratitis sklerotikans
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segeradatang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea,wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea,segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluhdarah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin,kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbulah ulkus kornea (Vaughan, 2009).Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka
kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa
17
sakit dan fotofobia. Rasasakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris,yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi
penyakitkornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit
ini,yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata danfotofobia
umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi matakecuali pada ulkus
bakteri purulen (Vaughan, 2009).Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
Diagnosis
riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesiyang umum
pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitisakibat infeksi
herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangatsakit dan keratitis
kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh
penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes,AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi
fluorescein dapat memperjelaslesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat
18
3. Tukak (Ulkus) Kornea
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung,
dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis
lensa kontak.Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan
61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral.
Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen
19
b. Infeksi Virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat
diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan
ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian
c. Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri.Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
2. Non Infeksi
a. Bahan Kimia
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan organik
anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein
permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif.
Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia,
cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak epitel
kornea.
c. Sindrom Sjorgen
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
20
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
d. Defisiensi Vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A dari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
e. Obat-obatan
g. Pajanan
h. Neurotropik
Penyebab karena system imun misalnya pada penyakit granulomatosa wagener dan
rheumathoid arthritis.
Klasifikasi
1) Ulkus Streptokokus
Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous).Ulkus
21
2) Ulkus Stafilokokus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan disertai infiltrat berbatas
tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses
kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion
3) Ulkus Pneumokokus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi ulkus akan terlihat
menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik yang disebut
Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-
kuningan.Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di
daerah ini terdapat banyak kuman.Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
4) Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.ulkus sentral ini dapat menyebar ke
kornea dalam waktu 48 jam.gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan
kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti
cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
22
b. Ulkus kornea fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.Pada permukaan lesi
terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering.Tepi lesi berbatas tegas
irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu.Gejala ini timbul
satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem
palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan
stroma.Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes
lemah.Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
23
2) Ulkus Kornea Herpes Simplex
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex dapat terjadi tanpa
gejala klinik.Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai
terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit
atau bintang infiltrasi.terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh.
Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia.Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.
a. Ulkus Marginal
24
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin.Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau
alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan
lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.ulkus mooren
diketahui.Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
sekali.Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau
25
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus.Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-
kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan
Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu
dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea
dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang
26
dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah
yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan
lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
Manifestasi Klinik
b. Sekret mukopurulen
d. Pandangan kabur
e. Mata berair
g. Silau
h. Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
a. Injeksi siliar
c. Hipopion
27
Manifestasi klinis ulkus karena investasi jamur pada kornea yang memproduksi
mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga terjadi nekrosis kornea dan reaksi
a. Riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah, dan pemakaian streoid topikal lama.
c. Ulkus luas, tepi ulkus sedikit menonjol, kering dan irregular, putih abu-abu, atau
coklat sesuai koloni jamur. Tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.
d. Lesi satelit
e. Plak endotel
Diagnosa
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien
penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda
asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat
infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi
bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek.Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh
28
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat
4. Uveitis Anterior
Uveitis anterior adalah radang pada iris (iritis), badan siliar (siklitis) dan dapat
terjadi bersama yang disebut sebagai iridosiklitis. Uveitis anterior atau iridosiklitis
merupakan penyakit yang mendadak yang biasanya berjalan selama 6 sampai 8 minggu,
dan pada stadium dini biasanya dapat sembuh dengan tetes mata saja.Uveitis anterior
kronik adalah peradangan berulang pada uvea anterior, berlangsung selama bulanan atau
tahunan tanpa penyembuhan yang sempurna antara serangan yang pertama dan
kekambuhan.1,5
Uveitis anterior dapat dibedakan lagi dalam bentuk uveitis granulomatosa dan non
patologinya, dimana pada uveitis granulomatosa ditandai dengan adanya sel-sel radang
pada tepi pupil (Koeppe Nodules), pada permukaan iris (Bussaca Nodules) serta sel-sel
radang pada endotel kornea atau keratik presipitat yang bila bentuknya besar dan
Biasanya perjalanannya dimulai dengan gejala iridosiklitis akut. Penyebab uveitis anterior
akut non granulomatosa dapat oleh trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes simplex,
chlamydia. Penyebab uveitis anterior kronis non granulomatosa dapat disebabkan oleh
anterior granulomatosa akut antara lain: sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur
(histoplasmosis) atau parasit (toksoplasmosis). Pada proses akut dapat terjadi miopisi
akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada proses peradangan yang lebih akut,
29
dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut
hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila
proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat melekat
Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut
sinekia posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat
pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh
pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut,
ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran
akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor
tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak sebagai
iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder. Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan
metabolisme lensa yang menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak
supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan
kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul
30
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani,
dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat.
Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus,
EPIDEMIOLOGI
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Uveitis menyumbang 10-15% kasus
kebutaan di negara maju dan uveitis sering terjadi di negara berkembang dibandingkan
dengan negara maju karena prevalensi infeksi yang dapat mempengaruhi mata seperti
ETIOLOGI
1. Uveitis endogen.
Akibat infeksi mikroorganisme atau agen lain dari pasien sendiri. Sering berhubungan
dengan :
c) Jamur : kandidiasis
e) Protozoa : Toxoplasma
f) Cacing : Toxokariasis
Kondisi lain yang termasuk dalam uveitis endogen adalah uveitis spesifik idiopatik
2. Uveitis eksogen.
a) Trauma eksternal
31
b) Invasi mikroorganisme/agen lain dari luar.
KLASIFIKASI
1.
Klasifikasi Anatomi:1,5,7
a) Uveitis anterior
Juga disebut iritis jika inflamasi mengenai bagian depan iris dan iridosiklitis jika
inflamasi mengenai iris dan bagian anterior badan silier. Merupakan inflamasi yang
terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau keduanya yang disebut juga dengan
iridosiklitis.
b) Uveitis intermedia
Peradangan mengenai bagian posterior badan silier dan bagian perifer retina.
c) Uveitis posterior
peradangan koroid lebih menonjol, retinokoroiditis bila peradangan retina lebih menonjol,
Merupakan uveitis anterior, intermedia, dan posterior yang terjadi secara bersamaan.
Urutan uveitis dari yang paling sering terjadi adalah uveitis anterior, posterior, panuveitis
dan intermedia.
32
2. Klasifikasi klinis:
a) Uveitis akut
Apabila gejala timbul tiba-tiba dan berlangsung selama 6 minggu atau kurang dan bila
b) Uveitis subakut
Lamanya peradangan antara uveitis akut dan kronik, ada kekambuhan tetapi ada fase
kesembuhan
c) Uveitis kronik
Peradangan berulang, berlangsung selama > 6 minggu (selama bulanan atau tahunan),
tanpa penyembuhan yang sempurna antara serangan yang pertama dan kekambuhan.
a) Non granulomatosa
Paling sering, di duga akibat alergi karena tidak pernah ditemukan kumannya dan sembuh
dengan pemberian kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih hebat
dari seluler sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Di iris tidak tampak
benjolan. Sinekia posterior halus-halus, oleh karena hanya mengandung sedikit sel.
Cairan COA mengandung lebih banyak fibrin daripada sel. Badan kaca tidak tampak
kekeruhan. Rasa sakit hebat juga fotofobia dan visus banyak terganggu. Pada stadium
akut karena mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea
anterior. Patologi anatomis di iris dan badan siliar didapatkan sel plasma dan sel-sel
mononuklear
b) Granulomatosa
Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea, meskipun kumannya
sering tidak ditemuklan, sehingga diagnosa ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja.
Timbulnya tidak akut, reaksi seluler lebih hebat dari vaskuler. Karenanya injeksi silier
33
tidak hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran benjolannya disebut Koepe Nodul. Keratik
presipitat besar-besar kelabu disebut mutton fat deposit. COA keruh seperti awan, lebih
banyak sel dari fibrin. Keruh rasa sakit ringan-sedang, fotofobi sedikit. Visus terganggu
hebat oleh karena media yang dilalui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini terutama
mengenai Uvea posterior, di koroid dominan sel epiteloid dan sel raksasa multinukleus
dengan nyeri, injeksi silier, hiperemia dan lakrimasi akibat banyaknya sitokin yang keluar
serta fotofobia. Penglihatan kabur karena adanya permeabilitas pembuluh darah naik
34
b) Virus : herpes simpleks, herpes zoster, sitomegalovirus, penyakit Vogt-Koyanagi-
c) Jamur : kandidiasis
h) Lain-lain : AIDS
5. Endoftalmitis
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi
setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di
dalam rongga mata dan struktur di dalamnya peradangan supuratif di dalam bola mata
A. ETIOLOGI
jamur atau parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh yang menyebar secara hematogen
infeksi sekunder dan komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang membuka
bola mata. Bakteri yang sering merupakan penyebab adalah stafilokok, streptokok,
terhadap lensa yang mengalami ruptur. Merupakan suatu penyakit autoimun terhadap
jaringan tubuh, tidak mengenal jaringan lensa yang tidak terletak di dalam kapsul. Tubuh
35
membentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan
B. EPIDEMIOLOGI
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua kasus
endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang
dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi sebagai
mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk mengarahkan aliran
darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi Candida dilaporkan pada
pengguna narkoba suntik telah meningkat. Jumlah orang yang beresiko mungkin
meningkat karena penyebaran AIDS, sering menggunakan obat imunosupresif, dan lebih
sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang telah meningkat selama
beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase kecil, sejumlah besar operasi
katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan untuk terjadinya infeksi ini lebih
tinggi.
Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera penetrasi okular.
Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan perforasi pada bola mata di
pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan. Keterlambatan dalam
perbaikan luka tembus pada bola mata berkorelasi dengan peningkatan resiko
PATOFISIOLOGI
36
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan ketahanan
mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar darah-mata baik oleh invasi
langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular yang
disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular
dapat juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator
Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina, atau
koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular, mengarah
kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan dapat
menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas
MANIFESTASI KLINIK
Gambar 2. Endoftalmitis
Dalam menegakkan diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan modal utama
bagi seorang dokter umum untuk meneggak diagnosis. Pada anamnesis, dapat ditemukan
kemerahan pada mata, pembengkakan, dan penurunan visus. Pada beberapa bakteri
37
ringan. Organisme ini adalah flora kulit yang khas dan biasanya masuk pada saat operasi
intraokular.
minggu. Gejala sering penglihatan kabur, rasa nyeri, dan penurunan visus. Riwayat
trauma tembus dengan tanaman atau benda asing yang terkontaminasi dengan tanah
mungkin sering diperoleh. Individu dengan infeksi Candida akan timbul demam tinggi,
disusul beberapa hari kemudian dengan gejala okular. Demam persistent yang tidak
Riwayat operasi mata, trauma mata, atau bekerja dalam industri sering
setelah pembedahan (misalnya, pada minggu pertama), tetapi mungkin terjadi bulan atau
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dari pemeriksaan visus, inspeksi struktur luar
mata, ophthalmoscope, pemeriksaan fundus dan pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan fisk
Pupil tampak yellow reflex akibat eksudat purulent pada corpus vitreum
TIO meningkat atau menurun.TIO meningkat pada fase awal, namun pada kasus
yang berat, prosesus siliaris mungkin dapat mengalami kerusakan dan mengakibatkan
38
Tepi luka menjadi berwarna kuning atau nekrosis11
PENATALAKSANAAN
Tatalaksana endoftalmitis dilakukan di ruang gawat darurat. Jika telah didiagnosis atau
diduga kuat endoftalmitis, pasien harus dirujuk segera ke spesialis mata untuk evaluasi
endoftalmitis endogen, terapi antibiotik yang tepat adalah kunci keberhasilan tatalaksana.
endoftalmitis eksogen tidak selalu perlu diberikan antibiotik. Antibiotik sistemik juga
diberikan untuk membunuh fokus infeksi yang jauh dan mencegah berlanjutnya
Terapi parenteral tidak diperlukan pada endoftalmitis pasca operasi kecuali ada bukti
infeksi di luar bola mata. Pada endoftalmitis bentuk lain, perlu diberikan antibiotik
Antibiotik empirik spektrum luas yang digunakan adalah vankomisin dan aminoglikosida
atau sefalosporin generasi tiga. Sefalosporin generasi tiga mampu mempenetrasi jaringan
intervensi bedah, seperti vitrektomi, dilakukan pada endoftalmitis pasca operasi dan pasca
Sumber infeksi dapat digunakan sebagai pedoman pemilihan antibiotik. Pada kasus
sefalosporin generasi dua atau tiga dan aminoglikosida. Vankomisin digunakan untuk
39
Jika anamnesis pasien, pewarnaan, atau kultur mengarah pada infeksi jamur, rejimen obat
Intervensi bedah disarankan terutama untuk pasien yang terinfeksi organisme virulen,
visus 20/400 atau kurang, atau keterlibatan vitreus berat. Kadang endoftalmitis posterior
difus atau panoftalmitis menyebabkan kebutaan meski telah ditatalaksana dengan baik,
namun vitrektomi dan antibiotik intravitreal mencegah atrofi okular atau keharusan
enukleasi.
steroid topikal diberikan pada pasien dengan endoftalmitis fokal anterior atau difus untuk
operatif seperti :
1. Virectomy
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan zat
beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus membran vitreous
endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy
juga memainkan peran penting dalam pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif
2. Enukleasi
melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan yang
dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, saraf optik dan melepaskan conjungtiva
40
dari bola mata. Enukleasi bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata
yang dapat menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan memberikan
keluhan rasa sakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah
KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah meluasnya peradangan sehingga mengenai
ketigalapisan mata (retina, koroid, sklera) dan badan kaca sehingga terjadilah
41
MATA TIDAK MERAH DISERTAI KABUR MENDADAK
1. Neuritis Optik
Neuritis optik adalah proses peradangan, infeksi, atau demyelinasi pada saraf
optikus. Neuritis optik idiopatik lebih sering terjadi pada perempuan berusia 20-40 tahun
intermiten dan sembuh kembali dengan sempurna. Perbaikan tajam penglihatan mulai
terjadi pada minggu kedua dan 85% penglihatan kembali normal dalam 30 hari.
Dapat terjadi kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai hari yang
mengenai satu atau kedua mata (pada penderita usia 18-45 tahun)
Rapd (+)
Vitreous cell +
Klasifikasi
bola mata jauh dari optic disc, sehingga optic disc normal, banyak terjadi pada orang
b. Papillitis: peradangan saraf optik pada papil saraf optik yang berada dalam bola
mata (optic nerve head/intraocular optic nerve), dapat berupa proses sekunder dari
inflamasi pada retina. Banyak pada anak-anak. Pada pemeriksaan ditemukan optik disc
42
yang hiperemis, edema, dan pendarahan berbentuk lidah api (flame-shaped
haemorrhages) pada parapapillary area (terutama pada anak dan dewasa muda).
Pengobatan
Visus sama atau lebih baik dari 20/40, dilakukan pengamatan saja.
Pengamatan, atau metilprednisolone iv 1gr/hari dalam dosis terbagi yang diikuti dengan
Prognosis
Tanpa pengobatan, penglihatan akan mulai membaik 2-3 minggu setelah onset dan
kembali normal beberapa hari setelahnya. Namun, perbaikan dapat berlangsung lama
dalam hitungan bulan. Semakin jelek penglihatan saat serangan akut berhubungan dengan
perbaikan hasil penglihatan yang lebih buruk, tetapi penglihatan yang sampai tidak ada
Hasil penglihatan yang tidak membaik dengan sempurna berhubungan dengan lamanya
lesi pada saraf optikus, terlebih lagi apabila ada saraf di optik kanal yang terkena.
2. Ablasia Retina,
yang diikuti dengan penimbunan cairan pada ruang potensial antara retina dengan sel
Epidemiologi
43
Di Amerika Serikat insidens dari ablasio retina adalah 1:15.000 populasi, dengan
prevalensi 0,3%. Insidens per tahun sekitar 1:10.000, sementara sumber sumber lain
menyatakan insidens yang terkait dengan usia (age-adjusted) dari ablasio retina idiopatik
adalah sekitar 12,5 kasus dari 100.000 populasi per tahun atau sekitar 28.000 kasus per
tahunnya.
Etiologi paling yang biasanya berhubungan dengan ablasio retina adalah myopia
tinggi (>6 D), afakia, pseudofakia dan trauma. Sekitar 40 50 % dari penderita ablasio
retina mempunyai kondisi visus miopia, 30 40% pernah menjalani operasi katarak
dimana risiko ablasio bilateral dapat mencapai 25-30 % pada pasien pasien yang telah
langsung. Ablasio traumatik umumnya terjadi pada usia muda terutama anak laki - laki,
sedangkan ablasio karena miopi umumnya terjadi pada usia 25 45 tahun. Secara umum,
Patofisiologi
44
Merupakan bentuk tersering dalam ablasi retina ditandai dengan pemutusan (suatu
regma) total (full thickness) retina sensorik, traksi korpus vitreous dengan derajat
bervariasi, dan mengalirnya vitreous cair melalui robekan ke dalam ruang subretina.
Ablasi retina regmatogenosa spontan biasanya didahuli atau disertai oleh pelepasan
vitreous posterior dan berhubungan dengan miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma
mata.
Terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca air
(fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina
sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenisnya; robekan tapal kuda paling
sering terjadi di kuadran superotemporal, lubang atrofik di kuadran temporal, dan dialysis
a. Vitreous yang mengalami ablasio merobek retina. Vitreous menarik retina yang
b. Cairan dari ruang vitreous masuk melalui robekan, ,melepaskan retina dari epitel
Ablasi Non-Regmatogenesa
Pada ablasi retina non regmatogenesa, cairan subretinal menumpuk dan semakin
mendorong retina maju ke arah lensa seperti tekanan hidrolik. Cairan atau perdarahan
45
dapat terakumulasi dengan cepat, dan mendorong bulosa ablasi retina maju ke posisi
secara dramatis terlihat di balik lensa pada pemeriksaan slitlamp. Penciptaan retinotomi,
seperti iridektomi pada glaukoma sudut tertutup, meringankan tekanan intra okuler yang
meninggi, sehingga menyamakan tekanan hidrolik di depan dan di belakang retina dan
Ablasi retina eksudatif dapat terjadi walaupun tidak terdapat pemutusan retina atau traksi
vitreoretina. Terjadi akibat tertimbunnya eksudat di bawah retina dan mengangkat retina.
Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina
dan koroid (ekstravasasi). Kelainan ini dapat terjadi pada skleritis, koroiditis, tumor
retrobulbar, radang uvea, idiopati, toksemia gravidarum. Cairan di bawah retina tidak
Ablasi jenis ini juga dapat menyertai penyakit peradangan dan penyakit vascular sistemik,
atau tumor intraokuler. Ablasi ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
Ablasi retina akibat traksi adalah jenis tersering pada retinopati diabetik proliperatif.
Terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi
retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis
46
Dibandingkan dengan ablasi retina regmatogenesa, ablasio retina akibat traksi memiliki
permukaan yang lebih konkaf dan cenderung lebih terlokalisasi, biasanya tidak meluas ke
ora serata. Gaya-gaya traksi menarik retina sensorik menjauihi epitel pigmen dibawahnya
secara aktif, menuju basis vitreous. Traksi ini disebabkan oleh pembentukan membrane
vitreousa, epiretina, atau subretina yang terdiri atas fibroblast dan sel glia atau sel epitel
tetapi dapat meluas hingga melibatkan retina midperifer dan macula. Traksi fokal dari
GEJALA KLINIS
Hal ini disebabkan karena tidak adanya syaraf sensoris penghantar nyeri tetapi fungsinya
untuk tajam penglihatan. Oleh karena itu ablasi retina disebut kegawatdaruratan mata.
Penderita mengeluh penglihatannya seperti tirai yang terkena angin (bergoyang) yang
semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan
Gejala :
Gejala klasik Ablasi retina regmatogenesa adalah sinar yang muncul secara tiba-tiba
(fotopsia) dan floaters vitreous. Setelah beberapa waktu tertentu penderita mengalami
47
penyempitan lapang pandangan yang dapat berkembang dan mempengaruhi penglihatan
sentral.
o Floaters
Merupakan gejala yang sering terjadi pada usia pertengahan. Floaters dapat berbentuk
titik atau jaring yang bergerak ke arah pergerakan mata dan sedikit menghalangi
penglihatan. Gejala ini disebabkan oleh fragmen vitreous yang terkondensasi. Terutama
sangat terasa pada cahaya terang ketika pupil yang kecil menghasilkan bayangan yang
Tanpa adanya sumber cahaya disekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata
digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap. Hal ini disebabkan
48
Gejala :
Tidak didapatkan fotopsia karena tidak ada traksi vitreoretinal. Floaters kadang terjadi
bila terdapat vitritis. Penyempitan lapang pandangan dapat terjadi secara tiba-tiba dan
berkembang secara cepat. Tergantung pada penyebabnya kedua mata dapat terlibat secara
Tanda :
c. Penyebab dari ablasi retina seperti tumor koroid, bisa terlihat dalam pemeriksaan
fundus.
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
Tujuan : Mempertahankan mata dalam keadaan istirahat untuk mencegah robekan lebih
lanjut, gravitasi dapat membantu lapisan retina menempel kembali ke posisi semula agar
Karena posisi tidur sesuai dengan gaya gravitasi sehingga retina menempel kembali ke
Pembedahan :
49
Tujuan : Melekatkan kembali retina yang lepas dan mengupas jaringan ikat pada
permukaan retina, membersihkan vitreus yang keruh akibat perdarahan atau infeksi,
memungkinkan tindakan laser pada retina yang sebelumnya terhalang oleh darah atau
jaringan ikat.
Buckling sklera atau retinopeksi merupakan dua teknik bedah yang paling populer dan
efektif untuk perbaikan ablasio retina regmatogenesa dan hemoragik. Kedua prosedur
tersebut memerlukan penentuan lokasi pemutusan retina yang tepat dan terapi dengan
diatermi, krioterapi, atau laser untuk membentuk suatu adhesi antara epitel pigmen dan
retina sensorik. Pada tindakan bedah scleral buckling, pemutusan retina ditumpangkan
pada sklera yang cekung oleh suatu eksplan. Indentasi sklera dapat dicapai dengan
berbagai teknik dan bahan, yang masing-masing memiliki kerugian dan keuntungannya
sendiri-sendiri. (2)
Retinopeksi pneumatik adalah tindakan yang terdiri dari penyuntikan udara atau gas yang
dapat memuai intraokuler untuk melakukan tamponade pada retina yang terputus
sebesar 90%, namun hasil visual bergantung pada status praoperasi makula. Apabila
makula terkena oleh proses ablasio retina regmatogenesa dan hemoragik tersebut,
Terapi primer untuk ablasio retina akibat traksi adalah bedah vitreoretina dan mungkin
intraokuler. (2)
50
Retinopeksi Pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode rawat jalan dimana gelembung gas intravitreal
digunakan untuk menutup belahan retina dan melekatkan retina kembali tanpa buckling
sklera. Gas yang paling sering digunakan adalah sulfur hexafluoride dan
dilakukan dan prosedur invasifnya minimal. Tapi, tingkat kesuksesannya sedikit lebih
rendah daripada prosedur bedah buckling sklera yang konvensional. Prosedur ini biasanya
digunakan untuk pengobatan ablasio retina non komplikasi dengan belahan retina yang
kecil atau sekelompok belahan yang terdapat pada area bagian atas retina perifer.
Perdarahan Vitreus
Definisi
korpussiliare, dan kapsul lensa posterior dan anterior serat zonular lensa. Ruang ini
merupakan 80persen dari mata dan memiliki volume sekitar 4 ml. Vitreus melekat erat di
retina pada tigatempat, lapisan terkuat adalah anterior di dasar vitreus, diikuti oleh papil
saraf optik danpembuluh darah retina. Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke
salah satu dari beberapa ruangpotensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus
vitreus. Kondisi ini dapat diakibatkanlangsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi
retina, atau dapat berhubungan denganperdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada
sebelumnya. Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena
sentral,oklusi vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada
51
robekan.Perdarahan tersebut terletak pada belakang gel vitreus atau dengan sineretic
kavitas.
Gejala klinis
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau
berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring
labalaba.Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah
keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di
lapangan.Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam
waktu beberapa menit.Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam
suasana gelap.Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.
A. Definisi
Neuropati optik iskemik anterior ditandai oleh edema diskus pucat yang disertai
dengan hilangnya penglihatan secara akut; sering ditemukan satu atau dua bercak
perdarahan peripapilar. Kelainan ini disebabkan oleh infark nervus optikus retrolaminar
(suatu daerah tepat di posterior lamina cribosa) akibat penyumbatan atau penurunan
penurunan perfusi diskus optikus; sering bersifat segmental pada bentuk nonarteritik,
tetapi biasanya difus pada bentuk arteritik; terlihat kebocoran diskus pada fase lanjut.
Mungkin disertai defek perfusi pada koroid peripapilar. Neuropati optik iskemik anterior
dibagi menjadi dua yaitu neuropati optik iskemik anterior nonarteritik dan neuropati optik
52
Neuropati optik iskemik anterior nonarteritik, merupakan neuropati optik yang
umumnya terjadi pada usia diatas 50 tahun dan insiden pada kelompok usia tersebut
mencapai 2.3-10.2 kasus per 100.000 tiap tahunnya. Faktor risiko yang diketahui
berkaitan dengan kondisi tersebut termasuk hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
iskemik, hiperkolesterolemia dan penggunaan rokok. Kondisi lain yang memiliki kaitan
optikus yang rendah. Drusen pada caput nervi optici dan peningkatan tekanan intraokular
merupakan faktor predisposisi neuropati ini. Hipotensi sistemik di pagi hari mungkin
merupakan faktor etiologi yang penting. Hubungan yang pasti antara inhibitor
fosfodiesterase (untuk difungsi ereksi) dan neuropati optic iskemik masih belum jelas.
Pada pasien yang berusia lebih muda, harus dicari kemungkinan vaskulitis (mis., lupus
dan kondisi protrombotik herediter (defisiensi protein c, protein s, atau antitrombin iii dan
kehilangan penglihatan dalam jangka waktu minggu sampai bulan dan edema biasanya
yang lebih menonjol. Perdarahan menyerupai api biasanya terletak pada atau berdekatan
dengan diskus, arteriol retina kerapkali menyempit pada region peripapiler, dan pembuluh
dari ringan hingga tidak ada persespsi cahaya; defek lapang pandang biasanya di nasal
(khasnya, inferior dengan suatu pola altitudinal relatif). Pada lebih dari 40% kasus,
dijumpai pemulihan ketajaman penglihatan secara spontan. Tidak ada terapi yang bisa
member manfaat jangka panjang. Terapi aspirin dosis rendah dapat menurunkan risiko
53
terkenanya mata sebelahnya, yang dialami oleh 40% penderita. Kekambuhan pada mata
yang sama jarang terjadi. Setelah proses akut mereda, timbul suatu diskus yang pucat
Terapi utama neuropati optik iskemik anterior nonarteritik adalah kortikosteroid, baik
berupa injeksi intravitreal dan administrasi sitemik. Hasil dari pengobatan ini masih
Neuropatik optik iskemik anterior arteritik, dikenal juga sebagai sel raksasa
arteritis. Neuropati optic ini disebabkan oleh iskemik arteri siliaris posterior dan/atau
yang berat dengan risiko kebutaan total bila terapinya ditunda. Kelainan ini terjadi pada
lansia dan berkaitan dengan nyeri pada arteri temporalis, nyeri saat mengunyah (jaw
Diagnosis biasanya didasarkan atas neuropati optic iskemik anterior dengan peningkatan
laju endap darah (led) dan protein reaktif-c (crp) pada pasien lanjut usia, dengan atau
tanpa gambaran lokal atau sistemik yang sesuai; nilai led dan crp mungkin saja normal.
Pembengkakan yang pucat dari diskus optikus lebih sering dijumpai pada
retina dan mengeksaserbasi kehilangan penglihatan. Pada neuropati ini, sirkulasi retina
spots, yang tidak ada pada neuropatik optik iskemik anterior non-arteritik. Diskus pada
54
mata yang lain pada penderita neuropatik optik iskemik anterior arteritik seringkali
Pengobatan dengan steroid sistemik dosis tinggi harus segera dimulai begitu
diagnosis klinis neuropati optik iskemik anterior arteritik ditemukan, tanpa menunggu
hasil biopsy arteri temporalis, yang harus dikerjakan dalam waktu 1 minggu sejak terapi
dimulai. Prednisolone oral, 80-100 mg/hr, biasanya adekuat sebagai dosis awal. Dapat
diberikan hydrocortisone intravena, 250-500 mg, bila terapi oral tampak terlambat
pastinya harus diberikan pada pasien yang terkena kedua matanya-termasuk mereka yang
megalami serangan hilang penglihatan sementara pada mata sebelahnya- dan pada pasien
tingginya tidak responsive dengan terapi oral sekalipun. Dosis steroid biasanya dapat
diturunkan hingga 40mg prednisolone per hari setelah 2 minggu, tetapi kemudian harus
selama tidak ada kekambuhan penyakit. Tiga puluh persen pasien memerlukan terapi
55