Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR ICU

1. DEFINISI ICU

ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan
peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh
kegagalan / disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau
komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible).

Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami teknologi
kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi
erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care.

Pasien yang semula dirawat karena masalah bedah/trauma dapat berubah


menjadi problem medik dan sebaliknya.

2. SEJARAH ICU

ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU
modern berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung
menunjang ffal organ dan penanganan jantung koroner mulai tahun 1960.

Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di Indonesia semakin besar (ICU
pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya penelitian tentang
proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program pelatihan ICU.

Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis tersendiri, baik
untuk dokter maupun perawatnya.

3. LEVEL ICU
1. Level I (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D)

Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil, ICU lebih tepat disebut sebagai unit
ketergantungan tinggi (High Dependency). Di ICU level I ini dilakukan observasi
perawatan ketat dengan monitor EKG. Resusitasi segera dapat dikerjakan, tetapi
ventilator hanya diberikan kurang dari 24 jam.

2. Level II

ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen
yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi,
patologi dan radiologi.

Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis),


monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT
Scan) tidak perlu harus selalu ada.

3. Level III

ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek
yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan.

Personil di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee, perawat spesialis,
profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat yang baik. Pemeriksaan
canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua disiplin ilmu.

4. FUNGSI ICU

Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :

1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum

4. ICU pediatrik

5. ICU neonatus

6. ICU respiratorik

Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya.

ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk


CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah
segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan
pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.

5. TIPE, UKURAN DAN LOKASI ICU

Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas bed
Rumah Sakit. Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe ICU.

Lokasi ICU sebaiknya di wilayah penanggulangan gawat darurat (Critical Care


Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit Gawat Darurat, kamar bedah, dan
akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi dari semua aspek tersebut harus
lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur.

1. Ruang Pasien

Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2. untuk
kamar isolasi perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka dengan
kamar isolasi tergantung pada jenis rumah sakit.

2. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2
udara tekan, 4 penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu penerangan.
Peralatan tersebut dapat menempel di dinding atau menggantung di plafon.

3. Monitor dan Emergency Troli

Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di pusat
siaga, sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang diperlukan,
catatan medik, telepon dan komputer.

4. Tempat Cuci Tangan

Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk
mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bla
memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)

5. Gudang dan Tempat Penunjang

Gudang meliputi 25 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga


petugas. Barang bersih dan kotor harus terpisah.

6. PERALATAN

Jumlah dan tingkat peralatan tergantung pada peran da tipe ICU. ICU level I dan
II peralatannya akan lebih sederhana dibandingkan dengan ICU level III.

Misalnya Monitor samping bed di ICU pada level I dan II cukup 2 saluran,
sedangkan di ICU level III minimal 4 saluran.

7. PERSONIL
Tenaga dokter, perawat, paramedik lain dan tenaga non medik tergantung pada
level ICU dan kebutuhan masing-masing ICU.

Perawan perawat di ICU dapat diperluas daam menangani pasien-pasien ICU,


antara lain :

1. Dalam proses sapih ventilator dapat menyesuaikan frekuensi nafas atau tekanan,
dengan mengacu pada data laboratorium atau monitor bed side
2. Dalam pengobatan sedatif, analgesik, insulin dan obat lain dapat dilakukan
berdasarkan data klinis dan laboratorium.

3. Menghadapi kasus hipotensi dapat melakukan Challenge test

4. Aspek lain pada fungsi perawat di ICU adalah perawat dapat bertindak dalam segi
administrasi, fisioterapis dan pengawas ruangan.

8. ETIK DI ICU

Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus
dilaksanakan secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di
pelayanan kesehatan atau bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam
legalitas moral di ICU, misalnya tentang euthanasia.

9. PROSEDUR MASUK ICU

Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter disiplin lain di luar Icu setelah
berkomsultasi dengan doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga
didahului secara lisan (misalnya lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak,
tetapi harus segera diikuti dengan konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa
akan menjadi tanggungjawab dokter pengirim.
Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim, kecuali
transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh pihak ICU.

Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan


berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai
koordinatornya.

Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan penjelasan tentang


perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani
informed concern.

10. INDIKASI MASUK ICU

Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya
sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem
dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan,
pemantauan dan pengobatan intensif.

Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang
memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.

11. KONTRAINDIKASI MASUK ICU

Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat
menular, misalnya gas gangren.

Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai
riwayat penyakit menular.
12. KRITERIA KELUAR DARI ICU

Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :

1. Meninggal dunia
2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau
dapat pulang

3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau
pasien harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri.

13. PERLAKUAN TERHADAP PASIEN ICU

Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena
pasien ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan
dokter. Di ICU, pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan
sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui
monitoring yang baik dan teratur.

Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapat tindakan
yang cepat dan tepat.

14. TUJUAN AKHIR PENGOBATAN ICU

Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam
mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum
pasien sakit, tanpa defek atau cacat

15. REAKSI PASIEN DAN KELUARGA PASIEN ICU


Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan
kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat
dilakukan beberapa hal, antara lain :

1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan


2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu

3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan


moral

4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.

Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain
cemas sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga
pasien dapat dilakukan beberapa hal, antara lain :

1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU


2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien

3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua


staf dan perawat

16. PENGELOLAAN PASIEN ICU


1. Pendekatan Pasien ICU

1. Anamnesis

Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan


pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.

2. Serah Terima Pasien


Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan
sebagai bentuk aspek legal.

3. Pemeriksaan Fisik

Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem


pernafasan, kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota
gerak, haematologi dan posisi pasien.

4. Kajian hasil pemeriksaan

Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax,


CT scan, efek pengobatan.

5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya


6. Informasi kepada keluarga

2. Pemeriksaan Fisik

Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik :

1. ABC
2. Jalan nafas dan kepala

3. Sistem pernafasan

4. Sistem sirkulasi

5. Sistem gastrointestinal

6. Anggota gerak

3. Monitoring rutin
4. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
5. Cairan : Dehidrasi

6. Perdarahan Gastrointestinal

Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.

7. Nutrisi

Utamakan pemberian nutrisi enteral

1. Usia Lanjut

1. Cadangan fisiologis terbatas

2. Peningkatan penyakit penyerta

3. Riwayat pemakaian obat

4. Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.

5. Interaksi obat pada usia lanjut

Dibuat Oleh Trinoval Yanto Nugroho di Minggu, Mei 17, 2009


Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Difenisi
Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepas ion hidrogen kesuatu larutan atau
kesenyawa biasa. Contoh asam klorida ( HCl), yang berionisasi dalam air membentuk
ion-ion hidrogen ( H+) dan ion klorida ( Cl-). Demikian juga, asam karbonat (H2CO3)
berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion bikarbonat ( HCO3-)
Basa adalah senyawa kimia yang menerima ion hidrogen. Contoh, ion bikarbonat HCO3-,
adalah suatu basa karena dapat menerima ion H+ untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Demikian juga fospat ( HPO4) suatu basa karena dapat membentuk asam
fospat (H2PO4). Protein-protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena
beberapa asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif siap
menerima ion-ion hidrogen.
Asam kuat adalah asam yang berdisosiasi dengan cepat dan terutama melepaskan
sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya HCl
Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecendrungan untuk berdisosiasikan ion-ionnya
dan oleh karena itu kurang melepaskan H+. contohnya H2CO3.
Basa kuat adalah suatu basa yang secara cepat dan kuat dengan H+ dan oleh karena itu
dengan cepat menghilangkannya dari larutan. Contoh ion hidroksil (OH-), yang bereaksi
dengan cepat membentuk air (H2O)
Basa lemah adalah basa yang secara lemah bereaksi dengan ion H+. Contohnya HC03-
Konsentrasi ion hidrogen dan pH
Pengaturan ion hidrogen yang tepat bersifat penting karena hampir semua aktifitas sistem
enzim dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen. Oleh karena itu perubahan
konsentrasi hidrogen sesungguhnya merubah fungsi seluruh sel dan tubuh. Konsentrasi
ion hidrogen dalam cairan tubuh normalnya dipertahankan pada tingkat yang
rendah,dibandingkan dengan ion-ion yang lain,konsentrasi ion hidrogen darah secara
normal dipertahankan dalam batas ketat suatu nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan karena jumlahnya yang
kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ino hidrogen disebut dalam skala logaritma
dengan menggunakan satuan pH.
pH = log 1/H+
pH=-log H+
Normal H+ adalah 0,00000004 Eq/liter.oleh karena itu pH normal adalah:
pH= -log (0,00000004)
pH= 7,4
Dari rumus diatas,bahwa pH berhubungan terbalik dengan konsentrasi ion hidrogen. Oleh
karena itu pH yang rendah berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang tinggi dan
pH yang tinggi berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah
Seseorang dikatakan asidosis saat pH turun dari nilai normal dan dikatakan alkolosis saat
pH diatas nilai normal. Batas rendah nilai pH dimana seseorang dapat hidup beberapa
jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar 8,0
Pengaturan perubahan konsentrasi ion hidrogen
Ada 3 sistem utama yang mengatur konsentrasi ion hidrigen dalam cairan tubuh untuk
mencegah asidosis atau alkalosis:
1. Sistem penyangga asam basa kimiawi cairan tubuh
2. Pusat pernafasan
3. Ginjal
Saat terjadi perubahan dalam konsentrasi ion hidrogen ,sistem penyangga cairan tubuh
bekerja dalam waktu singkat untuk menimbulkan perubahan-perubahan ini. Sistem
penyangga tidak mengeliminasi ion-ion hidrogen dari tubuh atau menambahnya kedalam
tubuh tetapi hanya menjaga agar mereka tetep terikat sampai keseimbangan tercapai
kembali. Kemudian sistem pernafasan juga bekerja dalam beberapa menit untuk
mengeliminasi CO2 dan oleh karena itu H2CO3 dari tubuh. Kedua pengaturan ini
menjaga konsentrasi ion hidrogen dai perubahan yang terlalu banyak sampai pengaturan
yang ketiga bereaksi lebih lambat,Ginjal dapat mengeliminasi kelebihan asam dan basa
dari tubuh. Walaupun ginjal relatif lambat memberi respon,dibandingkan sistem
penyangga dan pernafasan, ginjal merupakan sistem pengaturan asam-basa yang paling
kuat selama beberapa jam sampai beberapa hari.
Sistem penyangga ion-ion hidrogen dalam cairan tubuh
Penyangga adalah zat apapun yang secara terbalik dapat mengikat ion-ion hidrogen,yang
segera bergabung dengan asam basa untuk mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen
yang berlebihan. Sistem ini bekerja sangat cepet dan menghasilkan efek dalam hitungan
detik. Ada 4 sistem penyangga dalam cairan tubuh
1. Sistem penyangga bikarbonat, sistem ini terdiri dari larutan air yang mengandung dua
zat : asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh
oleh reaksi CO2 dan H2O,yang dikatalisator oleh enzim karbonik anhidrase. CO2 + H2O
H2CO3
Karbonik anhidrase
Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada enzim
karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali didinding alveoli paru dan di sel-
sel epitel tubulus ginjal
H2CO3 berionisasi secara lemah untuk memebentuk sejumlah kecil H+ dan HCO3- :
H2CO3 H+ + HCO3-
Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan kedalam larutan penyangga bikarbonat
,peningkatan ion hidrogen yang dilepas dari asam ( HCl H+ + Cl-) disangga oleh
HCO3- :
H+ + HCO3- H2CO3 CO2 + H2O
Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk menyebabakan peningkatan
produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini dapat diliat bahwa ion-ion hidrogen dari asam
kuat HCl bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat lemah yaitu
H2CO3 yang kemudian membentuk H2O dan CO3. CO3 yang berlebihan sangat
merangsang pernapasan, yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.
Komponen kedua dari sistem ini yaitu: garam bikarbonat ( NaHCO3 ). Garam ini
berionisasi unuk membentuk ion-ion natrium dan ion bikarbonat ( HCO3-) sebagai
berikut : NaHCO3 Na+ + HCO3-. Bila basa kuat NaOH ditambahkan kedalam larutan
penyangga bikarbonat :
NaOH + H2CO3 NaHCO3 + H2O
Ion Hidrosil OH- dari NaOh bergabung dengan H2CO3 untuk membentuk HCO3-
tambahan. Jadi basa lemah menggantikan NaHCO3 menggantikan basa kuat NaOH. Pada
waktu yang bersamaan konsentrasi H2CO3 ( karena bereaksi dengan NaOH ),
menyebabkan CO2 bergabung dengan H2O untuk menggantikan H2CO3
CO2 + H2O H2CO3 HCO3- + H+
++
NaOH Na+
Oleh karena itu hasil akhir adalah cenderung penurunan kadar CO2 dalam darah, tetapi
penurunan ini menghambat pernafasan dan menurunkan laju ekspirasi CO2. Peningkatan
HCO3- dalam darah dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal.
Hasil akhir adalah pengubahan asam kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi
basa lemah
2. Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat
( Na2HPO4) adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat ( Na H2PO4) adalah asam
lemah
HCl + Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl
NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O
3 Sistem protein Sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung gugus
karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa.
4 Sistem Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi sebagai penyangga pembentukan
H+ saat terjadi transpor CO2 di antara jaringan paru.
Sistem pernafasan
Sistem pernapasan melibatkan perubahan ventilasi pulmonar untuk mengeluarkan CO2
dan untuk membatasi jumlah asam karbonat yang terbentuk. Pengaturan respiratorik
memerlukan waktu satu sampai tiga menit untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah
penyangga asam basa ,pernafasan sistem pengaturan asam basa kedua
Karbon dioksida secara terus menerus ditambahkan kedalam darah vena akibat
metabolisme sel dan transpor ke paru-paru. Saat CO2 terurai dalam paru maka akan
terbentuk asam karbonat yang kemudian akan terurai membentuk ion hidrogen dan ion
bikarbonat
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Karbon dioksida dikeluarkan dari pada paru-paru sehingga reaksi bergerak kekiri dan
plasma menjadi tidak terlalu asam.
Dalam keadaan normal produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya
seperti fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam basa
Jika aktivitas metabolik meningkat karena olah raga, akan terjadi peningkatan tekanan
parsial karbon dioksida arteri ( pCO2 ), peningkatan kadar asam karbonat plasma dan
penurunan pH plasma ( asidosis ). Pernafasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih
banyak karbon dioksida.
o CO2 berlebihan dalam darah berdifusi kedalam sistem saraf pusat untuk mencapai
kemoreseptor sentral. Disistem saraf pusat CO2 membetuk asam karbonat yang terurai
menjadi ion hidrogen. Ion hidrogen ini merangsang kemoreseptor
o Ion hidrogen menstimulasi kemoreseptor sentral mengakibatkan peningkatan frekuensi
pernafasan dan kedalaman ventilasi. Peningkatan frekuensi perngeluaran CO2
respiratorik mengurangi asam karbonat dan peningkatan pH
o Sebaliknya jika pH plasma meningkat ( alkalosis ), frekuensi respiratorik berkurang
untuk mengurangi pengeluaran CO2. Kadar CO2 yang sedikit dalam plasma
menyebabakan reaksi diatas bergerak kekanan dan penurunan pH
Pengaturan ginjal
Pengaturan ini berlangsung melalui ekresi urin asam basa. Ginjal mengatur pH darah
mengeluarkan lebih banyak ion hidrogen dan mereabsorpsi lebih banyak ion bikarbonat
saat plasma darah lebih asam dan dengan mengeluarka sedit ion hidrogen dan
mereabsorpi sdikit ion bikarbonat saat plasma darah lebih basa. Fungsi ginjal berlangsung
selama beberapa jam sampai beberapa hari untuk mengatasi perubahan pH dan bekerja
melalui mekanisme:
Sekresi tubular ion hidrogen
o CO2 dalam cairan intersisial berdifusi kadalam sel epitel dan berikatan dengan air
untuk membentuk asam karbonat yang berionisasi menjadi ion hidrogen dan ion karbonat
o Ion hidrogen ditranspor secara aktif keluar sel menuju lumen tubulus dan dikeluarkan
dari tubuh dalam urin
Reabsorpsi dan ekskresi bikarbonat
o Untuk setiap ion hidrogen yang disekresi dari sel epitel kedalam lumen tubulus,satu ion
natrium secara aktif ditranspor ke dalam sel epitel dari lumen tubulus untuk
mempertahankan keseimbangan elektrokima. Ion natrium dan ion bikarbonat ditranspor
secara bersamaan dari sel epitel menuju cairan intersisial dan masuk kedalam darah.
o Dalam kondisi fisiologis normal,laju sekresi ion hidrogen sama dengan laju filtrasi
glomerular terhadap bikarbonat. Ginjal mereabsopsi semua bikarbonat yang terfiltrasi
o Jika pH plasma basa akan menurunkan sekresi ion hidrogen oleh sel tubular sehingga
yang diekskresi dalam urin juga sedikit. Bikarbonat yang terfiltrasi tidak akan terabsopsi
sepenuhnya dan yang diekskresi dalam urin semakin banyak.
Sistem penyangga memungkinkan ion hidrogen diekskresi dalam urin
o Pasangan penyangga fosfat
Penyangga fosfat terkonsentrasi dalam cairan tubular karena tidak terabsorpsi.
Penyangga fosfat berfungsi untuk mengeluarkan ion hidrogen dari cairan tubuler dan
membawanya kedalam urine
Mekanisme ini memungkinkan pengeluaran sejumlah besar ion hidrogen yang
disekresi tanpa melalui asidifikas urine yang dapat merusak traktus urinarius
o Pasangan penyangga amonia dan amonium
Sel-sel tubuler mensintesis amonia ( NH3 ) dari asam glutamat. Amonia berdifusi
kedalam lumen tubulus dan bereaksi dengan ion hidrogen untuk membentuk ion
amonium ( NH4-). Ion amonuim diekskresi kedalam urine bersama dengan klorida
Selain itu ion amonium mengganti ion natrium atau beberapa ion dasar lainnya unuk
membentuk garam amonium dan melepas ion natrium untuk berdifusi balik kedalam sel
tubulus dan berikatan dengan bikarbonat. Pembentukan ion amonium menyebabakan
terjadinya penambahan lebih banyak ion bikarbonat ke dalam darah dan peningkatan pH
darah.
Gangguan keseimbangan asam-basa
ASIDOSIS
Asidosis menekan aktivitas mental,jika asidosis berlebihan ( dibawah 7,4 ) akan
menyebabkan disorentasi, koma dan kematian
Asidosis respiratorik. Terjadi akibat penurunan ventilasi pulmonar melalui pengeluaran
sedikit CO2 oleh paru-paru. Peningkatan selanjutnya dalam pCO2 arteri dan asam
karbonat akan meningkatkan kadar ion hidrogen dalam darah. Asidosis respiratorik dapat
bersifat akut dan kronis.
o Penyebabnya. Kondisi klinis yang dapat menyebabkan retensi CO2 dalam darah
meliputi pneumonia, emfisema, obstrusi kronis saluaran pernafasan,stroke atau trauma
dan Obat-obatan yang dapat menekan sistem pernafasan seperti barbiturat,narkotika dan
sedatif
o Faktor kompensator
Saat CO2 berakumulasi ,peningkatan frekuensi pernafasan respiratorik
( hiperventilasi ) ketika istirahat terjadi untuk mengeluarkan CO2 dari tubuh
Ginjal mengkompensasi peningkatan kadar asam dengan mengekskresi lebih banyak
ion hidrogen untuk mengembalikan pH darah mendekati tingkat yang normal
o Jika penyesuaian respiratorik dan ginjal terhadap pH gagal, akan terjadi gejala-gejala
depresi sistem saraf pusat
Asidosis metabolik. Terjadi saat asam metabolik yang diproduksi secara normal tidak
dikeluarakan pada kecepatan yang normal atau basa bikarbonat yang hlang dari tubuh
o Penyebab. Paling umum terjadi akibat ketoasidosis karena DM atau kelaparan,
akumulasi peningkatan asam laktat akibat aktivitas otot rangka yang berlebihan seperti
konvolusi,atau penyakit ginjal. Diare berat dan berkepanjangan disertai hilangnya
bikarbonat dapat menyebabakan asidosis
o Faktor kompensator. Hiperventilasi sebagai respon terhadap stimulasi saraf adalah
tanda klinis asidosis metabolik. Bersamaan dengan kompensasi ginjal,peningkatan
frekuensi respiratorik dapat mengembalikan pH darah mendekati tingkat normalnya.
Asidosis yang tidak terkompensasi akan menyebabakan depresi sistem saraf pusat dan
mengakibatkan disorentasi,koma dan kematian.
ALKALOSIS
Alkalosis meningkatkan overeksitabilitas sistem saraf pusat. Jika berat alkalosis dapat
menyebabakan kontraksi otot tetanik,konvulsi dan kematian akibat tetanus otot
respiratorik
Alkalosis respiratorik. Terjadi jika CO2 dikeluarkan terlalu cepat dari paru-paru dan ada
penurunaan kadarnya dalam darah
o Penyebab. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh kecemasan,akibat demam,akibat
pengaruh overdosis aspirin pada pusat pernafasan, akibat hipoksia karena tekanan udara
yang rendah didataran tinggi atau akibat anemia berat
o Faktor kompensator, jika hiperventilasi terjadi akibat kecemasan gejalanya dapat
diredakan melalui pengisapan kembali CO2 yang sudah di keluarkan. Ginjal
mengkompensasi cairan alkalin tubular dengan mengekskresi ion bikarbonat dan
menahan ion hidrogen.
Alkalosis metabolik. Adalah suatu kondisi kelebihan bikarbonat, hal ini terjadi jika ada
pengeluaran berlebihan ion hidrogen atau peningkatan berlebihan iio bikarbonat dalam
cairan tubuh.
o Penyebab. Muntah yang berkepanjangan ( pengeluaran asam klorida
lambung ),disfungsi ginjal,pengobatan dengan diuretik yang mengakibatkan hipokalemia
dan penipisan volume CES atau pemakian antasid yang berlebihan.
o Faktor kompensator
Kompensasi respiratorik adalah penurunan ventilasi pulmonar dan mengakibatkan
peningkatan pCO2 dan asan karbonat
Kompensasi ginjal melibatkan sedikit ekskresi ion amonium, lebih banyak ekskresi ion
natrium dan kalium, berkurangnya cadangan ion bikarbonat dan lebih banyak ekskresi
bikarbonat
Diposkan oleh dr.Gede Eka Wijaya di 07:23

Anda mungkin juga menyukai