Anda di halaman 1dari 50

Lampiran II

Keputusan Direktur Jenderal PP dan PL


Nomor : HK.03.05/D/I.4/2012
Tanggal : 2012

TUGAS TIM PENYUNTING DAN PENYUSUN PEDOMAN


PENGENDALIAN HEPATITIS VIRUS DI INDONESIA
PEDOMAN PENGENDALIAN
a. Melakukan pengumpulan dan pengelolaan referensi dalam HEPATITIS VIRUS
rangka penyusunan Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus di
Indonesia;
b. Melakukan penyusunan rancangan Pedoman Pengendalian
Hepatitis Virus di Indonesia;
c. Menyiapkan dan melaksanakan pembahasan Pedoman
Pengendalian Hepatitis Virus di Indonesia
d. Menyiapkan dan melaksanakan finalisasi penyusunan Pedoman
Pengendalian Hepatitis Virus di Indonesia; dan,
e. Melakukan penyuntingan terhadap Pedoman Pengendalian
Hepatitis Virus di Indonesia

Direktur Jenderal PP dan PL

Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama


Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
NIP: 195509031980121001

DIREKTORAT JENDERAL PP & PL


KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2012

90 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus


11. Dr.dr. Julitasari Sundoro, MSc-PH
12. dr. Rossa Avrina
13. dr. Sukmawati Dunuyaali
14. dr. Ignatius Bima Prasetya
15. dr. Anandhara Indriani
16. dr. Karnely Herlena, M.Epid
17. Agus Handito, SKM, M.Epid
18. dr. Marolop Binsar Silaen

Sekretariat : 1. Arman Zubair, S.Sos


2. Muhamad Purwanto, SKM

Organisasi
Profesi : 1. PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia)
2. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)

Direktur Jenderal PP dan PL

Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama


Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
NIP: 195509031980121001

Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 89


Lampiran I KATA PENGANTAR
Keputusan Direktur Jenderal PP dan PL
Nomor : HK.03.05/D/I.4/2012
Tanggal : 2012 Hepatitis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia terutama Hepatitis A sering muncul dalam bentuk Kejadian
Luar Biasa (KLB) yang sangat meresahkan masyarakat. Sementara
SUSUNAN TIM PENYUNTING DAN PENYUSUN PEDOMAN Hepatitis B dan C seringkali diketahui apabila sudah terjadi sirosis
PENGENDALIAN HEPATITIS VIRUS DI INDONESIA atau kanker hati (Hepatocarcinoma Celluler). Sesuai dengan resolusi
WHA ke 63 tahun 2010, Indonesia dan Brazil merupakan negara
yang berinisiatif mengusulkan atau ditetapkannya resolusi WHA
Penasehat : Direktur Jenderal PP dan PL tersebut, yang isinya bahwa sudah saatnya negara-negara di dunia
mulai melaksanakan pengendalian dan penanggulangan Hepatitis.
Pengarah : 1. Sekretaris Direktorat Jenderal PP dan PL Untuk menindak lanjuti resolusi WHA tersebut perlu disusun
2. Direktur Pengendalian Penyakit Menular pedoman Pengendalian Hepatitis, sebagai acuan bagi petugas
Langsung kesehatan, baik di rumah sakit maupun di Puskesmas.

Ketua : Kepala Subdit Diare & ISP Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa kami telah dapat
Ketua Komite Ahli Diare, Hepatitis dan ISP, menyelesaikan penyusunan Pedoman Pengendalian Hepatitis.
Kementerian Kesehatan Pedoman ini disusun melalui beberapa tahapan kegiatan seperti
Ketua Bidang Hepatitis Komite Ahli Diare, Hepatitis penelusuran referensi, penyusunan draf, uji coba, seminar dan
dan ISP, Kementeri Kesehatan. dibahas dengan para ahli Hepatology yang berasal dari berbagai
fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan di Indonesia untuk
Penyunting : 1. Prof.dr.David Handojo Muljono, Ph. D, SpPD memperkaya pedoman pengendalian Hepatitis ini.
2. dr. Nyoman Kandun, MPH
3. Dr. dr.Rino A. Gani, SpPD KGEH Terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah
4. dr. Irsan Hasan, SpPD KGEH membantu menyelesaikan penyusunan buku pedoman Pengendalian
5. Dr. dr.Hanifah Oswari SpA (K) Hepatitis Virus ini. Saya berharap agar buku pedoman ini dapat
bermanfaat bagi pengendalian penyakit Hepatitis di Indonesia.
Penyusun : 1. Prof.dr.David Handojo Muljono, Ph. D, SpPD
2. dr. Nyoman Kandun, MPH
3. Prof.dr. Ali Sulaiman, SpPD KGEH
4. Dr. dr.Rino A. Gani, SpPD KGEH
5. Dr. dr.Hanifah Oswari SpA (K) Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
6. dr. Irsan Hasan, SpPD KGEH Penyehatan Lingkungan
7. drg. Rini Noviani
8. dr. Yullita Evarini Yuzwar, MARS
9. dr. Armaji Kamaludin Syarif
10. dr. Rini Rohaeni Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
NIP 195509031980121001

88 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus i


sektor, serta para pakar/ahli dan instansi lain
yang relevan.

Keempat : Tim bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
melalui Direktur Pengendalian Penyakit Menular
Langsung serta menyampaikan laporan kegiatan
secara berkala setiap 1 (satu) bulan.

Kelima : Segala biaya yang timbul akibat pelaksanaan tugas


Tim dibebankan pada DIPA Direktorat Pengendalian
Penyakit Menular Langsung Tahun Anggaran 2012.

Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal :

Direktur Jenderal PP dan PL

Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama


Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE
NIP: 195509031980121001

ii Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 87


15. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor DAFTAR ISI
1144/MENKES/PER/VIII/2010, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan RI;

16. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor KATA PENGANTAR .............................................................. i


1438/MENKES/PER/IX/2010, tentang Standar
Pelayanan Kedokteran; DAFTAR ISI ......................................................................... iii
DAFTAR ISTILAH ................................................................ v
17. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010, tentang Jenis BAB I PENDAHULUAN ................................................ 1
Penyakit Menular tertentu yang dapat A. Latar Belakang ............................................ 1
Menimbulkan Wabah dan Upaya B. Tujuan ........................................................ 2
Penanggulangan; C. Sasaran ....................................................... 3
D. Dasar Hukum ............................................. 3
18. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor E. Kebijakan .................................................... 5
021/MENKES/SK/I/2011, tentang Rencana F. Strategi ....................................................... 6
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun G. Kegiatan ...................................................... 6
2010-2014;
BAB II ANALISIS SITUASI .......................................... 9
A. Beban Penyakit ........................................... 9
MEMUTUSKAN : B. Kondisi Lingkungan .................................... 12
C. Perilaku Berisiko ......................................... 12
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL D. Sosial Ekonomi ........................................... 13
PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN E. Landasan Hukum ....................................... 14
LINGKUNGAN TENTANG TIM PENYUNTING DAN F. Analisis S-W-O-T ......................................... 14
PENYUSUN PEDOMAN PENGENDALIAN G. Hasil Analisis Situasi .................................. 16
HEPATITIS VIRUS DI INDONESIA
BAB III HEPATITIS AKIBAT VIRUS .............................. 19
Kesatu : Susunan Tim Penyusun dan Penyunting Pedoman A. Hepatitis A ................................................. 19
Pengendalian Hepatitis Virus di Indonesia ini B. Hepatitis B .................................................. 23
terlampir dalam keputusan. C. Hepatitis C .................................................. 28
D. Hepatitis D .................................................. 32
Kedua : Tim sebagaimana dimaksud pada dictum kesatu E. Hepatitis E .................................................. 33
memiliki tugas yang terlampir dalam keputusan
ini. BAB IV SURVEILANS EPIDEMIOLOGI ........................ 37
A. Epidemiologi................................................ 37
Ketiga : Dalam melaksanakan tugasnya, Tim bekerja sama 1. Hepatitis A ............................................ 37
dan berkoordinasi dengan lintas program, lintas 2. Hepatitis B ............................................ 37

86 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus iii


3. Hepatitis C ............................................ 38 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
4. Hepatitis Delta (D) ................................. 39 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
5. Hepatitis E ............................................ 39 Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49,
B. Surveilans Hepatitis .................................... 40 Tambahan Lembaran Negara Republik
C. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) Hepatitis A 41 Indonesia Nomor 3637);
D. Kejadian Luar Biasa (KLB)........................... 42
1. Penetapan KLB ...................................... 42 8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
2. Penyelidikan Epidemiologi ..................... 43 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
3. Langkah-langkah Penyelidikan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Epidemiologi .......................................... 43 Indonesia tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
4. Upaya Penanggulangan KLB ................. 45 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5. Pemutusan Rantai Penularan ................ 45 8781);

BAB V PENGEMBANGAN PROGRAM ........................... 47 9. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010,


A. Penapisan Hepatitis B Pada Ibu Hamil ........ 47 tentang Rencana Pembangunan Jangka
B. Penapisan dan Pencegahan Penularan Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
Hepatitis B pada Keluarga atau Orang yang
Tinggal Serumah dengan Penderita 10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
Hepatitis B .................................................. 49 1457/MENKES/SK/X/2003, tentang Standar
C. Penapisan dan Pencegahan Penularan Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Hepatitis B pada Tenaga Medis ................... 50 Kabupaten/Kota;
D. Penapisan dan Pencegahan Penularan
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
Hepatitis B pda PSK, Orang dengan Pasangan
1116/MENKES/SK/VIII/2003, tentang
Seksual Multipel, dan IVDU ........................ 51
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
E. Penapisan dan Pencegahan Penularan
Epidemiologi Kesehatan;
Hepatitis B pada Populasi Umum ................ 53
F. Profilaksis Pasca Pajanan Hepatitis B .......... 54
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
G. Terapi Penderita Hepatitis B ........................ 54
1479/MENKES/SK/X/2003, tentang
H. Aspek Legal pada Hepatitis B ...................... 55
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular;
BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI ........................ 57
A. Pemantauan ................................................ 57 13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1. Pengertian ............................................. 57 949/MENKES/SK/VIII/2004, tentang Sistem
2. Tujuan .................................................. 57 Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa;
3. Kegiatan Yang Dipantau ........................ 57
4. Alat Pantau ........................................... 60 14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
5. Cara Pemantauan ................................. 60 206/MENKES/SK/II/2008, tentang Komite Ahli
B. Evaluasi ...................................................... 60 Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran
1. Pengertian ............................................. 60 Pencernaan;

iv Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 85


Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia No.4 2. Tujuan .................................................. 60
Tahun 1984, tentang Wabah Penyakit menular 3. Cara Evaluasi ........................................ 61
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1984 No. 20 Tambahan Lembaran Negara BAB VII SARANA ............................................................ 63
Republik Indonesia Nomor : 327; A. Perencanaan Kebutuhan ............................. 63
1. Reagen/Bahan Pemeriksaan Untuk
2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Penegakan Diagnosis ............................. 63
Pemerintah Daerah (Lembaga Negara Tahun a. Hepatitis A ..................................... 63
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara b. Hepatitis B ..................................... 63
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan c. Hepatitis C ..................................... 65
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang 2. Penyediaan Obat ................................... 65
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti 3. Media KIE ............................................. 66
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang B. Penganggaran.............................................. 66
Perubahan atas Undang-undang Nomor 32 1. Pusat ..................................................... 66
Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah 2. Daerah .................................................. 67
(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); BAB VIII PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM
PENGENDALIAN HEPATITIS .......................... 69
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 A. Pusat ........................................................... 69
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran B. UPT Pusat (BBTKL, BTKL, KKP) ................... 69
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun C. Propinsi ....................................................... 70
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara D. Kabupaten/Kota ......................................... 70
Republik Indonesia Nomor 4431); E. Unit Pelayanan Kesehatan........................... 70
1. Puskesmas ............................................ 70
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang 2. Rumah Sakit ......................................... 71
Kesehatan (Lembaran Negara Republik 3. Klinik dan Praktek Swasta .................... 71
Indonesia Tahun 2009, Nomor 144 Tambahan F. Organisasi Profesi ....................................... 71
Lembaran Negara Republik Indonesia G. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
Nomor 5063); Organisasi Masyarakat Peduli Penyakit
Hepatitis ..................................................... 71
5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 H. Akademi/Perguruan Tinggi ......................... 72
Tahun 2009, tentang Rumah Sakit;
KONTRIBUTOR .......................................................... 73
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991, LAMPIRAN
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Form 1 Formulir Penyaringan Penderita Hepatitis
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahap Awal ................................................... 75
Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Form 2A Formulir Penyaringan Penderita Hepatitis
Negara Republik Indonesia Nomor 3447); Tahap Lanjutan Diagnosa Klinis Hepatitis
dan HBsAg Positif ......................................... 76

84 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus v


From 2B Formulir Penyaringan Penderita Hepatitis KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
Tahap Lanjutan Diagnosa Klinis Bukan PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
Hepatitis dan HBsAg Positif .......................... 77 NOMOR : HK.03.05/III.4/1615/2012
Form 3 Formulir Pemantauan Pengobatan Penderita
Hepatitis ....................................................... 78 TENTANG
Form 4 Formulir Pemantauan Hepatitis .................... 79
TIM PENYUNTING DAN PENYUSUN
DAFTAR PUSTAKA............................................................. 81 PEDOMAN PENGENDALIAN HEPATITIS VIRUS DI INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL DIREKTUR JENDERAL


TENTANG TIM PENYUNTING & PENYUSUN PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN,
PENGENDALIAN HEPATITIS VIRUS DI INDONESIA ......... 83

Menimbang : a. bahwa hingga saat ini Hepatitis A, B, dan C


masih menjadi masalah kesehatan dunia yang
serius termasuk di Indonesia karena berpotensi
menimbulkan dampak morbiditas dan
moralitas, dan memerlukan perhatian dari
berbagai pihak, baik dari pemerintah, lembaga
non pemerintah, maupun masyarakat;

b. bahwa dalam rangka menurunkan angka


kesakitan dan kematian karena Hepatitis
perlu dilakukan upaya pengendalian yang
komprehensif, terintegrasi, dan
berkesinambungan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf a dan b, perlu menyusun
Pedoman tentang Pengendalian Hepatitis Virus
di Indonesia;

d. bahwa bersadarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud pada huruf c, perlu membentuk Tim
Penyusun Rancangan Pedoman Pengendalian
Hepatitis Virus di Indonesia yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan;

vi Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 83


Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan DAFTAR ISTILAH
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2004,
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1116/MENKES/SK/VIII/
2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
Kesehatan. Hepatitis
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan VHA : Virus Hepatitis A
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2004, VHB : Virus Hepatitis B
Buku Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar VHC : Virus Hepatitis C
Biasa (KLB).
VHD : Virus Hepatitis D
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian VHE : Virus Hepatitis E
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2011, Peraturan HBsAg : Hepatitis B surface Antigen
Menteri Kesehatan RI No. 1502/Menkes/Per/X/2010 tentang HBcAg : Hepatitis B core Antigen
Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan HBeAg : Hepatitis B envelope Antigen
Wabah dan Upaya Penanggulangan LFT : Liver Function Test ( Test Fungsi Hati )
AST : Asparlate Aminotransferase
Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian
ALT : Alanine Aminotransferase
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2011, Buku
Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Anti HBs : Antibody to Hepatitis B surface antigen
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi IgM anti-HBc : Immunoglobulin M. anti to Hepatitis B core
Penyakit), Edisi Revisi Tahun 2011. IgG anti-HBc : Immunoglobulin G. anti to Hepatitis B core
Anti-HBe : Antibody to Hepatitis B envelope
HBIG : Hepatitis B Immunoglobulin
HIV : Human Imunodeficiency Virus
Oro-fecal/fecal-oral : Penularan dari tinja ke mulut
Masa Inkubasi : Masa antara masuknya kuman penyakit dan
munculnya gejala
CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
MSM : Man Sex Man (hubungan sex antara laki-laki
dengan laki-laki)
IDUs : Injection Drug Users (Pengguna obat terlarang
dengan cara suntik)
KLB : Kejadian Luar Biasa
Morbiditas : Angka Kesakitan
Mortalitas : Angka Kematian
Insidens rate : Proporsi antara jumlah penderita dengan
jumlah penduduk

82 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus vii


Isolasi : Dilakukan terhadap penderita, dengan DAFTAR PUSTAKA
memisahkan penderita dengan orang sehat
untuk mencegah dan mengurangi terjadinya
penularan baik langsung maupun tidak
langsung.
Karantina : Pembatasan kegiatan penderita, dicurigai
penderita atau orang yang telah kontak dengan http://www.who.int/mediacentre/factasheets/fs328/en/index.html.
penderita selama masa penularan. Hepatitis A.
SWOT : Strength Weakness Opportunity Threat
Wurie,IM, Wurie, AT, Gevao,SM. Sero-prevalence of Hepatitis B virus
(Analisa berdasarkan kekuatan, kelemahan,
among middle to high-socio economic antenatal population
peluang dan Ancaman)
in Sierra Leone. WAJM Vol 24 No.1, January March, 2005.
WHA : World Health Assembly
WHD : World Hepatitis Day (Hari Hepatitis Sedunia, Yoshida T et all. Epidemiological Investigation and Analysis of
diperingati setiap tanggal 28 Juli). Hepatitis A Virus Genomes in the Three Cases of Hepatitis of
Hepatitis A Infections That Occured in April-May 2010.
Jpn.J.Infect. Dis., 64, 2011.

Umid M. Sharapov US-CDC, http://wwwnc.cdc.gov/travel/


yellowbook/ 2012/chapter-3-infectious-disease-related-to travel/
Hepatitis-a.htm. Hepatitis A.

Goldstein GS, The Influence of Socioeconomic Factors On The


Distribution of Hepatitis In Syracuse N.Y.: Vol.49, No.4, A.J.P.H.

Hepatitis A, Fact sheet No 328, May 2008.

Chin J, Kandun IN, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Ed


17 tahun 2000.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan


Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2004,
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.949/MENKES/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa (KLB).

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pemberantasan


Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2004,
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1479/MENKES/SK/X/2003
tentang Pedoman Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular Terpadu.

viii Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 81


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat
di negara berkembang di dunia, termasuk di Indonesia. VHB
telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar
240 juta merupakan pengidap virus Hepatitis B kronis, penderita
Hepatitis C di dunia diperkirakan 170 juta orang dan sekitar
1.500.000 penduduk dunia meninggal setiap tahunnya
disebabkan oleh infeksi VHB dan VHC. Indonesia merupakan
negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah
Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (South East
Asian Region). Sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi
Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C. Penyakit
Hepatitis A sering muncul dalam bentuk KLB seperti yang terjadi
di beberapa tempat di Indonesia.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hasil pemeriksaan Biomedis
dari 10.391 sampel serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg
positif 9.4% yang berarti bahwa diantara 10 penduduk di
Indonesia terdapat seorang penderita Hepatitis B virus.
Pada tanggal 20 Mei 2010 World Health Assembly (WHA) dalam
sidangnya yang ke 63 di Geneva telah menyetujui untuk
mengadopsi Resolusi WHA 63.18 tentang Hepatitis Virus, yang
menyerukan semua negara anggota WHO untuk melaksanakan
pencegahan dan penanggulangan hepatitis virus secara
komprehensif. Sebagai pemrakarsa resolusi ini adalah tiga negara
anggota WHO, yaitu Indonesia, Brazil dan Columbia. Dalam
resolusi ini, ditetapkan tanggal 28 Juli menjadi Hari Hepatitis
Sedunia atau World Hepatitis Day. Peringatan hari Hepatitis
Sedunia bermaksud untuk meningkatkan kepedulian
pemerintah, masyarakat dan semua pihak terhadap pengendalian
penyakit Hepatitis. Dalam resolusi tersebut, WHO akan
menyediakan bantuan bagi negara berkembang dalam

80 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 1


pengembangan strategi nasional, program surveilans yang efektif,
pengembangan vaksin dan pengobatan yang efektif.
Memperhatikan pentingnya isu ini dan telah diterimanya resolusi
Hepatitis virus oleh WHO, dalam pertemuan WHA ke 63 tersebut
di atas, maka diperlukan kerjasama internasional yang erat
diantara negara-negara di dunia dalam upaya menanggulangi
Hepatitis virus. Indonesia bersama Brazil merupakan sponsor
utama yang berjuang untuk melahirkan resolusi WHO tersebut
sehingga peranan yang penting tersebut dapat dipakai sebagai
landasan yang kokoh bagi terwujudnya Pengembangan Program
Pengendalian Hepatitis di Indonesia.
Sebagai salah satu Negara yang menjadi sponsor utama dalam
resolusi WHO mengenai Hepatitis, maka Kementerian Kesehatan
perlu mengembangkan Program Pengendalian Hepatitis di
Indonesia. Sebagai langkah awal, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP
dan PL), menyusun buku Pedoman Pengendalian Penyakit
Hepatitis yang merupakan panduan bagi petugas kesehatan baik
di pusat maupun daerah untuk pengembangan Program
Pengendalian Penyakit Hepatitis.

B. TUJUAN
1. Umum
Tersusunnya pedoman pengendalian Hepatitis virus dan
terselenggaranya kegiatan pengendalian Hepatitis dalam
rangka menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
akibat Hepatitis di Indonesia.

2. Khusus
a. Tersedianya panduan bagi penentu kebijakan dalam
pelaksanaan dan pengembangan program pengendalian
Hepatitis virus di Indonesia.
b. Tersedianya panduan dalam pelaksanaan deteksi dini
Hepatitis di fasilitas kesehatan.

2 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 79


c. Tersedianya panduan dalam meningkatkan pengetahuan
petugas dan masyarakat dalam pengendalian Hepatitis
virus.
d. Tersedianya panduan dalam pelaksanaan surveilans
epidemiologi penyakit Hepatitis virus dan upaya
pengendaliannya.
e. Tersedianya panduan untuk sistem pencatatan,
pelaporan, monitoring dan evaluasi program pengendalian
Hepatitis virus.
f. Tersedianya panduan dalam pengadaan logistik untuk
pengendalian Hepatitis virus.
g. Terbentuknya jejaring kerja dalam pengendalian Hepatitis
virus.

C. SASARAN
Sasaran buku pedoman ini adalah pemangku kebijakan dan
petugas kesehatan di setiap jenjang pelayanan kesehatan sesuai
dengan peran dan fungsinya.

D. DASAR HUKUM
Pelaksanaan Program Pengendalian Penyakit Hepatitis dilakukan
atas dasar beberapa landasan hukum antara lain :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984,
tentang Wabah penyakit menular (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 No. 20 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3273).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004,
tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004,
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktek Kedokteraan (Lembaran Negara Republik

78 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 3


Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4431).
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor
144 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063).
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
tentang Rumah Sakit.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009,
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991, tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447).
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1996
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637).
10. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
8781).
11. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun Tahun
2010-2014.
12. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/MENKES/PER/
IX/ 2010, tentang Standar Pelayanan Kedokteran.
13. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1501/MENKES/
PER/X/2010, tentang Jenis Penyakit Menular tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/ SK/
X/2003, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota.

4 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 77


15. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/MENKES/ SK/
VIII/2003, tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1479/MENKES/ SK/
X/2003, tentang Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular.
17. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 949/MENKES/ SK/
VIII/2004, tentang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa.
18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2410/MENKES/SK/XII/2011, tentang Komite Ahli Hepatitis,
Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan.
19. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1144/MENKES/
PER/VIII/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan RI.
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/
2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014.

E. Kebijakan
Kebijakan Program Pengendalian Penyakit Hepatitis virus adalah
sebagai berikut:
1. Pengendalian Hepatitis berdasarkan pada partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat serta disesuaikan dengan kondisi
dan kebutuhan masing-masing daerah (local area specific).
2. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan melalui pengembangan
kemitraan dan jejaring kerja secara multi disiplin, lintas
program dan lintas sektor.
3. Pengendalian Hepatitis dilaksanakan secara terpadu baik
untuk pencegahan primer (termasuk didalamnya imunisasi),
sekunder, dan tersier.
4. Pengendalian Hepatitis dikelola secara profesional,
berkualitas, merata dan terjangkau oleh masyarakat melalui
penguatan seluruh sumber daya.

76 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 5


5. Penguatan sistem surveilans Hepatitis sebagai bahan
informasi bagi pengambilan kebijakan dan pelaksana
program.
6. Pelaksanaan kegiatan pengendalian Hepatitis harus
dilakukan secara efektif dan efisien melalui pengawasan
yang terus ditingkatkan intensitas dan kualitasnya
dengan pemantapan sistem dan prosedur, bimbingan dan
evaluasi.

F. STRATEGI
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup
sehat (PHBS) sehingga terhindar dari penyakit Hepatitis.
2. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan
peran serta masyarakat untuk penyebar luasan informasi
kepada masyarakat tentang pengendalian Hepatitis.
3. Mengembangkan kegiatan deteksi dini yang efektif dan efisien
terutama bagi masyarakat yang berisiko.
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas melalui peningkatan sumber daya
manusia dan penguatan institusi, serta standarisasi
pelayanan.
5. Meningkatkan surveilans epidemiologi Hepatitis di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Mengembangkan jejaring kemitraan secara multi disiplin
lintas program dan lintas sektor di semua jenjang baik
pemerintah maupun swasta.

G. KEGIATAN
1. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.
2. Sosialisasi dan edukasi tentang pengendalian Hepatitis
kepada petugas kesehatan terkait.
3. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media
komunikasi baik cetak maupun elektronik.

6 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 75


4. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas
sektor dan masyarakat.
5. Penyusunan dan pengembangan pedoman teknis
pengendalian Hepatitis virus.
6. Deteksi dini dan tatalaksana kasus sesuai standar.
7. Surveilans epidemiologi dan bantuan teknis dalam
penanggulangan KLB Hepatitis.
8. Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang program.
9. Pemantauan dan evaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
10. Pengembangan program berbasis riset baik riset operasional
maupun riset klinis sebagai acuan kebijakan pengendalian
Hepatitis Virus secara komprehensif.

74 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 7


KONTRIBUTOR

A. TIM PENYUNTING
1. Prof.dr.David Handojo Muljono, Ph. D, SpPD
2. dr. Nyoman Kandun, MPH
3. Dr. dr.Rino A. Gani, SpPD KGEH
4. dr. Irsan Hasan, SpPD KGEH
5. Dr. dr.Hanifah Oswari SpA (K)

B. TIM PENYUSUN
1. Prof.dr.David Handojo Muljono, Ph. D, SpPD
2. dr. Nyoman Kandun, MPH
3. Prof.dr. Ali Sulaiman, SpPD KGEH
4. Dr. dr.Rino A. Gani, SpPD KGEH
5. Dr. dr.Hanifah Oswari SpA (K)
6. dr. Irsan Hasan, SpPD KGEH
7. drg. Rini Noviani
8. dr. Yullita Evarini Yuzwar, MARS
9. dr. Armaji Kamaludin Syarif
10. dr. Rini Rohaeni
11. Dr.dr. Julitasari Sundoro, MSc-PH
12. dr. Rossa Avrina
13. dr. Sukmawati Dunuyaali
14. dr. Ignatius Bima Prasetya
15. dr. Anandhara Indriani
16. dr. Karnely Herlena, M.Epid
17. Agus Handito, SKM, M.Epid
18. Arman Zubair, S.Sos
19. Muhamad Purwanto, SKM
20. dr. Marolop Binsar Silaen

C. ORGANISASI PROFESI
1. PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia)
2. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia)

8 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 73


dalam sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat untuk peduli BAB II
dan ikut berperan aktif dalam mensukseskan upaya-upaya
pengendalian Hepatitis.
ANALISIS SITUASI

H. AKADEMISI/PERGURUAN TINGGI
Dalam rangka melaksanakan pengendalian Hepatitis di Indonesia,
Akademisi/perguruan tinggi diharapkan dapat mendukung ada beberapa hal yang perlu perhatikan, antara lain kondisi penyakit
upaya pengendalian Hepatitis dengan melakukan penelitian, Hepatitis di masyarakat saat ini (epidemiologi, etiologi, kondisi
seminar ilmiah untuk meningkatkan pengetahuan petugas dan lingkungan di daerah endemis, perilaku masyarakat terhadap faktor
masyarakat sehingga dapat berperan aktif dalam pengendalian risiko penyakit dll), peraturan-peraturan yang terkait, sosial ekonomi,
Hepatitis. pengetahuan para pemangku kepentingan dan masyarakat tentang
Hepatitis, sumber daya yang tersedia, sehingga dari kondisi yang
ada dapat dikelompokkan setiap unsur dalam bagian-bagian menurut
analisis SWOT. Setiap keadaan yang ada saat ini dikelompokkan
dalam bagan termasuk dalam Peluang, Kekuatan, Kelemahan atau
Ancaman. Analisis SWOT diperlukan dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi suatu Kebijakan yang akan
ditetapkan dalam Pengendalian Hepatitis di Indonesia.

A. BEBAN PENYAKIT
Hepatitis A, WHO memperkirakan di dunia setiap tahunnya ada
sekitar 1,4 juta penderita Hepatitis A. Di Amerika insidens
Hepatitis A adalah 1 per 100.000 penduduk, dengan estimasi
21.000 orang (Tahun 2009). Di Eropa insidens Hepatitis A adalah
3,9 per 100.000 penduduk (Publikasi tahun 2008). Di Indonesia,
Hepatitis A sering muncul dalam Kejadian Luar Indonesia (KLB).
Tahun 2010 tercatat 6 KLB dengan jumlah penderita 279, jumlah
kematian 0, CFR 0 sedangkan tahun 2011 tercatat 9 KLB, jumlah
penderita 550, jumlah kematian 0, CFR 0. Tahun 2012 sampai
bulan Juni, telah terjadi 4 KLB dengan jumlah penderita 204,
jumlah kematian 0, CFR 0.
Data lain menunjukkan pada tahun 1998, di Kabupaten Bogor,
Jawa Barat telah terjadi KLB Hepatitis A dengan jumlah kasus
74 orang (AR = 1,4%) dan golongan umur terbanyak 19-25 tahun
(AR = 3,4%), di Provinsi Jawa Timur yatu di Kabupaten Bondowoso
(Kecamatan Sukosari) dan Kabupaten Malang (Kecamatan
Wonosari) di 7 desa dengan jumlah kasus 998, tahun 2004 di

72 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 9


Kecamatan Tegal Ampel, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 47 Dalam hal pengendalian Hepatitis Puskesmas melakukan:
kasus. Tahun 2006 di Kecamatan Pakem, Kabupaten Bondowoso, Promotif, dengan penyuluhan termasuk pemberdayaan
Jawa Timur 65 kasus. (Surveilans Prop Jawa Timur). Tahun 2008 masyarakat dalam kegiatannya.
di Provinsi DIY tercatat 1.160 kasus dengan hasil pemeriksaan Preventif, dengan melakukan vaksinasi yaitu program
anti-HAV positif yaitu di Kodya Yogyakarta 287 kasus, Kabupaten imunisasi Hepatitis B pada bayi.
Bantul 48 kasus, Kulon Progo 6 kasus, Gunung Kidul 11 kasus Rawat jalan dan rujukan
dan Sleman 808 kasus serta KLB di Pulau Panggang dengan 57 Pelaporan
kasus. Tahun 2009 di Kabupaten Ngawi dengan 146 kasus.
2. Rumah Sakit
Hepatitis B prevalensi pengidap Hepatitis B tertinggi ada di
Afrika dan Asia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun Rumah sakit merupakan unit pelayanan rujukan dengan
2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh sarana pelayanan laboratorium yang dapat mendeteksi dini
propinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: Hepatitis, baik rujukan maupun langsung. Rumah sakit di
0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah Provinsi diharapkan dapat melayani diagnosa, pengobatan
sampel 10.391 menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif dan rehabilitatif atau pelayanan suportif bagi penderita
9,4%. Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- Hepatitis.
49 tahun (11,92%), umur >60 tahun (10.57%) dan umur 10-14
tahun (10,02%). HBsAg positif pada kelompok laki-laki dan 3. Klinik dan Praktek Swasta
perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini menunjukkan Secara umum konsep pelayanan di klinik hampir sama
bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus dengan pelaksanaan di Puskesmas. Dalam hal tertentu, klinik
Hepatitis B. dapat merujuk penderita dan spesimen ke Puskesmas atau
Dari data yang telah terkumpul, angka prevalensi HBsAg pada rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas memadai.
donor darah di Indonesia tahun 1981 dengan metode
pemeriksaan RPHA (Reverse Passive Haemaglutination)
menunjukkan rata-rata 5,2% (rentangan 2,4-9,1%), dan tahun F. ORGANISASI PROFESI
1993 dengan metode pemeriksaan ELISA rata-rata 9,4%,
rentangan 2,5 -36,1% (Sulaiman et al., 1998). Organisasi profesi terkait diharapkan ikut berperan dalam
seluruh proses pengendalian Hepatitis. Mulai dari pengendalian
Angka penularan secara vertikal dari ibu pengidap Hepatitis B faktor risiko, peningkatan surveilans epidemiologi, penemuan dan
kepada bayinya cukup tinggi. Berdasarkan penelitian beberapa tatalaksana penderita, peningkatan imunisasi dan komunikasi,
rumah sakit di Indonesia, prevalensi HBsAg pada ibu hamil informasi dan edukasi (KIE), terutama hasil kajian/penelitian
berkisar 2,15,2% (Soewignyo, 1992). yang dapat diaplikasikan untuk mendukung pengendalian
penyakit Hepatitis.
Data di RSUP Sanglah, Denpasar menunjukkan bahwa dari hasil
uji survei 3.943 ibu hamil didapatkan hasil 80 ibu hamil dengan
HBsAg positif, prevalensi HBsAg 2,03% dan HBeAg positif 50 %. G. LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DAN ORGANISASI
Hasil pemeriksaan HBsAg tali pusat positif 12 % dari ibu hamil MASYARAKAT PEDULI PENYAKIT HEPATITIS
pengidap Hepatitis B (Surya, 1995). Peneliti lain melaporkan
bahwa hasil uji saring pada 1.800 wanita hamil di Indonesia LSM dan organisasi kemasyarakatan diharapkan terlibat dalam
kegiatan yang terkait dengan pengendalian Hepatitis, terutama

10 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 71


C. PROVINSI ditemukan 61 ibu hamil (3,4%) dengan HBsAg positif
(Suparyatmo).
Dinas Kesehatan Propinsi bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pengendalian Hepatitis di tingkat propinsi: Hepatitis C, berdasarkan hasil Surveilans Hepatitis C oleh
1. Melakukan diseminasi informasi kepada pihak dan instansi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
terkait di tingkat propinsi. Lingkungan pada tahun 2010-2011 yang dilaksanakan di 21
propinsi, 53 rumah sakit, 49 laboratorium dan 26 Unit Transfusi
2. Membangun jejaring kerja Hepatitis baik lintas program Darah (UTD) PMI, dengan jumlah 1.825.823 sampel, kasus positif
maupun lintas sektor di tingkat propinsi. 29.480 orang, jumlah kasus terbanyak didapatkan pada golongan
3. Memantau pengelolaan stok logistik Hepatitis untuk tingkat umur 20-40 tahun sebanyak 58,5% sedangkan proporsi menurut
kabupaten/kota. jenis kelamin menunjukkan bahwa pada kelompok laki-laki 83%
dan 17% pada perempuan.
4. Melakukan pemantauan terhadap pengendalian Hepatitis di
tingkat kabupaten/kota. Prevalensi anti-VHC pada beberapa donor di Indonesia berkisar
5. Melakukan rekapitulasi pencatatan dan pelaporan 0,5-3,4%. Prevalensi Anti-VHC pada virus Hepatitis Akut
Hepatitis di tingkat propinsi. 9,5-20%, prevalensi Anti-VHC pada sirosis hati berkisar
30,8-89,2 persen.
6. Memberikan umpan balik hasil kegiatan.
Data ko-infeksi diperoleh dari beberapa penelitian, Rino S Gani
(FK-UI, RSCM) penderita dengan HIV (IVDU), ko infeksi 80%,
D. KABUPATEN/KOTA penderita ko infeksi dengan Hepatitis B berkisar 10-19%,
Suryanto Sidik (RS Mintoharjo) pada penderita denga HIV, 31,6%
1. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah pelaksana upaya
ko infeksi dengan VHC.
pengendalian Hepatitis di tingkat kabupaten/kota.
2. Melakukan pembinaan pada unit pelayanan kesehatan dalam Hepatitis D, dapat terjadi dalam bentuk superinfeksi dari
upaya peningkatan kinerja pelaksanaan pengendalian pengidap kronik virus Hepatitis B atau simultan dengan infeksi
Hepatitis virus Hepatitis B (ko-infeksi). Pada suatu penelitian selama
10 tahun oleh Smedie et all, ternyata Hepatitis B dengan
3. Penyediaan, penyimpanan serta pendistribusian logistik Hepatitis D prognosanya menjadi lebih buruk. Data di Indonesia,
Hepatitis. dari 72 carier Hepatitis dari donor darah dan diuji dengan RIA
method didapatkan hasil anti-VHD positif pada dua orang (2,7%).
Hepatitis D erat hubungan dengan infeksi VHB, maka secara
E. UNIT PELAYANAN KESEHATAN langsung setiap usaha pencegahan terhadap Hepatitis B,
Dilaksanakan oleh puskesmas, rumah sakit, klinik, laboratorium mencegah terhadap Hepatitis D juga.
dan praktek swasta. Hepatitis E, pada tahun 1987 di Indonesia pernah dilaporkan
terjadinya KLB tersangka Hepatitis E di desa Sayan, Tanah Pinoh
1. Puskesmas dan Sokan, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat
Puskesmas sebagai unit pelaksana pelayanan kesehatan dengan jumlah kasus 2.500 orang. Pada saat investigasi selama
primer mempunyai fungsi promotif, preventif, dan kuratif. 9 hari ditemukan kasus Hepatitis yang terdiri atas 44 penderita
laki-laki berusia 3-50 tahun dan 38 penderita perempuan berusia

70 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 11


6-70 tahun. Pada tahun 1991, KLB Hepatitis E kembali terjadi BAB VIII
di kecamatan Kayan Hilir yang menyerang 10 desa dengan jumlah
kasus 1.262 orang dan kematian 12 orang. Data lain adalah hasil
PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN
penelitian pada kasus Hepatitis akut dari penderita rawat inap DALAM PENGENDALIAN HEPATITIS
di rumah sakit, dari 64 kasus ternyata 16 kasus positif VHE
(25%), (Sulaiman, 1993). Data lain yang diperoleh dari KLB yang
terjadi di Kabupaten Bawen, Jawa Timur 1992, 2 kasus positif
VHE dari 34 sample darah (Sub.Dit Surveilans, 1993). Laporan A. PUSAT
dari peneliti lain, 83 sampel darah Hepatitis akut dari beberapa 1. Membuat pedoman dan rumusan kebijakan teknis
rumah sakit di Jakarta yang diperiksa ditemukan anti VHE positif pelaksanaan pengendalian Hepatitis secara berjenjang dari
pada 4 kasus (Legowo D, 1994). Bulan Januari 1998 dilaporkan Pusat, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
terjadi KLB Hepatitis di Kabupaten Bogor dengan jumlah kasus Kabupaten/Kota dan Puskesmas.
74 (Attack Rate 1,4%) dan golongan umur terbanyak 19-25 tahun
(AR= 3,4%) dan kebanyakan dari kasus adalah mahasiswa IPB, 2. Penyediaan stock dan pendistribusian logistik Hepatitis pada
dari gejala klinis yang dilaporkan mengarah ke Hepatitis E wilayah yang membutuhkan.
(Surveilans Kabupaten Bogor, 1998). 3. Melakukan diseminasi informasi bagi pihak dan instansi
terkait di tingkat pusat dan daerah.
4. Membangun jejaring kerja dengan lintas program dan lintas
B. KONDISI LINGKUNGAN
sektor baik di pusat maupun daerah.
Diantara beberapa jenis penyakit Hepatitis, Hepatitis A dan 5. Melakukan kajian pengendalian Hepatitis dari kegiatan yang
Hepatitis E mempunyai mekanisme penularan oro-fecal telah ada baik di dalam maupun diluar negeri.
(ditularkan melalui makanan dan/atau minuman yang
sudah terkontaminasi tinja (faeces) yang mengandung virus 6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan
Hepatitis A maupun E). Hal ini sangat berhubungan dengan pengendalian Hepatitis.
kondisi lingkungan yang tidak baik, seperti kurangnya 7. Memberikan umpan balik hasil pemantauan dan evaluasi
penyediaan air bersih, pembuangan air limbah dan sampah yang terhadap pelaksanaan kegiatan pada daerah uji coba dan
tidak saniter, kebersihan perorangan dan sanitasi yang buruk. replikasi.

C. PERILAKU BERISIKO1 B. UPT PUSAT (BBTKL, BTKL, KKP)


Risiko tinggi terhadap Hepatitis A dan Hepatitis E, terdapat 1. Sebagai pelaksana teknis pengendalian Hepatitis tingkat
pada : pusat di daerah.
Orang yang mengunjungi atau tinggal di negara endemis 2. Berkoordinasi dengan Subdit Diare & ISP dalam upaya
Hepatitis A dan Hepatitis E. pengendalian Hepatitis
Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yang buruk 3. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan
(penyediaan air minum dan air bersih, pembuangan air kabupaten/kota dalam upaya pengendalian Hepatitis di
daerah.
1
The ABC of Hepatitis www.cdc.gov/Hepatitis

12 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 69


limbah, pengelolaan sampah, pembuangan tinja yang tidak
memenuhi syarat).
Personal hygiene yang rendah antara lain: penerapan PHBS
masih kurang, cara mengolah makanan yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis B, terdapat pada:


Anak yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B.
Pasangan Penderita Hepatitis B.
Orang yang sering berganti pasangan sex.
MSM (Man Sex Man).
IDUs (Injection Drug User).
Kontak serumah dengan penderita.
Penderita hemodialisis.
Pekerja kesehatan, petugas laboratorium.
Berkunjung ke wilayah dengan endemisitas tinggi.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis C terdapat pada :


Pengguna jarum suntik tidak steril (tato, tindik).
Pengguna obat obatan terlarang dengan cara injeksi.
Pekerja yang berhubungan dengan darah dan produk darah
penderita VHC.
Penderita HIV.
Bayi yang lahir dari ibu penderita VHC.

Risiko tinggi terhadap Hepatitis D terdapat pada :


Orang yang kontak langsung dengan darah penderita
Hepatitis D.

D. SOSIAL EKONOMI
Daerah dengan tingkat sosial ekonomi penduduk yang rendah,
mempunyai sanitasi lingkungan yang rendah pula. Pola
penularan Hepatitis A dan Hepatitis E yang melalui oro-fecal
sangat dipengaruhi kualitas sanitasi lingkungan setempat,

68 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 13


sehingga penduduk yang tinggal di daerah endemis dan atau 2. Daerah
daerah dengan kualitas sanitasi yang rendah akan mempunyai Untuk pengadaan logistik dapat menggunakan dana
risiko lebih besar untuk menderita Hepatitis A maupun dari APBD, atau dana alokasi khusus (DAK) serta dana
Hepatitis E. Studi yang dilakukan oleh FKUI 2 di Jakarta tugas perbantuan (TP).
menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi rendah merupakan
salah satu faktor risiko Hepatitis B dan Hepatitis C, yang ditandai
dengan hasil pemeriksaan HBsAg (+) (OR 18.09; 95% CI 2.35-
139.50). Hal lain yang dapat diketahui adalah bahwa penduduk
kelompok ras chinese mempunyai risiko 2.97 lebih tinggi untuk
terinfeksi VHB dibandingkan dengan kelompok ras melayu (OR
2,97 ; 95% CI 1,22-7,83).
Dari suatu studi yang dilakukan di Korea3 dapat diketahui bahwa
pada kelompok masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi
menengah dan atas mempunyai kecenderungan obesitas karena
pola makan yang salah. Obesitas memberikan kontribusi yang
nyata pada perkembangan penyakit kronis (salah satunya
Hepatitis B dan Hepatitis C) menjadi liver cirrhosis.

E. LANDASAN HUKUM
Landasan hukum yang mendasari kegiatan dalam pengendalian
Hepatitis ini lihat Bab I point D.

F. ANALISIS S-W-O-T (STRENGTH-WEAKNESS-OPPORTUNITY-


THREAT)
Dalam rangka melaksanakan Pengendalian Hepatitis di
Indonesia, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah, kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunity) dan ancaman (threat), tentang kemungkinan
terlaksananya Program Pengendalian Hepatitis ini.
1. Kekuatan
a. Peraturan perundang-undangan yang mendukung dan
mendasari terlaksananya program Pengendalian
Hepatitis.
2
Sulaiman, Ali
3
Sulaiman, Ali

14 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 67


Lamivudine, b. Tersedianya sumber daya manusia kesehatan pada
Adefovir, semua jenjang dari pusat sampai daerah.
Entecavir, c. Dukungan organisasi profesi, organisasi international,
Telbivudine, dan organisasi masyarakat.
Tenofovir.
2. Kelemahan
Sedangkan obat non NA yang diberikan secara parenteral a. Sistem surveilans Hepatitis belum berjalan baik.
b. Kualitas Sumber Daya Manusia masih kurang.
Interferon alfa-2b yang sudah diganti oleh Peginterferon c. Sarana dan prasarana laboratorium di Pusat Kesehatan
alfa-2a, Masyarakat untuk penegakkan diagnosis masih sangat
kurang.
c. Hepatitis C
Pegylated interveron + Ribavirin 3. Peluang
a. Adanya program pencegahan yang sudah berjalan yaitu
Interferon konvensional + Ribavirin Program Imunisasi (Program Imunisasi Hepatitis B
Nasional) dan Promosi Kesehatan.
3. Media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) b. Program pengendalian faktor risiko penyakit (Penyehatan
Poster Lingkungan).
Leaflet c. Program Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas
Benner dan Rumah Sakit.
Lembar balik
TV/radio Sport 4. Ancaman
Kaos a. Adanya perubahan iklim secara global yang
Topi mempengaruhi agent, seperti terjadinya mutasi dari jenis
Buku Saku virus tertentu.
Kipas b. Kualitas kesehatan lingkungan yang tidak merata (ada
Payung yang sudah baik tetapi masih banyak yang masih rendah).
dll c. Pengetahuan masyarakat tentang Hepatitis masih kurang
d. Perilaku berisiko masih banyak dilakukan oleh
masyarakat.
B. PENGANGGARAN

1. Pusat Situasi tersebut di atas juga mengacu pada hal-hal antara lain :
a. APBN 1. Hepatitis akut dan kronis tidak terlaporkan pada sistem
b. Dekonsentrasi surveilans penyakit menular sehingga tidak diketahui beban
c. BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) yang sesungguhnya
d. BLN (Bantuan Luar Negeri) 2. Banyak orang secara individu tidak mengetahui bahwa
dirinya termasuk dalam risiko tinggi dan bagaimanana
mencegah terinfeksi

66 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 15


3. Kelompok risiko tinggi belum mempunyai akses untuk Pemeriksaan HBV DNA dilakukan dengan metode PCR.
pelayanan pencegahan penyakit - LFT (SGPT) : test untuk mengetahui fungsi hati
4. Banyak orang yang telah terinfeksi dan kronis tetapi tidak
mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi Pemeriksaan SGPT menggunakan Blood Analyzer.
5. Banyak orang yang telah terinfeksi kronis, tidak menyadari Bahan dan alat yang digunakan unuk pemeriksaan:
bahwa mereka membutuhkan perubahan perilaku (gaya tabung reaksi/vacuntainer, kapas, alkohol, sarung
hidup) untuk menghindari komplikasi tangan, jarum suntik sekali pakai, torniquet karet,
6. Banyak petugas kesehatan tidak melakukan skrining pada masker, pipet berskala/mikropipet, tip mikropipet,
orang-orang yang memiliki risiko tinggi atau mereka tidak/ sentrifuse/rotator, cryotube, kit ELISA (HBsAg, anti
belum tahu bagaimana penatalaksanaan orang yang HBs, Anti HBc), Aquabidest, Gelas Ukur, ELISA reader
terinfeksi. dan/ELISA washer, mesin PCR, primer, Kit
PCR,Elektroforesis.
7. Banyak orang yang telah terinfeksi tidak memiliki akses
untuk memiliki tes, dukungan sosial (asuransi) dan c. Hepatitis C
pelayanan perawatan apabila tes menunjukkan yang
bersangkutan terinfeksi. Untuk penegakkan diagnosa diperlukan :
Test antibodi HCV
Pemeriksaan dilakukan dengan metode ELISA
G. HASIL ANALISIS S-W-O-T Test RNA HCV
Pemeriksaan dilakukan dengan metode PCR
Diperlukan : Bahan dan alat yang digunakan unuk pemeriksaan:
tabung reaksi/ vacuntainer, kapas, alkohol, sarung
1. Adanya suatu petunjuk teknis yang mendukung upaya tangan, jarum suntik sekali pakai, torniquet karet,
perbaikan pada sistem surveilans Hepatitis yang dibutuhkan. masker, pipet berskala/mikropipet, tip mikropipet,
2. Adanya sosialisasi, advokasi pada pemangku kepentingan sentrifuse/rotator, cryotube, kit ELISA (HBsAg, anti
baik tingkat pusat maupun daerah. HBs, Anti HBc), Aquabidest, Gelas Ukur, ELISA reader
dan/ELISA washer, mesin PCR, primer, Kit
3. Adanya peningkatan KIE pada masyarakat tentang Hepatitis PCR,Elektroforesis.
dan faktor risikonya.
4. Adanya pelatihan program pengendalian Hepatitis baik bagi 2. Penyediaan Obat
petugas di tingkat pusat maupun di daerah.
a. Hepatitis A
5. Adanya suatu petunjuk teknis yang mendukung upaya
Tidak ada obat khusus untuk Hepatitis A
tersedianya sarana dan prasarana laboratorium untuk
penegakan diagnosa Hepatitis di Pusat Kesehatan Masyarakat
b. Hepatitis B
atau Laboratorium pendukung Puskesmas.
Pada saat ini terdapat 5 macam obat untuk Hepatitis
6. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dengan upaya
kronik yang telah disetujui oleh FDA yang termasuk
perbaikan kualitas air minum, air bersih, pembuangan tinja,
dalam Nucleoside Analog (NA)

16 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 65


sekali pakai, sentrifuse, box serum, mikropipet/ pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah dengan
pipet skala, cryotube, masker, blood chemistry partisipasi masyarakat serta melibatkan lintas sektor
analyzer, ELISA reader, ELISA washer, real time terkait.
PCR, tip mikropipet, rak tabung reaksi, torniquet
7. Perlu kegiatan deteksi dini pada Hepatitis yang bersifat kronis
karet, rotator.
(Hepatitis B dan C).
Pemeriksaan penapisan dilakukan dengan metode
ELISA. 8. Perlu dilakukan kajian-kajian yang bersifat operasional
Bahan dan alat yang digunakan unuk maupun klinis dalam upaya pengendalian Hepatitis.
pemeriksaan : tabung reaksi/vacuntainer, kapas,
alkohol, sarung tangan, jarum suntik sekali
pakai, torniquet karet, masker, pipet berskala/
mikropipet, tip mikropipet, sentrifuse/rotator,
cryotube, kit ELISA (HBsAg, anti HBs, Anti HBc),
Aquabidest, Gelas Ukur, ELISA reader dan/ELISA
washer.

2) Pemeriksaan Lanjutan :
Pemeriksaan ini merupakan lanjutan pemeriksaan
yang dilaksanakan bagi seseorang dengan HBsAg positif,
yaitu :
- HBeAg : test untuk menetukan apakah telah terjadi
replikasi (memperbanyak diri) virus
- Anti HBe: tes untuk mengetahui apakah seseorang
telah mempunyai anti bodi
- HBV DNA : tes untuk mengetahui jumlah virus
Hepatitis B
- LFT (ALT) : test untuk mengetahui fungsi hati
- Bahan habis pakai : tabung reaksi/ vacuntainer,
kapas, alkohol, sarung tangan, jarum suntik sekali
pakai, sentrifuse, box serum, mikropipet/pipet skala,
cryotube, masker, blood chemistry analyzer, ELISA
reader, ELISA washer, real time PCR, tip mikropipet,
rak tabung reaksi, torniquet karet, rotator.

Pemeriksaan HBeAg, anti Hbe dilakukan dengan metode


ELISA.
- HBV DNA : tes untuk mengetahui jumlah virus
Hepatitis B

64 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 17


BAB VII
SARANA DALAM PENGENDALIAN HEPATITIS

A. PERENCANAAN KEBUTUHAN

1. Reagen/Bahan pemeriksaan untuk penegakan diagnosis:


a. Hepatitis A
IgM anti HAV : untuk menentukan diagnosis
Hepatitis A. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
Rapid Test Diagnostic (RDT).
Pemeriksaan VHA : untuk memeriksa faktor risiko
lingkungan terutama air tentang adanya Virus
Hepatitis A (VHA).
Bahan dan alat yang digunakan unuk pemeriksaan:
Tabung reaksi/vacuntainer, kapas, alkohol, sarung
tangan, masker, jarum suntik sekali pakai, torniquet
karet, pipet berskala/mikropipet, tip mikropipet,
Rapid Test Diagnostic (RDT), Sentrifuse/rotator, botol
steril untuk tempat menampung sampel air.

b. Hepatitis B
1) Penapisan dengan test HBsAg test, anti HBs dan anti
HBc
HBsAg : test untuk menentukan seseorang
pernah terinfeksi virus Hepatitis B.
Anti HBs : test untuk menentukan seseorang
telah mempunyai kekebalan terhadap Virus
Hepatitis B.
Anti HBc : test untuk menentukan seseorang
telah mempunyai kekebalan (adanya replikasi
inti sel) terhadap Virus Hepatitis B.
Bahan habis pakai : tabung reaksi/vacuntainer,
kapas, alkohol, sarung tangan, jarum suntik

18 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 63


2). Angka prevalensi Hepatitis pada kelompok risiko BAB III
tertentu.
HEPATITIS AKIBAT VIRUS
Evaluasi berkala setiap 3 bulan atau 6 bulan sekali baik
manajemen maupun klinis dengan mengadakan
pertemuan.
Hepatitis adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh berbagai
sebab seperti bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan,
perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya.

Bakteri, virus dan parasit merupakan penyebab infeksi terbanyak,


diantara penyebab infeksi tersebut. Infeksi karena virus Hepatitis A,
B, C, D atau E merupakan penyebab tertinggi dibanding penyebab
lainnya, seperti mononucleosis infeksiosa, demam kuning atau
sitomegalovirus. Sedangkan penyebab Hepatitis non virus terutama
disebabkan oleh alkohol dan obat-obatan.

A. HEPATITIS A

1. Etiologi
Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis A (VHA), termasuk
famili picornaviridae berukuran 27 nanometer, genus
hepatovirus yang dikenal sebagai enterovirus 72, mempunyai
1 serotype dan 4 genotype, merupakan RNA virus. Virus
Hepatitis A bersifat termostabil, tahan asam dan tahan
terhadap empedu. Virus ini diketahui dapat bertahan hidup
dalam suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan. Pejamu
infeksi VHA hanya terbatas pada manusia dan beberapa
binatang primata. Virus dapat diperbanyak secara in vitro
dalam kultur sel primer monyet kecil atau secara invivo pada
simpanse.

2. Cara Penularan
Virus Hepatitis A ditularkan secara fecal-oral. Virus ini masuk
kedalam saluran pencernaan melalui makanan dan minuman
yang tercemar tinja penderita VHA. Virus kemudian masuk
ke hati melalui peredaran darah untuk selanjutnya

62 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 19


menginvasi sel-sel hati (hepatosit), dan melakukan replikasi 3. Cara Evaluasi
di hepatosit. Jumlah virus yang tinggi dapat ditemukan dalam Evaluasi dilakukan dengan cara pengumpulan, pengolahan,
tinja penderita sejak 3 hari sebelum muncul gejala hingga 1- analisis data yang berasal dari hasil pemantauan atau laporan
2 minggu setelah munculnya gejala kuning pada penderita. rutin yang ada di setiap jenjang administrasi yaitu Dinas
Ekskresi virus melalui tinja pernah dilaporkan mencapai 6 Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas. Bila dalam
bulan pada bayi dan anak. Sebagian besar kasus evaluasi ditemukan masalah, maka berikan saran pemecahan
kemungkinan tidak menular lagi pada minggu pertama atau bimbingan kepada pengelola program Hepatitis, agar
setelah ikterus. Ekskresi kronis pada VHA tidak pernah kegiatan program Pengendalian Hepatitis dapat dilaksanakan
terlaporkan sesuai rencana dan memberikan dampak seperti yang
Infeksi Hepatitis A sering terjadi dalam bentuk Kejadian diharapkan.
Luar biasa (KLB) dengan pola common source, umumnya
sumber penularan berasal dari air minum yang tercemar, a. Analisa Data Rutin.
makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, dan Dari hasil rekapitulasi data rutin di sarana kesehatan,
sanitasi yang buruk. Selain itu, walaupun bukan merupakan setiap tahun didapatkan:
cara penularan yang utama, penularan melalui transfusi atau
penggunaan jarum suntik bekas penderita dalam masa 1). Cakupan penemuan HBsAg positif pada kelompok
inkubasi juga pernah dilaporkan. berisiko yang melakukan deteksi dini.
2). Cakupan skrining pada populasi dengan prevalensi
tinggi (HBsAg positif >8 %) dimana telah ditetapkan
3. Tanda dan Gejala jumlah/persentase target skrining.
Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis A sangat 3). Cakupan Pelayanan:
bervariasi dan bersifat tidak spesifik. Demam, kelelahan, a). Jumlah penderita Hepatitis B yang diobati.
anoreksia (tidak nafsu makan) dan gangguan pencernaan b). Persentase penderita Hepatitis B yang selesai
(mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal diobati (succes rate).
penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat
mengalami gejala kuning disertai gatal (ikterus), buang air b. Analisa data hasil Pemantauan/Supervisi
kecil berwarna seperti teh, dan tinja berwarna pucat. Infeksi Untuk mendapatkan gambaran tentang:
pada anak berusia dibawah 5 tahun umumnya tidak
memberikan gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan 1). Cakupan penemuan kasus Hepatitis.
memberikan gejala ikterus. Pada anak yang lebih tua dan 2). Cakupan Pelayanan.
dewasa, gejala yang muncul biasanya lebih berat dan ikterus 3). Pengetahuan petugas kesehatan tentang
terjadi pada lebih dari 70% penderita. Pengendalian Hepatitis.
c. Analisa Hasil Kajian Khusus
4. Masa Inkubasi Untuk mendapatkan gambaran:
Masa inkubasi 15-50 hari, rata-rata 28-30 hari. 1). Angka prevalensi Hepatitis pada kelompok usia >15
tahun.

20 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 61


j. Surveilans Epidemiologi 5. Diagnosis
Laporan Sistem Terpadu Penyakit (STP) yang Disamping gejala dan tanda klinis yang kadang tidak muncul,
dilakukan setiap bulan (untuk puskesmas dan diagnosis Hepatitis A dapat ditegakkan berdasarkan hasil
Rumah sakit) pemeriksaan IgM-antiVHA serum penderita.
SKD KLB, khususnya Hepatitis A dan Hepatitis E (bila
ada)
k. Promosi Kesehatan 6. Pencegahan
Kegiatan Advokasi, Bina suasana, Gerakan Hepatitis A memang seringkali tidak berbahaya, namun
pemberdayaan masyarakat dan ketersediaan media KIE. lamanya masa penyembuhan dapat memberikan kerugian
ekonomi dan sosial. Penyakit ini juga tidak memiliki
4. Alat Pemantau pengobatan spesifik yang dapat mengurangi lama penyakit,
sehingga dalam penatalaksanaan Hepatitis A, tindakan
Menggunakan formulir isian dan wawancara. pencegahan adalah yang paling diutamakan. Pencegahan
Hepatitis A dapat dilakukan baik dengan pencegahan non-
5. Cara pemantauan spesifik (perubahan perilaku) maupun dengan pencegahan
spesifik (imunisasi).
Pemantauan dilakukan dengan melakukan wawancara
dengan petugas dan memantau catatan atau laporan yang
ada di setiap jenjang administrasi yaitu Dinas Kesehatan 6.1. Pencegahan Non-Spesifik
Propinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas. Bila dalam Perubahan perilaku untuk mencegah Hepatitis A terutama
pemantauan ditemukan masalah, maka berikan saran dilakukan dengan meningkatkan sanitasi. Petugas kesehatan
pemecahan atau bimbingan kepada pengelola program bisa meningkatkan hal ini dengan memberikan edukasi yang
Hepatitis, agar kegiatan program Hepatitis dapat sesuai, antara lain:
dilaksanakan sesuai rencana.
a. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara benar pada 5
saat kritis, yaitu:
B. EVALUASI 1. sebelum makan
2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
1. Pengertian 3. setelah buang air besar dan air kecil
Evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap hasil 4. setelah mengganti popok bayi
pelaksanaan program dalam kurun waktu tertentu. 5. sebelum menyusui bayi

2. Tujuan b. Pengolahan makanan yang benar, meliputi:


1. Menjaga kebersihan
Mengetahui hasil kegiatan pengendalian penyakit Mencuci tangan sebelum memasak dan keluar
Hepatitis, permasalahan yang ada dan untuk perencanaan dari toilet
kegiatan pada tahun yang akan datang. Mencuci alat-alat masak dan alat-alat makan
Dapur harus dijaga agar bersih

60 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 21


2. Memisahkan bahan makanan matang dan mentah Jumlah penderita yang mendapat pengobatan
Menggunakan alat yang berbeda untuk keperluan lengkap (HBeAg negatif dan HBV DNA <104 dan
dapur dan untuk makan dilanjutkan selama 1 tahun).
Menyimpan bahan makanan matang dan mentah f. Upaya pencegahan yang melibatkan lintas program, lintas
di tempat yang berbeda sektor dan masyarakat.
3. Memasak makanan sampai matang
Memasak makanan pada suhu minimal 85 0C, g. Pengelolaan logistik sebagai sarana penunjang
terutama daging, ayam, telur, dan makanan laut program. Ketersediaan logistik Hepatitis meliputi
Memanaskan makanan yang sudah matang kecukupan akan kebutuhan logistik, pengadaan,
dengan benar penyimpanan dan distribusi.
4. Menyimpan makanan pada suhu aman h. Cakupan penemuan kasus dan prevalensi
Jangan menyimpan makanan pada suhu ruangan Dalam kegiatan tatalaksana Hepatitis, hal-hal yang akan
terlalu lama dipantau adalah:
Memasukan makanan yang ingin disimpan ke Penetapan sasaran skrining penderita Hepatitis virus
dalam lemari pendingin yang dilayani di Puskesmas dan menjalani
Jangan menyimpan makanan terlalu lama di pengobatan lengkap selama 1 tahun.
lemari pendingin Jumlah penderita HBsAg positif yang terjaring.
5. Menggunakan air bersih dan bahan makanan yang i. Penyelidikan Epidemiologi saat KLB ( khususnya
baik Hepatitis A dan E)
Memilih bahan makanan yang segar (belum Penegakkan diagnosis KLB
kadaluarsa) dan menggunakan air yang bersih Penanggulangan KLB
Mencuci buah dan sayur dengan baik Pemutusan rantai penularan,
6. Membuang tinja di jamban yang saniter Menegakkan diagnosis
Menyediakan air bersih di jamban Mengidentifikasi penyebab KLB
Memastikan sistem pendistribusian air dan Mengetahui distribusi penderita menurut waktu,
pengelolaan limbah berjalan dengan baik orang dan tempat,
Mengidentifikasi sumber dan cara penularan,
Mengidentifikasi populasi rentan
6.2. Pencegahan Spesifik (Imunisasi) Jumlah penderita Hepatitis virus (Hepatitis A,B
dan C)
Pencegahan spesifik Hepatitis A dilakukan dengan imunisasi. Jumlah penderita yang dirujuk dengan suspek
Proses ini bisa bersifat pasif maupun aktif. Imunisasi pasif Hepatitis A
dilakukan dengan memberikan Imunoglobulin. Tindakan ini Jumlah penderita yang dirujuk dengan HBsAg positip
dapat memberikan perlindungan segera tetapi bersifat Jumlah penderita dengan suspek Hepatitis C
sementara. Imunoglobulin diberikan segera setelah kontak Jumlah penderita yang mendapatkan pengobatan
atau untuk pencegahan sebelum kontak dengan 1 dosis (Hepatitis B dan C)
secara intra-muskular. Efek proteksi dapat dicapai bila Jumlah penderita yang perlu dipantau secara berkala.
Imunoglobulin diberikan dalam waktu 2 minggu setelah
terpajan.

22 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 59


e. Penanganan kasus sesuai standar Imunisasi aktif, memberikan efektifitas yang tinggi pada
Tata laksana khususnya Hepatitis B, memerlukan pencegahan Hepatitis A. Vaksin dibuat dari virus yang
serangkaian pemeriksaan untuk memutuskan apakah diinaktivasi (inactivated vaccine). Vaksin ini relatif aman dan
penderita tersebut perlu diobati atau belum/tidak perlu, belum ada laporan tentang efek samping dari vaksin kecuali
tetapi cukup dipantau secara berkala. nyeri ditempat suntikan. Vaksin diberikan dalam 2 dosis
dengan selang 6 12 bulan secara intra-muskular didaerah
Yang dapat dilaksanakan di tingkat Puskesmas adalah deltoid atau lateral paha.
pemeriksaan awal untuk menentukan apakah orang
tersebut penderita Hepatitis B dengan melakukan 7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
pemeriksaan laboratorium ( HBsAg), dan Puskesmas lebih
berperan dalam sistim rujukan. Pemantauan dilakukan a. Pengobatan: tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya
untuk mengetahui : tahan tubuh (istirahat dan makan makanan yang bergizi),
rawat inap hanya diperlukan bila penderita tidak dapat
1) Puskesmas makan dan minum serta terjadi dehidrasi berat
Petugas mampu mendiagnosis Hepatitis klinis b. Disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari
dan merujuk penderita
Puskesmas mampu melakukan tes serologi c. Isolasi tidak diperlukan
Hepatitis A, B (Puskesmas Sentinel) d. Imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh
2) Rumah Sakit : penderita
Petugas mampu mendiagnosa (Hepatitis A, B,C, e. Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku
D dan E) (STP dan SIRS)
Sarana Laboratorium untuk tes serologi
Hepatitis A, B, C, D dan E B. HEPATITIS B
3) Surveilans epidemiologi Hepatitis.
Hepatitis A dan E 1. Etiologi
Pelaksanaan SKD. Penyebab penyakit adalah virus Hepatitis B (VHB) yang
Pencatatan, pelaporan, analisa dan diseminasi termasuk famili Hepadnavirus dan berukuran sangat kecil
data. (42 nm). Virus Hepatitis B merupakan virus DNA dan sampai
Penanggulangan KLB. saat ini terdapat 8 genotip VHB yang telah teridentifikasi,
Jumlah penderita Hepatitis klinis. yaitu genotip AH. VHB memiliki 3 jenis morfologi dan mampu
Jumlah penderita dengan IgM VHA positif. mengkode 4 jenis antigen, yaitu HBsAg, HBeAg, HBcAg, dan
HBxAg. Virus Hepatitis B yang menginfeksi manusia bisa
Hepatitis B juga menginfeksi simpanse. Virus dari Hepadnavirus bisa
Jumlah penderita dengan HBsAg positif. juga ditemukan pada bebek, marmut dan tupai tanah, namun
Jumlah penderita HBsAg positif yang dirujuk. virus tersebut tidak bisa menginfeksi manusia.
Jumlah penderita HBsAg positif yang mendapat
pengobatan maupun yang tidak. 2. Cara Penularan
Jumlah penderita yang mendapat pengobatan
dan drop out. Virus Hepatitis B dapat ditemukan pada cairan tubuh
penderita seperti darah dan produk darah, air liur, cairan

58 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 23


serebrospinalis, peritonea, pleural, cairan amniotik, semen, BAB VI
cairan vagina dan cairan tubuh lainnya. Namun tidak
semuanya memiliki kadar virus yang infeksius. Secara umum,
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
penularan bisa terjadi secara vertikal maupun horizontal. HEPATITIS VIRUS
Untuk saat ini, penularan VHB yang utama diduga berasal
dari hubungan intim dan transmisi perinatal. Transmisi
horizontal adalah penularan dari satu individu ke individu
lainnya. Selain lewat hubungan seksual tidak aman, transmisi A. PEMANTAUAN
horizontal Hepatitis B juga bisa terjadi lewat penggunaan
jarum suntik bekas penderita Hepatitis B, transfusi darah 1. Pengertian
yang terkontaminasi virus Hepatitis B, pembuatan tato, Pemantauan adalah kegiatan mengamati atas hasil
penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas pelaksanaan kegiatan Pengendalian Hepatitis secara
penderita Hepatitis B. Sementara itu, berpelukan, berjabatan berjenjang dan berkesinambungan (Propinsi, Kabupaten/
tangan, atau berciuman dengan penderita Hepatitis B belum Kota dan Puskesmas).
terbukti mampu menularkan virus ini.
Penularan secara vertikal adalah penularan yang terjadi pada 2. Tujuan
masa perinatal yaitu penularan dari ibu kepada anaknya yang a. Mengetahui komitmen penentu kebijakan dalam
baru lahir, jika seorang ibu hamil karier Hepatitis B dan program pengendalian Hepatitis
HBeAg positif maka bayi yang di lahirkan 90% kemungkinan b. Memberikan bimbingan dalam pengelolaan program
akan terinfeksi dan menjadi karier juga. Kemungkinan 25% Hepatitis virus di wilayah kerja masing-masing.
dari jumlah tersebut akan meninggal karena Hepatitis kronik c. Memberikan umpan balik atau alternatif pemecahan
atau kanker hati. Transmisi perinatal ini terutama banyak masalah yang ditemukan pada saat pemantauan.
terjadi di negara-negara Timur dan negara berkembang.
Infeksi perinatal paling tinggi terjadi selama proses persalinan 3. Kegiatan yang dipantau
dan diduga tidak berhubungan dengan proses menyusui
a. Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan.
3. Tanda dan gejala Dilakukan secara bertahap
Diutamakan daerah yang memiliki komitmen
Seseorang yang terinfeksi VHB bisa mengalami Hepatitis B
akut. Penderita yang mengalami Hepatitis B akut akan b. Sosialisasi dan edukasi tentang pengendalian
mengalami gejala prodromal yang sama dengan Hepatitis akut Hepatitis kepada petugas kesehatan terkait.
umumnya, yaitu kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, Peningkatan pengetahuan petugas tentang
muntah, dan nyeri sendi. Gejala-gejala prodromal ini akan Hepatitis virus
membaik ketika peradangan hati, yang umumnya ditandai c. Promosi kesehatan kepada masyarakat melalui media
dengan gejala kuning timbul. Walaupun begitu, 70% komunikasi baik cetak maupun elektronik.
penderita Hepatitis akut ternyata tidak mengalami kuning. Penyediaan media KIE
Sebagian dari penderita Hepatitis B akut lalu akan mengalami
kesembuhan spontan, sementara sebagian lagi akan d. Deteksi dini
berkembang menjadi Hepatitis B kronik. Kemungkinan Daerah yang telah melakukan kegiatan deteksi dini
Petugas mampu laksana deteksi dini

24 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 57


menjadi sirosis atau kanker hati, seringkali tidak menunjukkan menjadi Hepatitis B kronik ini menurun seiring bertambahnya
gejala apapun dan tidak mengalami penurunan kemampuan usia saat terinfeksi, pada neonatus kemungkinan menjadi
bekerja. Maka penyakit Hepatitis B seharusnya tidak kronis mencapai 90% dan pada orang dewasa 5%. Hepatitis
menghambat hak seseorang untuk bekerja atau bersekolah. kronis umumnya tidak menimbulkan gejala apa-apa. Sekitar
Sayangnya pada prakteknya seringkali didapatkan diskriminasi 0,1-0,5% penderita dengan Hepatitis akut akan berkembang
terhadap orang yang sudah diketahui memiliki status menjadi Hepatitis fulminan. Penyebab dan faktor risiko
Hepatitis B (+). Kebanyakan diskriminasi ini disebabkan Hepatitis fulminan ini sampai sekarang masih belum
kurangnya pengetahuan publik mengenai Hepatitis B. Alasan diketahui dengan jelas.
yang umum yang dikemukakan adalah ketakutan akan risiko
penularan di tempat kerja dan ketidakmampuan orang yang 4. Masa Inkubasi
bersangkutan untuk bekerja dengan normal. Kedua hal ini
sebenarnya kurang relevan untuk dijadikan alasan, mengingat Masa inkubasi VHB berkisar antara 30180 hari dengan rata-
infeksi Hepatitis B hanya bisa terjadi melalui kontak cairan tubuh rata 6090 hari. Lama masa inkubasi tergantung banyaknya
yang jarang sekali terjadi pada hampir segala jenis pekerjaan virus yang ada dalam tubuh penderita, cara penularan dan
dan sifat Hepatitis B yang tanpa gejala sampai timbul komplikasi. faktor pejamu. Jumlah virus dan usia merupakan faktor
Walaupun begitu, beberapa penyesuaian juga harus dilakukan penting yang berhubungan dengan keparahan akut atau
pada penderita Hepatitis B. Penderita tidak diperbolehkan bekerja kronik Hepatitis B.
dengan pajanan tinggi benda-benda yang bersifat hepatotoksik
(pekerja pabrik cat atau bahan kimia lain). Alasan lain untuk 5. Diagnosis
tidak mempekerjakan penderita Hepatitis B adalah masalah Sampai saat ini terdapat beberapa indikator laboratoris yang
asuransi. Untuk masalah ini, keputusan penerimaan akan dibuat bisa digunakan untuk menilai infeksi Hepatitis B. Pada infeksi
kebijakan khusus yang tidak merugikan dan melindungi akut, antibodi terhadap HBcAg adalah yang paling pertama
penderita untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara. muncul, diikuti dengan munculnya HBsAg dan HBeAg serum.
Penderita Hepatitis B juga harus mendapat akses yang seluas- Bila penderita mengalami kesembuhan spontan setelah
luasnya untuk pendidikan dalam bidang apapun. Untuk Hepatitis B akut, maka akan terjadi serokonversi HBsAg dan
menghapus perbedaan perlakuan pada penderita Hepatitis B, HBeAg, yang ditandai kadar kedua penanda tersebut tidak
beberapa langkah konkret harus segera diambil. Langkah- akan dapat terdeteksi lagi di serum sementara anti-HBs dan
langkah ini mencakup penyuluhan kepada pihak-pihak pemberi anti-HBe justru mulai terdeteksi. Sebaliknya, pada Hepatitis
kerja, sekolah, maupun universitas mengenai Hepatitis B, dan B kronik, HBsAg dan HBeAg akan terus terdeteksi di serum
koordinasi dengan pembuat-pembuat keputusan untuk penderita. Pada penderita dengan Hepatitis B kronik, DNA
melahirkan kebijakan-kebijakan yang melindungi hak-hak VHB sebaiknya diperiksa untuk memantau perjalanan
penderita Hepatitis B di Indonesia. penyakit. Pada beberapa jenis virus mutan, HBeAg bisa tidak
terdeteksi di serum walaupun proses peradangan hati masih
terjadi dan kadar DNA VHB serum masih tinggi.

6. Pencegahan
Seperti pada penyakit infeksi lainnya, pencegahan infeksi
Hepatitis B bisa berupa pencegahan non-spesifik maupun
pencegahan spesifik.

56 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 25


6.1. Pencegahan Non-Spesifik dokter untuk evaluasi lebih lanjut. Penderita juga harus
diperiksakan status HBeAg, anti-HBe, DNA VHB, SGOT, dan
Pencegahan non-spesifik infeksi Hepatitis B dapat dilakukan SGPT-nya untuk menentukan tingkat keparahan penyakit dan
dengan menerapkan pencegahan universal yang baik dan saat terapi yang tepat. Pilihan terapi yang bisa digunakan
dengan melakukan penapisan pada kelompok risiko tinggi. mencakup Interferon, Lamivudin, Adefovir, Telbivudin, Entecavir,
Prinsip-prinsip kewaspadaan universal, seperti menggunakan atau Tenofovir. Penjelasan mengenai tatalaksana akan diuraikan
sarung tangan ketika bekerja dengan cairan tubuh penderita, secara lengkap pada buku Standar Diagnosa dan Terapi.
penanganan limbah jarum suntik yang benar, sterilisasi
alat dengan cara yang benar sebelum melakukan prosedur Selain itu, setiap penderita Hepatitis B juga harus mendapat
invasif, dan mencuci tangan sebelum menangani penderita edukasi untuk menjaga kesehatan hatinya dan mencegah
dapat mengurangi risiko penularan, terutama pada tenaga penularan ke orang lain. Edukasi diberikan oleh dokter yang
medis, salah satu kelompok yang paling berisiko tertular merawat penderita dan harus mencakup hal-hal berikut:
Hepatitis B. Selain itu, penapisan pada kelompok risiko tinggi Penderita harus menghindari alkohol sama sekali dan
(orang yang lahir di daerah dengan endemisitas VHB tinggi, mengurangi makanan yang memiliki kemungkinan bersifat
orang dengan pasangan seksual multipel, homoseksual, hepatotoksik.
semua wanita hamil, penderita HIV dan Hepatitis C, pengguna
Penderita harus berhati-hati dalam mengkonsumsi jamu,
jarum suntik, penderita hemodialisis, penderita dengan terapi
imunosupresan, serta orang dengan kadar ALT/AST yang suplemen, atau obat yang dijual bebas.
tinggi dan menetap) sebaiknya dilakukan. Penderita yang Penderita harus memberitahukan status Hepatitis B-nya
terbukti menderita Hepatitis B sebaiknya diberi edukasi apabila berobat ke dokter untuk menghindari pemberian
perubahan perilaku untuk memutus rantai infeksi terapi yang bersifat hepatotoksik.
Hepatitis B. Penderita yang berusia di atas 40 tahun harus menjalani
pemeriksaan USG dan AFP setiap 6 bulan sekali untuk deteksi
Edukasi yang bisa diberikan mencakup: dini kanker hati.
1. Perlu dilakukan imunisasi pada pasangan seksual
Perlu dilakukan imunisasi pada pasangan seksual.
2. Perlunya penggunaan kondom selama berhubungan
seksual dengan pasangan yang belum diimunisasi Perlunya penggunaan kondom selama berhubungan seksual
3. Tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun pisau dengan pasangan yang belum diimunisasi.
cukur Penderita tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun
4. Menutup luka yang terbuka agar darah tidak kontak pisau cukur.
dengan orang lain Perlunya menutup luka yang terbuka agar darah tidak kontak
5. Tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ, dengan orang lain.
ataupun sperma Penderita tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ,
ataupun sperma. Terapi secara rinci akan dibahas dalam
6.2. Pencegahan Spesifik (Imunisasi) petunjuk teknis
Bagi orang yang tidak diimunisasi dan terpajan dengan
Hepatitis B, pencegahan postexposure berupa kombinasi
HBIG (untuk mencapai kadar anti-HBs yang tinggi dalam H. ASPEK LEGAL PADA HEPATITIS B
waktu singkat) dan vaksin Hepatitis B (untuk kekebalan Penderita dengan Hepatitis B kronik, sebelum berkembang

26 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 55


Pengetahuan tentang cara memeriksakan diri untuk jangka panjang dan mengurangi gejala klinis) harus
status Hepatitis B dan kemungkinan terapi serta jaminan diberikan. Untuk pajanan perinatal (bayi yang lahir dari ibu
yang ada. dengan Hepatitis B), pemberian HBIG single dose, 0,5 mL
Saran untuk tidak mendiskriminasikan orang yang menderita secara intra muskular di paha harus diberikan segera setelah
Hepatitis B. Perlu juga dilakukan edukasi bahwa penyakit persalinan dan diikuti 3 dosis vaksin Hepatitis B (imunisasi),
ini tidak menular lewat penggunaan alat makan bersama, dimulai pada usia kurang dari 12 jam setelah persalinan.
berjabat tangan, berciuman, atau berpelukan dengan Pemberian HBIG dan Vaksin Hepatitis B dilakukan pada paha
penderita Hepatitis B. yang berbeda. Untuk mereka yang mengalami inokulasi
langsung atau kontak mukosa langsung dengan cairan tubuh
penderita Hepatitis B, maka profilaksis yang digunakan
F. PROFILAKSIS PASCA PAJANAN HEPATITIS B adalah HBIG single dose 0,06 mL/kg BB, yang diberikan
sesegera mungkin. Penderita lalu harus menerima imunisasi
Orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap Hepatitis B atau Hepatitis B, dimulai dari minggu pertama setelah pajanan.
tidak diketahui status imunitasnya dan terpajan cairan tubuh Bila pajanan yang terjadi adalah kontak seksual, maka
penderita Hepatitis B, baik secara perkutan maupun secara pemberian dosis HBIG 0,06 mL/kg BB harus diberikan
seksual harus mendapatkan profilaksis pasca pajanan sebelum 14 hari setelah pajanan, dan tentu diikuti dengan
secepatnya. Pada kasus pajanan pada cairan tubuh penderita imunisasi. Pemberian vaksin Hepatitis B dan HBIG bisa
yang tidak diketahui status HBsAg-nya, sebaiknya sumber dilakukan pada waktu bersamaan, namun di lokasi injeksi
pajanan diperiksa dahulu status HBsAg-nya. Apabila sumber yang berbeda.
pajanan tidak mengidap Hepatitis B (HBsAg negatif), maka
profilaksis pasca pajanan tidak diperlukan, namun apabila status Pencegahan spesifik pre-exposure dapat dilakukan dengan
HBsAg sumber pajanan (+) atau tidak dapat diketahui, maka memberikan vaksin Hepatitis B pada kelompok risiko tinggi.
profilaksis wajib diberikan. Profilaksis yang digunakan adalah Vaksin Hepatitis B yang tersedia saat ini merupakan vaksin
HBIG single dose 0,06 mL/kg BB, yang diberikan sesegera rekombinan HBsAg yang diproduksi dengan bantuan ragi.
mungkin (maksimal 48 jam setelah pajanan). Penderita lalu harus Vaksin diberikan sebanyak 4 kali dengan cara injeksi intra
menerima imunisasi Hepatitis B, paling lambat pada minggu muskular (di deltoid, bukan gluteus) pada 0, 2,3 dan 4 bulan.
pertama setelah pajanan. Bila pajanan yang terjadi adalah kontak (program imunisasi nasional). Indonesia telah memasukkan
seksual, maka pemberian dosis HBIG 0,06 mL/kg BB harus imunisasi Hepatitis B dalam program imunisasi rutin
diberikan sebelum 14 hari setelah pajanan, dan tentu diikuti Nasional pada bayi baru lahir pada tahun 1997.
dengan imunisasi. Pemberian vaksin Hepatitis B dan HBIG bisa Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan
dilakukan pada waktu bersamaan, namun di lokasi injeksi yang terhadap infeksi Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun.
berbeda. Status HBsAg dan anti-HBs penderita lalu diperiksa Keberhasilan imunisasi dinilai dari terdeteksinya anti-HBs
kembali 1 bulan setelah pajanan. Apabila orang yang terpajan di serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B
terbukti memiliki kadar anti-HBs > 10 IU/L, maka profilaksis lengkap (3-4 kali). Tingkat keberhasilan imunisasi ditentukan
pasca pajanan tidak perlu diberikan. oleh faktor usia penderita, dengan lebih dari 95% penderita
mengalami kesuksesan imunisasi pada bayi, anak dan
remaja, kurang dari 90% pada usia 40 tahun, dan hanya
G. TERAPI PENDERITA HEPATITIS B 65-70% pada usia 60 tahun. Penderita dengan sistem imun
Penderita dengan HBsAg (+) harus segera dikonsultasikan dengan yang terganggu juga akan memberikan respons kekebalan

54 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 27


yang lebih rendah. Bayi dari ibu dengan HBsAg (-) tidak akan medis dan meninggalkan kebiasaannya untuk mencegah
terpajan virus Hepatitis B selama proses persalinan, namun penularan Hepatitis B ke orang lain. Kelompok ini juga sebaiknya
risiko bayi tersebut untuk terpajan virus Hepatitis B tetap diedukasi mengenai penyakit lain yang ditularkan lewat cairan
tinggi, mengingat endemisitas penyakit ini di Indonesia. tubuh seperti HIV dan Hepatitis C.
Seperti telah disebutkan di atas, infeksi virus Hepatitis B
pada anak memiliki risiko perkembangan kearah Hepatitis
B kronis yang lebih besar. Maka setiap bayi yang lahir di E. PENAPISAN DAN PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B
Indonesia diwajibkan imunisasi Hepatitis B. Vaksin yang PADA POPULASI UMUM
digunakan adalah vaksin rekombinan yang mengandung
HBsAg yang diproduksi ragi. Indonesia termasuk negara endemis tinggi Hepatitis B, sehingga
setiap penduduk Indonesia memiliki risiko yang cukup besar
Vaksin ini diberikan secara intramuskular pada saat bayi untuk terinfeksi Hepatitis B. Tetapi karena berbagai
lahir dan dilanjutkan minimal pada bulan ke-1 dan ke-6. pertimbangan, seperti efektivitas, kemampulaksanaan, dan biaya
Namun panduan imunisasi yang berlaku di Indonesia maka pemeriksaan penapisan pada seluruh populasi umum di
menyarankan pemberian imunisasi pada saat bayi lahir, pada Indonesia sampai saat ini belum menjadi rekomendasi. Tindakan
bulan ke-2, bulan ke-3, dan bulan ke-4. Pemberian imunisasi pencegahan selain imunisasi pada bayi adalah edukasi mengenai
dilakukan oleh tenaga medis terlatih di masing-masing Hepatitis B dan tindakan-tindakan pencegahan penularan
daerah. Hepatitis B segera diberikan pada masyarakat. Edukasi ini
diberikan oleh tenaga kesehatan dengan melibatkan lintas sektor
7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat baik di pusat
a. Monitoring secara berkala terhadap penderita yang belum maupun di daerah.
memerlukan pengobatan. Edukasi yang diberikan harus mencakup hal-hal berikut:
b. Pegobatan dengan Interferon, Lamivudin, Adefovir,
Telbivudin, Entecavir, atau Tenofovir bagi penderita yang Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan,
telah memenuhi kriteria terapi, dari hasil pemeriksaan perjalanan penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi
DNA VHB, HBeAg dan ALT. Hepatitis B.
c. Disinfeksi terhadap bekas cairan tubuh dari penderita. Cara-cara pencegahan umum infeksi Hepatitis B, antara lain:
d. Isolasi tidak diperlukan o Menghindari kontak cairan tubuh yang tidak aman
e. Imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh dengan tidak melakukan hubungan seksual yang tidak
penderita aman dan menggunakan jarum suntik atau alat yang
f. Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku mungkin menimbulkan luka secara bergantian.
(STP dan SIRS) o Selalu membersihkan dengan baik alat-alat yang
mungkin menimbulkan luka pada orang lain, seperti
pisau cukur, sikat gigi, peralatan perawatan kuku, atau
C. HEPATITIS C alat tato. Lebih baik lagi bila alat-alat ini bisa digunakan
untuk sekali pakai saja atau hanya digunakan oleh satu
1. Etiologi orang saja.
Penyebab penyakit Hepatitis C adalah virus Hepatitis C (VHC) o Imunisasi dan pemeriksaan kekebalan terhadap
yang termasuk famili Flaviviridea genus Hepacivirus dan Hepatitis B.

28 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 53


kelompok berisiko tinggi tertular dan menularkan Hepatitis B. merupakan virus RNA. Setidaknya 6 genotip dan lebih dari
Hal ini disebabkan sifat virus Hepatitis B yang menular lewat 50 subtipe VHC yang berbeda telah ditemukan.
kontak dengan cairan tubuh penderita. Penularan pada PSK dan
orang yang memiliki pasangan seksual multipel sebenarnya dapat
dicegah dengan mengurangi perilaku seksual tersebut atau 2. Cara penularan
menggunakan kondom. Penularan pada kelompok IVDU juga Cara penularan VHC yang paling umum adalah secara
sebenarnya bisa dicegah dengan menghentikan kebiasaan parenteral, yaitu berkaitan dengan penggunaan bersama
tersebut atau dengan tidak menggunakan jarum suntik berkali- jarum suntik yang tidak steril terutama pada pengguna obat-
kali secara bergantian. Penularan pada kelompok ini umumnya obatan terlarang, tato, tindik, penggunaan alat pribadi seperti
disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kepedulian pisau cukur, sikat gigi bersama penderita, transfusi darah,
tehadap Hepatitis B maka sebaiknya pemberian edukasi dan operasi, transplantasi organ, dan melalui hubungan seksual.
pembinaan terhadap kelompok ini perlu dilakukan. Edukasi yang VHC adalah penyebab utama dari Hepatitis yang diderita
diberikan harus mencakup hal-hal berikut: setelah transfusi darah. Walaupun begitu, peraturan yang
Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan, memperketat pemeriksaan darah bagi donor darah telah
perjalanan penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi menurunkan risiko infeksi secara drastis. Penularan dapat
Hepatitis B. terjadi dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah timbulnya
Konseling untuk meninggalkan gaya hidup berisiko tersebut. gejala klinis yang pertama pada penderita.
Selalu menggunakan kondom apabila berhubungan seksual Penularan vertikal dari ibu ke bayi selama proses kelahiran
dengan pasangan yang tidak diketahui status HBsAg-nya sangat jarang (sekitar 5-6%) dan menyusui tidak
Pada IVDU, dianjurkan untuk tidak menggunakan jarum meningkatkan resiko penularan VHC dari seorang ibu yang
suntik berkali-kali dan secara bergantian. IVDU juga terinfeksi ke bayinya. Hepatitis C tidak dapat menular melalui
disarankan untuk membuang jarum suntik bekas di wadah jabat tangan, ciuman, dan pelukan.
yang tertutup dan tahan tembus.
Setiap orang yang memiliki pasangan seksual multipel atau PSK 3. Tanda dan gejala
dan IVDU disarankan untuk segera melakukan pemeriksaan
penapisan dan kekebalan Hepatitis B. Apabila orang tersebut Sebagian besar (>90%) kasus Hepatitis C akut bersifat
belum memiliki kekebalan yang mencukupi terhadap asimptomatik. Kejadian Hepatitis fulminan juga sangat kecil
Hepatitis B, disarankan untuk imunisasi Hepatitis B. Apabila pada infeksi VHC. Walaupun begitu, sebagian kecil penderita
yang bersangkutan belum pernah mendapat imunisasi bisa saja mengalami gejala prodromal seperti pada infeksi
sebelumnya, vaksin harus diberikan dari awal sebanyak 3 kali virus pada umumnya. Sebagian besar (80%) dari penderita
suntikan pada bulan 0 (kunjungan pertama), 1 (satu bulan yang mengalami Hepatitis C akut ini akan berkembang
kemudian), dan 6 (enam bulan kemudian). Apabila yang menjadi Hepatitis C kronik yang umumnya juga bersifat
bersangkutan ternyata memiliki status HBsAg (+), maka dirujuk asimptomatik. Sekitar 20-30% dari jumlah ini akan
ke dokter ahli untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan berkembang menjadi sirosis hati dalam waktu 20-30 tahun.
terapi penyakitnya dan melanjutkan pemeriksaan status HBeAg, Kerusakan hati ini bersifat progresif lambat sehingga
anti-HBe, DNA HBV, SGOT, dan SGPT-nya. Setiap orang yang seringkali penderita yang terinfeksi VHC pada usia lanjut
memiliki pasangan seksual multipel, PSK dan IVDU yang ternyata serngkali tidak mengalami gangguan hati sama sekali seumur
positif menderita Hepatitis B agar berkonsultasi dengan tenaga hidupnya.

52 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 29


4. Masa Inkubasi Menutupi semua luka dan abrasi dengan penutup tahan air.
Membersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lainnya
Masa inkubasi VHC berlangsung selama 15 hari sampai 2
bulan. secara segera dan hati-hati.
Menggunakan sistem yang aman untuk penanganan dan
5. Diagnosis pembuangan limbah.
Menggunakan prinsip sekali pakai untuk alat-alat yang bisa
Baku emas diagnosis Hepatitis C adalah ditemukannya RNA digunakan sekali pakai (jarum suntik, scalpel, atau kasa)
VHC di serum penderita. Namun, mengingat mahal dan tidak atau melakukan sterilisasi yang adekuat untuk setiap alat
paktisnya pemeriksaan ini, pemeriksaan anti-VHC bisa yang mungkin kontak dengan cairan tubuh penderita dan
digunakan untuk menapis penderita-penderita yang dicurigai akan dipakai kembali (alat-alat hecting, set partus, atau alat
menderita Hepatitis C. Namun, perlu diingat bahwa sebagian bedah lainnya).
kecil penderita Hepatitis C, terutama mereka yang mengalami
penurunan sistem imun, tidak akan memiliki antibodi anti- Mengingat tingginya risiko penularan Hepatitis B pada tenaga
VHC di darahnya. Pemeriksaan RNA VHC sendiri hanya medis, setiap tenaga medis juga diwajibkan untuk menjalani
diindikasikan pada penderita yang positif anti-VHC, penderita pemeriksaan penapisan Hepatitis B dengan disertai pemeriksaan
Hepatitis C kronik yang diterapi (untuk memantau respons status kekebalan. Metode penapisan HBsAg bisa menggunakan
terapi), dan penderita dengan gangguan hati kronik dengan pemeriksaan tes cepat sederhana/rapid test. Tenaga medis yang
anti-VHC negatif yang tidak diketahui penyebabnya (terutama memiliki satus HBsAg (-) dan kekebalan kurang terhadap
pada penderita dengan penurunan sistem imun). Hepatitis B wajib menjalani imunisasi Hepatitis B. Apabila tenaga
Pemeriksaan genotip VHC juga wajib dilakukan pada semua medis/paramedis yang bersangkutan belum pernah mendapat
penderita yang akan menerima terapi antivirus untuk menilai imunisasi sebelumnya, vaksin harus diberikan dari awal
lama pengobatan yang diperlukan dan kemungkinan respon sebanyak 3 kali suntikan pada bulan 0 (pada saat datang),
terhadap terapi. suntikan ke 2 satu bulan kemudian dan suntikan ke 3 pada
bulan ke 6.
6. Pencegahan Tenaga medis yang terdiagnosis memiliki status HBsAg (+) harus
Oleh karena sampai saat ini belum tersedia vaksin dirujuk ke dokter ahli untuk berkonsultasi mengenai
Hepatitis C, maka pencegahan non-spesifik lebih di kemungkinan terapi penyakitnya. Penderita juga sebaiknya
prioritaskan dalam membatasi penularan VHC. Darah yang diperiksa status HBeAg, anti-HBe, DNA HBV, SGOT, dan SGPT-
didapat dari donor darah harus diperiksa secara ketat untuk nya secara periodik sebagai upaya memantau perkembangan
memastikan darah tersebut bebas VHC. Selain itu, prinsip- penyakitnya. Sementara tenaga medis, paramedis dan tenaga
prinsip kewaspadan universal juga harus diterapkan secara kesehatan yang memiliki status HBsAg (-) perlu melakukan
sempurna dan konseling untuk memeriksakan diri harus imunisasi.
dilaksanakan pada kelompok-kelompok risiko tinggi.
Penderita-penderita yang diketahui menderita Hepatitis C
harus mendapat konseling untuk mengubah perilaku dan D. PENAPISAN DAN PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B
untuk memutus rantai infeksi Hepatitis C. PADA PSK, ORANG DENGAN PASANGAN SEKSUAL MULTIPEL,
DAN IVDU
Edukasi yang bisa diberikan mencakup:
1. Tidak diperbolehkan bertukar sikat gigi ataupun pisau Kelompok Pekerja Sex Komersil (PSK), orang dengan pasangan
cukur. seksual multipel, dan Intra Venous Drug User (IVDU) merupakan

30 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 51


Apabila orang tersebut belum memiliki kekebalan terhadap 2. Menutup luka yang terbuka agar darah tidak tersentuh
Hepatitis B, disarankan pemberian imunisasi Hepatitis B. Apabila orang lain.
yang bersangkutan belum pernah mendapat imunisasi 3. Penderita yang menggunakan obat-obatan terlarang
sebelumnya, vaksin harus diberikan dari awal sebanyak 3 kali injeksi sebaiknya diminta berhenti, dan bila tidak bisa,
suntikan. Apabila yang bersangkutan ternyata memiliki status penderita diminta tidak menggunakan jarum suntik dan
HBsAg (+), maka segera dirujuk ke dokter untuk berkonsultasi alat-alat lain yang berhubungan dengan darah secara
lebih lanjut. bergantian dan untuk membuang jarum bekas ke tempat
khusus yang mencegah orang lain tertusuk secara tidak
sengaja.
C. PENAPISAN DAN PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B 4. Tidak diperbolehkan mendonorkan darah, organ,
PADA TENAGA MEDIS ataupun sperma.
Tenaga medis merupakan salah satu kelompok paling berisiko 5. Penderita perlu diberitahu bahwa risiko penularan VHC
tertular Hepatitis B karena dalam melaksanakan pekerjaannya lewat hubungan seksual sebenarnya cukup rendah dan
terjadi kontak dengan cairan tubuh penderita. Petugas medis penggunaan barier untuk pasangan monogamy
bila tidak menerapkan prinsip-prinsip pencegahan universal yang sebetulnya tidak begitu diperlukan, namun penderita
baik, hal ini bisa memacu penularan virus antar penderita atau dengan pasangan multipel sebaiknya disarankan untuk
ke dirinya sendiri. Data dari berbagai literatur juga telah menghentikan kebiasaan tersebut.
membuktikan bahwa sejumlah besar penderita Hepatitis B
merupakan tenaga medis. 7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
a. Pengobatan Hepatitis C dilakukan dengan memberikan
Untuk mencegah penularan Hepatitis B dari penderita Pegylated interferon alfa dan Ribavirin. Lama
(pencegahan primer), setiap tenaga medis diwajibkan untuk pemberian terapi ditentukan berdasarkan genotip virus,
menerapkan prinsip-prinsip pencegahan universal. Edukasi dan pada genotip 1 dan 4 diberikan selama 48 minggu,
kontrol penerapan prinsip-prinsip pencegahan universal harus sementara pada genotip 2 dan 3 diberikan selama 24
dilakukan oleh penanggung jawab pusat pelayanan kesehatan minggu. Pemantauan jumlah virus perlu dilakukan untuk
tempat tenaga medis tersebut bekerja dan dikoordinasikan melihat respons terhadap terapi dengan interferon.
dengan Dinas Kesehatan setempat. b. Disinfeksi terhadap bekas cairan tubuh dari penderita.
c. Isolasi tidak diperlukan
Prinsip-prinsip ini mencakup:
d. Pencegahan sekunder dan tersier bila seseorang terpajan
Mencuci tangan setiap sesudah melakukan kontak langsung
cairan tubuh penderita Hepatitis C dapat berupa:
dengan penderita.
1) Edukasi dan konseling untuk mendapatkan pilihan
Tidak melakukan recapping jarum suntik dengan 2 tangan.
pengobatan yang tepat.
Prosedur yang aman untuk mengumpulkan dan membuang
2) Imunisasi Hepatitis A dan B untuk mencegah
jarum dan benda tajam lainnya dengan menggunakan kotak
terjadinya ko-infeksi dengan Hepatitis A dan B.
yang tahan tembus dan tahan cairan.
3) Pemeriksaan secara berkala untuk memantau
Mengenakan sarung tangan untuk setiap kontak dengan
kemungkinan perkembangan penyakitnya.
cairan tubuh, kulit yang tidak intak, dan mukosa.
4) Apabila terbukti positif terinfeksi Hepatitis C, maka
Mengenakan masker, pelindung mata, dan gawn (dan kadang
penderita harus diterapi sesuai jenis genotip
apron plastik) bila ada kemungkinan cipratan darah atau
virus.
cairan tubuh lainnya.

50 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 31


e. Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku B. PENAPISAN DAN PENCEGAHAN PENULARAN HEPATITIS B
(STP dan SIRS). PADA KELUARGA ATAU ORANG YANG TINGGAL SERUMAH
DENGAN PENDERITA HEPATITIS B

D. HEPATITIS D Keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan penderita


Hepatitis B merupakan salah satu kelompok yang paling berisiko
1. Etiologi tertular Hepatitis B. Pemakaian alat-alat rumah tangga bersama,
seperti gunting kuku, pisau cukur, atau sikat gigi terbukti bisa
Penyebab Hepatitis D adalah virus hepatitis delta (VHD) yang menjadi sumber penularan Hepatitis B. Keluarga atau orang
ditemukan pertama kali pada tahun 1977, berukuran 35-37 yang tinggal serumah dengan penderita Hepatitis B harus
nm dan mempunyai antigen internal yang khas yaitu antigen mendapatkan edukasi yang memadai untuk meminimalisir risiko
delta. Virus ini merupakan virus RNA dengan defek, artinya penularan.
virus ini tidak mampu bereplikasi secara sempurna tanpa
batuan virus lain, yaitu virus Hepatitis B. Hal ini dikarenakan Edukasi yang diberikan harus mencakup hal-hal berikut:
VHD tidak mampu mensintesis protein selubungnya sendiri Penjelasan umum mengenai penyebab, cara penularan,
dan bergantung ada protein yang disintesis VHB, termasuk perjalanan penyakit, gejala umum, terapi, dan komplikasi
HBsAg. Maka dari itu, infeksi VHD hanya bisa terjadi pada Hepatitis B.
penderita yang juga terinfeksi VHB pada saat bersamaan atau Cara-cara pencegahan umum infeksi Hepatitis B, antara lain:
sudah terinfeksi kronik oleh VHB. Genom VHD terdiri dari o Menghindari kontak cairan tubuh yang tidak aman
1.700 pasangan basa yang merupakan jumlah pasangan basa dengan tidak melakukan hubungan seksual yang tidak
terkecil untuk virus pada hewan. aman dan menggunakan jarum suntik atau alat yang
mungkin menimbulkan luka secara bergantian.
2. Cara penularan o Selalu membersihkan dengan baik alat-alat yang
VHD ditularkan dengan cara yang sama denganVHB, yaitu mungkin menimbulkan luka pada orang lain, seperti
lewat pajanan terhadap caian tubuh penderita Hepatitis D. pisau cukur, sikat gigi, peralatan perawatan kuku, atau
Cara penularan yang paling utama diduga melalui jalur alat tato. Lebih baik lagi bila alat-alat ini bisa digunakan
parenteral. untuk sekali pakai saja atau hanya digunakan oleh satu
orang saja.
3. Tanda dan gejala Pengetahuan tentang di mana dan cara memeriksakan diri
untuk status Hepatitis B dan kemungkinan terapi serta
Perjalanan penyakit Hepatitis D mengikuti perjalanan jaminan yang ada.
penyakit Hepatitis B. Artinya, bila Hepatitis B yang diderita Saran untuk tidak mendiskriminasikan orang yang menderita
penderita bersifat akut dan lalu sembuh, VHD juga akan Hepatitis B. Perlu juga dilakukan edukasi bahwa penyakit
hilang seluruhnya. Namun bila VHD menginfeksi penderita ini tidak menular lewat penggunaan alat makan bersama,
yang sudah menderita Hepatitis B kronik, maka penderita berjabat tangan, berciuman, atau berpelukan dengan
tersebut juga akan menderita Hepatitis D kronik. Gejala penderita Hepatitis B.
infeksi Hepatitis D sama persis dengan Hepatitis B, namun
kehadiran virus ini terbukti mempercepat proses fibrosis pada Setiap anggota keluarga atau orang yang tinggal serumah dengan
hati, meningkatkan risiko kanker hati, dan mempercepat penderita Hepatitis B juga harus disarankan untuk segera
dekompensasi pada keadaan sirosis hati. melakukan pemeriksaan penapisan dan kekebalan Hepatitis B.

32 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 49


kehamilannya. Hal ini dimaksudkan agar ibu, keluarga, dan 4. Masa Inkubasi
tenaga medis memiliki kesempatan untuk mempersiapkan Rata-rata 2-8 minggu
tindakan yang diperlukan apabila ibu memiliki status HBsAg
(+). Pelayanan pemeriksaan penapisan Hepatitis B ini dapat 5. Diagnosis
dilaksanakan dan disediakan pada sarana pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih. Semua penderita Hepatitis B sebaiknya dihimbau untuk
menjalani pemeriksaan Hepatitis D. Pemeriksaan awal
Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg dilakukan dengan mencari anti-HDV di serum. Apabila positif,
(+) dan HBeAg (+), maka persalinan ibu tersebut wajib pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa RNA VHD.
dilakukan/didampingi oleh tenaga medis yang terlatih. Bayi Penderita yang RNA VHD-nya positif saja yang dianjurkan
yang lahir dari ibu dengan HBsAg (+) dan HBeAg (+) untuk menjalani terapi Hepatitis D. Perlu diingat bahwa
disarankan segera mendapat suntikan HBIG 0,5 mL dan karena infeksi VHD memiliki cara penularan yang sama
vaksin Hepatitis B. Kedua suntikan ini diberikan segera dengan VHB, VHC, dan HIV, maka pemeriksaan untuk virus-
setelah bayi dilahirkan (kurang dari usia 12 jam). Pemberian virus ini juga perlu dilakukan.
imunisasi selanjutnya sesuai Program Imunisasi Hepatitis B
Nasional (pada bulan ke-2, 3 dan 4). Selanjutnya perlu 6. Pencegahan
diketahui status HBsAg dan anti HBsnya pada saat bayi
berusia 9-12 bulan. Mengingat infeksi VHD hanya bisa terjadi pada orang dengan
Hepatitis B, maka pencegahan infeksi VHD sama persis
Ibu dengan HBsAg (+) dan HBeAg (+) harus dirujuk ke dokter dengan pencegahan infeksi VHB. Imunisasi terhadap VHB
ahli untuk berkonsultasi mengenai kemungkinan terapi telah terbukti efektif menekan prevalensi Hepatitis D di
penyakitnya. Penderita juga sebaiknya diperiksakan status, beberapa daerah di Eropa.
anti-HBe, DNA VHB, dan ALTnya. Ibu yang positif Hepatitis
B disarankan untuk tetap menyusui bayinya. 7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar
Apabila ibu yang akan melahirkan memiliki status HBsAg a. Pengobatan : sampai saat ini hanya terapi berbasis
(+) dan HBeAg (-), maka persalinan ibu tersebut wajib Interferon yang terbukti cukup efektif sebagai terapi
dilakukan/didampingi oleh tenaga medis yang terlatih. Sesuai Hepatitis D
anjuran program imunisasi, bayi segera mendapatkan b. Disinfeksi terhadap bekas cairan tubuh dari penderita.
imunisasi HB0, sedangkan ibunya sebaiknya mendapat c. Isolasi tidak diperlukan
konseling dari dokter ahli Penyakit Dalam atau dokter yang d. Imunisasi pasif terhadap Hepatitis B pada orang yang
telah dilatih tentang Hepatitis B virus. terpajan cairan tubuh penderita
e. Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku
(STP dan SIRS)
2. Imunisasi pada anak yang lahir dari ibu HBsAg (-)
Seorang bayi yang lahir dari ibu dengan status HBsAg (-) E. HEPATITIS E
maka wajib mengikuti Program Imunisasi Hepatitis B
Nasional karena Indonesia merupakan negara dengan 1. Etiologi
endemisitas tinggi. Penyebab Hepatitis E adalah virus Hepatitis E (VHE), sebuah
virus RNA berbentuk sferis. VHE termasuk dalam famili

48 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 33


Hepeviridiea genus Hepevirus. Virus ini awalnya disebut BAB V
sebagai penyebab enterically transmitted non-A non-B Hepatitis
(ET-NANB). Baru pada tahun 1983 virus ini berhasil
PENGEMBANGAN PROGRAM HEPATITIS B
diidentifikasi dan dinamai virus Hepatitis E.

2. Cara penularan Penanganan Hepatitis B di Indonesia adalah masalah yang rumit


VHE ditularkan melalui jalur fecal oral. Air minum yang dan membutuhkan koordinasi dari banyak pihak. Sulitnya
tercemar tinja merupakan media penularan yang paling penanganan ini antara lain disebabkan karena tingginya prevalensi
umum. Penularan secara perkutan dan perinatal juga pernah Hepatitis B di Indonesia, sifat virus Hepatitis B yang sangat infeksius,
terdokumentasi. Berbagai penelitian terbaru juga dan kurangnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang
menunjukkan kemungkinan transmisi secara zoonotic dari Hepatitis B. Penanganan Hepatitis B di Indonesia secara umum dapat
babi, rusa, dan hewan-hewan pengerat. dibagi menjadi upaya memutus rantai penularan virus Hepatitis B
dan penanganan secara tepat penderita Hepatitis B. Pemutusan
rantai penularan virus Hepatitis B bisa dilakukan secara vertikal
3. Tanda dan gejala maupun horizontal. Penanganan penderita Hepatitis B secara tepat,
Infeksi Hepatitis E selalu bersifat akut dan gejala infeksi ini selain berguna untuk menekan angka kejadian sirosis dan kanker
bervariasi dari subklinis sampai fulminan. Kemungkinan hati, juga berguna untuk mencegah penularan dengan cara
Hepatitis fulminan karena infeksi VHE saat ini tercatat 0,5- mengurangi tingkat infeksiusitas penderita.
3%. Kemungkinan ini terutama meningkat pada ibu hamil
di mana angka kematian mencapai 20%. Gejala yang mungkin
muncul pada Hepatitis E akut tidak berbeda dengan Hepatitis A. PENAPISAN HEPATITIS B PADA IBU HAMIL
akut lainnya, yaitu lemas, penurunan nafsu makan, demam,
nyeri perut, mual, muntah, dan kuning. Bila dibandingkan 1. Penanganan anak dan ibu dengan HBsAg (+)
dengan Hepatitis A, Hepatitis E akut cenderung lebih parah Di negara berkembang, termasuk Indonesia, penularan
secara klinis, dengan risiko koagulopati dan kolestasis terjadi virus Hepatitis B secara vertikal masih memegang peranan
pada kurang lebih 50% penderita. penting dalam penyebaran virus Hepatitis B. Selain itu, 90%
Masa penularan Hepatitis E yang pasti masih belum anak yang tertular secara vertikal dari ibu dengan HBsAg (+)
diketahui, namun DNA VHE dapat ditemukan dalam tinja akan berkembang mengalami Hepatitis B kronis. Maka
penderita sejak awal penyakit dan bisa bertahan sampai 1-6 pencegahan penularan secara vertikal merupakan salah
minggu setelah gejala mulai muncul. satu aspek yang paling penting dalam memutus rantai
penularan Hepatitis B.

4. Masa Inkubasi Langkah awal pencegahan penularan secara vertikal adalah


dengan mengetahui status HBsAg ibu hamil. Langkah ini bisa
Masa inkubasi Hepatitis E berkisar antara 15-64 hari, dengan dilakukan dengan melakukan penapisan HBsAg pada setiap
rata-rata masa inkubasi bervariasi antara 26-42 hari pada ibu hamil. Metode penapisan HBsAg bisa menggunakan
KLB yang berbeda. pemeriksaan cepat (rapid test). Penapisan ini sebaiknya diikuti
oleh semua wanita hamil pada trimester pertama

34 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 47


b. Apabila tidak teridentifikasi sama sekali sumber 5. Diagnosis
penularannya maka untuk sementara semua populasi Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya antibodi
berisiko makan makanan yang dibawa dari rumah saja. terhadap VHE atau RNA VHE di serum atau feses penderita.
c. Rebus air minum sampai mendidih dan setiap kali Antibodi yang bisa dideteksi saat ini mencakup IgM, IgG,
menghangatkan makanan dipanaskan sampai dan IgA.
minimal 85 derajat celcius selama 1 menit.
d. Pemberian imunisasi pada saat terjadinya KLB adalah 6. Pencegahan
pemberian Imunoglobulin (IG) pada populasi yang
diperkirakan sudah terpapar dengan virus Hepatitis A, Sampai saat ini vaksin terhadap VHE masih belum
misalnya satu kantin sebagai sumber penularan bersama, ditemukan, sehingga pencegahan Hepatitis E lebih
tetapi pemberian imunisasi ini sangat mahal dan tidak ditekankan pada upaya-upaya peningkatan higiene
menjadi program pemerintah. Pemberian imunisasi aktif lingkungan. Tindakan-tindakan yang bisa diambil kurang
pada saat KLB tidak dianjurkan. lebih serupa dengan pencegahan non-spesifik untuk
Hepatitis A.
Beberapa Negara (Argentina, China, Israel, dan USA)
memberikan imunisasi Hepatitis A pada program imunisasi Studi pada populasi telah menunjukkan bahwa orang- orang
rutin. Di negara lain merekomendasikan pemberian vaksinasi yang pernah menderita Hepatitis E sebelumnya cenderung
pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis tinggi atau tidak terkena lagi pada wabah berikutnya. Hal ini
pada orang yang akan berkunjung ke daerah endemis. menunjukkan bahwa kekebalan terhadap Hepatitis E yang
didapat dari infeksi sebelumnya kemungkinan berlaku
untuk seumur hidup.

7. Penanganan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar

a. Pengobatan: tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya


tahan tubuh (istirahat dan makan makanan yang bergizi),
rawat inap hanya diperlukan bila penderita tidak dapat
makan dan minum serta terjadi dehidrasi berat
b. Disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari
penderita
c. Isolasi tidak diperlukan
d. Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku
(STP dan SIRS)

46 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 35


4. Upaya Penanggulangan KLB

5. Pemutusan Rantai Penularan


Apabila sumber penularan telah teridentifikasi maka
perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan segera
dilakukan dengan ketat, serta sumber penularan dimaksud
diisolasi sampai diyakini tidak mengandung virus.
Apabila sumber penularan adalah air maka dilakukan
kaporisasi :
a. Apabila belum teridentifikasi sumber penularannya
dengan jelas maka perbaikan sanitasi dan pengamanan
makanan segera ditegakkan dengan ketat terhadap
semua kantin dan jajanan yang berhubungan dengan
populasi berisiko.

36 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 45


c) Siapa yang terkena (jenis kelamin dan usia) BAB IV
4) Rumuskan dugaan sementara SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Kemungkinan penyebab, sumber infeksi, distribusi
penderita (pattern of disease).
5) Rencana penyelidikan epidemiologi
Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Hepatitis virus akut menempati urutan pertama dari berbagai
dengan melakukan wawancara : penyakit hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut dengan gejala
Tentukan data yang diperlukan (jumlah kasus dan sisanya merupakan penyebab kematian 1-2 juta orang setiap
populasi berisiko) tahunnya. Beberapa episode Hepatitis mucul dengan klinis anikterik,
Gunakan check list tidak nyata atau subklinis. Surveilans epidemiologi Hepatitis dengan
Lakukan pengambilan data dengan sampel yang fokus pada kasus akut dan bergejala mulai dilaksanakan di negara-
cukup (minimal 30% dari jumlah kasus) negara Eropa. Saat ini, belum ada sistem pencatatan yang baik akibat
belum terbentuknya jejaring epidemiologi untuk Hepatitis. Data dari
6) Lakukan tindakan penanggulangan Rumah Sakit (SIRS) baik rawat jalan maupun rawat inap lebih
Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif ditujukan pada kasus akut dan Hepatitis yang bergejala.
Lakukan surveilans terhadap penyakit dan faktor lain
yang berhubungan A. EPIDEMIOLOGI
Tentukan cara pencegahan dimasa akan dating
7) Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan 1. Hepatitis A
epidemiologi tersebut: Di Indonesia, virus Hepatitis A masih merupakan penyebab
Pendahuluan Hepatitis akut yang dirawat di rumah sakit (39,8-68,3%).
Latar belakang
Pada negara berkembang, sebagian besar orang dewasa
Hasil penyelidikan epidemiologi
sudah memiliki kekebalan terhadap Hepatitis A sehingga
Analisis data dan kesimpulan
wabah Hepatitis A jarang terjadi. Hal ini terlihat pada lebih
Tindakan penanggulangan
dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, dan India
Saran rekomendasi
menunjukkan sudah adanya antibodi anti-HAV pada usia 5
tahun. Pada daerah dengan sanitasi lingkungan yang rendah,
infeksi terhadap virus ini umumnya terjadi pada anak-anak
hingga dewasa muda. Penyakit ini umumnya menyerang
anak-anak sekolah dan dewasa muda dengan jalur penularan
melalui fecal-oral.

2. Hepatitis B
Hepatitis B tersebar di seluruh dunia, WHO memperkirakan
lebih dari 2 milyar orang terinfeksi HBV (termasuk 240 juta
dengan infeksi kronis). Setiap tahun diperkirakan sekitar
1.000.000 orang meninggal akibat infeksi HBV.

44 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 37


Pada negara dengan VHB endemis tinggi (prevalensi HBsAg berwarna pekat seperti teh, sampai ikterus (kekuningan) yang
berkisar di atas 8%), infeksi dapat terjadi pada semua terlihat pada kulit dan mata, dapat didukung dengan
golongan usia. Prevalensi terjadinya infeksi Hepatitis B kronik ditemukannya IgM anti VHA pada beberapa kasus yang
pada anak-anak jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang diperiksa. KLB Hepatitis (suspek A atau E) dilaporkan dengan
dewasa. Penularan Hepatitis B terutama terjadi selama masa menggunakan format W1 secara berjenjang.
kehamilan dari ibu dengan Hepatitis B ke anak (penyebaran
perinatal). 2. Penyelidikan Epidemiologi
Pada negara dengan endemisitas Hepatitis B rendah Tujuan penyelidikan epidemiologi:
(prevalensi HBsAg kurang dari 2%), sebagian besar infeksi a. Menegakkan diagnosis KLB Hepatitis A atau E.
terjadi pada dewasa muda, khususnya pada kelompok b. Mengetahui penyebaran kasus menurut waktu (minggu),
berisiko. wilayah geografi (RT/RW, desa, dan kecamatan), umur
Tingkat prevalensi Hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi dan variabel lainnya yang diperlukan misalnya sekolah
yaitu berkisar dari 2,5% di daerah Banjarmasin hingga dan tempat kerja.
25,61% di Kupang, sehingga Indonesia termasuk dalam c. Mengetahui sumber dan cara penularan.
kelompok negara dengan endemisitas sedang hingga tinggi. d. Mengetahui situasi KLB pada saat penyelidikan
Sebelum kebijakan skrining terhadap darah donor ditetapkan, epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan
penderita yang menerima darah dari donor carrier Hepatitis dan penyebaran KLB.
B mempunyai risiko tinggi tertular penyakit ini. Namun saat
ini sebagian besar negara di dunia menyediakan fasilitas 3. Langkah-langkah Penyelidikan Epidemiologi
skrining untuk HBsAg terhadap darah donor sebelum 1) Konfimasi / penegakan diagnosis
diberikan kepada penderita yang memerlukan. a) Definisi kasus
b) Klasifikasi kasus (suspek atau konfirm)
3. Hepatitis C c) Pemeriksaan laboratorium :
Penularan VHC yang paling sering adalah melalui parenteral Penderita (IgM HAV)
yaitu pajanan dengan darah dan produknya. Oleh karena Laboratorium rujukan : Badan Litbangkes
itu, prevalensi Hepatitis C sangat dipengaruhi oleh Lingkungan: air minum, air bersih
penggunaan jarum suntik bersama di kalangan pecandu obat Laboratorium rujukan: BBTKL Jakarta,
terlarang dan penggunaan jarum suntik tidak steril di Surabaya, Yogyakarta, dan BTKL Medan.
pelayanan kesehatan. Selain itu, penularan dapat pula terjadi 2) Menentukan apakah peristiwa itu suatu KLB atau bukan
melalui infeksi seksual dan maternal-neonatal (efisiensi dan a) Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi
frekuensi rendah). Menurut WHO, 2-3% penduduk dunia yang sudah ditentukan tentang KLB.
(130-170 juta) terinfeksi oleh VHC. Di Eropa dan Amerika, b) Bandingkan dengan insiden penyakit pada minggu/
Afrika, Asia Tenggara, prevalensi Hepatitis C berkisar antara bulan/tahun sebelumnya.
0,5% hingga 2,4%. Data yang tersedia untuk Hepatitis C lebih
menggambarkan hasil skrining dan tes laboratorium daripada 3) Hubungan adanya KLB dengan faktor waktu, tempat, dan
surveilans epidemilogi. Di Indonesia, prevalensi anti-HCV orang
donor darah di beberapa tempat menunjukkan angka antara a) Kapan mulai sakit (waktu)
0,05% hingga 3,37%. b) Di mana mereka mendapat infeksi (tempat)

38 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 43


D. KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) 4. Hepatitis D
Diperkirakan terdapat 10 juta penduduk terinfeksi virus
1. Penetapan KLB Hepatitis D dan pada penderita Hepatitis B lebih berisiko
Penetapan KLB berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan terkena Hepatitis D. Hepatitis D dapat muncul secara endemis
Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010. atau dalam bentuk KLB pada populasi yang mempunyai risiko
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila tinggi terinfeksi VHB, misalnya pada populasi Hepatitis B
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut : endemis (seperti di Rusia, Romania, Italia bagian selatan,
a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana Afrika dan Amerika Selatan), mereka adalah penderita
dimaksudkan dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada hemophilia, pecandu obat terlarang dan lainnya, karena
atau tidak dikenal pada suatu daerah tertentu. mereka sering kontak dengan darah. Mengingat bahwa infeksi
b. Peningkatan jumlah kejadian kesakitan terus menerus VHD membutuhkan terjadinya infeksi VHB secara
selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari, atau minggu bersamaan, maka bila ada penurunan carrier HBsAg infeksi
berturut-turut menurut jenis penyakitnya. VHD juga menurun, seperti yang terjadi di daerah
Mediterania (Yunani, Italia, Spanyol) dan sebagian besar
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih negara di dunia.
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) 5. Hepatitis E
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih Hepatitis E (VHE) merupakan penyebab utama Hepatitis non-
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam A non-B enterik di seluruh dunia. KLB Hepatitis E dan kasus
tahun sebelumnya. sporadis telah terjadi di wilayah yang sangat luas terutama
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 di negara yang sanitasi lingkungannya kurang baik. Beberapa
(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih tahun belakangan ini dengan adanya kemajuan teknologi
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian pemeriksaan serologis untuk mendeteksi IgM dan IgG anti
kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya. VHE maka peta distribusi infeksi VHE dapat diketahui dengan
f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) jelas, misalnya di daerah yang selama ini endemis ternyata
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan prevalensinya lebih rendah (3%-26%), sedangkan di daerah
kenaikan 50% (lima pulu persen) atau lebih dibandingkan non endemis seperti Amerika Serikat ternyata frekuensinya
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode lebih tinggi dari yang diduga (1%-3%).
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. Di sebagian negara endemis tinggi, infeksi VHE > 50%. Angka
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru tertinggi distribusi penyakit adalah pada anak muda sampai
pada 1 (satu) periode menunjukkan kenaikan dua kali dengan usia pertengahan(15-40) tahun. Walaupun infeksi
atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam sering terjadi pada anak tetapi biasanya asimtomatis atau
kurun waktu yang sama. menyebabkan sakit yang ringan tanpa jaundice (anicteric)
sehingga penyakit ini tidak terdiagnosis. VHE terutama
Apabila terdapat sejumlah penderita dalam satu daerah ditularkan melalui fekal-oral, air minum yang tercemar tinja
dengan gejala demam, sakit kepala, lelah, nafsu makan merupakan media penularan yang paling sering terjadi.
menurun, gangguan pencernaan, mual, muntah, air kencing

42 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 39


B. SURVEILANS HEPATITIS rawat jalan dan rawat inap. Variabel rawat inap
ditambahkan dengan total kematian.
Kegiatan Surveilans Epidemiologi Hepatitis A dan Hepatitis B
berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor. 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang Pedoman C. SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) HEPATITIS A
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit
Menular dan Penyakit Tidak Menular Terpadu dengan beberapa Sistem kewaspadaan dini merupakan kewaspadaan terhadap
tambahan sesuai dengan kebutuhan Program. penyakit potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) beserta faktor-faktor
yang mempengaruhi dengan menerapkan teknologi surveilans
Secara umum surveilans epidemiologi Hepatitis : epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap
1. Register harian penderita Hepatitis klinis dibuat di puskesmas tanggap, kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan
oleh pengelola program. (Format register terlampir) penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
2. Sistem pelaporan mingguan Hepatitis klinis menggunakan (PERMENKES Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 Tahun 2004
format W2, diisi pada kolom lain-lain. tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa).
3. Sistem pelaporan Hepatitis klinis menggunakan laporan
Sistem Terpadu Penyakit (STP) yang dilakukan setiap bulan. Di antara semua virus Hepatitis, virus yang berpotensi
menimbulkan KLB adalah virus Hepatitis A dan E. Terjadinya
4. Rekapitulasi laporan bulanan Hepatitis diperoleh dari
KLB Hepatitis A lebih sering disebabkan oleh keracunan
register harian. Laporan dilaporkan secara berjenjang dari
makanan. Oleh karena itu, SKD-KLB terutama ditujukan pada
puskesmas ke dinas kesehatan kabupaten, dinas kesehatan
upaya pengamanan pangan. Pada daerah dengan pengamanan
provinsi dan pusat (Subdit Diare & ISP). (Format laporan
pangan yang baik tetapi berada pada wilayah rentan Hepatitis A
terlampir).
maka akan sering terjadi KLB Hepatitis A.
5. Rekapitulasi laporan bulanan dari dinas kesehatan
kabupaten dan provinsi ditambahkan dengan laporan dari Apabila didapatkan sekelompok orang (cluster) menderita
rumah sakit (HBsAg positif) dan Hepatitis klinis. Hepatitis A maka kewaspadaan akan munculnya kasus-kasus
berikutnya sampai kurang lebih 2 bulan sejak kasus pertama
6. Laporan bulanan Hepatitis klinis dari puskesmas dan RS perlu ditingkatkan. Jika serangan KLB berlangsung lebih dari 2
direkapitulasi dan dianalisis di tingkat kabupaten/kota bulan maka telah terjadi beberapa sumber penularan atau
menurut : serangan bersifat propagated source.
a. Variabel umur dan jenis kelamin
Data yang ada menunjukkan bahwa KLB Hepatitis A sering terjadi
Setiap kasus digolongan berdasarkan jenis kelamin dan
pada musim tertentu sehingga pemantauan adanya KLB Hepatitis
usia. Penggolongan usia yaitu 0 - 7 hari, 8-28 hari, < 1
A perlu dilakukan dengan cermat oleh dinas kesehatan provinsi
tahun, 1-4 tahun, 5-9 tahun, 10-14 tahun, 15-19 tahun,
dan Kementerian Kesehatan. Apabila terdapat kecenderungan
20-44 tahun, 45-54 tahun, 55-59 tahun, 60-69 tahun,
peningkatan serangan KLB Hepatitis A pada suatu kawasan
> 70 tahun.
tertentu, maka dinas kesehatan provinsi atau Kementerian
Kesehatan perlu menginformasikan peringatan kewaspadaan KLB
b. Variabel rawat jalan, rawat inap dan kematian (khusus
Hepatitis A pada semua unit kesehatan di wilayah tersebut.
rumah sakit)
Khusus laporan rumah sakit dikelompokkan menurut

40 Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus 41

Anda mungkin juga menyukai